Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Singarimbun, Amenita Cesanina
"ABSTRAK
Usus besar merupakan organ yang berperan penting dalam proses pencernaan. Namun, ada banyak penyakit yang dapat mengganggu kinerja kolon. Selain itu, proses pelepasan obat dalam usus besar merupakan salah satu metode pelepasan obat yang paling berkembang saat ini karena fungsi kolon mampu menyerap sari makanan dan mengedarkannya ke aliran darah serta memiliki banyak keunggulan dalam distribusi obat. Tantangan pelepasan obat di usus besar adalah kondisi lingkungan yang dilalui obat sebelum mencapai usus besar sangat bervariasi, sehingga obat harus dilapisi dengan benar sehingga bisa sampai pada jumlah yang sesuai di usus besar. Dalam penelitian ini, xanthone dipilih sebagai obat yang dilepaskan. Xanthone dibentuk menjadi mikropartikel setelah proses enkapsulasi dengan kitosan dan alginat. Proses enkapsulasi bertujuan untuk melindunginya sebelum mencapai usus besar dengan metode ionasi gelasi. Uji pelepasan obat dilakukan secara in vitro pada 3 cairan uji yang mewakili organ pencernaan manusia. Penelitian ini menggunakan 3 variabel dengan 3 variasi masing-masing digunakan untuk proses optimasi pelepasan obat di usus besar yaitu ukuran mikropartikel F002-kitosan dengan rentang ukuran <100μm; 100-199μm; dan 200-299 μm, perbandingan kitosan dan alginat dengan perbandingan kuantitas 1: 0,1; 1: 0,25; dan 1: 0,5, serta konsentrasi CaCl2 sebagai pengikat silang berada pada kisaran 4%, 6%, dan 8%. Proses optimasi dilakukan dengan menggunakan Metodologi Permukaan Respon terhadap 15 sampel dengan persentase respon pelepasan kumulatif pada jam ke-2 dan ke-10. Dari proses ini, formulasi optimumnya adalah 98,67% untuk ukuran mikropartikel 100-199μm F002-kitosan, rasio kitosan dan alginat 1: 0,5, dan konsentrasi CaCl2 4% (b / v) yang digunakan.

ABSTRACT
The large intestine is an organ that plays an important role in the digestive process. However, there are many diseases that can interfere with colonic performance. In addition, the process of releasing drugs in the large intestine is one of the most developed methods of drug release today because the function of the colon is to absorb food juices and circulate it into the bloodstream and has many advantages in drug distribution. The challenge of releasing drugs in the large intestine is that the environmental conditions that the drug goes through before it reaches the large intestine vary widely, so the drug must be properly coated so that it can arrive at the appropriate amount in the large intestine. In this study, xanthones were selected as the drug to be released. Xanthones were formed into microparticles after the encapsulation process with chitosan and alginate. The encapsulation process aims to protect it before it reaches the large intestine by the gelation ionation method. The drug release test was carried out in vitro on 3 test fluids representing the human digestive organs. This study used 3 variables with 3 variations, each of which was used for the optimization process of drug release in the large intestine, namely the size of the microparticle F002-chitosan with a size range <100μm; 100-199μm; and 200-299 μm, the ratio of chitosan and alginate with a quantity ratio of 1: 0.1; 1: 0.25; and 1: 0.5, and the concentration of CaCl2 as a crosslinker was in the range of 4%, 6%, and 8%. The optimization process was carried out using the Response Surface Methodology for 15 samples with the cumulative release response percentage at the 2nd and 10th hours. From this process, the optimum formulation is 98.67% for the 100-199μm F002-chitosan microparticle size, the chitosan and alginate ratio of 1: 0.5, and the concentration of CaCl2 4% (w / v) used."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Marsya Naziha
"Anemia gizi besi ADB merupakan permasalahan umum terutama untuk ibu hamil, menyusui, dan perempuan usia subur. Fortifikasi pangan dianggap merupakan cara yang paling sesuai untuk mengurangi ADB. Namun, fortifikasi besi secara langsung dapat menurunkan kualitas organoleptis dan memperpendek masa simpan karena besi mudah mengalami oksidasi pada kondisi pH tertentu. Metode mikroenkapsulasi dipandang sebagai metode yang tepat untuk melindungi besi pada kondisi fluida tubuh, seperti lambung dan usus halus. Untuk mendapatkan mikropartikel yang efektif dalam mengkapsulasi besi II, perlu adanya modifikasi pada polimer yang digunakan.
Pada penelitian ini akan digunakan kitosan tersalut alginat sebagai polimer dan besi II fumarat sebagai inti mikropartikel. Pembuatan mikropartikel dilakukan dengan menggunakan metode taut silang antara kitosan - sodium tripolipospat STPP 1 - besi II dengan perbandingan antara besi II dengan kitosan adalah 1:10. Kemudian mikropartikel disalut kembali dengan alginat. Metode yang digunakan adalah gelasi ionotropik antara alginat-CaCl2 sebagai penyalut kitosan, dengan variasi konsentrasi alginat adalah 0 ; 1 ; 1,5 ; dan 2.
Hasil penelitian menunjukkan efisiensi enkapsulasi terbesar terdapat pada mikropartikel tanpa alginat yaitu 75,6 dan pemuatan obat terbesar pada mikropartikel dengan alginat 1 sebesar 3,1. Penyalutan oleh alginat pada mikropartikel menyebabkan pelepasan besi lebih sedikit dibandingkan dengan mikropartikel tanpa alginat. Mikropartikel tanpa alginat menghasilkan pelepasan kumulatif yang tinggi yaitu 100 dengan pola pelepasan cepat di media pH 1,2. Seluruh mikropartikel dengan alginat menghasilkan pola pelepasan cepat dengan pelepasan kumulatif terendah pada konsentrasi alginat 1 yaitu 47,5. Hasil pengamatan pada uji pelepasan in vitro senyawa besi menunjukkan potensi formula ini digunakan sebagai obat atau suplemen dengan target sistem pencernaan.

Iron Deficiency Anemia IDA is a common problem, especially for people in groups of pregnant women, nursing woman, and women at their productive age. Food fortification is considered the most suitable way to reduce IDA. However, iron fortification can directly decrease organoleptic quality and shorten the shelf life because iron is susceptible to oxidation under certain pH conditions. The microencapsulation method is seen as an appropriate method for protecting iron in the fluid conditions of the body, such as the stomach and small intestine. To obtain an effective microparticle in encapsulating iron II, modification of polymer used is needed.
In this research chitosan coated alginate will be used as polymer and iron II fumarate as microparticle core. Microparticle preparation was performed using crosslink method between chitosan sodium tripolipospat STPP 1 iron II with ratio between iron II and chitosan was 1 10. Then the microparticles are re coated with alginate. The method used is ionotropic gelation between alginate CaCl2 as chitosan coating, with variation of alginate concentration is 0 1 1.5 and 2.
The results showed that the largest encapsulation efficiency was found in microparticles without alginate of 75.6 and the largest drug loading on microparticles with 1 alginate of 3.1. Coating microparticle with alginate causes less iron release than microparticles without alginate. Microparticle without alginate produces a high cumulative release of 100 with a rapid release pattern in pH 1.2 media. All microparticles with alginate produced a rapid release pattern with the lowest cumulative release at a 1 alginate concentration of 47.5. Observations on in vitro release test of iron compounds indicate the potential of this formula used as a drug or supplement with a target digestive system.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kianti Kasya Kiresya
"ABSTRAK
Good Manufacturing Practices atau GMP merupakan pedoman yang penting dan harus diterapkan dalam penelitian ndash; penelitian, terutama dalam bidang medis dan kimia. Namun, meskipun pengetahuan mengenai GMP telah diketahui secara luas, dalam penelitian yang dilakukan tidak menerapkan pedoman tersebut, sehingga hasil penelitian yang dilakukan saat diujikan lebih lanjut akan memberikan hasil yang berbeda nyata dan tidak memiliki efek farmakologis. Penelitian dilakukan dengan mengikuti pengaturan GMP dalam masalah penanganan bahan baku dan bahan mentah, peralatan, pengarsipan dan dokumentasi, serta dalam perihal kebersihan pribadi dan ruang kerja. Penelitian yang banyak dilakukan dalam bidang medis ataupun kimia ialah pengembangan obat anti kanker. Herbal menjadi salah satu sebagai pengobatan alternative yang digunakan untuk menangkal efek negative tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan, dipilih bahan utama herbal yakni mangostin. Prinsip pelepasan terkendali sebagai sarana penghantaran obat digunakan untuk perancangan obat yang efektif pada organ target kolon. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan mikropartikel kitosan tersalut alginat sebagai bahan pembawa obat berdasarkan pedoman GMP. Pembuatan mikropartikel dilakukan dengan menggunakan metode taut silang antara kitosan ndash; TPP ndash; mangostin dan gelasi ionotropik Alginat - CaCl2 sebagai penyalut kitosan, dengan perbandingan kitosan:alginat yang digunakan ialah 1:0,25 w/w dengan variasi ekstrak 0,1, 0,2, dan 0,4 gram. Mikropartikel yang telah disiapkan dengan menerapkan pedoman GMP tersebut memberikan hasil ekstraksi dan loading mikropartikel yang lebih tinggi dibandingkan non-GMP dan mampu menahan pelepasan senyawa bioaktif hingga target pelepasan, yaitu kolon.

ABSTRACT
Good Manufacturing Practices or GMP is an important guide and should be applied in researches, especially in the medical and chemical field. However, despite the knowledge of GMP has been widely acknowledged, the researches done didn rsquo t implement GMP, so that the further research will give significantly different results when evaluated and did not have a pharmacological effect. Research is conducted by following GMP arrangements in handling ingredients and raw materials, equipment, filing and documentation, as well as in personal hygiene and workspace hygiene. Research is mostly done in the field of medical or chemical is the development of anti cancer drugs. Herbs become one as alternative medicine used to counteract such negative effects. In research conducted, the main ingredient called mangostin. The principle of controlled release as a means of delivery of drugs is used to design effective drugs on the target organ of the colon. In this experiment, crystallized chitosan microparticles of alginate was made as drug carrier based on GMP guideline. Microparticle preparation was performed using crosslinking method between chitosan TPP mangostin and ionotropic gelation Alginate CaCl2 as coating of chitosan, with chitosan alginate used was 1 0.25 w w with variation extract 0.1, 0.2, and 0.4 grams. The microparticles prepared by applying the GMP guidelines provide higher extraction and loading microparticles than non GMP and are able to withstand the release of bioactive compounds to release targets, the colon."
2017
S67298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugrahirani Hijrianti
"ABSTRAK
Oleoresin jahe merah Zingiber officinale var. Rubrum menjadi senyawa alam yang dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan obat. Mikroenkapsulasi merupakan cara melindungi komponen aktif oleoresin dari pengaruh lingkungan. Kitosan-alginat digunakan sebagai enkapsulan karena aman dikonsumsi dan stabil. Penelitian ini bertujuan mendapatkan formulasi mikropartikel kitosan-oleoresin-alginat yang memiliki efisiensi enkapsulasi dan pemuatan oleoresin tinggi, serta mendapatkan hasil analisis pengaruh konsentrasi alginat terhadap karakteristik pelepasan oleoresin dalam larutan sintetis gastrointestinal. Metode enkapsulasi yang digunakan adalah gelasi ionik yaitu menyalut 0,1 g oleoresin dengan polimer kitosan-alginat yang divariasikan berdasarkan rasio kitosan:alginat 1:0; 1:0,1; 1:0,25; serta 1:0,5 g. Maserasi dengan etanol 96 menghasilkan oleoresin dengan rendemen sebesar 7,64 serta kandungan total fenolik sebanyak 583,48 mgGAE/g. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi enkapsulasi terbesar terdapat pada mikropartikel dengan alginat 0,1 g yaitu 97,53 dan pemuatan obat sebesar 6,27 . Penyalutan oleh alginat pada mikropartikel menyebabkan pelepasan oleoresin lebih sedikit dibandingkan dengan mikropartikel tanpa alginat. Mikropartikel tanpa alginat menghasilkan pelepasan kumulatif yang tinggi yaitu 52,93 dengan pola pelepasan cepat di media pH 1,2. Mikropartikel dengan alginat 0,1 g menunjukkan pola pelepasan cepat di media pH 7,4 dengan persentase pelepasan kumulatif terendah yaitu 25,8 . Hasil pengamatan pada uji pelepasan in vitro senyawa oleoresin jahe merah menunjukkan potensi formula ini digunakan sebagai obat atau suplemen dengan target sistem pencernaan.

ABSTRACT
Red ginger Zingiber officinale var. Rubrum oleoresin contains bioactive components which are increasingly being developed as a raw material for making drugs. Microencapsulation is the process of protecting the active ingredients oleoresin from environmental influences. Chitosan alginate is used as the coating material, because it is safe for consumption and stable. This research aims to obtain a formulation of oleoresin chitosan alginate microparticle with high encapsulation efficiency and high loading capacity, as well as analyze the effect of alginate concentration on the in vitro released profile of oleoresin. Encapsulation was using 0.1 g of oleoresin and 1 g of chitosan, which is coated with alginate 0.1 0.25 0.5 and 0 g respectively using ionic gelation method. Maceration using 96 ethanol obtained yield 7.64 and total phenolic content is 583.48 mgGAE g of oleoresin. Microencapsulation with 0.1 g of alginate resulted the largest encapsulation efficiency and loading capacity as high as 97.53 and 6.27 respectively. The controlled release of microparticles showed that alginate affected to lower the cummulative release than the microparticle without alginate. Microparticle without alginate were found showing highest cummulative release 52.93 with burst release profile in pH 1.2 solution. At the lower alginate mass 0.1 g , microparticle had the lowest release percentage 25.8 and showed burst release in pH 7.4 solution. In vitro controlled release of red ginger oleoresin can be regarded a promising candidates as medications or supplements for gastrointestinal drug delivery purpose.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67706
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lita Lianti
"ABSTRAK
Penanggulangan penyakit Tuberkulosis terhambat disebabkan membutuhkan resimen penyembuhan yang lama. Selain itu, semua obat antituberkulosis lini pertama termasuk rifampisin (RIF) yang dikonsumsi secara oral memiliki efek samping, seperti: mual, hilangnya nafsu makan, dan iritasi kulit. Karena itu perlu dilakukan enkapsulasi obat. Enkapsulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan polisakarida yaitu alginat dan kitosan. Enkapsulan dibentuk menjadi matrik dengan metode sintesis perakitan sendiri lapis demi lapis (Layer-by-Layer Self Assembly). Untuk memonitor pelepasan obat, sistem enkapsulasi dimodifikasi dengan penambahan samarium (Sm). Sintesis matrik memanfaatkan membran polikarbonat sebagai templatenya. Lapisan pertama layer dibentuk dari larutan kitosan (Chit) dan larutan alginat (Alg) sebagai pembentuk layer kedua. Hasil FTIR menunjukkan rifampisin termodifikasi samarium berhasil terjerap dalam matrik kitosan-alginat (Chit-Alg). Hasil karakterisasi menunjukkan distribusi ukuran partikel dapat membentuk ukuran hingga 0,17 µm dalam bentuk cair sedangkan dalam bentuk padatan, matrik Chit-Alg-RIF-Sm berukuran 2,27 ± 0,19 µm. Formulasi Chit-Alg-RIF-Sm dengan konsentrasi samarium 5500 ppm berhasil menjerap rifampisin hingga 71,22%. Matrik Chit-Alg-RIF-Sm berpotensi sebagai sistem penghantaran pembawa obat.

ABSTRACT
First-line anti-tuberculosis drugs including Rifampicin (RIF) that consumed orally have detrimental effects. Therefore it’s necessary to encapsulate the drug with appropriate encapsulan. In this study, encapsulation was done by using alginate and chitosan as a matrix component. Layer-by-Layer Self-Assembly method was used to synthesis the matrix. To monitor drug delivery system, Rifampicin was modified by the addition of samarium (Sm). Polycarbonate membrane was used as the template. The first coating layer was formed by chitosan solution and alginate solution as the second. FTIR results showed samarium-modified Rifampicin successfully entrapped in chitosan-alginate (Chit-Alg) matrix. From the characterization, the matrix sizes showed up to 0,17 µm in liquid form while the solid matrix of Chit-Alg-RIF-Sm had sizes 2.27 ± 0.19 µm. Formulation Chit-Alg-RIF-Sm with 5500 ppm of Samarium can successfully adsorbed Rifampicin up to 71.22%. Chit-Alg-RIF-Sm has potential for drug delivery carrier system.
"
2015
S59633
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadina Sabila Amany
"ABSTRAK
Fortifikasi pangan dianggap merupakan upaya yang paling sesuai untuk mengurangi penderita anemia akibat kekurangan zat besi atau Anemia Defisiensi Besi ADB. Namun, fortifikasi besi secara langsung dapat menurunkan kualitas organoleptis dan memperpendek masa simpan karena besi mudah mengalami oksidasi pada kondisi pH tertentu. Metode mikroenkapsulasi dipandang sebagai metode yang tepat untuk melindungi besi pada kondisi fluida tubuh, seperti lambung dan usus halus. Untuk mendapatkan mikropartikel yang efektif dalam mengkapsulasi besi II, modifikasi pada jumlah polimer diperlukan. Metode enkapsulasi yang digunakan adalah gelasi ionik yaitu menyalut 0,1g besi fumarat dengan polimer kitosan-alginat yang divariasikan berdasarkan rasio kitosan:alginat 0,5:0,5; 0,75:0,5; 1:0,5; serta 1,25:0,5g. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi enkapsulasi terbesar terdapat pada mikropartikel dengan kitosan 1,25g yaitu 62,66 dan loading capacity terbesar pada mikropartikel dengan kitosan 1g yaitu 1.92. Berdasarkan hasil uji karakteristik mikropartikel dengan analisis SEM dan FTIR, dapat diketahui bahwa besi fumarat berhasil terjerap dalam mikropartikel kitosan-alginat. Seluruh mikropartikel menghasilkan pola pelepasan cepat dengan pelepasan kumulatif terendah pada jumlah kitosan 0,5g yaitu 58 dan tertinggi pada kitosan 2,5g yaitu 94. Hasil uji pelepasan dari mikropartikel kitosan-besi fumarat tersalut alginat menunjukan potensi formulasi untuk digunakan dalam fortifikasi pangan yang memilki target pelepasan sistem pencernaan.

ABSTRACT
Food fortification is considered to be the most suitable way to reduce iron deficiency anemia IDA. However, iron fortification can directly decrease organoleptic quality and shorten the shelf life because iron is susceptible to oxidation under certain pH conditions. The microencapsulation method is seen as an appropriate method for protecting iron in the fluid conditions in human body. To obtain microparticles that effective in encapsulating iron II, modification of polymer used is needed. Encapsulation was using 0.1 g of ferrous fumarate and coated with chitosan alginate polymer using ionic gelation method, which is varied on chitosan quantity in the microparticle as 0.5g, 0.75g, 1g, and 1.25g. Microencapsulation with 1.25 g of chitosan resulted the largest encapsulation efficiency as 62.66 and the largest loading capacity from microparticle with 1g chitosan that is 1.92. Based on the result of characteristic test with SEM and FTIR analysis, it can be seen that ferrous fumarate succeed to be encapsulated in chitosan alginate microparticles. Microparticle chitosan ferrous fumarate coated with alginate were found showing variated release profil in pH 7.4 58,8 94,8. Observations on in vitro release test of iron compounds indicate the potential of this formula used as food fortification that target is for digestive system."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Azzahra
"Evaluasi efikasi dan keamanan obat baru atau bahan kosmetik dengan menggunakan hewan merupakan percobaan yang memiliki permasalahan etika serta memakan waktu dan biaya tinggi. Berbagai alternatif diusulkan untuk menggantikan uji in vivo pada hewan, salah satunya perancah kulit buatan berupa matriks. Matriks adalah biomaterial yang terdiri dari jaringan polimer ikatan silang yang dapat dibuat dari rantai polimer, salah satunya dari polimes sintetis seperti polivinil alkohol (PVA). Akan tetapi, matriks dari polimer sintetis sebagai rekayasa jaringan in vitro masih memiliki kekurangan, terutama sifat fungsionalnya yang buruk. Upaya penyempurnaan sifat matriks dapat dilakukan dengan penggabungan polimer sintesis dan alami, dimana pada penelitian ini polimer PVA ditambahkan polimer kitosan atau alginat pada tahap fabrikasi matriks. Peninjauan formulasi optimal matriks nantinya akan dilihat dari tiga aspek, yaitu kemampuan adsorpsi protein, sitotoksisitas, dan efisiensi perlekatan sel matriks. Pada penelitian ini, penambahan kitosan dan alginat pada fabrikasi matriks PVA meningkatkan viabilitas sel (46.13±0.46%-61.53±1.21% dan 46.83%±1.23%-57.78%±01.73%) dan perlekatan sel (66.061±2.957%-97.879±0.262% dan 65.606±2.740%-99.091±0.455%). Dengan begitu, penambahan baik kitosan maupun alginat dapat meningkatkan sifat fungsional dari matriks PVA.

Evaluation of the efficacy and safety of new drugs or cosmetic ingredients using animals is an experiment that has ethical issues, high-cost, and time-consuming. Various alternatives have been proposed to replace in vivo animal testing, one of which is an artificial skin scaffold in the form of a matrix. Matrix are biomaterials consisting of crosslinked polymer networks that can be made from polymer chains, one of which is from synthetic polymers such as polyvinyl alcohol (PVA). However, matrix from synthetic polymers as in vitro tissue engineering still has many drawbacks, especially their poor functional properties. Efforts to improve matrix properties can be made by combining synthetic and natural polymers, where in this study chitosan or alginate polymer is added to PVA polymer at the matrix fabrication stage. The study of optimal matrix formulation will be seen from three aspects, namely protein adsorption ability, cytotoxicity, and matrix cell attachment efficiency. In this study, the addition of chitosan and alginate to the PVA matrix fabrication increased cell viability (46.13±0.46%-61.53±1.21% and 46.83%±1.23%-57.78%±01.73%) and cell attachment (66.061±2.957%-97.879±0.262% and 65.606±2.740%-99.091±0.455%). Thus, the addition of both chitosan and alginate can improve the functional properties of the PVA matrix."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Qanita Vieriyal
"Prevalensi penyakit akibat inflamasi di Indonesia dilaporkan cukup tinggi, dengan dampak jangka panjang seperti kanker, gangguan saraf, dan masalah peredaran darah. Salah satu faktor penyebab inflamasi adalah kolesterol tinggi dalam darah, yang meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Hiperkolesterolemia, kondisi di mana kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida dalam darah terlalu tinggi, merupakan masalah kesehatan yang signifikan. Bromelain, enzim dari buah nanas, telah terbukti memiliki sifat antiinflamasi dan antikolesterol. Meskipun bromelain dapat diserap dengan baik di usus halus, pemberian secara oral menghadapi tantangan asam lambung yang dapat mendenaturasi enzim ini, mengurangi efektivitasnya. Oleh karena itu, diperlukan enkapsulasi untuk melindungi bromelain dari asam lambung dan memastikan khasiatnya tetap terjaga. Penelitian ini telah mengkaji enkapsulasi bromelain dalam matriks kering beku kitosan-alginat-pektin, yang diharapkan dapat memungkinkan pelepasan lambat di lambung dan pelepasan kumulatif tinggi di usus halus. Kapsul HPMC dengan matriks kitosan-alginat-pektin menurunkan pelepasan bromelain sebesar 19% dalam SGF dan 17% dalam SIF, melindungi enzim dari degradasi asam dan memastikan lebih banyak bromelain aktif mencapai usus halus. Dalam pengujian aktivitas antiinflamasi, kapsul bromelain menunjukkan IC50 untuk inhibisi denaturasi protein pada 66,999 ppm, mendekati natrium diklofenak dan lebih efisien daripada ekstrak bromelain. Pada konsentrasi 100 µg/ml, efisiensi matriks bromelain mencapai 106%, lebih efektif daripada natrium diklorofenak. Pada konsentrasi tertinggi (1000 µg/ml), efisiensi adalah 84%, menunjukkan efektivitas pada konsentrasi menengah hingga tinggi. Dalam pengujian antikolesterol, matriks bromelain mencapai IC50 pada 33,18 ppm, lebih efektif dibandingkan ekstrak bromelain. Pada konsentrasi tertinggi (1000 µg/ml), efisiensi inhibisi mencapai 83%, menunjukkan bahwa pada konsentrasi tinggi, matriks bromelain hampir seefektif simvastatin. Pengujian in vivo menunjukkan matriks bromelain memiliki potensi signifikan dalam efek antiinflamasi dan antikolesterol, setara atau lebih tinggi dari ekstrak bromelain, didukung oleh hasil in vitro yang menunjukkan peningkatan stabilitas dan aktivitas enzimatik melalui enkapsulasi.

The prevalence of inflammation-related diseases in Indonesia is reported to be quite high, with long-term impacts such as cancer, nerve disorders, and circulatory problems. One contributing factor to inflammation is high blood cholesterol, which increases the risk of heart disease and stroke. Hypercholesterolemia, a condition where total cholesterol, LDL, and triglyceride levels in the blood are excessively high, is a significant health issue. Bromelain, an enzyme from pineapple, has been proven to have anti-inflammatory and anti-cholesterol properties. Although bromelain is well absorbed in the small intestine, oral administration faces the challenge of stomach acid that can denature this enzyme, reducing its effectiveness. Therefore, encapsulation is needed to protect bromelain from stomach acid and ensure its efficacy. This study has examined the encapsulation of bromelain in a freeze-dried chitosan-alginate-pectin matrix, which is expected to allow slow release in the stomach and high cumulative release in the small intestine. HPMC capsules with a chitosan-alginate-pectin matrix reduced bromelain release by 19% in SGF and 17% in SIF, protecting the enzyme from acid degradation and ensuring more active bromelain reaches the small intestine. In anti-inflammatory activity testing, bromelain capsules showed an IC50 for protein denaturation inhibition at 66.999 ppm, close to that of diclofenac sodium and more efficient than bromelain extract. At a concentration of 100 µg/ml, the efficiency of the bromelain matrix reached 106%, more effective than diclofenac sodium. At the highest concentration (1000 µg/ml), the efficiency was 84%, indicating effectiveness at medium to high concentrations. In anti-cholesterol testing, the bromelain matrix achieved an IC50 at 33.18 ppm, more effective than bromelain extract. At the highest concentration (1000 µg/ml), the inhibition efficiency reached 83%, indicating that at high concentrations, the bromelain matrix is almost as effective as simvastatin. In vivo testing shows that the bromelain matrix has significant potential in anti-inflammatory and anti-cholesterol effects, comparable to or higher than bromelain extract, supported by in vitro results showing increased stability and enzymatic activity through encapsulation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Ayuthaya
"Latar belakang: Kelebihan besi akibat transfusi darah terus-menerus dapat dialami penderita penyakit hemoglobinopati seperti talasemia. Di Indonesia, prevalensi penderita talasemia terbilang cukup tinggi. Untuk mengatasi kondisi tersebut, dibutuhkan terapi kelasi besi namun, terapi kelasi yang tersedia memiliki banyak kelemahan. Oleh karena itu, dilakukan studi terhadap mangiferin yang memiliki efek kelasi besi. Oleh karena bioavailabilitas mangiferin rendah, perlu dibentuk sebagai nanopartikel kitosan-alginat. Pada studi terdahulu, efek mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat terhadap kadar MDA pada jantung tikus dengan kelebihan besi belum pernah dibuktikan Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemampuan mangiferin dan mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat terhadap kadar MDA organ jantung tikus dengan kondisi kelebihan besi Metode: Sebanyak 25 ekor tikus Sprague-Dawley dibagi dalam 5 kelompok: kontrol (N), tikus kelebihan besi (IO), dan kelompok terapi per oral yaitu tikus IO yang diberi mangiferin dosis 50 mg/kgBB (IO + M50), mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 50 mg/kgBB (IO + MN50), dan mangiferin nanopartikel kitosan-alginat dosis 25 mg/kgBB (IO + MN25). Tikus kelebihan besi diinjeksikan iron dextran intraperitoneal 15 mg, dua kali seminggu selama empat minggu. Kadar MDA organ jantung diukur menggunakan spektrofotometer. Hasil: Rerata kadar MDA jantung tikus pada kelompok N, IO, MN, MN50, dan MN25 secara berurutan adalah 7,36, 2,53, 5,64, 4,80, dan 9,36 nMol/mg. Tidak ditemukan penurunan kadar MDA pada kelompok terapi terhadap kelompok IO. Meskipun begitu, terdapat perbedaan signifikan kadar MDA jaringan jantung tikus Sprague-Dawley pada setiap kelompok (ANOVA, p = 0,048). Ditemukan juga perbedaan bermakna antara kelompok IO dengan MN (P= 0,03) dan MN 50 (P=0,041). Kesimpulan: Mangiferin dan mangiferin dalam nanopartikel kitosan-alginat tidak mampu menurunkan kadar MDA pada jantung tikus dengan keadaan besi berlebih.

Introduction: Iron overload due to continuously blood transfusions is a problem that must be faced by people with hemoglobinopathy such as thalassemia. In Indonesia, the prevalence of patient with thalassemia is fairly high. To overcome the conditions of iron overload, iron chelator is needed. However, the available iron chelator therapy has many weaknesses. Therefore, a study of Mangiferin that has an iron chelator effect, has been conducted. However, the bioavailability of mangiferin is low so it needs to be formed as nanoparticles and wrap in chitosan-alginate. In previous studies, the mangiferin effect on MDA levels in the heart of rats with excess iron has not been measured Objective: This study aims to assess the ability of mangiferin and mangiferin in chitosan- alginate nanoparticles on MDA levels in the heart of rats with iron overload conditions. Method: Twenty-five Sprague-Dawley rats were divided into five groups: control (N), iron overload rats (IO), and an oral therapy group, IO rats treated with mangiferin 50 mg/kg/day per oral (IO+M50), mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 50 mg/kg/day (IO+MN50), and mangiferin chitosan-alginate nanoparticle 25 mg/kg/day (IO+MN25).The rats were given Iron Dextran 15 mg intraperitoneal, twice a week for four weeks. MDA levels are measured in heart organs using a spectrophotometer. Result: The MDA concentration in heart at N, IO, MN, MN50, and MN25 groups were 7,36 nMol/mg, 2,53 nMol/mg, 5,64 nMol/mg, 4,80 nMol/mg, and 9,36 nMol/mg. There was no decline in MDA levels in the IO group compare to therapy group. However, there was a significant difference in MDA levels of the Sprague-Dawley mouse heart tissue in each group (ANOVA, P = 0.048). It was also found a significant difference between the IO group and MN (p = 0.03) and MN 50 (p = 0.041). Conclusion: Mangiferin and mangiferin in chitosan-alginate nanoparticles could not reduce MDA levels in the heart of mice with iron overload."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Trienty Batari Gunadi
"ABSTRACT
Kanker kolorektal memiliki insidensi yang cukup tinggi dan pilihan kemoterapinya memiliki banyak efek samping sehingga perlu dicari antikanker yang potensial dengan efek samping sistemik yang minimal. Mangostin yang terkandung di dalam Garcinia mangostana Linn. terbukti memiliki potensi sebagai antikanker pada beberapa penelitian. Akan tetapi, kekurangan mangostin apabila diberikan peroral yaitu dapat didegradasi pada suasana asam seperti oleh asam lambung. Oleh karena itu, dibutuhkan formulasi sesuai agar mangostin mencapai kolon dengan meminimalisasi degradasi di lambung. Formulasi bentuk mikropartikel dapat meningkatkan absorpsi sedangkan enkapsulasi oleh kitosan-alginat dapat mencegah degradasi mangostin di lambung dan meningkatkan pelepasan di kolon. Akan tetapi, formulasi ini perlu dievaluasi keamanannya pada saluran pencernaan hewan coba dengan mengevaluasi histopatologi pada organ yang terlibat dengan absorpsi, metabolisme, dan ekskresi yaitu hati, ginjal, lambung, dan usus halus. Sebanyak 24 mencit BALB/c betina dibagi menjadi 4 kelompok: kelompok normal yang diberikan air, kelompok kontrol pelarut yang diberikan larutan gom arab (emulgator), dan kelompok mikropartikel mangostin yang dienkapsulasi kitosan-alginat (MMKA) 2 dan 5 g/KgBB (mengandung mangostin 74,8 dan 187 mg/KgBB), diberikan sekali. Setelah 14 hari, mencit yang masih hidup diterminasi dan organnya (hati, ginjal, lambung, usus halus) diambil untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi yang mengevaluasi gambaran degenerasi jaringan, nekrosis, perdarahan, dan infiltrasi sel radang. Perbedaan bermakna (p<0,05) ditemukan pada derajat kerusakan organ usus pada masing-masing perbandingan kelompok dosis MMKA 2 dan 5 g/KgBB dengan kelompok normal dan kontrol pelarut. Hasil ini mengindikasikan bahwa mikropartikel mangostin yang dienkapsulasi kitosan-alginat tidak menimbulkan perubahan histopatologis yang bermakna pada hati, ginjal, dan lambung, kecuali pada usus halus (p=0,002).

ABSTRACT
Colorectal cancer has high incidence and its chemotherapy has many side effects so it is necessary to find a new potential anticancer agent with minimal systemic side effects. Mangostin, contained in Garcinia mangostana Linn., has been predicted in several studies as a potential anticancer agent but it has a disadvantage if administered orally which is degraded in acidic environment such as stomach acid. Therefore, suitable formulation to minimize mangostin degradation in the stomach is necessary. Microparticle formulation improves absorption while chitosan-alginate encapsulation prevents mangostin release in the stomach instead release it in the colon. However, it is necessary to evaluate chitosan-alginate encapsulated mangostin microparticle (CAMM) safety in mice digestive tracts. This study aims to evaluate the histopathological changes of organs involved in absorption, metabolism, and excretion including the liver, kidney, stomach, and small intestine. Twenty four female BALB/c mice were divided into 4 groups: normal (water), control (Arabic gum solution), and 2 doses of CAMM (2 and 5 g/KgBW containing 74,8 and 187 mg/KgBW mangostin, respectively), given once at day 1. After 14 days, the survived mice were then sacrificed and its organs were taken to do histopathological examination which evaluates tissue degeneration, necrosis, hemorrhage, and inflammatory cells infiltration. Significant difference (p<0.05) was found in the small intestine between each doses of 2 and 5 g/KgBW CAMM groups compared to normal and control groups. The results indicate that chitosan-alginate encapsulated mangostin microparticles does not exert significant histopathological changes in the liver, kidney, and stomach except in the small intestine (p=0.02)."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>