Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14992 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annastasya Larasati
"Masalah kesehatan di Indonesia cukup buruk terutama untuk masalah penyakit tidak menular yang mendominasi dari tahun ke tahun, dalam hal ini adalah diabetes yang prevalensi menurut Riset Kesehatan Dasar mencapai 2,0% untuk tahun 2018. Hal ini salah satunya disebabkan oleh konsumsi gula berlebihan lewat minuman berpemanis. Oleh sebab itu pemerintah butuh untuk melakukan intervensi dalam bentuk kebijakan fiskal dalam rangka mengendalikan konsumsi masyarakat dan mengkompensasi eksternalitas negatif yang ada dari segi kesehatan. Salah satu yang tepat untuk dilakukan adalah kebijakan ekstensifikasi barang kena cukai.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kesesuaian minuman berpemanis sebagai barang kena cukai baru jika dilihat dari teori Cnossen mengenai legal character cukai, selain itu penelitian ini juga menganalisis proses formulasi kebijakan yang sedang dilakukan oleh pemerintah dalam mewujudkan ekstensifikasi barang kena cukai, serta melakukan overview implementasi kebijakan cukai minuman berpemanis dari beberapa negara, yaitu Filipina, Thailand, Inggris, Perancis dan Irlandia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cukai atas minuman berpemanis telah sesuai dengan legal character menurut Cnossen, yaitu selectivity in coverage, discrimination in intent, dan quantitative measurement. Selain itu, pemerintah telah melakukan proses formulasi kebijakan ekstensifikasi barang kena cukai atas minuman berpemanis. Hingga saat ini, proses perumusan kebijakan baru sampai di tahap agenda settingBerdasarkan data yang dikumpulkan terkait lima kebijakan cukai di negara yang bersangkutan, umumnya cukai minuman berpemanis dihitung berdasarkan kadar gula yang ada di dalam suatu minuman berpemanis.

Health problems in Indonesia are quite concerning, especially for non-communicable diseases that dominate from year to year, in this case is diabetes, which prevalence according to the research conducted by the Health Minsitry of Republic Indonesia reaches 2.0% for 2018. One of the cause is the excessive sugar consumption through sugar-sweetened beverages. Therefore the government needs to intervene in the form of fiscal policy in order to control public consumption and compensate for negative externalities that exist in terms of health. One of the right things to do is the extensification policy of goods subject to excise.
The purpose of this study was to analyze the suitability of sugar sweetened beverages as the new excise items when viewed from Cnossen's theory of the legal character of excise, this study also analyzed the process of policy formulation by the government in realizing the extensification of excise goods, as well as overviewing the implementation of sugar-sweetened beverage excise policies from several countries: Philippines, Thailand, United Kingdom, France and Ireland.
The results showed that excise on sweetened beverages was in accordance with character law according to Cnossen, namely selectivity in coverage, discrimination in intent, and quantitative measurement. In addition, the government has carried out a process of formulating a policy on extensification of excisable goods for sweetened beverages. Until now, the process of policy formulation has only arrived at the agenda setting stage. Based on data collected related to five excise policies in the country concerned, generally excise for sweetened beverages is calculated based on the sugar content in a sweetened beverage.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizal
"Skripsi ini membahas kebijakan tarif cukai pada minuman berpemanis (sugar-sweetened beverages) yang diterapkan di negara Arab Saudi, Amerika Serikat, Barbados, Chili, Filipina, Inggris, Jerman, Meksiko, Perancis, Spanyol, dan Zambia. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui hubungan penerapan kebijakan tersebut terhadap penurunan konsumsi minuman berpemanis dan kejadian overweight dan obesitas. Penelitian ini menggunakan metode literature review yang dilakukan pada 20 artikel terpilih dengan tahun publikasi dari 2010-2020. Hasil penelitian didapatkan bahwa kebijakan tarif cukai dapat menurunkan konsumsi minuman berpemanis, sehingga berpotensi mencegah kejadian overweight dan obesitas. Keberhasilan penerapan kebijakan tarif cukai ini didorong oleh beberapa faktor seperti dukungan antar lembaga, skema pajak yang diterapkan, hingga kesadaran masyarakat.

This thesis discusses the implementation of excise tax policy on sugar-sweetened beverages (SSB) in various countries, such as Saudi Arabia, United States, Barbados, Chili, Philippine, United Kingdom, Germany, Mexico, France, Spain, and Zambia as an effort to prevent noncommunicable diseases. The aim is to find out the relationship between the application of the policy to the decrease in consumption and the incidence of overweight and obesity. This study is a qualitative research with a literature review approach on 20 published articles between 2010-2020. The results showed that excise tax policy can reduce the consumption of SSB, so that it could potentially prevent overweight and obesity. The successful implementation of the excise policy encourages several factors such as inter-agency support, scheme of tax applied, to public awareness."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etheldreda Listya Dewi
"Industri properti merupakan salah satu industri yang berkembang cukup pesat di Indonesia. Banyak potensi pajak yang dapat digali dari industri ini. Salah satunya adalah pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) khususnya atas hunian yang dikategorikan sebagai hunian mewah.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan perubahan batasan pengenaan PPnBM atas hunian mewah dan menganalisis apakah aspek harga jual dapat dijadikan batasan pengenaan PPnBM. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis data kualitatif. Data kualitatif didapat dengan studi literature dan wawancara mendalam. Alasan dikeluarkannya perubahan batasan PPnBM untuk hunian mewah adalah untuk memenuhi asas keadilan, memaksimalkan penerimaan negara, dan untuk mengurangi tax avoidance pelaku usaha. Berdasarkan hal tersebut, tentu saja harga jual dapat dijadikan batasan pengenaan PPnBM atas hunian mewah.

The property industry is one industry that is growing rapidly in Indonesia. Many potential taxes that can be extracted from this industry. One is the imposition of Sales Tax on Luxury Goods (Sales Tax), especially on residential categorized as residential mewah.The research aims to determine the reason of change the imposition of restrictions on sales tax on luxury residences and analyze whether aspects of the sales price can be imposition of restrictions sales tax The method used is qualitative method with qualitative analysis. The qualitative data obtained with the study of literature and in-depth interviews. Reason limits of plan changes sales tax for luxury residences is to meet the principles of fairness, maximize revenue, and to reduce tax avoidance businesses. Based on this, of course, the price can be imposition of restrictions sales tax on luxury residences.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Marfadila Putri Riski
"Penelitian ini membahas mengenai rencana pemerintah dalam mengalihkan PPnBM kendaraan bermotor menjadi cukai atas kendaraan bermotor karena terdapat kesamaan filosofi dan untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Terdapat perbedaan dan kesamaan antara pengenaan PPnBM dengan cukai atas kendaraan bermotor. Kesamaannya yaitu pemungutannya hanya 1 satu kali. Sedangkan perbedannya yaitu PPnBM lebih bertujuan untuk penyeimbang PPN yang bersifat regresif dan hanya dikenakan pada barang yang tergolong mewah, sedangkan cukai tujuan pemungutannya untuk ekstenalitas negatif yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, dan membuka ruang untuk mengenakan kendaraan atas luxury mewah . PPnBM hanya dapat dikenakan di tingkat pabrikan, sedangkan cukai dapat dikenakan ditingkat pabrikan dan eceran. PPnBM hanya memiliki 1 satu jenis tarif, sedangkan cukai terdiri dari 3 tiga jenis tarif. Pengawasannya pun berbeda, PPnBM lewat faktur pajak, sedangkan cukai lebih spesifik. Didalam cukai terdapat konsep earmarking tax dan cukai atas kendaraan bermotor sudah diadopsi di beberapa negara, termasuk semua negara di ASEAN telah mengenakan cukai atas kendaraan bermotor. Sehingga, kebijakan yang dianggap tepat untuk pengenaan kendaraan bermotor adalah cukai karena cukai bisa dikenakan atas emisi dan dapat berperan sebagai PPnBM yang artinya dalam pengenaannya mempertimbangkan faktor kemewahan.

Penelitian ini membahas mengenai rencana pemerintah dalam mengalihkan PPnBM kendaraan bermotor menjadi cukai atas kendaraan bermotor karena terdapat kesamaan filosofi dan untuk mengurangi emisi gas buang kendaraan bermotor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Terdapat perbedaan dan kesamaan antara pengenaan PPnBM dengan cukai atas kendaraan bermotor. Kesamaannya yaitu pemungutannya hanya 1 satu kali. Sedangkan perbedannya yaitu PPnBM lebih bertujuan untuk penyeimbang PPN yang bersifat regresif dan hanya dikenakan pada barang yang tergolong mewah, sedangkan cukai tujuan pemungutannya untuk ekstenalitas negatif yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, dan membuka ruang untuk mengenakan kendaraan atas luxury mewah. PPnBM hanya dapat dikenakan di tingkat pabrikan, sedangkan cukai dapat dikenakan ditingkat pabrikan dan eceran. PPnBM hanya memiliki 1 satu jenis tarif, sedangkan cukai terdiri dari 3 tiga jenis tarif. Pengawasannya pun berbeda, PPnBM lewat faktur pajak, sedangkan cukai lebih spesifik. Didalam cukai terdapat konsep earmarking tax dan cukai atas kendaraan bermotor sudah diadopsi di beberapa negara, termasuk semua negara di ASEAN telah mengenakan cukai atas kendaraan bermotor. Sehingga, kebijakan yang dianggap tepat untuk pengenaan kendaraan bermotor adalah cukai karena cukai bisa dikenakan atas emisi dan dapat berperan sebagai PPnBM yang artinya dalam pengenaannya mempertimbangkan faktor kemewahan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurahman Rifai
"Skripsi ini membahas terkait wacana pemerintah dalam mengalihkan PPnBM atas kendaraan bermotor menjadi cukai atas kendaraan bermotor karena tingginya angka konsumsi kendaraan bermotor yang menghasilkan dampak negatif eksternalitas negatif. Eksternalitas negatif tersebut dapat mengancam kesehatan masyarakat dan lingkungan, sehingga diperlukan instrumen fiskal untuk menanggulanginya, salah satunya dengan pigovioun tax berupa cukai. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini didapat bahwa, kendaraan bermotor sudah sesuai dengan karakteristik objek cukai berdasarkan Undang-Undang dan teori ahli. Perbandingan menggunakan Cost Benefit-Analysis didapat manfaat, efek, kerugian, dan resiko dari masing-masing kebijakan. Jika dilihat dari masalah utama, yaitu dampak eksternalitas negatif yang dihasilkan kendaraan bermotor, maka cukai atas kendaraan bermotor lebih sesuai untuk jawaban dari permasalah tersebut. Adapun kerugian dan resiko dari cukai atas kendaraan bermotor tersebut dapat diminimalisir oleh pemerintah dengan kajian mendalam. Benchmarking juga dilakukan kepada tiga negara, yaitu Malaysia, Singapura, dan Thailand, sehingga didapat gambaran pengenaan cukai kendaraan bermotor di negara tersebut yang memiliki kemungkinan dapat diimplementasikan di Indonesia.

This research discusses the the government’s discourse in diverting Luxury Sales Tax (PPnBM) on motor vehicle into excise tax on motor vehicles due to the high rate of consumption of motor vehicle that produces the negative impact of negative externalities. Negative externalities can be a threat to the public health and environment, Fiscal instruments is one of the instruments that could mitigate the Negative externalities, one of them with pigovioun tax in the form of excise duty. This research is qualitative research with a descriptive design. The results of this study found that, motorized vehicle are in accordance with excise characteristics based on the law and expert theory. After doing a comparison using a Cost Benefit-Analysis, there are benefits, effects, disadvantages or cost, and risks of each policy. If viewed from the main problem, impact of negative externalities produced by motor vehicle, then the excise duty on motor vehicles is appropriate for the answers of the problems. As for the disadvantages and risks of excise on motor vehicles can be minimized by the government with the in-depth review, Benchmarking was also carried out with three countries, Malaysia, Singapore, and Thailand, in order to get overview of the imposition of motor vehicle excise in those countries which have the possibility of being implemented in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roissiana Khotami
"

Diabetes merupakan penyakit menahun berupa gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah. Prevalensi diabetes di dunia mencapai 537 juta orang dan diproyeksikan terus meningkat setiap tahunnya. Indonesia menempati peringkat ke-7 diantara 10 negara dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak. Konsumsi gula yang tinggi pada minuman berpemanis mampu meningkatkan risiko untuk terjadinya penyakit sindrom metabolik, termasuk diabetes mellitus tipe 2. Minuman berpemanis memiliki eksternalitas negatif, maka dari itu perlu diterapkan cukai pada minuman tersebut untuk mengurangi konsumsinya. WHO telah merekomendasikan untuk menerapkan cukai pada minuman berpemanis. Lebih dari 40 negara telah menerapkan kebijakan ini. Namun Indonesia belum menerapkan kebijakan cukai minuman berpemanis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi cukai minuman berpemanis di berbagai negara dan bagaimana implikasi dari kebijakan tersebut. Metode yang digunakan adalah literature review dengan menggunakan online database seperti PubMed, ScienceDirect, Springer Link dan Scopus yang menghasilkan 15 artikel terinklusi yakni artikel yang terbit sepuluh tahun terakhir (2013-2023). Hasil studi terinklusi dari 15 artikel menjelaskan bahwa negara yang telah mengimplementasikan cukai minuman berpemanis menetapkan tarif cukai dengan sistem cukai spesifik berdasarkan volume atau kadar gula serta ad valorem berdasarkan persentase harga produk. Implikasi dari kebijakan cukai minuman berpemanis di bidang kesehatan dapat menyebabkan penurunan konsumsi minuman berpemanis karena kenaikan harga barang yang menyebabkan konsumen memilih untuk beralih ke minuman yang lebih sehat, menyebabkan penurunan asupan energi, penurunan prevalensi penyakit tidak menular seperti obesitas, diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskular, serta penghematan biaya perawatan kesehatan akibat penyakit tersebut. Sedangkan di bidang ekonomi, cukai minuman berpemanis dapat menambah penerimaan negara, tidak berdampak terhadap hilangnya pekerjaan dan menyebabkan resistensi industri terhadap kebijakan cukai minuman berpemanis.


Diabetes is a chronic metabolic disorder characterized by increased blood sugar levels. The prevalence of diabetes in the world reaches 537 million people and is projected to continue to increase each year. Indonesia ranks 7th among the 10 countries with the highest number of people with diabetes. High sugar consumption in sugar-sweetened beverages can increase the risk of metabolic syndrome diseases, including type 2 diabetes mellitus. Sweetened drinks have a negative externality, so it is necessary to apply a tax on sugar-sweetened beverages to reduce their consumption. The WHO has recommended a tax on sweetened beverages. More than 40 countries have implemented this policy. However, Indonesia has not implemented the tax on sugar-sweetened beverages. The aim of this study is to find out about the implementation of sugar-sweetened beverage taxes in different countries and the implications of such policies. The method used was a literature review using online databases such as PubMed, ScienceDirect, Springer Link, and Scopus, which produced 15 articles. (2013-2023). The results of the study included in 15 articles explained that countries that have implemented sweetened beverage taxes set tax rates with a specific tax system based on the volume or sugar rate and ad valorem based on a percentage of the product price. Implications of alcoholic beverage tax policies in the field of health may lead to a decrease in alcoholic beverage consumption due to rising commodity prices that cause consumers to choose to switch to healthier beverages, resulting in decreased energy intake, reduced prevalence of non-communicable diseases such as obesity, type 2 diabetes mellitus, and cardiovascular diseases, as well as savings in healthcare costs due to these diseases. In the economic sphere, heated beverage taxes can increase state receipts, do not affect job losses, and cause industry resistance to sugar-sweetened beverage tax policies.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Yadin Ramadhena
"mendorong pemerintah untuk memberikan insentif pajak melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sebagai upaya untuk mendorong daya beli masyarakat, mendukung usaha, dan melakukan pemulihan kondisi ekonomi, pemerintah menerbitkan kebijakan insentif PPnBM Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi industri otomotif di Indonesia yang tercantum dalam PMK No. 20/PMK.010/2021 sebagaimana telah dicabut dan diganti dengan PMK No. 31/PMK.010/2021 sebagaimana telah diubah dalam PMK No. 120/PMK.010/2021 sebagai peraturan terbaru pada tahun 2021. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan insentif PPnBM DTP bagi sektor industri otomotif di Indonesia pada masa pandemi Covid-19 dan menganalisis pertimbangan pemerintah dalam melakukan perpanjangan kebijakan insentif PPnBM DTP. Metode yang peneliti terapkan adalah post-positivist. Temuan penelitian ini menunjukan bahwa implementasi kebijakan ini menghasilkan beberapa manfaat. Namun, implementasi kebijakan juga terjadi anomali, yakni di satu sisi masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah menghadapi kondisi yang sulit, tetapi di sisi lain masyarakat kelas menengah dipacu agar mereka mengeluarkan uangnya. Selain itu, implementasi kebijakan ini juga tidak mengalami kendala yang berarti, sebab terdapat juga sumber daya yang memadai dan komunikasi terjalin dengan lancar. Implementasi kebijakan ini berhasil menjaga antusiasme dan mempertahankan daya beli masyarakat, serta mendapatkan respon positif dari berbagai pihak, terutama masyarakat. Selain itu, terdapat perpanjangan kebijakan insentif PPnBM DTP ini, terutama atas insentif PPnBM DTP sebesar 100%. Perpanjangan insentif tersebut telah dipertimbangkan baik dari segi sosial maupun ekonomi.

The Covid-19 pandemic has had a negative impact on the economic sector and the business sector in Indonesia. This prompted the government to provide tax incentives through the National Economic Recovery (PEN) program. In an effort to encourage people's purchasing power, support businesses, and restore economic conditions, the government issued a Sales Tax on Luxury Goods borne by the government (PPnBM DTP incentive policy for the automotive industry in Indonesia as stated in PMK No. 20/PMK.010/21 as has been revoked and replaced with Minister of Finance Regulation (PMK) No. 31/PMK.010/2021 as amended in PMK No. 120/PMK.010/2021 as the latest regulation in 2021. The purpose of this study is to analyze the PPnBM DTP incentive policy for the automotive industry sector in Indonesia during the Covid-19 pandemic and analyze the government's considerations in extending the PPnBM DTP incentive policy. The method that the researcher applies is post-positivist. The findings of this study indicate that the implementation of this policy produces several benefits. However, the implementation of the policy also has an anomaly, namely on the one hand the society, especially the lower middle class, faces difficult conditions, but on the other hand, the middle class is encouraged to spend their money. In addition, the implementation of this policy also did not have significant obstacles, because there were also adequate resources and communication was established smoothly. The implementation of this policy has succeeded in maintaining enthusiasm and maintaining people's purchasing power, and has received positive responses from various parties, especially the society. In addition, there is an extension of the PPnBM DTP incentive policy, especially for the PPnBM DTP incentive of 100%. The extension of these incentives has been considered from both a social and economic perspective."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ahmad Ali
"Masuknya pandemi covid-19 telah memberikan dampak beragam kepada banyak perusahaan, salah satu perusahaan terdampak yakni perusahaan otomotif. Dampak tersebut berupa penjualan otomotif sekitar 50% dibandingkan tahun sebelumnya. Melihat penurunan tersebut pemerintah membuat suatu kebijakan insentif berupa kebijakan insentif PPnBM Ditanggung Pemerintah. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan PPnBM DTP masa covid-19 terhadap penjualan otomotif dengan menggunakan teori analisis kebijakan Dunn (2014) lima prosedur analisis kebijakan yakni 1) Definisi, 2) Prediksi, 3) Preskripsi, 4) Deskripsi, dan 5) Evaluasi. Metode pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah post-positivist dengan teknik analisis data kuantitatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor setelah penerapan kebijakan insentif PPnBM Ditanggung Pemerintah dan menggunakan wawancara mendalam dan kajian literatur atau studi pustaka. Hasil analisis penelitian ini menyimpulkan terdapat dampak positif yang sangat signifikan antara kebijakan PPnBM DTP dengan penjualan otomotif yang mendapatkan manfaat kebijakan. Hasil riset menunjukan terdapat peningkatan sekitar 49% dibandingkan tahun sebelumnya. Kebijakan PPnBM dinilai tepat dalam mengatasi kondisi penjualan serta perekonomian yang terhenti beberapa waktu. Akan tetapi, apabila pemerintah ingin melanjutkan kebijakan insentif PPnBM diperlukan kajian serta evaluasi terkait dampak yang akan ditimbulkan baik forward linkage maupun backward linkage.

The entry of the COVID-19 pandemic has had various impacts on many companies, one of which is the automotive company. The impact is in the form of automotive sales of around 50% compared to the previous year. Seeing the decline, the government made an incentive policy in the form of an incentive policy for a sales tax on luxury goods borne by the government. Therefore, this study aims to analyze the sales tax on luxury goods borne by the government policy during the Covid-19 period on automotive sales using Dunn's (2014) policy analysis theory of five policy analysis procedures, namely 1) Definition, 2) Prediction, 3) Prescription, 4) Description and 5) Evaluation. The approach method used in this research is post-positivist with quantitative data analysis techniques. The type of data used is secondary data on the growth of motor vehicle sales after the implementation of the PPnBM incentive policy borne by the Government and uses in-depth interviews and literature review or literature study. The results of the analysis of this study concluded that there is a very significant positive impact between the sales tax on luxury goods borne by the government P policy and automotive sales that benefit from the policy. The results of the research showed that there was an increase of about 49% compared to the previous year. sales tax on luxury goods borne by the government policy is considered appropriate in overcoming sales conditions and the economy which has stalled for some time. However, if the government wants to continue the sales tax on luxury goods incentive policy, it is necessary to study and evaluate the impact that will be caused by both forward linkage and backward linkage."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arundhati Taqwa
"Prevalensi penyakit tidak menular khususnya diabetes mellitus di Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) terus meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut dapat dipicu karena pola hidup yang gemar mengonsumsi Minuman Bergula Dalam Kemasan (MBDK). Dalam rangka merespons permasalahan tersebut, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merencanakan kebijakan cukai MBDK. Namun, kebijakan tersebut belum diimplementasikan hingga saat ini, padahal sejumlah negara di Asia Tenggara sudah menerapkan kebijakan cukai MBDK. Salah satu faktor keberhasilan dalam menetapkan kebijakan adalah pandangan atau persepsi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi masyarakat DKI Jakarta atas rencana kebijakan cukai MBDK. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan pengumpulan data melalui survei berupa kuesioner dan wawancara sebagai pelengkap. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat DKI Jakarta memiliki persepsi yang positif atas rencana kebijakan cukai MBDK. Persepsi positif didukung karena masyakarat DKI Jakarta memiliki sikap, motif, kepentingan, dan harapan yang positif atas rencana kebijakan cukai MBDK. Namun, agar kebijakan cukai MBDK dapat diterima masyarakat, peneliti menyarankan agar penyuluhan atau edukasi mengenai kebijakan cukai MBDK dan dampak konsumsi MBDK dilakukan secara rutin dan menarik, serta melakukan kajian mengenai elastisitas produk MBDK agar dapat mengetahui dampak kenaikan harga terhadap penurunan konsumsi.

The prevalence of non-communicable diseases, particularly diabetes mellitus, in DKI Jakarta continues to increase each year. This can be attributed to a lifestyle that involves a high consumption of Sugar Sweetened Beverages (SSB). In response to this issue, the government, through the Directorate General of Customs and Excise, is planning a SSB excise policy. However, the policy has not been implemented yet, even though several countries in Southeast Asia have already implemented SSB excise policies. One of the key factors in successful policy implementation is the perception of the society. This study aims to analyze the perception of DKI Jakarta society regarding the planned SSB excise policy. The research adopts a quantitative approach, collecting data through surveys in the form of questionnaires and complementary interviews. The results of this study indicate that the DKI Jakarta society has a positive perception of the planned SSB excise policy. The positive perception is supported by the fact that the DKI Jakarta society has positive attitudes, motives, interests, and expectations towards the planned SSB excise policy. However, to ensure the acceptance of the SSB excise policy by the public, the researchers suggest conducting regular and engaging education and awareness campaigns about the SSB excise policy and its impact on consumption. Additionally, studying the elasticity of SSB products is recommended to understand the impact of price increases on consumption reduction. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jelice Sutjandi
"Penelitian ini menganalisis latar belakang dilakukan perubahan kebijakan dan evaluasi kebijakan kenaikan tarif PPnBM atas penyerahan kendaraan bermotor roda dua dengan kapasitas silinder lebih dari 500 cc. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan manfaat murni. Evaluasi kebijakan kenaikan tarif PPnBM atas penyerahan kendaraan bermotor roda dua dengan kapasitas silinder lebih dari 500 cc ini menggunakan kriteria-kriteria evaluasi kebijakan publik dari Dunn 2014.
Hasil evaluasi adalah kebijakan kenaikan tarif PPnBM atas penyerahan kendaraan bermotor roda dua dengan kapasitas silinder lebih dari 500 cc ini telah memenuhi kriteria efektivitas, keadilan, dan ketepatan. Saran atas simpulan penelitian ini adalah pemberian fasilitas pengurangan tarif PPnBM guna meningkatkan netralitas konsumsi dan produksi.

This study analyst about background of changes and evaluation of increasing luxury sales tax rate on delivery of two wheel vehicles with cylinder capacity over 500 cc. This study used qualitative descriptive approach and pure research of merits. Evaluating in this study using of policy evaluation criteria from Dunn 2014.
The result of the evaluation is the policy of increasing luxury sales tax rate on delivery of two wheel motorcycles with cylinder capacity over 500 cc fulfill effectiveness, equity, and appropriateness criteria. Recommendation from this study is giving facility to decrease luxury sales tax rate in order to increase consumption and production neutrality.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>