Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32660 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azkia Rostiani Rahman
"Nama sebagai bagian dari bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sebab nama merupakan identitas penanda seseorang baik sebagai identitas personal, sosial, maupun identitas budaya. Berdasarkan penelitian Kuipers (2017) nama diri orang Jawa mengalami perubahan dari nama Jawa menjadi nama Arab. Perubahan yang sama juga terjadi di suku Betawi di mana nama orang Betawi cenderung berubah menjadi nama Arab (Pahlevi: 2018). Fenomena perubahan nama diri tersebut pada nama yang mengandung unsur lokal tidak hanya terjadi di suku Jawa dan Betawi, tetapi hal itu diduga dapat terjadi juga di suku Sasak. Hal inilah yang menjadi landasan utama penelitian ini yaitu untuk menunjukkan apakah ada perubahan nama diri orang Sasak dan bagaimana ia mengalami perubahan.

 Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif (Creswell, 2012) dengan menggunakan teori antroponimi, etimologi, dan teori presuppositional meanings (makna praanggapan) dari Nyström sebagai pisau analisis. Penelitian ini bertempat di pulau Lombok di 5 kabupaten/kota dengan 24 titik penelitian yang berbasis kecamatan. Sumber data berupa data tertulis sebagai data utama dan data lisan sebagai data pendukung. Data tertulis berupa KK (Kartu Keluarga) dan data lisan berupa wawancara ke masyarakat, belian (dukun beranak), budayawan, dan sejarawan Lombok. Penelitian ini menunjukkan bahwa nama diri orang Sasak mengalami perubahan. Berdasarkan jumlah katanya, nama diri orang Sasak mengalami perubahan dari nama yang pendek menjadi nama yang cenderung panjang. Berdasarkan asal bahasanya, nama diri yang paling banyak ditemukan adalah nama diri yang berasal dari Bahasa Arab kemudian diikuti dengan bahasa Jawa. Hal ini menunjukkan adanya warisan ekspansi dari wali songo dan kerajaan Majapahit. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa terjadinya perubahan nama disebabkan asosiasi masyarakat bahwa nama-nama dahulu cenderung kurang modern, sementara nama sekarang dianggap lebih modern. Nama asli Sasak pada umumnya ditemukan pada generasi Kakek/Nenek. Pada generasi Ayah/Ibu hanya ditemukan 1 nama diri yang berasal dari bahasa Sasak, sementara pada generasi Anak tidak ada nama diri yang berasal dari bahasa Sasak. Untuk mempertahankan identitas lokal yang tercermin dalam nama diri kiranya perlu ada revitalisasi penggunaan nama Sasak sebagai penanda jati diri bangsa.


Name as a part of language is very important in human life, because name can reveal the identity of a person both personal identity, social, and cultural identity. Names that use elements of native languages can reflect the socio-cultural identity of a society. Based on Kuiper's research (2017) the Javanese personal name changes from a Javanese name to an Arabic name. The same changes also occur in Betawi tribe where the name of Betawi people tends to turn into Arabic names (Pahlevi: 2018). The phenomenon of personal name change in names containing local elements does not only occur in Javanese and Betawi tribes, but also allegedly occurred in Sasak tribe. This is the main reason for this research, to show whether there is a change in the name of Sasak people and how they have changed. The research method used is a qualitative method (Creswell, 2012) by using anthroponomy theory, etymology, and the presuppositional meaning theory of Nyström as an analysis. This research took place on the island of Lombok in 5 districts/cities with 24 sub-district-based research points. The source of data is in the form of written data as main data and oral data as supporting data. Written data in the form of KK (Family Card) and oral data in the form of interviews with the community, cultural observers and Lombok historians. This research shows that there is a change in Sasak people's personal name. Based on the number of words, the Sasak people's personal names experienced a change from short names to long-term names. Based on the origin of the language, the personal names that is most commonly found is the name that derived from Arabic language. then followed by Javanese. This shows the inheritance of expansion of the Wali Songo and Majapahit kingdom. In addition, this study also shows that the occurrence of name changes was caused by community associations that the previous names tended to be less modern, while the present name was considered to be more modern. The Sasak name is generally found in the generation of Grandparents. In the generation of Father/Mother only found 1 personal name derived from Sasak language, while in the generation of Children or present generation there is no self-name that comes from the Sasak language. To maintain a local identity reflected in its own name, it is necessary to revitalize the use of the Sasak name as a sign of national identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T53435
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnama Rika Perdana
"Disertasi ini membahas dinamika nama-nama marga masyarakat Simalungun yang dianalisis dengan menerapkan teori antroponimi. Minimnya penelitian Antroponimi mengenai nama-nama marga di Indonesia menjadi salah satu pertimbangan dalam melakukan penelitian di samping untuk turut melestarikan budaya Nusantara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan alasan-alasan terjadinya dinamika perubahan penggunaan nama marga Simalungun dari masa ke masa. Data pada penelitian ini berupa nama-nama marga/submarga Simalungun yang dihimpun dari sejumlah nama-nama masyarakat Simalungun. Sebanyak 1600 nama yang terjaring dalam penelitian ini diperoleh dari salinan Kartu Keluarga yang resmi diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Simalungun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan nama marga Simalungun terjadi karena berbagai alasan, antara lain (a) pernikahan, (b) lingkungan tempat tinggal, (c) mobilisasi penduduk. Pewarisan marga secara turun temurun menunjukkan adanya sebuah tradisi yang terjaga dalam suatu masyarakat. Keberagaman nama marga menunjukkan kekayaan budaya sekelompok etnik yang sarat akan adat istiadatnya. Marga yang merupakan warisan budaya Simalungun telah terbukti mampu bertahan melampaui zaman.

The theses examines the dynamics of margas (clan names) of the Batak Simalungun analyzed by using anthroponymy theory. Besides preserving culture of Nusantara, the lack of anthroponymy research on clan names in Indonesia becomes one of my considerations in conducting this research. This qualitative research is aimed at explaining the reasons behind the dynamics and the changing of the Batak Simalungun clan names from time to time. Data in this study consists of marga/submarga collected from a number of Simalungun people`s names. 1600 names are taken from Kartu Keluarga or Family Card issued by Population and Civil Registration Agency (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Simalungun). The results show that changes in Batak Simalungun`s marga occur due to some reasons such as (a) marriage, (b) the environment where people live, and (c) people mobilization. The process of inheritance marga to the descendant shows that local wisdom and old traditions are still preserved in a certain group or society until today. In addition, the diversity of Batak Simalungun`s clan names also shows the richness of custom of this ethnic group. Marga or clan name as a cultural heritage of Simalungun has been proven to be able to survive through the ages."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
D2598
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chacuk Tri Sasongko
"Sumber karya sastra Jawa kuno, khususnya cerita-cerita Panji, memuat nama-nama karakter yang berasal dari nama binatang seperti Kuda Narawangsa, Kebo Kanigara, and Kidang Walangka. Fenomena penamaan semacam ini rupanya juga ditemui dalam sumber epigrafi masa Jawa kuno. Permasalahan penelitian meliputi motivasi penamaan dan hubungan antara nama diri dengan jabatan dan status sosial penyandangnya. Seluruh permasalahan tersebut dijawab melalui studi pustaka yang melibatkan metode pengumpulan data, analisis, dan intepretasi. Hasilnya menunjukkan bahwa fenomena penamaan tersebut secara umum dilatarbelakangi oleh apresiasi terhadap binatang-binatang tertentu yang memiliki tempat dan peran penting dalam kebudayaan masyarakat sehingga dianggap penting dan istimewa. Secara garis besar terdapat kecenderungan perkembangan fenomena pada masa Mataram kuno (Abad ke-9-11 M) dan Kadiri-Majapahit (Abad ke-12-16 M). Periode Mataram kuno didominasi oleh nama diri tunggal yang tidak terkait dengan jabatan tertentu kecuali status sosial kelas bawah, sedangkan periode Kadiri-Majapahit terdapat hubungan nama diri dengan jabatan ketentaraan (makasirkasir) dan status kasta ksatria yang sangat mungkin ditandai oleh pemakaian nama binatang di awal nama diri.

Kata kunci: epigrafi, antroponomastika, nama diri, binatang, makasirkasir


Old Javanese literary works, especially panji tales, contain many character names derived from animal names such as Kuda Narawangsa, Kebo Kanigara, and Kidang Walangka. This naming phenomenon also appears to be found in the old Javanese inscriptions. The research problems of this study include motivation for naming and correlation between the personal names, social status, and official position of the users. This research uses archaeological method involving data collection, analysis, and interpretation. The results show that the naming phenomenon was generally motivated by the appreciation towards certain animals that had a place and roles in the culture of society so that they were perceived as being important and special. Broadly speaking, there was a different development trend in the ancient Mataram period (9th-11th Century AD) and Kadiri-Majapahit period (12th-16th Century AD). The ancient Mataram period was dominated by a single personal name that was not related to any particular position. During the Kadiri-Majapahit period, there was a correlation between the personal names and the official position of the army (makasirkasir) and kshatriya caste which was very likely to be marked by the use of the name of the animal at the beginning of the personal name.

Keywords: epigraphy, anthroponomastics, personal name, animal, makasirkasir

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Azizah Widyaningsih
"Skripsi ini membahas mengenai peribahasa Korea yang menggunakan metafora nama binatang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara nama binatang sebagai metafora pada peribahasa Korea dengan makna utama peribahasa dan menunjukkan konotasi yang terkandung dalam peribahasa tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa peribahasa Korea yang menggunakan metafora nama binatang paling banyak berkonotasi negatif yang merupakan penggambaran dari sifat, karakter, tindakan dan perilaku buruk atau bodoh manusia, serta sebagai perumpamaan dari suatu kondisi buruk yang dialami oleh manusia.

This thesis is a study of Korean proverbs containing animal-based metaphors. The major objective of this research is to analyze the correlation between the name of animals as a metaphor in Korean proverbs and the main meaning of those proverbs, as well as show the containing connotation of the proverbs. The research method applied in this thesis is a qualitative method using a descriptive elaboration. Based on the analysis of data, it is found that most of Korean proverbs containing animal metaphors have negative connotations, describing and reflecting ill natured characteristics, thoughtless action or behaviors of human beings. Such metaphors also present an imagery of people who suffered from a bad condition.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56822
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inayah Wardany
"[ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian toponimi yang bertujuan untuk mendapatkan asal
usul penamaan tempat yang saat ini dijadikan nama stasiun kereta api Commuter
Jabodetabek. Selain itu, penelitian juga bertujuan untuk menemukan apakah suatu
penandaan toponim telah menjadi mitos. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif
dengan sumber data didapatkan dari lapangan dan literatur. Penelitian ini berhasil
mengumpulkan 60 data dari 51 titik pengamatan. Data toponimi didapatkan dari 78
narasumber yang terdiri atas 1 narasumber utama dan 77 narasumber dari masyarakat.
Sementara itu, literatur didapatkan dari peta sejak abad 16 hingga abad 20 serta naskah
Perjalanan Bujangga Manik. Teknik analisis data menggunakan kajian etimologi dan
semiotik Barthes. Hasil menunjukkan bahwa terdapat 12 toponim yang mengalami proses
menuju mitos. Hasil lain yang ditemukan terdapat 15 bahasa yang menjadi sumber
penamaan stasiun kereta api, yaitu Arab, Bandan, Belanda, Bali, Betawi, Hokkian,
Indonesia, Inggris, Jawa, Jawa Kuna, Melayu, Manggarai, Portugis, Sunda, dan Sunda
Kuna.

ABSTRACT
This research uses toponymy to obtain the origin of placenames that currently are used as
station names of Commuter train stations in Jabodetabek. Besides, this research also aims
to find out signification among toponyms that has developed into myth. The method that
has been used for this research was qualitative with data from informants and literature.
Data of 60 toponyms have been collected from 51 locations. The toponym data was
taken from 78 informants who consist of 1 primary informant and 77 informants from
local people. The literature is based primarily on map from 16th until 20th century and The
Story of Bujangga Manik: a pilgrim?s progress manuscript. Etimology and Barthes?s
semiotic theory were used as techniques to analyze the data. The result shows that there
are 12 toponyms that under process becoming myth. Another result shows that there are
15 languages as station naming sources which are Arabic, Bandanese, Dutch, Balinese,
Betawi, Hokkian, Indonesian, English, Javanese, Old Javanese, Malay, Manggarai,
Portuguese, Sundanese, and Old Sundanese., This research uses toponymy to obtain the origin of placenames that currently are used as
station names of Commuter train stations in Jabodetabek. Besides, this research also aims
to find out signification among toponyms that has developed into myth. The method that
has been used for this research was qualitative with data from informants and literature.
Data of 60 toponyms have been collected from 51 locations. The toponym data was
taken from 78 informants who consist of 1 primary informant and 77 informants from
local people. The literature is based primarily on map from 16th until 20th century and The
Story of Bujangga Manik: a pilgrim’s progress manuscript. Etimology and Barthes’s
semiotic theory were used as techniques to analyze the data. The result shows that there
are 12 toponyms that under process becoming myth. Another result shows that there are
15 languages as station naming sources which are Arabic, Bandanese, Dutch, Balinese,
Betawi, Hokkian, Indonesian, English, Javanese, Old Javanese, Malay, Manggarai,
Portuguese, Sundanese, and Old Sundanese.]"
2015
T44734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abie
"Jurnal ini membahas tentang pengadopsian nama diri arab dan islam di Indonesia. Landasan teori yang penulis gunakan adalah teori fono-semantik untuk menjelaskan bahasan mengenai bentuk ortografi dan makna semantik nama Arab. Metode yang digunakan adalah kualitatif, merupakan salah satu metode yang digunakan dalam ilmu sosial, dengan penekanan objek penelitinya terhadap keunikan manusia atau gejala sosial yang ada.
Tulisan ini merupakan penilitian kajian pustaka atau disebut juga library research yang memusatkan perhatian pada isu-isu penting seputar fenomena budaya digabung dengan linguistik yang terjadi di Indonesia. Penulisan nama diri oleh orang Indonesia masih memiliki banyak sekali variasi padahal berasal dari kata atau nama yang sama. Perbedaan ini terjadi karena bahasa Indonesia beberapa kali mengalami perubahan sistem ejaan.
Selain akibat persoalan ejaan, keambiguan yang terjadi dalam pengadopsian nama diri Arab oleh orang Indonesia terjadi karena salah satu dari penerapan konsep yang digunakan oleh para orang tua Indonesia yang ingin memberikan nama pada anak mereka berdasarkan keunikan dan keindahan agar enak dilihat dari segi penulisan.

his journal discusses the adoption of Arabic and Islamic names themselves in Indonesia. The theoretical basis that I use is the fono semantic theory to explain the discussion of the orthographic form and the semantic meaning Arab name. The method used is qualitative, is one of the methods used in the social sciences, with emphasis on researchers object to the uniqueness of human or social phenomena that exist.
This paper is a literature review penilitian also called research library focusing on the important issues surrounding the cultural phenomenon combined with linguistic occurred in Indonesia. Writing proper name by Indonesia still has a lot of variety when derived from the same word or name. This difference occurs because the Indonesian several times changed the spelling system.
Besides the problem of spelling, ambiguous that occurred in the adoption of Arabic proper names by the Indonesian case because one of the application of the concepts used by the Indonesian parents who want to give a name to their children based on the uniqueness and beauty of that unsightly terms of writing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Tirta Luzanil
"Penggunaan kata ganti orang yang berbeda dalam self-talk dapat memberikan tingkat self-compassion yang berbeda. Penelitian ini ingin mengetahui apakah penggunaan nama diri saat melakukan self-talk lebih meningkatkan self-compassion daripada penggunaan kata ganti orang pertama tunggal saat melakukan self-talk. Di Indonesia, kata ganti orang pertama tunggal terdiri dari saya dan aku, sementara nama diri bukan merupakan kata ganti orang. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 74 orang. Partisipan diminta menulis pengalaman yang selalu membuat khawatir dan berusaha memahami mengapa bisa merasa seperti itu. Kemudian partisipan diminta untuk menulis surat kepada dirinya sendiri. Sebelum mulai mengerjakan, partisipan kelompok pertama diminta untuk menggunakan kata ganti orang pertama tunggal dan kelompok dua menggunakan nama diri untuk merujuk kepada diri sendiri. Pengukuran dilakukan oleh tim penilai melalui surat yang telah ditulis oleh partisipan. Hasil penelitian mendukung hipotesis bahwa partisipan yang menggunakan nama diri saat melakukan self-talk lebih meningkatkan self-compassion daripada penggunaan kata ganti orang pertama tunggal saat melakukan self-talk. Hasil ini memberikan alternatif yang dapat dilakukan ketika menghadapi situasi sulit.

The use of different personal pronouns in self-talk can provide different level of self-compassion. This study investigated whether the use of proper name when doing self-talk further increase self-compassion rather than use the first-person singular pronoun when doing self-talk. In Indonesia, the firstperson singular pronoun consists of saya and aku, while proper name is not personal pronoun. Participants in this study amounted to 74 persons. Participants were asked to write their experience which always make them worried and trying to understand why it can feel like it. Then participants were asked to write a letter to themselves. Before they begin, the first group of participants were asked to use the first-person singular pronoun and the second groups using the proper name to refer to themselves. Measurements were made by raters through a letter written by the participants. The results supported the hypothesis that participants who use proper name when doing self-talk further increase self-compassion rather than use first-person singular pronoun when doing self-talk. These result provides an alternative to do when faced with difficult situations."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dias Pasah Ramadhani
"ABSTRAK
Tesis ini mengkaji mengenai permasalahan dari Penerbitan Sertipikat Hak Pakai Nomor 287/Selong atas nama Departemen Pendidikan Nasional, sertipikat tersebut diterbitkan diatas tanah negara bekas Eigendom Verponding Nomor 1684 atas nama Het Gouvernement van Nederlands Indie. Selain itu, sebelum diterbitkan sertipikat tersebut telah dibangun Rumah Negara Golongan II yang telah ditempati penghuni berdasarkan Surat Izin Penghunian. Maka dari itu, terbitnya Sertipikat tersebut telah membuat penghuni merasa hak prioritasnya terlanggar. Pada akhirnya Putusan MA No. 48 PK/TUN/2016 memenangkan Ny. Hadi Susanti Idris selaku penghuni dan membatalkan Sertipikat Hak Pakai Nomor 287/Selong atas nama Departemen Pendidikan Nasional. Penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) pokok pembahasan yakni kedudukan Surat Izin Penghunian dalam kaitannya dengan penguasaan fisik atas tanah bekas Eigendom Verponding, analisis hukum terkait penerbitan Sertipikat Hak Pakai Nomor 287/Selong atas nama Departemen Pendidikan Nasional, dan implikasi pembatalan Sertipikat Hak Pakai Nomor 287/Selong atas nama Departemen Pendidikan Nasional terhadap Rumah Negara Golongan II yang berdiri diatasnya. Adapun untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan ini maka Penulis mempergunakan metode penelitian yuridis normative dengan analisis kualitatif. Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah pemegang Surat Izin Penghuni tidak dapat dikatakan memiliki prioritas untuk mengajukan permohonan hak atas tanah, Kemudian, mengenai penerbitan Sertipikat sudah sesuai prosedur yang ditentukan. Serta terkait dengan implikasi pembatalan sertipikat terhadap bangunan diatasnya adalah pada saat itu belum terdapat mekanisme penghapusan barang berupa rumah negara karena adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

ABSTRACT
This thesis examines the problems of the Issuance of the Right to Usage over land Certificate Number 287/Selong of the Departemen Pendidikan Nasional, the certificate was issued on former Eigendom Verponding state land number 1684 on behalf of the Het Gouvernement van Nederlands Indie. In addition, before the certificate was issued, the state employee house II had been already built by Departemen Pendidikan Nasional and some people had already lived in there based on Residential Permit. Therefore, due to the issuance of the certificate, the residents assume that their priority rights had been violated. Then, the Supreme Court Decision No. 48 PK/TUN/2016 wins the residents and nullify the Certificate of Rights of Usage over land Number 287/Selong in the name of the Department of National Education. This study consists of 3 (three) main topics, which are the position of the Resident Permit in relation to occupation of the former Eigendom Verponding land, legal analysis related to the issuance of Certificate of the Right of usage over land Number 287/Selong in the name of the Departemen Pendidikan Nasional, and the implications of nullification of certificate number 287/Selong in the name of the department of National Education over state employee house II which stands on it. As for conducting research on resolving the problems, the author uses a normative juridical research method with qualitative analysis. The conclusion of this study is that the resident permit holders does not has the priority in submiting land rights application, then, the issuance of the certificate had been already complied to the procedure. Regarding to the implications of the nullification of the certificate against the building above, there was no procedure regarding the removal of state employee house as a state's goods, due to a legally binding court decision."
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duong, Thu Huong
Magelang: Indonesiatera , 2003
899.221 3 DOU nt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pembina Peraga, 1995
R 915.982 2 LIS t
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>