Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190176 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zahrana Nadifa Ramadhanty
"Dalam ilmu Hubungan Internasional, terdapat perdebatan mengenai relevansi peran negara dalam era globalisasi ekonomi. Skripsi ini berkontribusi dalam perdebatan tersebut dengan menganalisis peranan negara pada industri PV surya Tiongkok khususnya pada tahun 2011-2018. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan studi literatur yang didukung dengan wawancara dan menggunakan konsep developmental states dan kebijakan energi terbarukan sebagai alat analisis. Menguatnya industri PV surya Tiongkok dalam waktu singkat, khususnya pada mata rantai midstream, membawa ancaman bagi negara-negara Barat yang telah lebih dahulu menguasai teknologi industri energi surya. Oleh karena itu, dengan dasar bahwa kebijakan energi surya Tiongkok menciptakan persaingan yang tidak adil, Amerika Serikat pada tahun 2011 menginisiasi perang dagang dengan Tiongkok dan kemudian diikuti Uni Eropa pada tahun 2012. Menghadapi implikasi perang dagang, secara garis besar strategi Tiongkok adalah meningkatkan daya saing produk PV surya mereka dan memperluas pasar, baik domestik maupun internasional. Strategi ini dituangkan dalam tiga jenis kebijakan, yakni regulatory mandate. direct financial support, dan market-based instrument. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa perkembangan industri PV surya Tiongkok sesuai dengan model pembangunan developmental states dengan peranan pemerintah yang kuat, baik pemerintah pusat maupun daerah
One of the great debates in the study of International Relations is the relevance of the state’s role the era of economic globalization. This thesis contributes to the debate by analyzing the role of the state in China's solar PV industry, especially in 2011-2018. This study uses qualitative methodology with literature studies supported by interviews, with the concept of developmental states and renewable energy policies serving as analytical tools. The success of China's solar PV industry within short period, especially in the midstream chain, poses a threat to Western countries that first mastered the solar PV technology. Therefore, on the basis that China's solar energy policy creates unfair competition, the United States in 2011 initiated a trade war with China and was then followed by the European Union in 2012. Facing the implications of the trade war, China's strategy in general is to increase the competitiveness of their solar PV products and expanding their markets, both domestic and international. This strategy is implemented with three types of policies, namely the regulatory mandate, direct financial support, and market-based instruments. In general, it can be concluded that the development of China's solar PV industry is in line with the developmental states theory, with a strong role of government, both central and local governments.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Fatharani
"Perang dagang AS-Tiongkok menempatkan Vietnam pada posisi ‘terjebak’ diantara ketegangan dua kekuatan global karena meski tidak terlibat, namun Vietnam menerima limpahan perdagangan serta relokasi investasi yang membuat Vietnam mengalami peningkatan kemampuan relatif. Artikel ini menganalisis strategi Vietnam dalam merespons perang dagang AS-Tiongkok. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, artikel ini menemukan bahwa strategi Vietnam agar tidak jatuh ke dalam lingkup pengaruh AS dan/atau Tiongkok adalah dengan melakukan hedging berupa tindakan yang saling bertentangan, yaitu menerima dan menolak dominasi ketika berhadapan dengan kepentingan AS atau Tiongkok, serta melakukan diversifikasi mitra global. Substansi dari hedging Vietnam sebagai respons terhadap perang dagang merupakan fungsi melindungi kepentingan nasional dan pada saat yang sama didorong faktor peningkatan kemampuan relatif Vietnam. Atas alasan tersebut hedging sebagai respons Vietnam terhadap perang dagang mampu mengeksploitasi hubungan Vietnam dengan AS-Tiongkok dilihat dari kemampuan mengimbangi kontingensi risiko dan mengoptimalkan keuntungan tanpa kehilangan otonominya.

The US-China trade war put Vietnam in a position of being 'trapped' in the middle of the tensions between two global powers because even though it was not involved, Vietnam received an abundance of trade and investment relocation, which resulted in Vietnam gaining a relative increase in capability. This article analyses Vietnam's strategy in responding to the US-China trade war. Using qualitative research methods, this article finds that Vietnam's strategy to avoid falling into the sphere of influence of the U.S. and/or China is to hedge, namely, take contradictory actions, namely accepting and rejecting dominance when faced with U.S. or Chinese interests, along with diversifying global partners. The substance of Vietnam's hedging in response to the trade war is a function of protecting national interests and, at the same time, driven by the factor of increasing Vietnam's relative capabilities. Therefore, hedging as Vietnam's response to the trade war was able to exploit Vietnam's relations with the US-China in terms of its ability to offset risk contingencies and optimise profits without losing its autonomy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Purnomo Adi
"Tesis ini menganalisis keberpihakan Uni Eropa terhadap Iran menyusul mundurnya Amerika Serikat dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada tahun 2018. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengenai alasan yang berkontribusi terhadap keputusan Uni Eropa untuk berpihak pada Iran. Menggunakan Teori Ekspektasi Perdagangan yang dikembangkan oleh Dale C. Copeland, penelitian ini memetakan interaksi antara Uni Eropa, Iran, Amerika Serikat serta negara-negara kawasan Timur Tengah lainnya menjadi faktor endogen dan eksogen yang berkontribusi terhadap keputusan Uni Eropa untuk berpihak pada Iran. Menggunakan metode kualitatif, dengan fokus analisis data sekunder yang dikumpulkan dari publikasi pemerintah termasuk penelitian-penelitian terdahulu mengenai JCPOA, tesis ini menemukan bahwa terdapat kepentingan politis dan komersial yang berusaha dicapai oleh Uni Eropa melalui kedekatannya dengan Iran. Hal ini kemudian mempengaruhi keberpihakan Uni Eropa terhadap Iran dalam JCPOA. Berdasarkan dari temuan tersebut, untuk mencapai kepentingannya dengan Iran, Uni Eropa harus mampu menunjukkan komitmennya dalam JCPOA dan memperluas cakupan instrumen perdagangannya dengan Iran, INSTEX, untuk menunjukkan efektivitasnya sebagai sebuah instrumen keuangan yang berkelanjutan.

The present work analyses European Union’s alignment with Iran following the withdrawal of the United States from the Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) in 2008. This study was conducted to answer questions regarding the reasons that contributed to European Union’s decision to side with Iran. Using the Trade Expectation Theory developed by Dale C. Copeland, this study maps the interaction between the European Union, Iran, the United States, and other Middle Eastern countries into endogenous and exogenous factors that contribute to the European Union’s decision to side with Iran. This study adopts qualitative methods and focusing its analysis on secondary data collected from government publications, including previous studies on the JCPOA. Based on the analysis conducted, this study finds that there are political and commercial interest that the European Union is trying to achieve through its alignment with Iran. This then affects the European Union’s alignment with Iran in the JCPOA. Departed from these findings, to achieve its strategic interest with Iran, the EU must be able to demonstrate its commitment to the JCPOA and expand the scope of its trading instrument with Iran, INSTEX, to demonstrate its effectiveness as a sustainable financial instrument."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iranti Mantasari
"Pada tahun kedelapan konflik, Suriah menjadi salah satu aktor regional di Timur Tengah yang memegang peran penting bagi Amerika Serikat (AS). Keberadaan Devide et Impera dalam diskursus strategis merupakan satu hal menarik untuk dikaji dalam konflik ini sebagai upaya AS mencapai kepentingannya. Tesis ini bertujuan untuk menganalisis latar belakang dan langkah-langkah yang diambil oleh AS dalam menerapkan strategi Devide et Impera di Suriah. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kepustakaan dengan pendekatan analitis deskriptif. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode yang digagas oleh Robert K. Yin dan Michael Huberman.
Elaborasi teori Devide et Impera dan teori Hegemoni serta konsep pengaruh digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang dikemukakan. Kepentingan AS yang anti-otoritanisme termanifestasi dalam agenda demokratisasinya serta menghilangkan pengaruh Iran yang merupakan rivalnya di kawasan dan kepentingan anti-terorisme terwujud dalam perang melawan ISIS dan afiliasinya serta pembentukan koalisi kontraterorisme. Kompleksitas konfigurasi konflik di Suriah mendorong AS untuk mengamankan eksistensi Israel dengan menerapkan strategi Devide et Impera.
Melalui penelitian ini, penulis menemukan bahwa keikutsertaan AS dalam konflik di Suriah dengan mendukung pasukan oposisi yang moderat dan pro nilai Barat seperti pasukan Kurdi, khususnya Syrian Democratic Force (SDF) serta Partiya Yekitiya Demokrat (PYD) dan Free Syrian Army (FSA) dan melawan pasukan pro-rezim dan kelompok salafi-jihadis, seperti ISIS, Al Qaeda dan Hay'at Tahrir al Syam menunjukkan pola Devide et Impera yang dilakukan oleh AS dalam konflik di Suriah untuk mencapai kepentingan-kepentingan tersebut.

In the eighth year of the conflict, Syria has become one of the regional actors in the Middle East that has important role for the United States (US). The existence of Devide et Impera in strategic discourse is an interesting matter to be examined in this conflict as the effort of US to attain its interests. This thesis aims to analyze the background and actions taken by the US in implementing Devide et Impera strategy in Syria. This qualitative research used the method of library research with descriptive analytical approach. In terms of data collecting, the author used the method formulated by Robert K. Yin and Michael Huberman.
The elaboration of theory of Devide et Impera and Hegemony as well as the concept of influence were used to answer the decided research questions. The first US interest of anti-authoritarianism is manifested in its democratization agenda and eradicating the influence of Iran as its rival in the region. The second US interest of anti-terrorism is manifested in the war against ISIS and its affiliates, and established counterterrorism coalition. The complexity of the configuration of conflict in Syria pushed the US to secure the existence of Israel by implementing the strategy of Devide et Impera.
From this research, the author found that the participation of US in this conflict in Syria is by supporting the moderate opposition forces and pro-Western values, such as Syrian Democratice Force (SDF), Partiya Yekitiya Demokrat (PYD) and Free Syrian Army (FSA) and fought against pro-regime forces and the Salafi-Jihadist groups, like ISIS, Al Qaeda and Hay'at Tahrir al Syam (HTS) shows the pattern of Devide et Impera strategy in the conflict in Syria in order to achieve its aforementioned interests.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T55318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Ghardina Anindya Putri
"Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis peran perusahaan multinasional (MNC) dalam kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Studi tersebut akan fokus pada kebijakan perdagangan AS selama pemerintahan Presiden Donald Trump yang menyebabkan eskalasi Perang Dagang dengan China. Makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang hubungan antara state actor dan MNCs serta proses politik yang terjadi dalam perumusan kebijakan perdagangan internasional AS. Penelitian ini mengimplementasikan teori pendekatan yang berpusat pada masyarakat dalam perdagangan internasional yang dikembangkan oleh Thomas Oatley. Makalah ini akan menggunakan metode kualitatif dengan studi dari salah satu MNC Amerika Serikat, Apple. Melalui analisis yang dilakukan, peneliti akan memetakan pemenang dan pecundang dari kebijakan tarif sebagai salah satu instrumen kebijakan perdagangan AS yang digunakan untuk membatasi impor produk China yang dikeluarkan oleh Presiden Trump. Peneliti juga akan fokus untuk mengidentifikasi hubungan antara aktor negara dan MNC, serta kepentingan Amerika Serikat dan China dalam masalah Perang Dagang ini.

This paper aims to analyze the role of multinational companies (MNCs) in United States trade policy. The study will focus on US trade policies during President Donald Trump's administration that led to the escalation of the Trade War with China. This paper is expected to provide an overview of the relationship between state actors and MNCs as well as the political processes that occur in the formulation of US international trade policy. This study implements the theory of a community-centered approach to international trade developed by Thomas Oatley. This paper will use a qualitative method with a study from one of the United States MNCs, Apple. Through the analysis conducted, researchers will map the winners and losers of the tariff policy as one of the US trade policy instruments used to limit imports of Chinese products issued by President Trump. Researchers will also focus on identifying the relationship between state actors and MNCs, as well as the interests of the United States and China in this Trade War issue."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Kamal
"Perang dagang merupakan kebijakan Presiden Donald Trump untuk menstabilkan ekonomi Amerika Serikat yang mengalami defisit perdagangan pada tahun 2018. Defisit perdagangan terbesar dalam neraca perdagangan Amerika Serikat disumbang oleh Tiongkok. Oleh sebab itu, Donald Trump menetapkan kebijakan perang dagang dengan Tiongkok dengan menaikkan tarif bea impor yang kemudian dibalas hal serupa oleh Tiongkok. Akan tetapi, defisit perdagangan yang dialami oleh Amerika terhadap Tiongkok tidak hanya terjadi pada era Donald Trump saja, defisit perdagangan tersebut dimulai di era pemerintahan Ronald Reagan pada tahun 1985, enam tahun setelah Amerika dan Tiongkok resmi menjalin hubungan bilateral pada 1979. Hubungan dagang antara Amerika dan Tiongkok yang saling bergantung dan sudah terjalin lama ini tentu saja mengalami dampak besar dari perang dagang. Untuk menganalisis hal tersebut, penelitian ini mengevaluasi perang dagang di era Donald Trump atas dasar hubungan dagang Amerika dan Tiongkok. Setelah itu, strategi perang dagang yang dilakukan Donald Trump juga akan dianalisis berdasarkan dokumen “Economic and trade agreement between the United States of America and the People’s Republic of China” sebagai bentuk kesepakatan dagang baru untuk meredam perang dagang. Sebagai pembanding, perang dagang di era Donald Trump akan dibandingkan dengan perang dagang di era Ronald Reagan sebagai bahan evaluasi. Sehingga, dapat dilihat bagaimana dampak perang dagang di era Donald Trump terhadap hubungan dagang Amerika dan Tiongkok. Penelitian ini menemukan bahwa perang dagang tidak dapat menyelamatkan Amerika dari defisit yang terjadi, namun banyak aspek dalam hubungan dagang yang terkena dampak dari perang dagan tersebut.

The trade war was President Donald Trump's policy to stabilize the United States economy which experienced a trade deficit in 2018. The largest portion of the trade deficit in the United States’ trade of balance was contributed by China. As a result, Donald Trump initiated a trade war with China by raising import tax rates, which China promptly responded to in kind. However, the United States’ trade deficit with China did not only occur during the Donald Trump era; The trade deficit began during the Ronald Reagan administration in 1985, six years after the United States and China officially established bilateral relations in 1979. The trade relations between the United States and China, which were interdependent and had been established for a long time, had certainly suffered a major impact from the trade war. Hence, in order to analyze this situation, this study examined the trade war in Donald Trump’s administration based on the trade relations of the United States and China. After that, Donald Trump's trade war strategy would also be analyzed based on the document of "Economic and trade agreement between the United States of America and the People's Republic of China" as a form of a new trade agreement to end trade wars. As a comparison and evaluation material, the trade war in Donald Trump era would be compared to the trade war in Ronald Raegan era. Thus, the impact of trade war in Donald Trump era on United States and China trade relations could be thoroughly observed. This research discovered that the trade war could not save the United States from its trade deficit, but it did influence many aspects of the trade relations.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Saffanisa Sudiardiputri
"Slogan merupakan kalimat yang terdiri dari susunan kata yang menarik dan biasa digunakan untuk mempromosikan suatu merek. Slogan pada dasarnya dapat dilindungi sebagai merek. Pengertian merek slogan belum diatur secara spesifik dalam hukum merek Indonesia, tetapi berdasarkan definisi merek yang ada dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Merek slogan dapat dikategorikan sebagai jenis merek yang termasuk dalam lingkup merek kata. Penelitian ini membahas terkait perlindungan slogan sebagai merek di Indonesia, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji terkait perlindungan merek slogan serta threshold daya pembeda dalam merek slogan di Indonesia, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Merujuk pada hal tersebut, penulis akan mengaitkan antara pokok permasalahan dengan peraturan serta doktrin terkait. Kemudian, metode komparatif dengan pembahasan perbandingan antara negara Amerika Serikat dan Uni Eropa yang telah mengeluarkan mengatur mengenai merek slogan secara rinci. Penulisan ini akan memuat analisis terkait pengaturan terkait merek slogan yang dapat diaplikasikan di Indonesia. Dengan ini harapannya bagi hukum merek Indonesia untuk mengeluarkan peraturan terkait merek slogan dengan mempertimbangkan efektivitas dan evaluasi dari beberapa negara dan analisa yuridis yang telah dipaparkan.

Slogan is a sentence consisting of interesting wording and is commonly used to promote a brand. Essentially, slogans can be protected as trademarks. The definition of a slogan mark has not been specifically regulated in Indonesian trademark law, but based on the definition of a mark in Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications, a slogan mark can be categorized as one sort of trademark that falls within the realm of word mark. This study investigated the trademark protection of slogans in Indonesia, the United States, and the European Union. The aim of this study is to investigate the protection of slogan marks and the distinctiveness threshold of slogan mark in Indonesia, the United States, and Europe. This research is normatively legal and employs qualitative analytical techniques. In reference to this, the author will connect the topic to relevant rules and doctrines. Then, the comparative technique with a comparative discussion between the United States and the European Union enacted slogan mark laws in detail. This paper will analyze legislation governing slogan mark that can be used in Indonesia. Consequently, it is desired that the Indonesian trademark law issue restrictions relating to slogan mark, taking into account the effectiveness and evaluation of many countries and the offered legal analysis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrella Maryadi Putri
"Tindakan anti persaingan usaha seringkali menimbulkan kerugian bagi beberapa pihak, seperti konsumen atau pesaing usaha. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya hak atas ganti kerugian. Namun, di Indonesia belum banyak pihak yang menyadari bahwa dalam hukum persaingan usaha terdapat mekanisme private enforcement untuk memperoleh ganti rugi, serta belum ada ketentuan yang mendorong penggunaan private enforcement. Hal tersebut sangat disayangkan karena di Amerika Serikat mekanisme private enforcement menjadi alat untuk perolehan ganti rugi yang paling populer dengan berbagai keuntungan serta kemudahan yang ditawarkan. Di sisi lain, Uni Eropa yang juga memberlakukan ketentuan perihal private enforcement ditemukan banyak kendala dan hambatan dalam penerapannya, sehingga penggunaan public enforcement tetap menjadi pemain utama dalam penerapan hukum persaingan usaha. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif terhadap penerapan mekanisme private enforcement dalam hukum penegakan usaha di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Ketentuan serta penerapan di Amerika Serikat akan dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penerapan private enforcement di Indonesia.

Several antitrust infringements will harm several parties, for example consumers or competitors. It will consequently give the rights to get compensation. However, only a few people who aware of this rights and also there is no supportive regulations for individual to do these private actions. This is unfortunate because United States of America USA has private enforcement mechanism, which is really popular in order to obtain competitions. USA also gives many advantages and convenience through this mechanism. On the other hand, European Union EU has also imposed the provision on private enforcement. In comparison of implementation in USA and EU, EU has several obstacles. Therefore, public enforcement still takes major parts in enforce EU antitrust law. This research is a normative and legal research with the using of qualitative analysis of regulations and applications of private enforcement in both jurisdictions. In the end, it will be references in the application of private enforcement in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Zhulia Putri
"Perlindungan merek tiga dimensi, suara dan hologram telah diatur di dalam UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Sejak lima tahun diadopsikannya tiga jenis merek nontradisional tersebut, ketentuan baru mengenai larangan bentuk yang bersifat fungsional baru diberlakukan pada tahun 2021. Berdasarkan statistik, selama lima tahun terakhir terdapat peningkatan permohonan pendaftaran. Oleh karenanya, perlu dilakukan penelitian mengenai bagaimana penerapan perlindungan merek tiga dimensi, suara dan hologram di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif untuk meneliti rumusan permasalahan mengenai topik terkait yang didukung dengan bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan komparatif, yaitu membahas perlindungan merek tiga dimensi, suara dan hologram di Uni Eropa dan Amerika Serikat. Adapun selama lima tahun mengadopsi merek tiga dimensi, suara dan hologram di Indonesia, terdapat permasalahan yang dihadapi, yaitu mengenai representasi merek, penilaian daya pembedanya dan larangan fungsionalitas. Skripsi ini akan menyimpulkan mengenai perbandingan sistem hukum, penerapan di masing-masing negara. Serta memberikan saran berupa solusi dari permasalahan penerapan perlindungan merek tiga dimensi, suara dan hologram di Indonesia.

The protection of three-dimensional, sound and hologram brands has been regulated in Law no. 20 of 2016 concerning Trademark and Geographical Indications. Five years since Indonesian Government adopted the adoption the three types of non-traditional marks, new provisions regarding the prohibition of functional forms will only be enforced in 2021. Based on statistics, over the last five years there has been an increase in applications for registration. Therefore, it is necessary to conduct research on how Indonesian Government apply the protection of three-dimensional, sound and hologram marks. This research will use normative legal method to seek answers based on presented research questions that is supported by primary, secondary, and tertiary legal materials. This study also uses a comparative approach, which discusses the protection of three-dimensional, sound and hologram marks in the European Union and the United States. In adopting three-dimensional, sound and hologram marks in Indonesia, there have been problems faced, namely regarding the representation, assessing distinctiveness, and functionality exclusion. Furthermore, there will be a conclusion about the comparison of legal systems, their application in each country and solutions to the problems of implementing three-dimensional, sound and hologram marks protection in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janice Fitri Piekarsa
"Di Indonesia, istilah yang bersifat deskriptif tidak dapat didaftarkan sebagai merek yang dilindungi oleh hukum merek di Indonesia. Meskipun demikian, pada kenyataannya banyak merek yang bersifat deskriptif berhasil didaftarkan. Hal ini menimbulkan ketidakselarasan antara hukum tertulis dan prakteknya. Larangan untuk mendaftarkan istilah deskriptif sebagai merek ini memiliki alasannya tersendiri. Istilah deskriptif tidak dapat didaftarkan sebagai merek karena adanya kemungkinan terjadinya persaingan usaha tidak sehat apabila istilah umum yang bersifat deskriptif dimiliki secara eksklusif oleh satu pihak. Sebagai akibat dari banyaknya merek deskriptif yang berhasil didaftarkan di Indonesia, dibutuhkan ketentuan yang dapat mengatur pendaftaran merek deskriptif agar tetap dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dalam skripsi ini, Penulis akan menganalisa ketentuan di Amerika Serikat dan Uni Eropa yang mengatur terkait merek deskriptif yang dapat didaftarkan karena telah memiliki daya pembeda yang kuat. Analisis ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengaturan di Indonesia.

In Indonesia, descriptive terms cannot be registered as a trademark protected by Indonesian trademark law. However, in reality, many descriptive terms have been successfully registered as a trademark. This creates a discrepancy between written law and its practice. This prohibition to register descriptive terms as trademarks has its own reasons. Descriptive terms cannot be registered as trademarks because of the possibility of unfair business competition if general descriptive terms are owned exclusively by one party. As a result of the large number of descriptive marks that have been successfully registered in Indonesia, provisions are needed to regulate the registration of descriptive marks to minimize the potential of unfair business competition occuring. In this thesis, the author will analyze the provisions in the United States and the European Union that regulate the registration of descriptive trademarks based on their distinguishing power. This analysis is expected to provide input for regulation in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>