Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169758 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ivan Markus
"ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular akibat bakteri Mycobacterium tuberculosis, dan menjadi penyakit dengan pengidap terbesar kedua di Indonesia. Infeksi bakteri TB diawali dengan infeksi jaringan paru-paru akibat kemampuan bakteri yang dapat menyebar melalui udara. Bakteri TB dapat menginfeksi jaringan lain seperti pada tulang belakang. Penangangan penyakit TB saat ini dilakukan dengan mengonsuksi obat anti tuberculosis (OAT), yang terdiri dari Rifampicin (RIF), Isoniazid (INH), Ethambutol Hidroklorida (ETH), dan Pirazinamid (PZA), yang setidaknya dilakukan selama 4-6 bulan untuk TB Paru-paru dan 9-18 bulan untuk TB Tulang belakang. Pengobatan metode tradisional dengan oral dan operasi ini memiliki tantangan dengan waktu shelf life OAT yang rendah dan juga kepatuhan pasien TB untuk proses pengobatan. Pada penelitian ini bertujuan untuk menguji profil rilis obat dalam matriks berbahan dasar polimer Polivinil Alkohol (PVA), Pektin, Kitosan dan Asam Polilaktik-Glikolik untuk mengenkapsulasi OAT. Profil rilis dari matriks tanpa pelapisan PLGA dan dengan pelapisan dip coating PLGA dibandingkan untuk dilihat profil rilis OAT yang optimal. Pengujian matriks yang dilakukan adalah uji pelepasan secara in vitro, uji SEM dan uji FTIR, dan uji swelling ratio. Hasil morfologi SEM menunjukkan pengaruh konsentrasi polimer yang semakin tinggi akan menghasilkan pori-pori yang lebih kecil, namun pelapisan dengan PLGA menghasilkan pori-pori yang lebih besar diakibatkan dari karakteristik yang kurang baik dari PLGA 5050. Spektra FTIR menunjukkan adanya interaksi antara gugus-gugus PLGA dengan matriks, yang menunjukkan adanya kehadiran coating pada sampel yang diujikan. Profil pelepasan OAT menunjukkan adanya pengurangan jumlah OAT yang dilepaskan matriks dengan penambahan konsentrasi Pektin dan Kitosan, dengan obat Rifampicin tidak mengalami burst release dibandingkan ketiga obat lainnya. Didukung dari hasil uji FTIR, pelapisan matriks dengan PLGA menunjukkan perlambatan pelepasan OAT yang lebih signifikan dibandingkan dengan penambahan konsentrasi polimer, mencapai nilai rata-rata penurunan 34% pada 16 sampel.

ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis bacteria and become second most threatening disease in Indonesia. Infection first began with lung being infected because the bacteria can spread through air. The bacteria can infect other tissues such as spinal bones. Traditional treatment of this disease is done with consuming anti tubercular drugs (ATD) including Rifampicin (RIF), Isoniazid (INH), Ethambutol Hydrochloride (ETH) and Pirazinamide (PZA), that took at least 4-6 months for lung tuberculosis and 9-18 months for spinal tuberculosis. Oral drugs treatments are faced with challenges such as short shelf life of ATD and low compliance of the patients to follow all treatments. This research aims to test the release profile of ATD in matrices based on biopolymer such as Polyvinyl Alcohol (PVA), Pectin, Chitosan, and Polylactic-glycolic Acid (PLGA) to encapsulate ATD. The release profile of matrix without PLGA coating and matrix with PLGA coating through dip coating method are compared to evaluate which one is more optimal. Matrices is tested using in vitro release, SEM and FTIR, and swelling ratio test. Morphology results from SEM shown the effects of higher polymer concentration resulting smaller pores in matrices but, by adding PLGA coating, the pores are bigger caused by the poor characteristics of PLGA 5050. FTIR spectra results shown interaction between chemical groups in PLGA and matrices, indicating for the presence of PLGA coating in the samples. In vitro release test shown a decrease of ATD release from matrices with increasing Chitosan and Pectin concentration, with only Rifampicin does not undergo burst release compare to other drugs. From FTIR results, coating matrices with PLGA indicating more significant retardation of drug release than higher polymer concentration, reaching average slower rate by 34% in sixteen samples."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Zada Gofara
"

Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit menular yang harus diberikan penanganan oral dengan obat anti-tuberkulosis secara rutin selama 12-24 bulan. Dengan pengobatan menggunakan implan yang dapat melepaskan obat TB secara lambat dalam jangka maka akan lebih efektif, karena obat akan dekat dengan target dan secara langsung masuk ke darah sehingga pengobatan lebih efektif. Pada penelitian ini, formulasi hidrogel PVA/kitosan/STPP yang dimuati 4 jenis obat anti-tuberkulosis (isoniazid, ethambutol, pirazinamid, dan rifampicin) dibuat dengan metode freeze-thaw. Didapatkan hasil bahwa penambahan kitosan hingga 20% dapat menurunkan laju rilis obat dan menahan rilis obat hingga 30 hari, namun efek penambahan STPP tidak terlihat dikarenakan jumlah yang ditambahkan terlalu sedikit yang diperkuat juga oleh hasil dari uji FTIR yang tidak menunjukkan adanya STPP dalam hidrogel. Formulasi hidrogel PVA 80%-Kitosan 20%-STPP 2% mampu melepaskan obat TB paling lambat dan berkepanjangan pada obat Isoniazid, Ethambutol, dan Rifampicin. Hasil dari uji SEM menunjukkan bahwa penambahan kitosan pada hidrogel PVA membentuk larutan homogen, menghasilkan hidrogel dengan permukaan yang terlipat padat, dan lebih rapat. Penambahan STPP 2% menghasilkan morfologi yang lebih halus, lebih homogen, dan menghasilkan pori lebih kecil.


Tuberculosis (TB) is one of the infectious diseases which must be routinely oral treated with anti-tuberculosis drugs performed 12-24 months. With treatment using drug implans that can release TB drugs in a longer time in the target location, it will be more effective, because the drug will be close to the target and go directly into the blood. In this study, the PVA / chitosan / STPP hydrogel formulation loaded with 4 types of anti-tuberculosis drugs (isoniazid, ethambutol, pirazinamide, and rifampicin) made using the freeze-thaw method. It is obtained that chitosan addition up until 20% could reduce drug’s release rate and hold drug’s release until 30 days, but the effect of STPP addition could not be seen because the ammount added is too small which is also shown from FTIR study that there is no STPP in the hydrogel detected. 80% PVA-20% Chitosan-2% STPP hydrogel formulation release TB drugs the slowest and extended on Isoniazid, Ethambutol, and Rifampicin. SEM study shown that chitosan addition in PVA hydrogel resulted a homogen solution, and hydrogel with densely folded surface. 2% STPP addition resulted in smoother, more homogenous, and smaller pores morphology.

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Aswari Intan Pertiwi
"Spondilitis tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang tulang belakang. Berdasarkan aturan WHO, pemberian multi-obat anti-tuberkulosis dalam jangka waktu 6 bulan dibutuhkan untuk mengobati tuberkulosis tulang. Kombinasi empat macam obat biasanya menggunakan isoniazid, rifampisin pirazinamid, dan etambutol. Pemberian obat melalui oral dalam jangka waktu yang lama dapat menjadi tidak efektif karena kemampuan obat yang tidak memadai untuk mencapai target, tingkat toksisitas obat yang tinggi dan ketidakpatuhan pasien untuk meminum obat dalam durasi pengobatan yang lama. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pada hidrogel padat PVA yang dimuati obat anti tuberkulosis dengan menyalutnya dengan senyawa PLGA dan PLA sehingga membentuk sistem pelepasan lambat. Hidrogel PVA dipreparasi dengan menggunakan metode freeze-thaw dan pelapisan hydrogel dengan PLGA/PLA dilakukan dengan menggunakan metode dip-coating.
Hasil karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkan hidrogel terlapis PLGA/PLA memiliki permukaan yang lebih halus seperti tanpa pori jika dibandingkan dengan hidrogel tanpa pelapis. Semakin besar rasio konten LA dalam polimer pelapis, maka permukaan akan semakin halus. Hasil uji rilis in vitro dalam larutan PBS pH 7,4 menunjukkan pelapisan PLGA/PLA mampu memperlambat laju rilis obat antituberkulosis. Pada sistem PVA-obat dengan loading obat 20% yang dilapisi PLGA dan PLA, rilis obat pada 28 hari berturut-turut adalah 72 dan 61% untuk pirazinamid, 72 dan 43% untuk etambutol, dan 66 dan 25% untuk isoniazid. Pada sistem PVA -obat rifampisin yang bersifat hidrofobik dengan loading obat 20% , rilisnya pada 28 hari berturut-turut adalah 4 dan 4%. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak PLA digunakan untuk melapisi hidrogel PVA semakin lambat obat tersebut dilepaskan pada rentang pengamatan 28 hari. Dengan demikian formulasi hidrogel PVA-obat dengan pelapis PLA berpotensi digunakan sebagai sistem penghantar dalam bentuk implan untuk melepaskan obat anti-tuberkulosis dalam rentang waktu lama.

Spondilitis Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis which attacks the spine. Under WHO rules, the provision of multi-drug anti-tuberculosis within a period of 6 months is needed to treat bone tuberculosis. The combination of four types of drugs usually uses isoniazid, pyrazinamide rifampicin, and ethambutol. Prolonged oral administration of drugs can be ineffective due to the inadequate ability of the drug to reach the target, high drug toxicity and patient noncompliance with taking the drug for long duration of treatment. In this study, modifications were made to the solid PVA hydrogels loaded with anti-tuberculosis drugs by coating them with PLGA and PLA compounds to form a slow release system. Hydrogel PVA was prepared using the freeze-thaw method and hydrogel coating with PLGA / PLA was carried out using the dip-coating method. The results of the characterization by Scanning Electron Microscope (SEM) show that PLGA and PLA coated hydrogels have a smoother, non-porous surface compared to uncoated hydrogels. The greater the ratio of LA content in coating polymers, the more smooth the surface will be.
The results of the in vitro release test in PBS solution pH 7.4 showed PLGA / PLA coating was able to slow the rate of release of antituberculosis drugs. In the PVA-drug system with 20% drug loading coated with PLGA and PLA, drug release on 28 days was 72 and 61% for pyrazinamide, 72 and 43% for ethambutol, and 66 and 25% for isoniazid. In the PVA-rifampicin treatment system that is hydrophobic with a drug loading of 20%, its release on 14 consecutive days is 4 and 4%. These results indicate that the more PLA is used to coat the PVA hydrogel the slower the drug is released in the 28-days observation range. Thus the PVA-drug hydrogel formulation with PLA coatings has the potential to be used as an implant delivery system to release anti-tuberculosis drugs in the long term.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T54352
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Tritunggariani
"Ketidaksesuaian penggunaan obat merupakan masalah yang sering dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan primer (Puskesmas). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita ISPA bukan pneumonia mendapatkan antibiotika yang seharusnya tidak perlu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai penggunaan obat pada pengobatan ISPA bukan pneumonia di puskesmas perawatan di Kota Bekasi tahun 2001 dan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidaksesuaian pengobatan ISPA bukan pneumonia di puskesmas perawatan Kota Bekasi tahun 2001 dengan buku pedoman pengobatan.
Penelitian ini dikerjakan dengan cara potong lintang di lima puskesmas perawatan, yaitu Puskesmas Pondok Gede, Pejuang, Karang Kitri, Bojong Rawa Lumbu, dan Bantar Gebang I. Variabel independen terbagi menjadi tiga kelompok faktor yaitu predisposing (pendidikan, pelatihan, pengetahuan, sikap, lamanya melaksanakan tugas), enabling (ketersediaan obat dan ketersediaan serta pemanfaatan buku pedoman), reinforcing (supervisi dan monitoring).
Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi ketidaksesuaian penggunaan obat pada ISPA bukan Pneumonia dengan buku pedoman pengobatan adalah 70 % dan terdapat 25 jenis obat yang diantaranya merupakan obat "brand name". Hasil analisis bivariat menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara faktor predisposing (pengetahuan dengan p = 0,000 dan sikap dengan p = 0,000), reinforcing (supervise dengan p = 0,001 dan monitoring dengan p = 0,005).
Dengan melihat tingginya proporsi ketidaksesuaian penggunaan obat dan banyaknya jenis obat.yang digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa keadaan tersebur merupakan masalah yang harus ditangani secara proporsional. Untuk itu disarankan kepada pejabat berwenang di Dinas Kesehatan Kota agar melakukan pengaturan kembali terhadap obat-obat yang digunakan di puskesmas dan meningkatkan kesesuaian penggunaan obat dengan buku pedoman pengobatan. khususnya pada ISM bukan pneumonia. Disamping itu untuk penelitian selanjutnya agar menambah jumlah subyek yang dileliti.
Daftar bacaan: 22 (1982 - 2000)

Inappropriate use of drug is the problem often meets in primary health center (Puskesmas). Some research showed that most of all patients with ARI non-pneumonia receive unnecessary drug such as antibiotic.
The aim of this research was to know profile about use of drugs of treatment ARI non-pneumonia in primary health center plus of Bekasi in 2001. Beside that the purpose of research is to know the factors related to inappropriate use of drugs of treatment ARI non-pneumonia with treatment guideline in primary health center plus of Bekasi in 2001.
The method of this research is cross sectional in five primary health center plus. It is Pondok Gede, Pejuang, Karang Kitri, Bojong Rawa Lumbu, and Bantar Gebang I. Independent variables were divided into three categories. It is predisposing factors (education, training, knowledge, attitude, and working time), enabling (stock of drugs and use of treatment guideline), and reinforcing (supervision and monitoring). Dependent variable was the inappropriate use of drugs of treatment ARI non-pneumonia with treatment guideline.
The result of this research showed that inappropriate use of drugs of treatment ART non-pneumonia with treatment guideline proportion is 70 % and several of drug is 25 items, it is any drugs with brand name. Among independent variables tested, only 4 variables have significant relationship to the inappropriate use of drugs of treatment ARI non-pneumonia with treatment guideline. Those variables were predisposing factors (knowledge with p = 0,000; attitude with p = 0,000) and reinforcing factors (supervision with p = 0,001 and monitoring with p = 0,005).
Based on the result of this research such as the inappropriate use of drugs of treatment ARI non-pneumonia with treatment guideline and various drug item, we can conclusion that it condition is a problem must do with proportional. It was suggested that the district official government to regulate use of drug in primary health center facilities (Puskesmas) and provide appropriate use of drugs with treatment guideline especially treatment ARI non-pneumonia. It was also recommended to the next researcher to add independent variables.
References: 22 (1982-2000)"
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T9353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delfina
"Prevalensi Potts Disease PD atau tuberkulosis tulang belakang adalah 3-5 dari seluruh kejadian tuberculosis dan 50 kasus tuberkulosis musculoskeletal. Pengobatan secara oral saat ini dilakukan dalam jangka lama 6 bulan dan berkali-kali dan seringkali terjadi kasus resistansi terhadap obat akibat ketidakteraturan konsumsi obat. Oleh karena itu, pada penelitian ini menggunakan sistem implan berupa hidrogel PVA dan pektin. Kedua polimer tersebut bersifat non-toksik, biodegradable, memiliki sifat adhesi sel dan sifat mekanisnya dapat disesuaikan. Pengujian hidrogel yang dilakukan adalah uji pelepasan secara in vitro, uji XRD dan uji SEM. Hasil uji pelepasan menunjukkan penambahan siklus FT hingga lima kali dan penambahan pektin sebesar 0,5, burst release yang dihasilkan oleh kn dapat dikurangi secara signifikan. Ditambah dengan hasil analisis kinetika, penambahan jumlah siklus FT dan konsentrasi pektin, konstanta laju pelepasan juga semakin berkurang yang menunjukkan bahwa laju pelepasan yang semakin lambat. Mendukung hasil uji pelepasan dan analisis kinetika, hasil XRD menunjukkan adanya peningkatan ukuran kristal akibat penambahan jumlah siklus FT 8,78 nm menjadi 9,81 nm dan penambahan pektin 9,81 nm menjadi 10,01 nm. Peningkatan ukuran kristal ini menyebabkan peningkatan daerah kristalin yang berujung pada struktur polimer yang lebih kuat dan padat dimana struktur yang lebih padat ini dapat dilihat dari hasil uji SEM.

Spondylitis tuberculosis accounts for 3,5 of all cases tuberculosis and half of all cases of musculoskeletal tuberculosis. The proposed regimen is total duration of 6 months which leads to poor compliance and potential for the development of drug resistance. In the present work, a hidrogel made from PVA and pectin are prepared by freeze thaw method to control release anti tuberculosis drugs as implantable delivery system. Both polymers are biocompatible in the long term, biodegradable, have cellular adhesive properties and their mechanical properties can be tuned easily. The release test show the addition of the FT cycle up to five times, and the incorporation of 0.5 pectin can decrease the burst release significantly. Coupled with the results of kinetic analysis, the increasing of the number of FT cycles and pectin concentrations, the release rate constant also decreases. XRD results showed an increase in crystal size due to increasing number of FT cycles 8.78 nm to 9.81 nm and the addition of pectin 9.81 nm to 10.01 nm. This increase in crystal size leads to an increase in the crystalline region which culminates in a stronger and denser polymeric structure where this denser structure can be seen from the SEM test results.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosmala Dian Mulyaningsih
"Penelitian pemanfaatan enzim urikase dari Lactobacillus plantarum Mar 8 dan KMar C2 sebagai probiotik dalam cokelat untuk mendegradasi asam urat. Tujuan penelitian mengetahui cara pembuatan mikrokapsul, menguji viabilitas L. plantarum dalam mikrokapsul dan cokelat, serta menganalisis penurunan kadar asam urat sebelum, selama dan sesudah mengkonsumsi cokelat probiotik. Bakteri L. plantarum disalut menggunakan susu skim 10% dan lemak cokelat 3% dibuat menjadi mikrokapsul dengan metode spray drying. Viabilitas L. plantarum diukur pada kondisi sebelum enkapsulasi, setelah enkapsulasi, setelah penyimpanan dan cokelat itu sendiri. Cokelat probiotik digunakan untuk terapi responden dengan kadar asam urat 4,0-10,0 mg/dL untuk perempuan dan 5,0-10,0 mg/dL untuk laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan pembuatan mikrokapsul berhasil dengan jumlah rendenem 45,21% dan penurunan viabilitas 1 log dari 1,04 x 10 cfu/g menjadi 1,925 x 10 cfu/g. Hasil viabilitas mikrokapsul dalam cokelat 1,7 x 10 cfu/g sehingga konsentrasi probiotik 3,4 x 10 cfu/g, memenuhi syarat sebagai probiotik. Aktivitas enzim urikase pada L. plantarum campuran Mar8+KMar C2 sebesar 0,567 U/mL. Asam urat pada responden intervensi mengalami penurunan setelah mengkonsumsi cokelat probiotik sebanyak 74% total responden. Kadar asam urat mengalami penurunan secara signifikan pada responden intervensi dan konsumsi makanan dengan purin tidak memengaruhi proses penurunan kadar asam urat selama responden mengkonsumsi cokelat probiotik.

The research using uricase enzymes from Lactobacillus plantarum Mar 8 and KMar C2 as probiotics in chocolate to degrade uric acid. The research purpose study of maked microcapsules, viability of L. plantarum in microcapsules and chocolate, analyze the decreased in uric acid levels before, during and after consuming probiotic chocolate. L. plantarum bacteria was coated using 10% skim milk and 3% chocolate fat made into microcapsules with spray drying method. The assay used in viability research in conditions before encapsulation, after encapsulation, after storage and in chocolate. Probiotic chocolate is used for respondent decreased with uric acid levels 4.0 - 10.0 mg / dL for women and 5.0 - 10.0 mg / dL for men. The result making a microcapsule was successful, proved performed with the acquisition of 45.21% rendenam and viability decreased by 1 log from 1.04 x 10 cfu g to 1.925 x 10 cfu/g. The result in chocolate is 1.7 x 10 cfu/g and concentration for probiotic is 3.4 x 107 cfu/g, so that chocolate can be used as a probiotic. The uricase enzyme activity in L. plantarum mixed Mar 8 + KMar C2 was 0.567 U/mL. Uric acid in respondents increased 74% of the total intervention respondents. Uric acid levels increased a significant decreased in the intervention respondents and consumption of food with purines did not affect the process of decreasing uric acid levels during the respondents consuming chocolate probiotics.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Munawaroh
"Mesalazin merupakan agen anti inflamasi yang telah digunakan dalam tata laksana Inflammatory Bowel Disease (IBD). Namun, zat aktif ini dapat menyebabkan nyeri perut apabila digunakan dalam bentuk tablet oral konvensional. Oleh karena itu, untuk menghindari efek samping tersebut mesalazin dibuat menjadi sediaan tertarget kolon. Pektin dipilih karena dapat bertahan dalam bentuk utuh pada saluran cerna bagian atas dan dapat terdegradasi saat mencapai kolon dengan adanya mikroflora. Kombinasi Eudragit S-100 dan Eudragit L-100 dipilih karena keduanya dapat melindungi sediaan dari lingkungan asam pada saluran cerna atas dengan kelarutan yang bergantung pada pH. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formulasi dan karakteristik tablet matriks mesalazin menggunakan kombinasi pektin dengan Eudragit S-100 dan Eudragit L-100. Sediaan ini dibuat menggunakan metode granulasi basah. Sebanyak 9 formula dibuat dan dievaluasi kemudian dipilih 3 formula paling optimal untuk dilakukan uji profil disolusi. Evaluasi dilakukan terhadap granul dan tablet dari setiap formula. Evaluasi granul meliputi uji organoleptis, uji laju alir, uji kerapatan partikel, uji sudut istirahat, dan uji kandungan lembab. Sedangkan evaluasi tablet meliputi uji organoleptis, uji keseragaman ukuran, uji keregasan, uji kekerasan, uji waktu hancur, uji keragaman bobot, uji kadar obat, dan uji profil disolusi. Berdasarkan evaluasi, diketahui bahwa seluruh formula (F1 – F9) memenuhi karakteristik sebagai sediaan tertarget kolon dengan F2 sebagai formula dengan kriteria terbaik. F2 memiliki karakteristik granul dan tablet yang memenuhi kriteria penerimaan dengan nilai keregasan sebesar 0,13%; kekerasan sebesar 11,43 ± 1,19; dan kadar zat aktif sebesar 94,10%. Selain itu, pada uji profil disolusi In vitro, F2 lebih mampu menahan pelepasan mesalazin pada HCl pH 1,2 dibandingkan formula lain. Namun, tidak ada perbedaan signifikan (p = 0,917) pada pelepasan kumulatif mesalazin untuk 3 formula paling optimal (F2, F4, dan F8).

Mesalazine is anti-inflammatory agents that have been used in the management of inflammatory bowel disease (IBD). However, this active substance can cause abdominal pain when used in conventional oral tablet form. Therefore, to avoid these side effects, mesalazine is made into colon-targeted drug delivery system. Pectin was chosen because it can survive intact in the upper digestive tract and can be degraded when it reaches the colon due to the presence of microflora. The combination of Eudragit S-100 and Eudragit L-100 was chosen because both can protect against the acidic environment of the upper digestive tract with their pH-dependent solubility. This research aims to obtain the formulation and characteristics of mesalazine matrix tablets using combinations of pectin with Eudragit S-100 and Eudragit L-100. Tablets were prepared using wet granulation method. A total of 9 formulas were made and evaluated and then the 3 most optimal formulas were selected for the dissolution profile test. Evaluation was carried out on granules and tablets of each formula. Granule evaluation includes organoleptic test, flow rate test, particle density test, angle of repose test, and moisture content test. Evaluation of tablets includes organoleptic test, size uniformity test, friability test, hardness test, disintegration time test, weight variation test, drug content test, and dissolution profile test. Based on the evaluation, it was found that all formulas (F1 – F9) fulfilled the characteristics of colon-targeted preparations with F2 as the formula with the best criteria. F2 has the characteristics of granules and tablets that meet the acceptance criteria with friability was 0.13%; hardness was 11.43 ± 1.19; and drug content was 94.10%. In addition, in In vitro dissolution profile test, F2 was better able to withstand the release of mesalazine in HCl pH 1.2 compared to other formulas. However, there was no significant difference (p = 0.917) in the cumulative release of mesalazine for the 3 most optimal formulas (F2, F4, and F8)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sisfa Shabela
"Kebanyakan orang mengetahui bahwa tuberkulosis mempengaruhi paru-paru, tetapi jarang mengetahui bahwa TB dapat mempengaruhi tulang belakang. Penyakit ini dikenal sebagai penyakit Pott. Pasien penyakit Pott sering diresepkan dengan beberapa obat anti-tuberkulosis dalam formulasi obat tunggal dan kombinasi biner. Namun, beberapa pasien menjadi resisten terhadap obat anti-tuberkulosis karena penggunaan yang tidak tepat. Kekhawatiran telah dikemukakan oleh peneliti mengenai degradasi rifampisin (RIF) yang disebabkan oleh oksigen. Obat tunggal dan biner yang tidak stabil dan tidak aktif dapat mengganggu efektivitas pengobatan dan meningkatkan kemungkinan resistensi obat pada pasien. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), untuk penentuan stabilitas obat anti tuberkulosis tunggal dan biner dalam 4 jam, digunakan untuk menyelidiki degradasi obat anti-tuberkulosis (OAT) di dalam larutan PBS pada pH 7.4 di suhu kamar dengan variasi H2O2 (0%, 0,3%, 3%, dan 30% b/v). RIF terdegradasi hingga 14.92% setelah ditambahkan H2O2 3% dan menghasilkan turunan RIF-Q dengan konsentrasi sebesar 4.57 PPM, 3.38 PPM, 2.52 PPM, and 0.87 PPM untuk variasi H2O2 0%, 0,3%, 3%, dan 30% b/v. Setelah ditambahkan H2O2 3% INH, PZA, dan ETH terdegradasi sebesar 5.70%, 13.58%, dan 3.48% secara berurutan. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa semua OAT tunggal dan biner terdegradasi, tidak tahan oksidasi alami, dan oksidasi H2O2. Oleh karena itu, semua obat membutuhkan antioksidan alami seperti gingerol, kurkumin, mangostin, dan asam askorbat sebagai penstabil untuk menstabilkan obat.

Most people knew that tuberculosis affect the lungs, but rarely knew it may affect other sites including spine. The disease is known as the pott’s disease. Pott’s disease patients are often prescribed with a few anti-tubercular drugs in a single and binary drug formulation. Concern has been arises regarding the degradation of rifampicin (RIF) caused by oxygen that produce inactive rifampicin quinone (RIF-Q) and isonicotinyl hydrazone (HYD) in the presence of isoniazid (INH). Unstable and inactive single and binary drugs may compromise treatment effectiveness and enhance the possibility of drug resistance in patient. An HPLC method, for the determination of single and binary anti-tuberculosis drugs stability in 4 hours, was employed to investigate the degradation in PBS solution at pH 7.4 in ambient temperature with H2O2 variation (0%, 0.3%, 3%, and 30% w/v). RIF degraded up to 14.92% after 3% H2O2 was added and produced RIF-Q with concentrations of 4.57 PPM, 3.38 PPM, 2.52 PPM, and 0.87 PPM for 0%, 0.3%, 3%, and 30% w/v H2O2. Meanwhile, INH, PZA, and ETH degraded by 5.70%, 13.58%, and 3.48%, respectively after 3% H2O2 was added. It was found that all single and binary anti- tuberculosis drugs are degraded, did not resist natural oxidation, and H2O2 oxidation. Therefore, all drugs need natural antioxidant such as gingerol, curcumin, mangostin, and ascorbic acid the stabilizer to stabilize the drugs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melitta Setyarani
"ABSTRAK
Pendahuluan: Meningkatnya prevalensi TB muskuloskeletal tidak sejalan dengan tingginya efek samping dan resistensi MDR TB obat oral. Studi ekperimental pembuatan OAT lokal berteknologi lepas lambat dengan enkapsulasi PLGA dan alginate belum pernah dilakukan. Bersifat gelatisasi, dan non toxic; membuat PLGA dan Alginate diharapkan menjadi solusi.
Metode: Studi eksprerimental in vitro pembuatan Rifampisin RIF , Isoniazid INH , Pirazinamid PYR , dan Etambutol ETH enkapsulasi PLGA RIF dan PLGA-Alginate PYR, ETH, INH . Serbuk OAT enkapsulasi dan plasma dimasukkan dalam media release dialyzer dan baker glass; di ekstraksi pada hari ke 1,3,5, dan 7. Pembacaan kadar menggunakan HPLC kolom RP C18e UV-Vis.
Hasil: Telah diperoleh model carrier Alginate dan PLGA untuk release lepas lambat OAT. Kadar OAT enkapsulasi pada dialyzer dan beaker glass terdeteksi pada hari 3. Kadar OAT enkapsulasi pada dialyzer meningkat sampai hari 7, begitu pun pada baker glass, meski konsentrasi pada dialyzer lebih tinggi. Kadar OAT tanpa enkapsulasi menunjukkan pelepasan secara langsung, dengan kadar 8300 g/mL ditinjau pada hari 1, 3, 5, dan 7. Perbedaan kadar kelompok enkapsulasi dan tanpa enkapsulasi bermakna pada RIF p=0,029 , INH p=0,02 , PYR p=0,02 , ETH p=0,029 , dan pada hari 1 p=0,029 , hari 3 p=0,02 , hari 5 p=0,026 , hari 7 p=0,02 .
Pembahasan: PLGA dan Alginate dapat pakai untuk enkapsulasi OAT. Terdapat peningkatan kadar OAT enkapsulasi pada dialyzer pada hari 1 sampai 7. Hal tersebut menunjukkan bahwa OAT dengan enkapsulasi Alginate-PLGA memiliki sifat slow release sehingga dengan validasi metode yang tepat, teknologi ini dapat digunakan sebagai terapi lokal spondilitis TB.

ABSTRACT
Introduction: Increasing prevalence of musculoskeletal TB is not parallel with its extreme side effects and resistance MDR TB of oral drugs. Experimental study regarding slow release local anti tuberculosis drugs ATD using PLGA and alginate encapsulation never been performed. It rsquo;s gelatization ability and non-toxic properties; making it expected to be a solution.
Methods: In vitro study Rifampicin RIF , Isoniazid INH , Pyrazinamide PYR , Etambutol ETH encapsulated using PLGA and Alginate. Encapsulated ATD powder plus human plasma was put on dialyzer and baker glass; extracted on day 1,3,5, and 7. ATD amount analyzed using HPLC RP C18e with UV-Vis dectector.
Results: Alginate and PLGA carrier model for ATD are available. Encapsulated ATD level on dialyzer and baker glass detected on day 3. Encapsulated ATD- dialyzer levels increased until day 7, so did on baker glass, although concentrations in dialyzer were higher. Uncapsulated ATD levels observed on day 1, 3, 5, and 7 at similar concentrations of 8300 g/mL. Significant difference levels of encapsulated and uncapsulated group in RIF p = 0.029 , INH p = 0.02 , PYR p = 0.02 , ETH p = 0.029 , and on day 1 p = 0.029 , day 3 p = 0,02 , day 5 p = 0,026 , day 7 p = 0,02 .
Discussion: PLGA and Alginate is available for ATD encapsulation. An increase in encapsulated ATD levels in the dialyzer on days 1 to 7 suggests that ATD with Alginate-PLGA encapsulation has a slow release property can be used as preliminary study of local TB therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>