Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102317 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zaiyatul Akmar
"Penelitian ini meneliti konflik internal di Partai Keadilan Sejahtera tahun 2016 antara anggota DPR RI periode 2014-2019 Fahri Hamzah dengan Pimpinan DPP PKS yaitu Ketua Majelis Syuro Habib Salim Segaf Al-Jufri dan Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman. Konflik antara Fahri Hamzah dengan Pimpinan DPP PKS bukanlah konflik yang hanya bersifat Individualistis tetapi juga bersifat Faksional. Konflik ini dipicu akibat pemecatan yang dilakukan Pimpinan DPP PKS kepada Fahri Hamzah karena tidak patuh pada putusan Pimpinan partai dan melanggar AD/ART partai.
Fokus penelitian ini adalah pada mengapa faksionalisasi dapat mempengaruhi konflik internal di Partai Keadilan Sejahtera antara Fahri Hamzah dengan pimpinan DPP PKS. Teori utama yang digunakan ialah teori konflik politik Maswadi Rauf dan Marcus Mietzner, serta didukung oleh teori dari ahli lain mengenai faksionalisasi Dennis C. Beller, Frank P. Belloni, dan David Hine. Rauf menyatakan bahwa konflik timbul karena kelangkaan posisi dan sumber-sumber, tetapi Mietzner mengungkapkan bahwa konflik internal partai disebabkan karena partai politik yang tidak terlembaga dengan baik yang ditunjukkan dari gagalnya mekanisme resolusi konflik internal partai. Sedangkan Beller dan Belloni menyatakan bahwa keberadaan faksionalisasi di tubuh partai dapat dipahami sebagai pemicu konflik karena kecenderungan aktor yang bertindak secara kolektif demi mencapai tujuan bersama.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tehnik pengumpulan data observasi, wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa konflik antara Fahri Hamzah dengan Pimpinan DPP PKS disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal disebabkan oleh pencampuran antara nilai-nilai (values) PKS yang sudah dilanggar oleh Fahri Hamzah yang bercampur dengan eksistensi Faksi yang bersaing secara tidak sehat di internal PKS. Sedangkan faktor eksternal disebabkan karena adanya kepentingan politik dari pemerintah akibat kritik keras Fahri Hamzah terhadap pemerintah karena hubungan antara KPK dengan PKS kurang baik setelah LHI ditangkap.
Pada penelitian ini  disimpulkan bahwa konflik antara Fahri Hamzah dengan pimpinan partai terjadi akibat dari faksionalisasi yang tidak terlembaga dengan baik sebagai dampak dari kebijakan-kebijakan partai yang tentu saja tidak terorganisir oleh semua kalangan PKS.

This research discusses about the Prosperous Justice Party internal conflict in 2016 between members of the Republic of Indonesia DPR for the 2014-2019 period namely Fahri Hamzah and the Prosperous Justice Party Leaders of the Syuro Council namely Habib Salim Segaf Al-Jufri and President party Mohamad Sohibul Iman. The conflict between Fahri Hamzah and Prosperous Justice Party Leaders is not a conflict that is only individualistic but also factional. The conflict was triggered by the dismissal carried out by the Prosperous Justice Party Leader to Fahri Hamzah because he did not comply with the party leadership and violated the party's AD/ART (basic rules).
The main focus of this study is why factionalism could influence internal conflict in Prosperous Justice Party between Fahri Hamzah and Prosperous Justice Party Leaders. The main theory used in this study are Rauf's and Mietzner's conflict political theory, and it is supported  by theories from experts such as Dennis C. Beller, Frank P. Belloni, dan David Hine about factionalism. Rauf stated that the conflict occurred because of a vacant position and resources, but Mietzner revealed that the party's internal conflict was caused by political parties that were not well institutionalized as indicated by the failure of the party's internal conflict resolution mechanism. According to Beller and Belloni stated that the existence of factionalism in the party's body can be understood as a trigger for conflict because of the tendency of actors who act collectively to achieve common goals.
This study uses qualitative research methods with techniques for collecting data on observation, in-depth interviews and document studies. The principal findings of this study reveal that the conflict between Fahri Hamzah and Prosperous Justice Party Leaders was caused by internal and external factors. Internal factors are caused by a combination of Prosperous Justice Party values that have been violated by Fahri Hamzah with the existence of Prosperous Justice Party factions that compete unfairly within Prosperous Justice Party. While external factors are caused by the political interests of the government due to Fahri Hamzah's strong criticism of the government because of the relationship between the KPK and PKS is poorly after LHI was arrested.
The conclusion of this study shows that the conflict between Fahri Hamzah and party leaders was a result of factionalism that was not well institutionalized that had been violated as a result of party policies which of course were not organized by all Prosperous Justice Party Leaders circles.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T54165
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Esa Mohamad
"Pemecatan Fahri Hamzah dilakukan berdasarkan rekomendasi dari BPDO dalam putusan Majelis Tahkim No.02/PUT/MT-PKS/2016 yang menyatakan bahwa Fahri Hamzah diberhentikan dari seluruh jenjang keanggotaan PKS. Akibat langsung dari pemecatan yang dilakukan antara lain hilangnya jabatan publik yang dipegang oleh Fahri Hamzah. Jabatan publik tersebut adalah Anggota dan Wakil Ketua DPR-RI. Dengan menempuh jalur hukum, Fahri Hamzah berhasil melakukan penolakan pemecatan dirinya. Keberhasilan ini didorong oleh adanya tiga faktor, yaitu faktor kepercayaan, faktor komitmen, dan faktor efikasi diri yang berasal dari teori Meredith Watts. Teori yang digunakan untuk menunjang teori tersebut adalah 1) Teori Perwakilan Politik oleh Jane Mensbridge dan Teori Tiga Bentuk Modal oleh Pierre Bourdieu. Untuk memperoleh data sebagai dasar analisis maka tulisan ini akan menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) sebagai upaya untuk memperoleh data primer. Adapun untuk menguatkan temuan yang diperoleh dari proses wawancara, tulisan ini akan menggunakan beberapa literatur ilmiah terkait sebagai data pendukung (data sekunder) penelitian berupa data tertulis. Penelitian ini menemukan bahwa Fahri Hamzah menggunakan kekuatan hukum negara untuk mengintervensi keputusan internal PKS. Keberhasilan yang diraih Fahri Hamzah menunjukkan bahwa kombinasi dari faktor kepercayaan, komitmen, dan efikasi diri yang dimiliki, Fahri Hamzah berhasil meyakinkan pihak Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung bahwa dirinya bukan merupakan pihak yang bersalah dalam kasus ini.

The dismissal of Fahri Hamzah was based on a recommendation from the BPDO in the decision of the Majelis Tahkim No.02/PUT/MT-PKS/2016 which stated that Fahri Hamzah was dismissed from all levels of PKS' membership. The direct result was the dismissal from his position as the deputy chairman in DPR-RI. By taking legal action, Fahri Hamzah managed to refuse his dismissal. This success is driven by the existence of three factors, namely the trust factor, commitment factor, and self-efficacy factor derived from the theory of Meredith Watts. The theory used to support Watts' theory is 1) Political Representation Theory by Jane Mensbridge and The Three Forms of Capital Theory by Pierre Bourdieu. To obtain data as a basis for analysis, this resarch is using in-depth interviews technique in an effort to obtain primary data. As for reinforcing the findings obtained from the interview process, this research is using some related scientific literature as supporting data (secondary data) in the form of written data. This study found that Fahri Hamzah used the power of state law to intervene in PKS internal decisions. The success achieved by Fahri Hamzah shows that the combination of the trust, commitment and self-efficacy factors possessed by him could convince the District Court, High Court and Supreme Court that he was not guilty."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fiqri Paturahman
"Wacana Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi partai terbuka yang digulirkan saat Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di Bali tahun 2008 menimbulkan respons beragam di internal partai. Di antaranya adalah sikap kritis beberapa kader yang menolak wacana tersebut dan berpotensi menjadi konflik internal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menganalisis bagaimana langkah-langkah PKS meredam konflik melalui mekanisme internal partai. Penelitian ini menggunakan kerangka konsep konflik politik dan mekanisme resolusi konflik.
Hasil penelitian ini menunjukkan Halaqoh Tarbiyah sebagai conflict prevention dan peran struktural Majelis Syuro sebagai conflict termination mampu meredam konflik di internal PKS. Halaqoh Tarbiyah efektif dalam menanamkan nilai tsiqoh dan taat kepada kader dalam meredam konflik internal. Terdapat tiga cara yang dilakukan Majelis Syuro, yaitu menerbitkan penjelasan (bayan) partai terbuka, menyelenggarakan forum diskusi elit PKS (Multaqo Fikri), dan penegakkan disiplin organisasi melalui Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO). Mekanisme inilah yang kemudian mampu meredam konflik dan menciptakan soliditas internal partai.

The discourse of Prosperous and Justice Party (PKS) being catch all party initiated when National Working Conference (Mukernas) in Bali 2008 causing various responses in internal party. In between, critical attitude some cadres that rejected the discourse and potentially being internal conflict. This research using qualitative method and analyze how PKS reduce conflict through mechanism of internal party. This research using the framework of the concept of political conflict and conflict resolution mechanism.
The result of the research indicates Halaqah Tarbiyah as conflict prevention and the structural role of Consultative Assembly (Majelis Syuro) as conflict termination capable reduce conflict in internal PKS. Halaqoh Tarbiyah effectively imparting tsiqoh value and obedient to cadres in reducing conflict internal. There are three ways done by Majelis syuro. First, published an explanation (Bayan) about catch all party. Second, implementing discussion forum of elite PKS (Multaqo Fikri). Third, enforcement discipline organization through the Board for Organization Discipline Enforcement (BPDO). Those mechanism which was able to reduce conflict and create solidity in internal party.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S62340
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Suherman
"Sebagai partai politik baru yang lahir dalam arus gelombang demokratisasi di awal reformasi 1998, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berhasil meraih kemenangan pada pemilu 1999 dengan menempati urutan ketiga. Namun, fenomena konflik internal PKB yang silih berganti kurun waktu antara tahun 2001 hingga 2011 berdampak pada penurunan suara PKB di pemilu 2004 dan 2009. Terakhir, konflik internal PKB terjadi tahun 2008-2011 yang menjadi fokus studi dalam penelitian ini.
Tujuan penelitian adalah menjelaskan penyebab terjadinya fenomena konflik internal PKB serta mekanisme penyelesaian konfliknya. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe eksploratif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam sebagai data primer dan studi literatur sebagai data sekunder. Kerangka teori yang digunakan adalah konsep partai politik, konflik politik, dan resolusi konflik.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa konflik internal PKB tahun 2008-2011 adalah konflik yang berawal dari keluarnya surat keputusan yang memberhentikan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB melalui Rapat Pleno yang dikendalikan Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB. Pembagian kekuasaan yang tidak seimbang, kuatnya pragmatisme kekuasaan, tidak berjalannya fungsi manajemen konflik serta lemahnya penegakkan konstitusi partai menjadi akar penyebab terjadinya konflik internal PKB. Mekanisme penyelesaian konflik internal PKB ditempuh melalui cara organisasi, kultural, politik, dan hukum.

As a new political party was born in the current wave of democratization in the beginning of the 1998 reform, the National Awakening Party (PKB) managed to win the 1999 elections with a third place. However, the phenomenon of internal conflict PKB successive period between 2001 and 2011 contributed to the decline in voice PKB 2004 and 2009 elections. Finally, internal conflicts PKB occurs in 2008-2011 which is the focus of this research study.
The purpose of research is to explain the causes of the phenomenon of internal conflict PKB and conflict resolution mechanisms. Methods of research used a qualitative approach with exploratory type. Data was collected through in-depth interviews as the primary data and literature as secondary data. Theoretical framework used is the concept of political parties, political conflict, and conflict resolution.
Results of the study showed that PKB internal conflict in 2008-2011 was a conflict that began in the issuance of a decree to dismiss Muhaimin Iskandar as Chairman of the Tanfidz Council DPP PKB through controlled Plenary Meeting of Gus Dur as Chairman of the Syuro Council DPP PKB. Unequal distribution of power, strength pragmatism of power, not the functioning of conflict management and weak enforcement of the party constitution at the root causes of internal conflict PKB. Internal conflict resolution mechanisms PKB reached by way of organizational, cultural, political, and legal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saiful Mahdi
"Muslimin Indonesia (MI) adalah organisasi massa yang sudah mengalami penggabungan dan perubahan bentuk, dari fungsi partai politik independen hingga menjadi salah satu unsur dalam Partai Persatuan Pembangunan. Perubahan bentuk ini dilakukan karena adanya kebijakan politik dari Jenderal Soeharto pada tahun 1971 yang menginginkan agar diadakan pengelompokkan partai politik berdasarkan persamaan ideologi dan platform partai. Tujuan politik dari Orde Baru mengadakan pengelompokkan terutama terhadap kelompok politik Islam adalah untuk memudahkan pengawasan dan mudah memecah dari dalam. Dalam kondisi yang pro dan kontra terhadap ide fusi tersebut Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nahdhatul Ulama, Partai Syarikat Islam Indonesia dan Partai Tarbiyah Islamiyah sepakat mendeklarasikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di tahun 1973.
Sejak tahun 1973-1994, kepemimpinan di PPP dikuasai oleh elite-elite politik dari unsur Muslimin Indonesia.Di bawah pimpinan HMS Mintaredja kondisi partai dalam keadaan yang kompak walaupun terjadi konflik internal partai tetapi berkat adanya kedudukan beberapa ulama kharismatik seperti KH Bisri Syansuri berhasil diredam. Bagi seluruh anggota legislatif, Mintaredja memberikan kebebasan mengeluarkan pendapatnya tanpa khawatir akan dipecat dari keanggotaan DPR maupun partai. Kejatuhan Mintaredja di PPP karena ia telah tidak disukai lagi oleh Jenderal Soeharto terutama sejak keberaniannya menuntut kepada Soeharto agar PPP diberikan kursi kementrian di kabinet.
Mulai tahun 1978, pimpinan di PPP diambil alih oleh Djaelani Naro secara kontroversial tanpa melalui suatu forum Muktamar partai. Selama dipimpin oleh Djaelani Naro, keadaan PPP mulai diterpa oleh konflik internal yang luar biasa konflik tersebut tidak hanya melibatkan antara elite politik MI versus NU, tetapi juga antara elite politik ME versus MI. Djaelani Naro memiliki- kebijakan keras terhadap para anggota legislatif yang menyimpang dari kebijakan Orde Baru. Sosok Naro lebih terkesan sebagai perpanjangan-tangan kebijakan rezim Orde Baru di PPP. Keberanian Djaelani Naro untuk mencalonkan dirinya sebagai salah seorang wakil presiden RI di tahun 1988 pada saat sidang umum MPR, telah mengakibatkan kemarahan Soeharto terhadapnya.
Periode kepemimpinan Ismail Hasan Meutareum (1989-1994), mulai membenahi konflik internal partai melalui kebijakan rekonsiliasi terhadap tokoh-tokoh PPP baik dari unsur NU, MI,SI, dan Pena. Ismail Hasan melakukan kebijakan untuk mengurangi fanatisme berlebihan diantara empat unsur tersebut melalui bentuk pengajian bersama dan pendidikan-pendidikan kader bersama.Yang diinginkan olehnya adalah fanatisme terhadap PPP saja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T4274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haura Atthahara
"Penelitian ini menjelaskan bagaimana kebijakan partai dalam rekrutmen calon legislatif perempuan Partai Keadilan Sejahtera di pemilu DPR RI Tahun 2014 dengan kebijakan partai dalam rekrutmen calon legislatif perempuan di Partai Keadilan Rakyat di Pemilihan Raya Umum Tahun 2013 di Malaysia. Selain itu dalam penelitian ini juga akan menjelaskan bagaimana ideologi partai, sistem organisasi, pola kaderisasi dan partisipasi politik perempuan di struktur pusat kedua partai politik tersebut untuk dijadikan sebagai bahan perbandingan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Metode kualitatif menempatkan pandangan peneliti terhadap suatu yang diteliti secara subjektif, dalam hal ini bagaimana kebijakan partai dalam rekrutmen caleg perempuan untuk pemilu DPR RI 2014 di Indonesia dan kebijakan partai dalam rekrutmen caleg perempuan PKR untuk Pemilihan Raya 2013 di Malaysia sebagai subjek penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan data primer dan data sekunder. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka data primer yang digunakan adalah wawancara dan data sekunder menggunakan studi dokumen atau literatur.
Untuk memahami bagaimana kebijakan internal partai dapat menggunakan pendekatan legal/institutional dari Miriam Budiardjo yang menjelaskan bahwa pendekatan legal/institutional terdiri dari unsur legal maupun unsur institutional dan metode seleksi kandidat menurut Norris menggunakan analisis level makro struktur institusional rekrutmen-sistem politik seperti sistem politik dan proses rekrutmen juga digunakan. Selain itu dimensi utama dari organisasi partai dalam rekrutmen politik dari Susan Scarrow yang merupakan demokrasi internal partai yang meliputi inklusifitas, desentralisasi/sentralisasi dan institusionalisasi partai.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan rekrutmen caleg perempuan di PKS sangat dipengaruhi oleh ideologi islam terutama dalam peran domestik perempuan dan harus adanya izin dari suami untuk menjadi caleg dari PKS. Sedangkan kebijakan internal PKR dalam rekrutmen caleg perempuan sangat dipengaruhi oleh peran organisasi sayap Wanita Keadilan dalam menentukan nama-nama calon perempuan. Hal inilah yang tidak ditemukan dalam Bidang Perempuan PKS yang tidak memiliki pengaruh besar dalam rekrutmen caleg perempuan PKS.

This research explains how Party Policy in Women?s Legastive Recrutment in Prosperous Justice Party (PKS) in General Elections of 2014 and in The People?s Justice Party (PKR) in General Elections 2013 in Malaysia. And also explain how party ideology, organizational systems, patterns of regeneration and political participation of women at the center structure to serve as a comparison.
The method of this research is a qualitative approach. Qualitative methods put our view of a studied subjectively, in this case how the PKS's policies in the recruitment of women?s candidates for the House of Representatives election in 2014 in Indonesia and the party's policies in the recruitment of women's candidates of PKR for General Elections 2013 in Malaysia as a research subject. The techniques of data collection are using primary data and secondary data. Because this study used a qualitative approach, the primary data used were interviews and secondary data using documents or literature studies.
To understanding how the internal policy of the party can use the approach to a legal or institutional from Miriam Budiardjo who explained that the approach to a legal or institutional comprise elements of legal and elements of institutional and using the methods of selection candidates according to Norris's analysis of macro level institutional structures as political systems and processes recruitment. Besides the main dimensions of the political party organizations in the recruitment of Susan Scarrow who is the party's internal democracy that includes inclusiveness, decentralization or centralization and institutionalization of the party.
The results of research showed that the policy of recruiting women's candidates in the PKS is strongly influenced by the ideology of Islam, especially in the domestic role of women and the need of permission from their husbands to be candidates from PKS. Meanwhile, PKR's internal policy in the recruitment of women?s candidates is strongly influenced by the role-wing organization Women of "Wanita Keadilan" in determining the names of womens candidates. This is the unique from PKR that were not found in Sector PKS Women?s of organization as ?Bidang Perempuan? who do not have a great influence in the recruitment of Women's candidates of PKS
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanah Upara
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keluarnya Ketua DPW Partai NasDem Malut Mukti Baba dan beberapa pengurus partai. Sehingga NasDem merekrut elit partai lain untuk menjadi anggota partai dan Caleg DPRD Malut Pileg 2014. Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan dua teori yakni: Pertama, teori partai politik dari Otto Krichheimer dan Kantz S. Richard tentang partai Catch-all. Kedua, teori modal politik dari Kimberly L. Casey, modal sosial dari Pierre Bourdieu, Robert D. Putnam dan Francis Fukuyuma dan teori modal ekonomi dari Pierre Bourdieu.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik analisa data menggunakan deskriptif analisis. Penelitian menggunakan dua metode pengumpulan data yakni: Pertama, wawancara mendalam terhadap informan yang memahami proses rekrutmen elit partai. Kedua, melalui dokumentasi dengan pengumpulan data dengan cara membaca, mempelajari, menganalisa bahan-bahan yang relevan dengan masalah penelitian, seperti buku, artikel dari internet, naskah, dan arsip yang berhubungan dengan topik penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab Partai NasDem merekrut elit partai lain pada Pileg 2014 di Malut yakni: Pertama, elit yang direkrut merupakan elit populer. Kedua elit partai yang direkrut merupakan elit politik lokal. Ketiga, elit yang direkrut memiliki basis massa. Keempat, elit partai yang direkrut memiliki dukungan modal finansial.
Implikasi teoritis menunjukkan bahwa dalam menghadapi kontestasi politik pada Pileg 2014, Partai NasDem merekrut elit partai lain dari latar belakang partai yang memiliki ideologi berbeda-beda dan merekrut elit partai yang memeliki modal politik, modal sosial dan modal ekonomi dengan tujuan untuk meraih dukungan eloktoral yang signifikan pada Pileg 2014 di DPRD Malut.

ABSTRACT
This research is based on the departure of Malut Mukti Baba, the head of the NasDem Party, and several other party members. As a result of this departure, the Nasdem Party recruited elites from other parties to become its member and to become candidates in the 2014 Legislative Election.
As a theoretical foundation, this research used two theories namely: First, the theory of the political parties Kantz Krichheimer and Otto S. Richard about Catch-all parties. Second, the theory of the political capital of Kimberly L. Casey, the social capital of Pierre Bourdieu, Robert D. Putnam and Francis Fukuyama and the economic capital theory of Pierre Bourdieu.
This research used qualitative methods, while the technique of data analysis using descriptive analysis. The study used two methods of data collection are: First, in-depth interview to the informant who understand the process of recruitment of the party elite. Secondly, through the documentation with data collection by reading and analyzing the materials that are relevant to the research problems, such as books, articles from the internet, and archives related to the research topic.
The principal findings of this research because of the Party elite NasDem recruit another party in 2014 Malut Pileg namely: First, the elite recruits a popular elite. Secondly, the party elite who recruited the local political elite. Third, the elite recruits a mass base. Fourth, the party elite recruits have the support of financial capital.
The theoretical implication shows that in facing the 2014 Legislative Election, NasDem Party recruit elite other parties of background party has and ideology different and recruit the party elite who own a political capital, social capital and economic capital for the purpose of gaining support eloctoral significant in 2014 parliament legislative election of the Malut.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarwo Sukmono
"Di era reformasi dituntut adanya perubahan baik dalam bidang politik, social maupun ekonomi. Untuk memenuhi tuntutan perubahan tersebut, maka peran partai politik sebaiknya ditingkatkan. Partai Golongan Karya (Golkar) sebagai salah satu partai politik yang merupakan salah satu pilar utama demokrasi harus menunjukkan eksistensinya secara menyeluruh, terpadu dan terencana, namun hingga saat ini eksistensi tersebut belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Berdasarkan haI tersebut diatas, maka penulis akan mengadakan penelitian tentang :
1. Apakah demokratisasi internal Partai Golkar telah sejalan dengan nilai-nilai demokrasi
2. Sejauhmana demokratisasi internal Partai Golkar mampu meningkatkan Integrasi Bangsa ?
3. Sejauhmana demokratisasi internal Partai Golkar mampu meningkatkan Ketahanan Nasional ?
Penelitian akan difokuskan kepada persepsi atau tanggapan pimpinan partai DPP Partai Golkar, Pimpinan KINO, Pimpinan DPD I Partai Golkar DKI Jakarta dan Pimpinan DPD II Partai Golkar se- DKI Jakarta terhadap Demokratisasi Internal yang dilakukan Partai Golkar dalam meningkatkan Ketahanan Nasional. Untuk mengetahui penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan Paradigma Konstruktivisme.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan melakukan perbandingan dan hasil interaksi antara peneliti dan yang diteliti serta cara pandang terhadap obyek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap peran Demokratisasi Internal Partai Golkar dalam meningkatkan Ketahanan Nasional yang dilakukan oleh Partai Golkar telah sejalan dengan nilai-nilai demokrasi, mampu meningatkan Integrasi Bangsa dan meningkatkan Ketahanan Nasional, maka berdasarkan hasil penelitian Proses Demokratisasi Internal Partai Golkar adalah verifikasi.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara akademis dan berguna bagi Pimpinan Partai dan mahasiswa pada masa yang akan datang.

In this reform era changes are demanded either in political, social or economic areas. In order to fulfill the change demands, then the role of political parties need to be improved. Golongan Karya (Golkar) party one of major political parties is one of main democratic pillars should show its existence in comprehensive, integrated and planned manner, however until now this existence has not shown the maximum results.
Based on the above matter, then the writer is going to conduct a research concerning:
1. Has Golkart Party's internal democratization run in accordance with democratic values?
2. How far Golkar Party's internal democratization is capable to improve National Integration?
3. How far Golkar Party's internal democratization is capable to improve National Resilience?
This research would be focused on perception or response of the leaders of Golkar Party Central Board, KIND Leaders, Provincial Board of Greater Jakarta Golkar Party and Leaders of RegentallCity Board Golkar Party of Capital Jakarta in improving National Resilience. To implement the research by conducting Constructivism Paradigm.
Research methodology that used is qualitative methodology, by comparing and interaction results between the researcher and research object and point of view to the research object.
Based on research results, then it is concluded that the perception toward the role of Golkar Party Internal Democratization by improving National Resilience conducted by Golkar Party has been in line with democratic values, capable to improve National Integration and improve National Resilience, so based on the research results the Internal Democratization Process of Golkar Party is verification.
This research is hoped to be beneficial academically in brings benefits for the Party Leader and students in the future.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deka Komanda Yogyantara
"Penelitian ini membahas upaya Presiden Joko Widodo memperkuat posisi eksekutif dengan menggalang dukungan partai di luar koalisi pemerintah pasca pemilihan umum untuk menghindari potensi kebuntuan antara eksekutif dan legislatif. Fokus studi kasus yang diangkat adalah upaya yang dilakukan Presiden Joko Widodo menarik Partai Golkar ke dalam koalisi pemerintahan. Asumsi penelitian ini adalah Presiden Joko Widodo menggunakan ldquo;kotak alat eksekutif rdquo; yaitu seperangkat kewenangan yang dimiliki eksekutif untuk menarik Partai Golkar bergabung ke dalam koalisi pemerintah tahun 2016 untuk menjadikan koalisi pemerintah mayoritas di legislatif dan mencegah terjadinya kebuntuan antara eksekutif dan legislatif. Dengan menggunakan teori presidensialisme multipartai dan konsep presiden koalisional, penelitian ini membuktikan Presiden Joko Widodo menggunakan ldquo;kotak alat eksekutif rdquo; dalam menarik partai Golkar begabung ke dalam koalisi pemerintah, alasannya karena dengan jumlah kursi Partai Golkar di legislatif yang berjumlah 91 kursi berhasil mengubah posisi koalisi pemerintah yang awalnya 37.1 menjadi mayoritas yakni 68.9 . Kotak alat eksekutif yang digunakan berupa coalition goods yakni pembagian kursi menteri, serta porks yakni kebijakan-kebijakan seperti dana talangan Lapindo, SK Menkumham terkait pengesahan kubu Agung Laksono, dukungan terhadap calon ketua partai di dalam Musyawarah Luar Biasa Partai Golkar, serta dukungaan pengembalian kursi Ketua DPR untuk Setya Novanto.

This study discusses the efforts of President Joko Widodo to strengthen the executive position by raising party support beyond the post election government coalition to avoid potential deadlock between the executive and legislative. The focus of the case study is the efforts by President Joko Widodo to draw the Golkar Party into the government coalition. The assumption of this research is that President Joko Widodo use the executive toolbox , a set of executive owned powers, to draw the Golkar Party into the 2016 government coalition to make the government 39 s coalition majority in the legislative and prevent deadlocks between the executive and the legislative. Using the theory of multiparty presidentialism and the concept of coalitional president, this study proves that President Joko Widodo use an executive tool box to draw Golkar parties into the coalition of government, the reason is that the number of seats in Golkar Party in legislative is 91 seat managed to change the position of the government coalition which originally 37.1 to the majority of which is 68.9 . The executive tool box used in the form of coalition goods is the act of giving ministerial seats, as well as porks such policies such as Lapindo bailout, SK Menkumham related to endorse Agung Laksono administrator, support for candidate party chairman in Musyawarah Luar Biasa Golkar Party, as well as support for Setya Novanto as the chairman of Indonesian legislative body."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faldo Maldini
"Partai politik baru mengalami tantangan tersendiri di dalam negara pascaotoritarianisme. Klientelisme dan polarisasi merupakan tantangan utama yang dihadapi dalam pertarungan demokrasi elektoral. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai partai baru pada Pemilu 2019 memiliki latar belakang berbagai aktor yang dapat dibagi tiga kelompok, yakni LSM, profesional, dan ormas Islam. Kompetisi internal antarkelompok aktor di PSI dalam menentukan strategi dan isu kampanye menghadapi Pemilu 2019 merupakan fokus studi ini, dengan menggunakan metode kualitatif dalam pengumpulan data. Pendekatan teori strukturasi dan ideational perspective digunakan untuk menganalisis interaksi dan kompetisi berbagai aktor di PSI dalam menentukan strategi kampanye yang dipilih. Hasil penelitian menunjukkan interplay dari ketiga aktor dominan memengaruhi strategi kampanye PSI menghadapi Pemilu 2019. Pemilihan strategi kampanye juga disesuaikan dengan posisi PSI di dalam sistem politik Indonesia yang terpolarisasi, dipotret melalui lembaga-lembaga pollster dengan mengedepankan pendekatan perilaku pemilih. Maka justifikasi dari temuan riset ini menunjukkan kelompok-kelompok tertentu menjadi lebih relevan dalam memengaruhi keputusan strategis partai. Studi ini menyimpulkan bahwa sumber daya otoritatif dan reflexive monitoring bagi agen dalam teori strukturasi sangat memiliki peran krusial dalam sistem politik Indonesia yang sangat cair secara ideologis.

New political parties experience their own challenges in a post-authoritarianism country. Clientelism and polarization are the main challenges faced in the struggle for electoral democracy. The Indonesian Solidarity Party (PSI) as a new party in the 2019 Election has a background in various actors which can be divided into three groups, namely NGOs, professionals, and Islamic mass organizations. Internal competition between groups of actors at PSI to determine campaign strategies and issues facing the 2019 Election is the focus of this study, using qualitative methods in data collection. The theoretical approach of structuration and ideational perspective is used to analyze the interaction and competition of various actors in PSI in determining the chosen campaign strategy. The results showed that the interplay of the three dominant actors influenced PSI's campaign strategy in facing the 2019 Election. The election of campaign strategy was also adjusted to PSI's position in Indonesia's polarized political system, portrayed by pollster institutions by prioritizing the voter behavior approach. Justification of the findings of this research shows that certain groups are more relevant in influencing party strategic decisions. This study concludes that authoritative and reflexive monitoring resources for agents in structuration theory have a very crucial role in Indonesia's ideologically fluid political system"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>