Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123011 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dymiargani Nandaputra M.
"Analisis gerakan kinematik telah memberikan kontribusi wawasan berharga ke dalam ilmu fisiologi koordinasi gerakan. Analisis gerakan kinematik ini juga digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi motorik yang spesifik secara rinci dan membantu untuk diagnosis klinis yang lebih baik. Sebagai teknik kuantitatif obyektif, beberapa aplikasi telah mengklaim untuk melacak perubahan dalam fungsi motorik dari waktu ke waktu lebih akurat daripada perangkat klinis. Gait Analysis manusia telah terbukti menjadi indikator penting kesehatan, yang berlaku dalam berbagai aplikasi, seperti diabetes, penyakit neurologis, dan prediksi jatuh. Gait
Analysis pada penelitian ini diharapkan untuk menjadi sitem yang akurat, tidak mengganggu voluntir, dan low cost. Gait Analysis dalam kiprah klinis memiliki banyak aplikasi dalam diagnosis, pemantauan, pengobatan dan rehabilitasi. Tujuan dari penilitian ini adalah untuk merancang sebuah parameter pengukuran untuk rehabilitasi medik dengan menggunakan gait analysis. Pada penelitian ini, hasil classification learner untuk mendeteksi siklus stance dan swing memiliki akurasi sebesar 90 dan hasilclassification learner untuk mendeteksi apakah pola jalan voluntir normal atau tidak memiliki akurasi sebesar 94.4.

The analysis of kinematic movements has contributed valuable insights into the physiology of movement coordination. It is also used to describe specific damage to motor function in detail and thereby increase the clinical diagnosis. As an objective quantitative technique, some applications have claimed to track changes in motor function over time more accurately than clinical ratings. Human gait analysis have proven to be an important indicator for a few application such as diabetic, neuro impairment and fall prediction.
In this research, the parameter of gait analysis was made to be an accurate, easy to use and low cost system. There are lots of clinical applications on gait analysis such as in diagnosis, treatment, and rehabilitation. The purpose of this research is to design a parameter for medical rehabilitation using gait analysis. The result on classification that are used to detect the stance and swing cycle have an accuracy percentage of 90 and for the classification of walking abnormalities are 94.4
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Prasetyo Christianto
"Berjalan merupakan salah satu pergerakan dasar pada tubuh manusia sehingga apabila terjadi cedera atau penyakit yang menyebabkan cara berjalan seseorang dapat memberikan dampak yang buruk. Ada berbagai metode dalam melakukan pengobatan dan rehabilitasi untuk mengembalikan cara berjalan yang cacat, salah satunya adalah gait analysis. Hingga saat ini, terdapat berbagai sistem yang telah digunakan dalam gait analysis. Tetapi pada beberapa sistem gait analysis menunjukkan adanya kekurangannya untuk penggunaan klinis, seperti dapat menimbulkan gangguan saat melakukan pergerakan normal dan harga peralatan gait analysis yang relatif tinggi. Sebuah sensor motion capture, yaitu Kinect telah menarik perhatian banyak peneliti untuk menguji keakuratan sensor tersebut sebagai perangkat gait analysis. Pada penelitian ini dilakukan sebuah pengujian keakuratan sensor Kinect dalam gait analysis dengan dua skenario posisi perekaman gait yang berbeda, yaitu 45º dan 90º terhadap jalur berjalan. Penelitian ini dilakukan terhadap 26 subjek dengan kondisi berjalan yang normal dan abnormal dengan menggunakan satu kamera Kinect. Dua klasifikasi data, yaitu klasifikasi stance dan swing dan klasifikasi cara berjalan diperoleh dengan menggunakan aplikasi classification learner pada Matlab. Posisi penempatan kamera Kinect memberikan nilai akurasi pendeteksian yang berbeda dimana skenario perekaman 45º menghasilkan akurasi pendeteksian stance dan swing sebesar 93,7% dan skenario perekaman 90º menghasilkan akurasi pendeteksian sebesar 93,1%. Pada pengklasifikasian data cara berjalan diperoleh akurasi pendeteksian Kinect sebesar 96,2% pada kedua skenario. Nilai error pada hasil pengklasifikasian dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ukuran ekstremitas bawah yang ramping, pemakaian celana yang longgar, pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap pancaran inframerah kamera Kinect dan ketidakseimbangan jumlah kelas data pada dataset. Berdasarkan hasil tersebut, kamera Kinect dapat menjadi sebuah alat alternatif gait analysis untuk aplikasi rehabilitas medis.

Walking is one of the basic movements in the human body so that if there is an injury or disease that causes a person's way of walking, it can have a bad impact. There are various methods of doing treatment and rehabilitation to restore the disabled gait, one of which is gait analysis. Until now, there are various systems that have been used in gait analysis. However, some gait analysis systems have shown drawbacks for clinical use, such as causing disturbances during normal movements and the relatively high cost of gait analysis equipment. A motion capture sensor, namely Kinect has attracted the attention of many researchers to test the accuracy of the sensor as a gait analysis device. In this study, a test of the accuracy of the Kinect sensor in gait analysis was carried out with two scenarios of different gait recording positions, namely 45º and 90 with respect to the walking path. This study was conducted on 26 subjects with normal and abnormal walking conditions using one Kinect camera. Two data classifications, namely stance and swing classification and gait classification were obtained using the classification learner application in Matlab. The position of the Kinect camera provides different detection accuracy values where the 45º recording scenario produces a stance and swing detection accuracy of 93.7% and the 90º recording scenario produces a detection accuracy of 93.1%. In the classification of walking data, the Kinect detection accuracy is obtained by 96.2% in both scenarios. The error value in the classification results can be caused by several factors, such as the size of the slender lower extremities, the use of loose pants, the influence of the intensity of sunlight on the infrared emission of the Kinect camera and the imbalance in the number of data classes in the dataset. Based on these results, the Kinect camera can be an alternative tool for gait analysis for medical rehabilitation applications"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
P. Jimmy Wibowo
"Akhir-akhir ini mulai banyak orang yang membuat alat atau program dimana Gait Analysis menjadi subjek perhatian dimana setiap orang diukur cara berjalannya. Gait merupakan cara berjalan seseorang dan dapat diukur melalui percobaan eksperimental. Tetapi tentunya percobaan eksperimental ini mempunyai beberapa kekurangan seperti pengoperasiannya yang mahal serta prosesnya harus dilakukan di lab-lab dimana tidak semua orang mempunyai akses untuk sensor tersebut. Untuk mengatasi masalah ini maka dilakukan pengetesan alat yang mudah dijangkau oleh masyarakat serta dapat digunakan di rumah tangga. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan Kinect dapat digunakan sebagai alat Gait Analysis. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa Kinect cukup mampu dalam mendeteksi gait pada tiap subjek.

Lately, many people are beginning to build tools or programs where Gait Analysis is the subject of attention where everyone is measured in the way the subject walks. Gait is a way of walking and can be measured through experimental experiments. But, of course this experimental setup has some drawbacks like its expensive operation and the process should be done in labs where not everyone has access to the sensor. To overcome this problem then there will be the need of the testing tools that are easily accessible by the community and can be used in the household. By doing this research is expected Kinect can be used as Gait Analysis tool. The results of this study prove that Kinect is quite capable in detecting gait on each subject."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S69219
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumampouw, Nathanael Elnadus Johanes
"Faktor psikologis dan kondisi kesehatan seseorang saling terkait (Di Matteo & Martin, 2002; Sarafino, 2002). Hal ini menjadi sesuatu yang penting pada penderita stroke. Defisit yang dialami pasta stroke dapat menjadi sesuatu yang permanen jika tidak melakukan usaha atau mendapatkan bantuan apapun untuk pulih. Pemulihan pada penderita stroke merupakan proses yang panjang dan membutuhkan usaha dan energi (Sarafino, 2002).
Penderita stroke membutuhkan keseimbangan antara harapan dengan kenyataan yang dialami terkait dengan kondisinya pasca stroke (Sarafino, 2002). Pada penderita stroke, harapan merupakan prediktor yang bermakna pada depresi dan hendaya psikososial (Farran, Herth & Popovich, 1995). Menurut Snyder (1994), terdapat 2 dimensi dalam definisi psikologis harapan, yaitu: waypower dan willpower. Willpower merupakan suatu kekuatan pendorong yang mengarahkan seseorang ke arah pencapaian tujuan sedangkan waypower merefleksikan rencana mental atau alur yang mengarahkan seseorang ke pencapaian tujuan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat harapan seseorang pasca stroke di fase rehabilitasi. Untuk menjawab permasalahan penelitian, penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif pada 40 subyek yang berada di fase rehabilitasi pasca stroke.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara harapan subyek secara umum dan harapan subyek mengenai pemulihan kondisi pasca stroke. Berdasarkan dimensi yang ada, yaitu: willpower dan waypower, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam dimensi willpower secara umum dan willpower mengenai pemulihan kondisi pasca stroke. Willpower subyek tampak lebih bazar dalam hal pemulihan kondisi pasca stroke daripada dalam hal kehidupan subyek secara umum. Dalam hal waypower, tidak ada perbedaan yang bermakna antara waypower secara umum dengan waypower mengenai pemulihan kondisi pasca stroke. Jika dilakukan perbandingan antara waypower dan willpower dalam harapan secara umum maupun harapan mengenai pemulihan kondisi pasca stroke, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara dimensi waypower dan willpower pada harapan secara umum. Mayoritas subyek memiliki harapan secara umum maupun mengenai pemulihan kondisi pasca stroke. Harapan secara umum yang memadai pada subyek tampak dipengaruhi oleh kemampuan subyek dalam mengembangkan tujuan konkret pada kurun waktu 1 - 3 tahun ke depan.
Secara khusus, harapan subyek yang cukup memadai mengenai pemulihan kondisi pasta stroke dipengaruhi oleh tujuan yang dimiliki subyek akan kemajuan kondisi fisik yang diharapkannya. Mayoritas subyek diperoleh peneliti dari klinik, tempat rehabilitasi medik dan klub stroke. Hal ini merupakan indikasi adanya tujuan yang dimiliki oleh subyek untuk mencapai kemajuan/pemulihan serta mempertahankan kemajuan yang telah dicapai. Terkait dengan efek psikologis yang dialami, subyek cenderung mampu beradaptasi dengan efek stroke yang dialaminya. Mayoritas subyek merasa mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri meskipun mengalami keterbatasan fisik sebagai efek dari stroke yang dialami."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayi Adila Paramita
"Layanan rehabilitasi medik menghadapi permasalahan dalam hal keberlangsungan durasi dan intensitas terapi yang terbatas. Implementasi Internet of Things (IoT) pada unit rehabilitasi medik dapat membantu dokter dan perawat untuk memberikan perawatan yang akurat serta pemulihan yang lebih cepat. Penelitian ini bertujuan untuk memilih alternatif terbaik IoT yang dapat diimplementasikan pada unit rehabilitasi medik di rumah sakit dengan memperhatikan kriteria penerapan Internet of Things dan kemampuan keuangan rumah sakit. Opini dari delapan orang ahli digunakan untuk mengidentifikasi dan memilih kriteria dan subkriteria yang mendukung proses penerapan IoT pada rehabilitasi medik di rumah sakit. Metode Best Worst Method (BWM) digunakan mendapatkan bobot prioritas dari kriteria dan subkriteria penerapan IoT. Metode Additive Ratio Assessment (ARAS) digunakan untuk mendapatkan tingkat utilitas setiap alternative IoT. Metode Zero One Goal Programming digunakan untuk memilih penerapan Internet of Things berdasarkan limitasi seperti tingkat utilitas ARAS dari setiap alternatif, biaya pengadaan dan instalasi, biaya pelatihan, dan biaya pemeliharaan. Hasil akhir didapatkan bahwa virtual reality adalah penerapan Internet of Things yang terpilih berdasarkan kriteria penerapan Internet of Things dan kemampuan keuangan rumah sakit.

Medical rehabilitation services face problems in terms of limited duration and intensity of therapy. The implementation of the Internet of Things (IoT) in medical rehabilitation is expected to help doctors and nurses to provide accurate care and faster recovery. This study aims to choose the best alternative IoT that can be implemented in medical rehabilitation units in hospitals by taking into account the factors of Internet of Things implementation and hospital financial capability. The opinions of eight experts were used to identify and select factors and sub-factors that support the process of applying IoT in medical rehabilitation in hospitals. The Best Worst Method (BWM) method is used to get priority weighting from the criteria and sub-criteria for applying IoT. The Additive Ratio Assessment (ARAS) method is used to obtain the utility level of each alternative IoT. The Zero One Goal Programming method is used to choose the implementation of Internet of Things based on limitations such as the ARAS utility level of each alternative, procurement and installation costs, training costs, and maintenance costs. The final result is that virtual reality is chosen based on the factors of Internet of Things implementation and the financial capability of the hospital."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mentari Namira Pertiwi Isma
"Penelitian ini dilakukan pada 66 pasien yang sedang menjalani program rehabilitasi medik. Tujuan penelitian ini adalah melihat gambaran optimisme dan subjective well-being serta hubungan keduanya pada pasien yang sedang menjalani program rehabilitasi medik. Dari pengukuran menggunakan Life Orientation Test-Revised dan Subjective Happiness Scale,hasil menunjukkan tidak terdapat hubungan yan signifikan antara optimimse dan subjective well-being pada pasien yang sedang menjalani program rehabilitasi medik. Secara umum, mereka memiliki optimisme yang sedang dan tinggi, serta termasuk ke dalam kategori orang yang bahagia. Optimisme serta subjective well-being tidak ditemukan berbeda berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status pernikahan, serta jenis program rehabilitasi mereka.

This research is conducted with 66 medical rehabilitation patients. The purposeis to describe optimism, subjective well-being, and the relationship between the two in patients within a medical rehabilitation program. Using the Life Orientation Test-Revised and Subjective Happiness Scale, the result showed that optimism is not significantly correlated with subjective well-being among patients in a rehabilitation program. Generally, the patients’optimism are moderate and high, and so does their subjective well-being. There was no optimism and subjective well-being diferrences found in patients, based on their age, gender,occupation, education, marital status, and medical rehabilitation program."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45916
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Turnip, Helena
"Latar Belakang: Rumah Sakit berfungsi melakukan upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukanserta kesehatan penunjang yang dituntut mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia,peralatan dan teknologi. Analisis biaya dalam hal ini, dapat digunakan untuk perhitunganperencanaan anggaran, pengendalian biaya serta subsidi. Tujuan: Untuk mengetahui biayasatuan tindakan Rehabilitasi Medik serta upaya efisiensi dalam menutup kesenjangan tarifRumah Sakit dengan tarif INA CBGs. Metode: Analisis biaya dilakukan pada 23776 tindakanantara lain: High Laser 5666, Dry Needling 708, Injeksi Intraartikular 3142, MWD 6313, TENS3845, US 185, Traksi 34, Parrafin 362, Inhalasi 137, berbagai jenis latihan (Fisioterapi Dewasa 147, Fisioterapi Anak 516, Terapi Wicara Dewasa 398, Terapi Wicara Anak 1477, OkupasiTerapi Dewasa 709, Okupasi Terapi Anak 137). Hasil: Total biaya tindakan sebesar Rp13.122.053.719,-. Kesenjangan paket biaya satuan dengan tarif INA CBGs untuk paket 2modalitas (TENS-MWD) sebesar Rp (337.339), paket Latihan Fisioterapi Anak sebesar Rp(344.196), paket modalitas dan latihan (TENS – OT dewasa) sebesar Rp (536.293), paket HighLaser sebesar Rp (554.803), paket Injeksi Intraartikular sebesar Rp (889.211). Kesimpulan:Adanya kesenjangan biaya satuan dengan tarif Rumah Sakit serta tarif INA CBG’s dapatmenjadi bahan evaluasi bagi Rumah Sakit untuk melakukan efisiensi.

Background: The function of the hospital is to carry out basic health efforts, referral health andsupporting health which are required to be able to improve the quality of human resources,equipment and technology. Cost analysis in this case can be used to calculate budget planning,cost control and subsidies. Objective: To determine unit costs for Medical Rehabilitation andefficiency efforts in closing the gap of hospital rates and INA CBGs rates. Methods: Costanalysis was performed on 23776 procedures including: High Laser 5666, Dry Needling 708,Intraarticular Injection 3142, MWD 6313, TENS 3845, US 185, Traction 34, Paraffin 362,Inhalation 137, various types of exercise (Adult Physiotherapy 147, Children Physiotherapy516, Adult Speech Therapy 398, Children Speech Therapy 1477, Adult Occupational Therapy709, Children Occupational Therapy 137). Result: The total cost is IDR 13,122,053,719.-. Thedifference between the unit cost package and the INA-CBGs rate for the 2 modality package(TENS-MWD) is IDR (337,339), the Children's Physiotherapy Training package is IDR(344.196), High Laser for IDR (554,803), Intraarticular Injection package for IDR (889,211).Conclusion: There is a gap in the unit cost with Hospital rates and INA-CBG's rates can beused as evaluation material for Hospitals to carry out efficiency."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Made Murniasih Jayanthi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekuatan genggam tangan dengan jarak tempuh enam menit pada remaja sehat. Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada remaja sehat di lingkungan kelurahan Kenari dan Utan Kayu Selatan, Jakarta. Pengukuran kekuatan genggam tangan menggunakan Jamar hidrolik dinamometer sesuai protokol the American Society of Hand Therapist (ASHT). Pengukuran jarak tempuh enam menit berdasarkan uji jalan lintasan 15 meter sesuai dengan modifikasi protokol uji oleh Nusdwinuringtyas dkk. Penelitian ini melibatkan 61 orang subjek (30 subjek laki-laki dan 31 perempuan) berusia 14.87 ± 1.28 tahun pada subjek laki-laki dan 14.45 ± 1.73 tahun pada subjek perempuan, tingkat pendidikan subjek di dominasi oleh SMP (64%), dengan BB laki-laki 53.95±7.33 Kg, perempuan 49.40±5.86 Kg, TB laki-laki 163.47±8.4 cm, perempuan 155.61±5.66 cm, IMT 20.12±1.67 Kg/m2 pada remaja laki-laki dan 20.35±1.62 Kg/m2. Hasil uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat korelasi sedang (r=0.418, P=0.001) pada tangan dominan saat inspirasi, korelasi lemah (r=0.383, P=0.002) pada tangan dominan saat ekspirasi, korelasi lemah (r=0.338, P=0.008) pada tangan non dominan saat inspirasi, korelasi lemah (r=0.312, P=0.014) pada tangan non dominan saat ekspirasi. Kesimpulan penelitian ini yaitu terdapat korelasi antara kekuatan genggam tanagn dengan jarak tempuh enam menit pada remaja sehat.

This study aims to determine the relationship between hand grip strength and six-minute walking distance (6MWD) in healthy adolescents. This research is a cross-sectional study on healthy adolescents in Kenari and Utan Kayu Selatan sub-districts, Jakarta. Hand grip strength was measured using a Jamar hydraulic dynamometer according to the protocol of the American Society of Hand Therapists (ASHT). The 6MWD was measurement based on the modified test protocol on 15-meter walk test by Nusdwinuringtyas et al. This study involved 61 subjects (30 boys and 31 girls subjects) aged 14.87 ± 1.28 years in boys subjects and 14.45 ± 1.73 years in girls subjects, the education level was dominated by junior high school (64%), with boys weight 53.95±7.33 Kg, girls 49.40±5.86 Kg; boys height 163.47±8.4 cm, girls 155.61±5.66 cm; BMI 20.12±1.67 Kg/m2 in boys and 20.35±1.62 Kg/m2. The results showed that there was a moderate correlation (r=0.418, P=0.001) in the dominant hand during inspiration, a weak correlation (r=0.383, P=0.002) in the dominant hand during expiration, in the non-dominant hand during inspiration (r=0.338, P=0.008), and in the non-dominant hand during expiration (r=0.312, P=0.014). This study concludes that there is a correlation between hand grip strength and 6MWD in healthy adolescents."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Putriheryanti
"Tesis ini disusun untuk mengetahui pengaruh pemberian edukasi terhadap kepatuhan pasien penyakit jantung koroner dalam menjalani rehabilitasi jantung fase II di rumah. Penelitian ini menggunakan desain kuasi-eksperimental. Sebanyak 46 subjek penelitian pasien penyakit jantung koroner (pasca infark miokard atau pasien yang telah menjalani PCI maupun CABG) yang mampu berjalan mandiri dan dinyatakan mampu menjalani latihan di rumah, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan masing-masing berjumlah 23 orang. Pada kelompok perlakuan diberikan edukasi mengenai rehabilitasi jantung fase II melalui penayangan video edukasi di rawat inap, pemberian pesan pengingat selama melakukan latihan di rumah, dan leaflet. Kelompok perlakuan melakukan latihan di rumah dengan frekuensi 3 kali/minggu selama 8 minggu.
Kelompok kontrol hanya mendapatkan edukasi melalui leaflet saat di rawat inap, dan tetap disarankan untuk melakukan latihan di rumah dengan frekuensi yang sama dengan kelompok perlakuan. Pemantauan latihan dan kepatuhan dilakukan dengan logbook. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian intervensi berupa edukasi memiliki pengaruh pada tingkat kepatuhan pasien penyakit jantung koroner dalam menjalani rehabilitasi jantung fase II di rumah, yang tergambar dari sesi latihan yang lebih tinggi pada kelompok intervensi (p=0.001). Angka kepatuhan (menjalani minimal 20 dari 24 sesi latihan) pada kelompok intervensi adalah sebesar 91%, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 30%, dengan proporsi kepatuhan berbeda bermakna (p=0.001, RR 3,000 (1,597 – 5,636)).

This thesis was aimed to know the impact of educational intervention to compliance of coronary artery disease patients in doing home-based cardiac rehabilitation phase II. The study design was quasi-experimental. A total of 46 coronary artery disease patients who were able to walk independently and suitable in doing home-based exercise were divided into 2 groups, each consisted of 23 subjects. Subjects in intervention group were given educational intervention through video, short-text reminder messaging while doing home exercise, and leaflet. They were stated to do home exercise for 3 times/week for 8 weeks.
Subjects in control group only get educational leaflet, and stated to do the same home exercise regimen. Monitoring of exercise and adherence was done through logbook. This study showed that educational intervention could improve compliance in home-based exercise. The intervention group showed higher number 24(5-24) of exercise sessions (p=0.001). The compliance rate (defined as attending minimum 20 out of 24 sessions) in intervention group was 91%, while in control group 30%, with statistically significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Chrisanta Veronica
"Peracikan obat merupakan salah satu bentuk praktik pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang membutuhkan perhatian khusus karena adanya risiko kontaminasi, ketidaksesuaian kekuatan, penyalahgunaan, serta peningkatan waktu tunggu pasien. Terkait hal ini, Klinik Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) sebagai klinik dengan persentasi peresepan racikan yang signifikan membutuhkan perhatian khusus. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui karakteristik pasien dengan resep obat racikan dan pola peresepan obat racikan, serta menyusun standardisasi formula peresepan obat racikan pada Klinik Rehab Medik RSUI selama tahun 2021.
Penelitian dilakukan secara deskriptif melalui pengolahan data yang diperoleh dari sistem informasi Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI). Selain itu, dilakukan random sampling berdasarkan data yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penilitian ini adalah mayoritas pasien merupakan perempuan berusia 45 s.d. 65 tahun dengan penjaminan berobat secara umum dengnan empat macam pola peresepan obat racikan. Penulis juga memberikan rekomendasi standarisasi formula peresepan obat racikan sesuai regimen terapi.

Drug compounding is a form of pharmaceutical service practice in hospitals that requires precise attention because of the risk of contamination, incompatible potency, mishandling, and increased patient waiting time. In this regard, the University of Indonesia Hospital Medical Rehabilitation Clinic (RSUI), a clinic with a significant percentage of extemporaneous prescriptions, requires special attention. Therefore, this study aims to determine the characteristics of patients with extemporaneous prescriptions and patterns of drug prescriptions and develop standardized formulas for prescribing concoction drugs at the RSUI Medical Rehab Clinic in 2021.
The research was carried out in alignment with retrospective data processing obtained from the information system at the University of Indonesia Hospital (RSUI). In addition, random sampling was carried out based on data that met the inclusion and exclusion criteria. This research concludes that most patients are women aged 45 to 65 with a general treatment guarantor, with four different patterns of prescribing concoction drugs. The author also recommends standardizing prescription formulas for concoction drugs according to therapeutic regimens.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>