Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188964 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Majid Amrullah
"Luasnya aplikasi dan rentang sifat yang dimiliki poliuretan, memicu berbagai modifikasi dari material poliuretan.Tidak menutup kemungkinan modifikasi menggunakan biomassa yang banyak tersedia di alam untuk menghemat biaya produksi sekaligus memperoleh sifat material yang berstabilitas tinggi. Penelitian berfokus pada pembuatan poliuretan rigid untuk aplikasi otomotif dengan metode pelapisan menggunakan biomassa kitosan yang diperkuat dengan kalsium karbonat. Metode pelapisan yang digunakan adalah dip coating dengan cara mencelupkan busa poliuretan fleksibel berdensitas 16 kg/m3 ke dalam larutan kitosan yang berisi 4 gram kitosan dalam 5% CH3COOH berpelarut air sampai 100 ml, ditambah kalsium karbonat dengan rasio bervariasi dari 0,1% s.d. 0,5% sebagai variabel bebas. Busa di-drying selama 30 menit pada temperatur 60oC dan dilakukan pemanasan (curing) selama 90 menit pada suhu 120oC. Sampel kemudian diuji Tarik, Densitas, ILD, FTIR, STA, dan SEM. Diperoleh hasil yang mendekati hipotesis pada Densitas dan Kekuatan Tarik Maksimum yang mengalami peningkatan dengan penambahan kalsium karbonat dibandingkan busa virgin dan busa perlakuan tanpa kalsium karbonat. Pada morfologi ditemukan pembentukan lapisan di permukaan busa fleksibel sesuai yang diperkirakan. Hasil optimum ditemukan pada sampel dengan kalsium karbonat 0,2% yang memiliki densitas 31 kg/m3 dan kekuatan tarik maksimum 4.05 kg/cm2. Penelitian masih dalam tahap pengembangan disarankan untuk dapat dilakukan peneletian dan analisis lanjutan.

The massive application and range of properties that polyurethane possess, triggered countless modification of polyurethane. It is not impossible to use biomass, which is happen to be abundant in nature, as a modification of polyurethane in order to save production cost while obtaining relatively high-stable material properties. This research focused on creating rigid polyurethane foam for automotive application with coating method using chitosan that reinforced by calcium carbonate. The coating method used in this research is dip coating by immersing 16 kg/m3 polyurethane flexible foam into chitosan solution containing 4 grams of chitosan that dissolved into 100 ml of 5% CH3COOH electrolyte with aquades solvent, with various ratio of calcium carbonate ranging from 0,1% until 0,5% weight/volume. The foam was dried for 30 minutes at 60oC and cured for 90 minutes at 120oC. The material samples then tested for tensile, density, ILD, FTIR, STA and SEM. The results obtained close to the hypothesis on Maximum Tensile Strength and Density which increased with the addition ratio of calcium carbonate compared to virgin foam and treated foam without calcium carbonate. In the morphology the formation of layers on flexible foam surfaces is obtained as expected. The optimum results were found in samples with 0.2% ratio of calcium carbonate which had a density of 31 kg/m3 and a maximum tensile strength of 4.05 kg/cm2. This research is still under development and further research and analysis is expected."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Agung Setiaji
"Busa poliuretan mempunyai berbagai fungsi dalam dunia manufaktur, dan salah satu fungsinya ialah sebagai headliner pada mobil. Pembuatan headliner mobil membutuhkan properti busa yang rigid dan masih memiliki sedikit elongasi. Sedangkan pembuatan busa rigid membutuhkan zat aditif yang banyak dan relative mahal. Pada saat ini, dilakukan sebuah penelitian berupa pembuatan busa flexible yang dicampurkan dengan 4 gr kitosan dan 0,2 gr kalsium karbonat (CaCO3) dalam 100 ml larutan 5% asam asetat (CH3COOH dengan teknik dip coating dan menggunakan vacuum oven. Sampel yang digunakan adalah busa berdensitas 16 kg/m3 dan diberikan perlakuan dengan variable suhu dan waktu curing.
Bedasarkan hasil yang diperoleh, perlakuan sampel dengan suhu 100oC selama 120 menit adalah hasil yang terbaik. Sampel tersebut memiliki nilai ketahanan tarik maksimal dan elongasi yang tergolong baik serta kitosan dan CaCO3 yang membungkus dengan rata semua pori pada permukaan busa serta memiliki hasil penilaian komposisi kimia dan temperatur dekomposisi yang dapat dikatakan paling baik daripada sampel lainnya. Sehingga dapat disimpulkan perlakuan tersebut dapat dilakukan penelitian atau produksi lanjutan.

Polyurethane foam has a major function in the world of manufacturing, and one of its functions as a headliner in cars. Making car headliners requires rigid foam properties and still has a little elongation. While making rigid foam requires a lot of additives and is relatively expensive. At this time, research was carried out consisting of making flexible foam mixed with 4 gr chitosan and 0.2 gr Calcium Carbonate (CaCO3) in 100 ml of 5% acetic acid (CH3COOH) solution with dip coating technique and using a vacuum oven. The sample used is foam density 16 kg/m3 and given with variable temperature and curing time.
Based on the results obtained, sample samples with a temperature of 100oC for 120 minutes are the best results. This sample has ultimate tensile strength (UTS) and elongation which are classified as good with chitosan and CaCO3 which wrap with all sizes on the foam surface and also the results of the chemical composition and decomposition temperature which is arguably the best of the other samples. It was agreed that discussions could be carried out for further research or production.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deril Clinton
"Pada masa ini penelitian mengenai busa poliuretan dipusatkan pada usaha peningkatan karakteristik kekakuan busa dengan pemilihan bahan baku dan proses yang bersifat
terbarukan. Bio-coating kitosan adalah polisakarida linear yang merupakan produk turunan dari chitin, yaitu zat penyusun rangka terluar dari hewan antropoda seperti
udang, kepiting, dan serangga. Hubung silang antara busa poliuretan dengan kitosan dibuktikan dari hasil pengamatan SEM dimana terbentuknya lapisan pada permukan dan pori pori busa. Kemudian pengujian FTIR yang menunjukkan fenomena curing terjadi pada bilangan gelombang 1374 cm-1, yaitu ikatan hubung sialng antara kitosan-STPP pada busa poliuretan. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pada variasi waktu curing 75 menit dan suhu 135 C merupakan kondisi yang optimum untuk proses curing. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya kekuatan tarik sebesar 4.2 serta nilai resiliansi sebesar 2.5, juga disertai dengan menurunya nilai elongasi sebesar 24 dan nilai kekedapan udara sebesar 26. Nilai stabilitas termalnya juga meningkat dimana dibuktikan dengan meningkatknya persen berat sampel tersisa yaitu 13 dengan suhu degradasi yang lebih rendah yaitu 360 C.

At this time research on polyurethane foam is centered on efforts to improve the characteristics of foam stiffness by selecting raw materials and renewable processes.
Chitosan bio-coating is a linear polysaccharide which is a derivative product of chitin, the outermost constituent of anthropoid animals such as shrimp, crabs, and insects. The cross linking between polyurethane foam and chitosan is proven from SEM observations where the formation of layers on the surface and pores of the foam pores. Then the FTIR test which shows the curing phenomenon occurs at wave number 1374 cm-1, namely the bonding relationship between chitosan-STPP on polyurethane foam. From the results of this study concluded that the variation of 75 minutes curing time and 135 C temperature is the optimum condition for the curing process. This is evidenced by an increase in tensile strength of 4.2 and a resilience value of 2.5, also accompanied by a decline in the elongation value of 24 and an airtight value of 26. The thermal stability value also increases which is evidenced by the increase in the remaining percent weight of the sample by 13 with a lower degradation temperature of 360.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T55206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Yunita
"Kitosan diketahui memiliki sifat yang keras dan ketahanan termal yang tinggi. Pemanfaatan kitosan sebagai material insulasi digunakan dengan menggunakan metode coating pada busa poliuretan dengan densitas 16’4 kg/m3 . Pelapisan kitosan pada busa poliuretan diawali dengan pelarutan kitosan dalam larutan asam. Jenis asam berpengaruh terhadap kualitas lapisan yang dihasilkan. Jenis asam yang digunakan yaitu asam asetat (CH3COOH) dan asam format (CH2O­2). Kualitas yang dihasilkan dari produk busa poliuretan dengan jenis asam tersebut menunjukkan hasil yang berbeda. Produk jenis asam asetat memiliki sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan produk jenis asam format di mana nilai UTS pada produk dengan konsentrasi asam 1% v/v yaitu 3,05 kg/cm2 (produk asam asetat) dan 5,53 kg/cm2 (produk asam format). Konsentrasi asam yang digunakan memiliki pengaruh terhadap sifat mekanis dan termal yang berhubungan dengan banyaknya ikatan hidrogen yang dihasilkan. Dari produk busa poliuretan yang diperoleh, kemudian dibandingkan antara PU-Virgin (busa poliuretan tanpa perlakuan), PU-Kitosan (produk busa poliuretan terbaik), dan PU-Headliner (produk headliner densitas 45 kg/m3)
Chitosan is known to have hard properties and high thermal resistance. The use of chitosan as an insulation material is used by using a coating method on polyurethane foam with a density of 16.4 kg / m3. Coating of chitosan in polyurethane foam begins with the dissolution of chitosan in an acid solution. The type of acid affects the quality of the coating produced. The types of acids used are acetic acid (CH3COOH) and formic acid (CH2O2). The quality produced from polyurethane foam products with this type of acid shows different results. Acetate acid products have better mechanical properties than form acid products where UTS values ​​in products with an acid concentration of 1% v / v are 3.05 kg / cm2 (acetic acid product) and 5.53 kg / cm2 (product formic acid). The acid concentration used has an influence on the mechanical and thermal properties associated with the number of hydrogen bonds produced. From polyurethane foam products obtained, then compared between Virgin PU (untreated polyurethane foam), PU-Chitosan (the best polyurethane foam product), and PU-Headliner (headliner product density of 45 kg / m3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Anyelir Nursan
"Produk headliner mobil dapat diperoleh dari pengembangan pengolahan busa poliuretan dan limbah kulit udang yang mengandung kitosan. Busa poliuretan yang dilapisi kitosan dengan metode pencelupan memiliki tujuan untuk memodifikasi sifat elastis menjadi kaku. Pengujian tarik menunjukkan peningkatan kekakuan, sedangkan Thermogravimetric Analysis (TGA) menunjukkan peningkatan suhu degradasi menjadi 295°C untuk tahap pertama, 309°C untuk tahap kedua, dan 372°C untuk tahap ketiga. Proses curing dapat meningkatkan jumlah hubung silang fisika berupa ikatan hidrogen, kemudian peningkatan waktu curing dapat meningkatkan jumlah hubung silang kimia berupa ikatan kovalen sehingga menyebabkan struktur menjadi homogen dan halus yang ditunjukkan oleh Field Emission Scanning Electron Microscopy (FE-SEM). Namun, suhu curing yang terlalu tinggi atau waktu curing yang terlalu lama menyebabkan ikatan hidrogen bahkan ikatan pada rantai utama terputus sehingga sifat mekanik dan termalnya menurun.
Pembentukkan hubung silang fisika dibuktikan dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) yaitu peningkatan intensitas ikatan O-H, N-H, dan C=O berikatan hidrogen, sedangkan peningkatan intensitas ikatan C-N dan C-O-C mengindikasikan hubung silang kimia. Busa poliuretan yang dilapisi kitosan dengan proses curing pada 100°C selama 120 menit memiliki kekuatan tarik maksimum 5,56 kgf/cm2, elongasi 7%, dan densitas 28,9 kg/m3 yang mendekati spesifikasi sifat mekanik dan fisika produk headliner pada umumnya.

Car headliner can be obtained from the development of processing polyurethane foam and shrimp skin waste containing chitosan. Polyurethane foam coated by chitosan using immersion method has purpose of modifying elastic become stiff. Tensile testing showed the increasing of mechanical properties, while Thermogravimetric Analysis (TGA) showed the increasing of degradation temperature to 295°C for the first stage, 309°C for the second stage, and 372°C for the third stage. Curing process can add the number of physical crosslinking in form of hydrogen bonds, then the increasing of curing time can add the number of chemical crosslinking in form of covalent bonds, causing the structure become homogeneous and smooth as indicated by Field Emission Scanning Electron Microscopy (FE-SEM). However, if curing temperature is too high or curing time is too long, it will cause hydrogen bonds even main chain to be severed so that its mechanical and thermal properties decrease.
The formation of physical crosslinking is evidenced by the Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), which is increasing the intensity of O-H, N-H, and hydrogen-bonded C=O bonds, while increasing the intensity of C-N and C-O-C bonds indicates chemical crosslinking. Polyurethane foam coated by chitosan and then cured at 100°C for 120 minutes has an ultimate tensile strength of 5.56 kgf/cm2, elongation of 7%, and density of 28.9 kg/m3 which is close to the specification of mechanical and physical properties of headliner in general.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wafa Nur Syahidah
"Sifat busa poliuretan yang ringan, fleksibel, serta memiliki perambatan suara dan panas yang rendah membuatnya menjadi salah satu material yang digunakan dalam berbagai industri, salah satunya adalah otomotif. Dalam pembuatan salah satu bagian mobil, yaitu headliner, diperlukan busa poliuretan dengan kekuatan mekanis yang baik. Hal tersebut dapat dicapai melalui modifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu pelapisan dengan larutan kitosan. Penelitian yang dilakukan berfokus pada pengaruh konsentrasi kitosan terhadap sifat mekanis dan termal busa poliuretan. Pelapisan dilakukan dengan cara mencelupkan busa poliuretan ke dalam larutan kitosan dengan konsentrasi 1-6% (b/v). Kemudian busa dikeringkan dalam oven vakum pada temperatur 60 oC selama 30 menit yang dilanjutkan dengan curing pada 120 oC selama 90 menit. Karakterisasi sampel yang dilakukan adalah uji mekanis, uji termal, FTIR, dan FE-SEM. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi larutan kitosan pelapis yang optimal adalah 4%.

The properties of polyurethane foam which are lightweight, flexible, and have low propagation of sound and heat, make it possible to be used in various industries, one of which is automotive. In making one part of a car, the headliner, polyurethane foam with good mechanical strength is needed. This can be achieved through modifications made in this study, which is coating with chitosan solution. The research conducted focuses on the effect of chitosan concentration on the mechanical and thermal properties of polyurethane foam. Coating is done by dipping polyurethane foam into chitosan solution with a concentration of 1-6% (b/v). Then the foam was dried in a vacuum oven at a temperature of 60 oC for 30 minutes followed by curing at 120 oC for 90 minutes. The sample characterization carried out was mechanical testing, thermal test, FTIR, and FE-SEM. The results obtained showed that the optimal concentration of chitosan coating solution was 4%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Helmaya Anisja
"Latar Belakang: Penyikatan dengan pasta gigi mengandung bahan abrasi dapat mempengaruhi permukaan gigi dan restorasi.
Tujuan: Mengetahui pengaruh penyikatan pasta gigi nano calcium carbonate terhadap kekasaran permukaan nanoionomer.
Metode: Delapan belas spesimen nanoionomer disikat dengan akuabides, pasta gigi nano calcium carbonate dan calcium carbonate. Penyikatan dilakukan selama 30 menit dan diukur nilai kekasaran (Ra) menggunakan Surface Roughness Tester. Data hasil dianalisis dengan uji Repeated dan One Way ANOVA.
Hasil: Nilai kekasaran pemukaan nanoionomer meningkat secara bermakna (p<0.05) setelah penyikatan 20 menit dengan pasta gigi nano calcium carbonate.
Kesimpulan: Permukaan nanoionomer setelah penyikatan dengan pasta gigi calcium carbonate lebih kasar dibandingkan penyikatan dengan pasta gigi nano calcium carbonate.

Background: Brushing with tooth paste containing abrasive agent can influence both tooth surface and restorative material.
Aim: To identify the effect of brushing using nano calcium carbonate toothpaste to surface roughness of nanoionomer.
Methode: Each of eighteen nanoionomer speciments was brushed with aquabidest, nano calcium carbonate and calcium carbonate toothpaste. Brushing were done for 30 minutes and the roughness value (Ra) was measured using Surface Roughness Tester. The data was analyzed using Repeated and One Way ANOVA.
Results: The value of nanoionomer surface roughness increased significanlty (p<0.05) after 20 minutes brushing using nano calcium carbonate tooth paste.
Conclusion: Nanoionomer surface after brushing using calcium carbonate is more rugged than brushing using nano calcium carbonate toothpaste.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nizar Ali Balgana
"Untuk mengatasi masalah kerak kalsium karbonat CaCO3 yang terbenluk dari air sadah dimana merupakan suatu gangguan besar dalam proses di industri dibutuhkan banyak metode altematif sehingga pada penerapannya efektif dan efesien. Salah satu metode yang saat ini sedang berusaha dikembangkan walaupun masih kontroversial adalah pengolahan air sadah dengan metode magnelisasi.
Dalam penelitian ini yang pertama-tama dilakukan adalah preparasi sampel yaitu membuat air sadah yang merupakan campuran dari 0.01 M CaCl; dan 0.01 M Na2CO3. Selanjutnya pengujian kuantitatif dilakukan dengan mencampurkan laruran pernbentuk air sadah kedalam beaker glass yang diberi perlakuan dan tanpa perlakuan magnetisasi untuk mendapatkan pengaruh magnetisasi terhadap endapan CaCO; yang terbentuk dan dilakukan pengujian terhadap konsentrasi ion Ca” di larutan hasil uji pengendapan tersebut. Uji kuantitatif lainnya adalah adalah uji total padatan terlarut dengan magnetisasi 5 menit dan tanpa magnetisasi dimana total padatan terlarulnya diukur selama 30 menit. Uji kualitatif dilakukan dengan uji foto mikroskop oplik dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan struktur klistal dan jumlah partikel dari air sadah dengan dan tanpa magnetisasi 10 menit. Pengujian dengan menggunakan X -Ray Diffraksi dilakukan untuk melihat dengan pasti struktur kristal yang terbentuk dari air sadah dengan dan tanpa perlakuan magnetisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara berat endapan kalsium karbonat yang terbentuk dengan waktu magnetisasi. Dimana semakin lama magnetisasi makajumlah endapan semakin kecil sementara uji ion Cal' pada larutan tersebut menunjukkan bahwa semakin lama magnetisasi, konsentrasi ion Ca” di larutan semakin besar. Uji foto mikroskop optik menunjukkan bahwa magnetisasi mempengaruhi struktur dan jumlah kristal CaCO3. Uji X - Ray Diffraksi menunjukkan bahwa jenis kristal CaCO; yang terbentuk endapan adalah kalsit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49771
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzi Dewantara
"Hidrogel semi-IPN kitosan-metil selulosa digunakan sebagai sediaan mengapung untuk obat amoksisilin trihidrat. Sebagai pembuat daya apung digunakan agen pembentuk pori APP CaCO3, serta sebagai penyusun matriks digunakan biopolimer kitosan dan metil selulosa, dengan glutaraldehida sebagai agen pengikat silang. Obat amoksisilin trihidrat dijerat ke dalam matriks hidrogel menggunakan dua metode in situ loading dan post loading untuk selanjutnya dilakukan uji efisiensi penjeratan serta disolusi obat dari kedua metode tersebut, dan didapatkan nilai efisiensi sebesar 71 untuk metode post loading, sedangkan untuk in situ loading nilainya sebesar 100 . Uji disolusi dilakukan dalam waktu 180 menit dan didapatkan nilai akumulasi persentase disolusi obat pada metode post loading sebesar 72 dan pada metode in situ loading sebesar 96 . Nilai yang didapat dari uji disolusi selanjutnya digunakan untuk menganalisa mekanisme pelepasan obat amoksisilin trihidrat dari matriks hidrogel. Sebagai parameter, digunakan 4 model kinetika pelepasan obat, yaitu orde nol, orde satu, Higuchi, dan Korsmeyer-Peppas. Kedua metode penjeratan obat memiliki mekanisme pelepasan obat yang sama yaitu model kinetika Higuchi dimana proses pelepasan obat dari matriks hidrogel hanya melewati proses difusi. Degradasi dari matriks terjadi akibat larutan asam yang dijadikan media untuk disolusi obat dan tingkat degradasinya dilihat menggunakan mikroskop optik, namun hal tersebut tidak berpengaruh kepada mekanisme pelepasan obat secara langsung. Adanya CaCO3 sebagai agen pembentuk pori membuat proses pelepasan obat lebih mudah menggunakan teknik difusi daripada degradasi. Agen pembentuk pori juga menyebabkan pori didalam matriks hidrogel saling terhubung dan membentuk interkoneksi yang cukup berpengaruh terhadap mekanisme pelepasan obat. Interkoneksi yang terjadi dilihat menggunakan Scanning Electron Microscope SEM , dan hasilnya jumlah dan luas dari interkoneksi yang terdapat di dalam matriks hidrogel bertambah seiring berlangsungnya proses disolusi.

Chitosan methyl cellulose semi IPN hydrogel is used as floating drug delivery system, and calcium carbonate also added as pore forming agent. The hydrogel network arranged by not only using biopolymer chitosan and methyl cellulose, but also the crosslinker agent that is glutaraldehide, which will create bond with chitosan. Amoxicillin trihydrate entrapped into the polymer network with two different method, in situ loading and post loading. Furthermore both method has been tested for drug entrapment efficiency along with drug dissolution test, and the result for durg entrapment efficiency is in situ loading method has highest value of 100 , compared to post loading method which has value only 71 . Moreover, at the final time of drug dissolution test shows that in situ loading method has value of 96 for total accumulation of drug dissolution, mean while post loading method has 72 . The value of drug dissolution test from both method is used for analyzing drug dissolution mechanism of amoxicillin trihydrate from hydrogel network. For mechanism parameter, four kinetic models of drug dissolution mechanism is used, which are zero order, first order, Higuchi, and Korsmeyyer Peppas. Both drug entrapment method has same result for drug dissolution mechanism, that is Higuchi model kinetic which follow the Fickian rsquo s law for drug dissolution mechanism. The polymer network encounter destructive degradation causes by acid solution which used as dissolution medium, and the level of degradation is observed with optical microscope. However the result shows that degradation of the polymer network doesn rsquo t affect drug dissolution mechanism directly. Although the pore forming agent causes the pore inside the hydrogel network create interconnection and it was quite influential to drug dissolution mechanism. Interconnected pore is observed with Scanning Electron Microscope SEM and shows that the amount and area of interconnected pore inside the hydrogel network is increasing as drug dissolution goes on."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S68757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian pengaruh nano-precipitated calcium carbonate (NPCC) terhadap kualitas komposit polivinil klorida (PVC). Komposit PVC dipreparasi dengan menggunakan mesin Rheomix 3000 merek Haake pada suhu 165 •C, kecepatan putaran 50 rpm selama 10 menit. Komposisi PVC dan bahan aditif dibuat tetap, dan kandungan nanofiller NPCC divariasi 5; 10; 15 dan 20 phr (per hundred resin). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan NPCC terhadap sifat termal, elektrik, maupun fisis dari komposit PVC untuk komponen elektronika. Pengujian komposit PVC hasil penelitian meliputi sifat termal, elektrik, fisis dan morfologi. Hasil SEM menunjukkan terjadi pencampuran yang homogen antara NPCC dengan PVC. Hasil uji komposit PVC memperlihatkan bahwa bahwa penambahan jumlah NPCC sampai dengan 15 phr menaikkan kekerasan, kerapatan, kuat tarik, ketahanan terhadap panas, dan onzet temperatur, namun menurunkan sifat perpanjangan putus. Hasil uji sifat elektrik dan ketahanan terhadap percikan api semua komposit yang dibuat telah memenuhi persyaratan SNI 04-6504-2001 maupun SNI. 04-3892.1-2006, namun ketahanan terhadap panas belum dapat memenuhi persyaratan SN I yang diacu."
620 JSI 6:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>