Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11294 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nisrina Hanin
"Penelitian ini membahas tata bahasa penanda modalitas intensional dalam bahasa Korea melalui pendekatan konteks situasi. Empat tata bahasa penanda modalitas intensional bahasa Korea yang dibahas adalah -gess-, -eul geos, -eulge, dan -eullae. Bagi pemelajar bahasa Korea, keempat tata bahasa penanda modalitas intensional dalam bahasa Korea tersebut memiliki kerumitan tersendiri saat digunakan dikarenakan kemiripan makna yang dimilikinya. Akan tetapi, belum ditemukan adanya penelitian yang membahas tata bahasa tersebut dalam bahasa Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tata bahasa penanda modalitas intensional di dalam korpus drama dan menganalisis konteks situasi yang menggunakan empat tata bahasa penanda modalitas intensional dalam bahasa Korea tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini menggunakan korpus naskah drama berjudul `Jinsimi Data`. Melalui penelitian ini, dapat diidentifikasi 198 kali kemunculan tata bahasa penanda modalitas intensional, yang dapat diklasifikasikan secara rinci berdasarkan subyeknya. Pada subjek orang pertama, penanda modalitas -gess- muncul sebanyak 66 kali; -eul geos 31 kali; -eulge 64 kali; dan -eullae 4 kali. Sementara pada subjek orang kedua, -gess- muncul sebanyak 16 kali; -eul geos 10 kali; dan -eullae 7 kali. Pada penelitian ini diklasifikasikan 9 konteks situasi menggunakan kalimat deklaratif dan 5 konteks situasi menggunakan kalimat interogatif.
This research discusses intentional modality expressed in Korean grammar through context of situation approach. Four of the Korean grammar that express intentional modality that are being discused here are -gess-, -eul geosi-, -eulge(yo), and -eullae(yo). Korean learners face difficulties in distinguishing these expressions due to their own similar meaning. However, research that discuss intentional modality expressed in Korean grammar has not been conducted in Indonesian. The purpose of this research is to identify Korean grammars that express intentional modality inside the drama script and analyze the contexts of situation which use intentional modality marker. The method used in this research is qualitative descriptive method with literature review. The corpus of this research is a script from drama titled `Jinsimi Data`. Through this research, intentional modality`s frequency is identified 198 times according to its subject. In first person subject, -gess- appears 66 times; -eul geos 31 times; -eulge 64 times; and -eullae 4 times. The frequency of intentional modality in second person subject shows that -gess- appears 16 times; -eul geos 10 times; and -eullae 7 times. This research also classified 9 contexts of situation that appear with declarative sentence and 5 contexts of situation that appear with interrogative sentence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Lityaningrum
"Dalam bahasa Jawa Malang, pemarkah modal kudu dapat mengandung lebih dari satu makna. Kudu dapat digunakan sebagai pemarkah modalitas deontik keharusan ‘harus’ dan pemarkah modal dinamik keinginan ‘ingin’. Gejala ini menarik karena dalam penelitian modalitas bahasa Jawa Paciran dan Semarang yang ditemukan, kudu hanya mengandung makna deontik. Dalam makalah ini, akan dibahas konteks sintaktis dan konteks semantis yang membedakan makna kudu. Data makalah ini berupa kalimat-kalimat yang menggunakan bahasa Jawa Malang dan mengandung kududalam cuitan @pakantono, @DJabrooo, @cak_sugenk, @makmurcafee, dan @nonikmenieszt tahun 2019 hingga Februari 2022. Kalimat-kalimat tersebut selanjutnya dianalisis dengan memeriksa ciri sintaktis dan semantisnya. Dari analisis, jenis kalimat dan jenis agen adalah konteks yang dapat menentukan kudu mengandung makna deontik. Jenis kalimat yang dapat menentukan kudu deontik adalah kalimat deklaratif negatif, interogatif, dan imperatif, sedangkan jenis agen yang dapat menentukan kudu deontik adalah agen insani (pronomina persona kedua, dan ketiga) dan agen noninsai. Terlepas dari konteks kalimat (pragmatik), kudu deontik dapat diprediksi melalui penggabungan dua aspek, yaitu jenis kalimat dan jenis agen.

In Malang Javanese, kudu can contain more than one meaning. Kudu can be used as deontic modality of ‘must’ obligative and dynamic modality of ‘want’ volitive. These phenomena offer fascinating research because kudu only contains a deontic meaning in the previous studies of Paciran and Semarang Javanese. This article discusses the syntactic and the semantic context that distinguishes the meaning of kudu. The data is in the form of sentences that use Malang Javanese and contain kudu. Moreover, the data were taken from Tweets 2019 until February 2022 of @pakantono, @DJabrooo, @cak_sugenk, @makmurcafee, and @nonikmenieszt. The sentences were further analyzed by identifying their syntactic and semantic features. From the analysis, types of sentences and agents are contexts that can determine kudu contains deontic meanings. The types of sentences that can determine deontic kudu are negative declarative, interrogative, and imperative sentences. The types of agents that can determine deontic kudu are human agents (the second and third person pronouns) and non-human agents. Regardless of the context of the sentence (pragmatic), the deontic kudu can be predicted by combining the type of sentences and agents."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rheza Rivana
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan modalitas interpersonal yang ada pada setiap ujaran yang disisipi partikel final ze. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Data diambil dari novel Botchan. Data diklasifikasikan atas ujaran kepada petutur superior dan ujaran kepada petutur inferior. Berdasarkan analisis yang dilakukan, partikel final ze cenderung digunakan untuk memperlihatkan sikap solidaritas atau kedekatan hubungan dengan petutur. Temuan pada data menunjukan bahwa unsur solidaritas tidak mempengaruhi pilihan ujaran terhadap petutur superior.

ABSTRACT
The purpose of this research is to explain interpersonal modality on each speech which attached by sentence final particle ze. The method used by this research is qualitative method with descriptive analytic. Data taken from Novel of Botchan. Data on this research divided by superior audience aim speech and inferior audience aim speech. Based from the study of research indicated that the sentence final particle ze shows solidarity attitude or intimate relationship with audience. The result of data indicates that the solidarity elemental cannot influenced the speech option to superior audience."
2017
S68622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Zahid Abiduloh
"ABSTRAK
Penulis akan mendiskusikan kritik dari John Searle dan Hilary Putnam terhadap fungsionalisme komputasional, dan mencoba untuk mempertahankan akuntabilitas fungsionalisme komputasional tentang fitur intensional dari mind di hadapan eksperimen pikiran Chinese Room dan Twin Earth. Kritik Searle dan Putnam sama-sama menyasar akuntabilitas fungsionalisme komputasional tentang fitur intensional dari mind dalam kasus propositional attitude. Penulis akan mengajak para pembaca untuk sampai pada permasalahan mental content, beserta dua nosi konten yang ada didalamnya: narrow content dan wide content. Secara konten, penelitian ini dibagi menjadi dua: mendiskusikan kecukupan sistem komputasional dalam menghasilkan intensionalitas, serta mendiskusikan keabsahan penjelasan holistik-internal terhadap propositional attitude. Dengan perhatian pada input dan output, fungsionalisme komputasional membuka diri atas pembacaan non-individualistik tentang konten yang mana kesebandingan konten bahasa-natural dan computational content dilandaskan pada penyelidikan empiris tentang ketepatan perilaku suatu sistem komputasional dengan lingkungan normalnya. Dalam hal ini, semantik kausal mengindikasikan semantik denotasional.

ABSTRACT
The author will discuss the criticisms of John Searle and Hilary Putnam on computational functionalism, and try to maintain accountability of computational functionalism about the intentional features of mind before the 39 Chinese Room 39 and 39 Twin Earth 39 thought experiments. Searle and Putnam criticisms both target the accountability of computational functionalism about the intentional features of the mind in the case of propositional attitudes. The author will invite readers to arrive at mental content issues, along with two content noses inside narrow content and wide content. By content, this study is divided into two discussing the adequacy of computational systems in generating intentionality, as well as discussing the validity of the holistic internal explanation of the propositional attitudes. With attention to input and output, computational functionalism opens up to non individualistic readings of content in which the compatibility of natural language contents and computational contents are based on empirical investigations of the precise behavior of a computational system with its normal environment. In this case, causal semantics denotes denotational semantics."
2017
S69953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardilla Dinaresty
"Gelombang budaya Korea Hallyu dewasa ini merupakan fenomena yang telah menyebar di dunia, khususnya di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hal ini membawa dampak yang cukup signifikan dalam berbagai bidang, salah satunya bahasa. Skripsi ini memberikan gambaran mengenai konteks sosial yang berperan terhadap individu yang belajar bahasa Korea. Dengan menggunakan metode kualitatif berupa wawancara mendalam dan observasi, penelitian ini dilakukan kepada individu pembelajar bahasa Korea di Lembaga Korean Cultural Center KCC Indonesia dan Konsa Korea-Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konteks sosial perkembangan kebudayaan Korea di Indonesia berperan pada keputusan individu untuk belajar bahasa Korea. Keputusan individu ini juga termasuk dalam proses komodifikasi, konsumerisme dan komoditas fetishisme.

The Korean Culture Wave Hallyu nowadays is a spreading phenomenom around the world, especially in Southeast Asia Indonesia included. This phenomenom brought significant influence in many fields, including language. This research describes the social contexts that affect individual taking Korean language course. Using qualitative methods which are in depth interview and observation, this study uses sample from students from Korean Cultural Center KCC Indonesia and Konsa Language Course Institute as participant. Result from this study shows that social contexts, such as Korean culture development in Indonesia, influences the participant rsquo s decision also get affected by other factors such as commodification process, consumerism, and commodity fetishism.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Alwi
"Pandangan dan tafsiran mengenai modalitas sering berbeda antara ahli yang satu dan ahli yang lain. Seperti yang dikutip oleh Perkins (1983:6) dari Ackrill (1983), Aristoteles merupakan ahli yang pertama kali menyatakan gagasan atau buah pikiran mengenai apa yang sekarang disebut modalitas itu. Dengan menggunakan sudut pandang yang didasari oleh logika modal {modal logic), Aristoteles menyebutkan keperluan (necessity), kemungkinan (possibility), dan ketakmungkinan (impossibility) sebagai permasalahan modalitas. Dua pengertian yang disebutkan pertama, yaitu keperluan dan kemungkinan, oleh sebagian ahli bahkan dianggap sebagai masalah utama dalam sistem modalitas (Geerts dan Malls, 1978: 108; Lyons, 1977:787; Palmer, 1979:8).
Maingueneau (1976:112) menyoroti modalitas tidak hanya dari sudut logika karena menurut pendapatnya, modalitas pikiran (modalite Iogique) perlu dibedakan dari modalitas apresiatif (modalite appreciative). Yang dimaksudkannya dengan modalitas pikiran ialah sikap pembicara yang menggambarkan, antara lain, kebenaran (la verite), kementakan atau kebolehjadian (la probabilite), dan kepastian (la certitude), sedangkan yang menggambarkan perasaan gembira (1'heureux) dan sedih (le triste) digolongkannya ke dalam modalitas apresiatif."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
D14
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Pratiwi
"[ ABSTRAK
Perusahaan Kraft Foods adalah pemimpin dalam industri makanan ringan , dan Oreo menjadi salah satu merek mereka yang paling dikenal dan menjadi ikon sampai saat ini . Laporan ini adalah analisis situasi dari Oreo di pasar biskuit manis . Setelah dilakukan beragam analisis , kami telah mengumpulkan informasi tentang posisi , kinerja , dan potensi Oreo di pasar .
Mempertimbangkan tiga faktor penentu keberhasilan - mempertahankan citra yang baik , jaringan distribusi global, dan inovasi produk dan rasa - kami berpendapat bahwa Oreo adalah merek mereka yang sangat mampu dan kuat .
Dari analisis industri kami menemukan bahwa Kraft adalah pemimpin di industrinya; memegang 37 % pangsa pasar , dengan pesaing utama yaitu: Kellogg , Campbell Soup Company dan McKee Foods Corporation . Walaupun industri biskuit manis ini telah masuk dalam tahap dewasa , potensi pertumbuhan penjualan tetaplah sama . Dengan menggunakan model lima kekuatan dari Michael Porter , kami menyimpulkan bahwa pasar biskuit manis adalah pasar yang sangat menarik untuk di masuki .
Dibandingkan dengan pesaingnya , Kraft tampaknya berada dalam situasi keuangannya yang terbaik; menghasilkan $ 54,400,000,000 dalam bentuk penjualan , memiliki $ 2,000,000,000 tersedia dalam bentuk tunai , dan mampu menjaga perbandingan rasio utang dengan persentase terendah sebesar 65 % .
Faktor kesehatan merupkan salah satu kekhawatiran terbesar dari Kraft . Walaupun konsumen masih memilih Oreo sebagai merek bisuit manis mereka , populernya tren rendah lemak dan kesadaran masyarakat akan kesehatan dapat mengancam penjualan merek tersebut. Tapi ini dijadikan Oreo sebagai suatu potensi yang bisa digali lebih lanjut. Disamping masalah kesahatamn, penurunan keuntungan dari Kraft, dan ketidakmampuan mereka untuk memaksimalkan para penjual grosiran dan supermarket-supermarket adalah area-area yang juga mengkhawatiran dari merek ini.
Kami menyarankan agar Oreo memanfatkan kesadaran masyarakat akan mereknya serta loyalitas mereka yang kuat, untuk melebarkan konsumsi Oreo sebagai makanan ringan di sekolah melalui penggunaan mesin-mesin penjual, dan juga bermitra dengan sekolah-sekolah lokal . Hal-hal ini akan membantu menjaga Oreo dari potensi gangguan-gangguan distribusi.
Kami juga merekomendasikan Kraft untuk memperluas tanggung jawab perusahaan mereka untuk menarik konsumen yang peduli akan komunitas disekitarnya. Ini dapat dicapai melalui kompetisi dengan kompetitor-kompetitornya , keterlibatan dalam program lingkungan masyarakat , atau melalui dukungan dari selebriti .
Terakhir, kami menyarankan Oreo untuk berinvestasi di teknologi-teknologi baru untuk menyalurkan selera alternatif dari pasar, dan memanfaatkan media sosial untuk melacak perubahan preferensi konsumen .
Keunggulan kompetitif dari Oreo adalah merek premiumnya yang berkualitas, dan bernilai tinggi di mata konsumen . Pilihan produknya yang luas, dan ketersediaannya yang sangat tinggi di pasar internasional adalah alat strategis yang dapat dimanfaatkan Kraft untuk meraih kesuksesan di masa depan .
ABSTRACT Kraft Foods Inc. is a leader in the snack food industry, Oreo being one of their most recognised and iconic brands to date. This report is a situational analysis of Oreo in the sweet biscuit market. Having performed a spectrum of analyses, we have gathered information about Oreo’s position, performance and potential in the market.
Taking into consideration the top three critical success factors - maintaining good brand image, global distribution network and product innovation and taste - we feel Kraft Oreo is a very capable and strong company.
The industry analysis found that Kraft is the business market leader, holding 37% market share with their top competitors being Kellogg’s, Campbell Soup Company’s and McKee Foods Corporation’s. While the industry is in maturity, sales growth potential remains. Utilizing Michael Porter’s five-force model, we have concluded that the sweet biscuit market is very attractive.
Relative to its competitors, Kraft appears to be in the best financial situation: generating $54.4 billion in sales, $2 billion available in cash, and maintaining the lowest comparative debt ratio of 65%.
The health factor of choosing Oreo is one of the company’s biggest concerns. While consumers still choose to buy Oreo products, the expansion of the low fat and healthy conscious product line is very opportune. The decline in Kraft’s profit margin and the inability to successfully rely on wholesalers and supermarkets are areas of concern.
We recommend using Oreo’s strong brand awareness and loyalty to entrench consumption of Oreos as a school-snack through the use of vending machines and creating partnerships with local schools. This will help maintain any potential distribution disruptions.
We similarly recommend Kraft to expand corporate responsibility to appeal to community conscious consumers, which can be achieved through competitions, involvement in public environmental programs, or celebrity endorsements.
Finally, we recommend further investment to me made in technological ventures with regard to alternative tastes for niche markets and utilizing social media to track changing consumer preferences.
Kraft Oreo’s competitive advantage is that they are a premium-quality brand and highly valued amongst consumers. The wide product variety and extreme accessibility in international markets is a strategic tool to be used to create future success., Kraft Foods Inc. is a leader in the snack food industry, Oreo being one of their most recognised and iconic brands to date. This report is a situational analysis of Oreo in the sweet biscuit market. Having performed a spectrum of analyses, we have gathered information about Oreo’s position, performance and potential in the market.
Taking into consideration the top three critical success factors - maintaining good brand image, global distribution network and product innovation and taste - we feel Kraft Oreo is a very capable and strong company.
The industry analysis found that Kraft is the business market leader, holding 37% market share with their top competitors being Kellogg’s, Campbell Soup Company’s and McKee Foods Corporation’s. While the industry is in maturity, sales growth potential remains. Utilizing Michael Porter’s five-force model, we have concluded that the sweet biscuit market is very attractive.
Relative to its competitors, Kraft appears to be in the best financial situation: generating $54.4 billion in sales, $2 billion available in cash, and maintaining the lowest comparative debt ratio of 65%.
The health factor of choosing Oreo is one of the company’s biggest concerns. While consumers still choose to buy Oreo products, the expansion of the low fat and healthy conscious product line is very opportune. The decline in Kraft’s profit margin and the inability to successfully rely on wholesalers and supermarkets are areas of concern.
We recommend using Oreo’s strong brand awareness and loyalty to entrench consumption of Oreos as a school-snack through the use of vending machines and creating partnerships with local schools. This will help maintain any potential distribution disruptions.
We similarly recommend Kraft to expand corporate responsibility to appeal to community conscious consumers, which can be achieved through competitions, involvement in public environmental programs, or celebrity endorsements.
Finally, we recommend further investment to me made in technological ventures with regard to alternative tastes for niche markets and utilizing social media to track changing consumer preferences.
Kraft Oreo’s competitive advantage is that they are a premium-quality brand and highly valued amongst consumers. The wide product variety and extreme accessibility in international markets is a strategic tool to be used to create future success.]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Elizar Ayu Putri
"Salah satu pembunuhan yang menjadi sorotan publik pada tahun 2009 adalah kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Baekuni alias Babeh terhadap empat belas orang anak jalanan berusia 8sampai 12 tahunpada periode1993-2009. Diketahui bahwa terdapat konteks situasional tertentu yang membawa korban dan pelaku dalam peristiwa kejahatan.Oleh karenanya perlu dilihat konteks situasional, dibatasi pada aspek spasial dan temporal, yang memungkinkan terjadinya pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh. Crime event perspective untuk memahami bahwa kejahatan terjadi karena adanya pelaku, korban, dan konteks situasional.Crime pattern theory digunakan untuk memahami bahwa kejahatan tidak terdistribusi secara acak dalam tempat dan waktu, melainkan terpola.Rational choice theory kemudian digunakan untuk memahami bahwa pembunuh berantai dalam melakukan kejahatannya juga didasarkan pada pertimbangan yang rasional. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara dengan para narasumber dan observasi secara langsung di lokasi kejahatan dan data sekunder yang diperoleh dengan melakukan studi pustaka berupa artikel jurnal, hasil penelitian, dan data lain yang relevan. Temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah bahwa Baekuni alias Babeh melakukan tahapan pembunuhannya di beberapa tempat berbeda, yakni victim encounter site, point of first encounter, murder site, body dump site, dan vehicle drop site.Baekuni dan korban bertemu di tempat dan waktu dimana mereka melakukan aktivitas rutin.Korban diserang oleh Bakeuni di tempat dan waktu korban melakukan aktivitas rutin.Pembunuhan terjadi di tempat dan waktu ketika tidak ditemukan adanya social deterrent of crime.Jasad korban dibuang oleh Baekuni di tempat yang jauh dari rumah pada waktu malam dan dini hari ketika tidak ada social deterrent of crime. Pada situasi tertentu, Baekuni menggunakan kendaraan umum untuk memindahkan jasad korban dari lokasi pembunuhan dan turun di tempat tidak jauh dari tempat ia membuang jasad korban pada saat ada social deterrent of crime. Kesimpulannya, pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh tidak terdistribusi secara acak dalam ruang dan waktu melainkan terpola dengan jelas pada ruang dan waktu tertentu.
One of murder cases that became the public spotlight in 2009 is a case of serial murder committed by Baekuni aka Babeh to fourteen street children aged 8 to 12 years in the period 1993-2009. It is known that there are specific situational contexts that bring victims and perpetrators in the crime scene. Therefore situational context should be examined, restricted on the spatial and temporal aspects, which enables the serial killings by Baekuni aka Babeh. Crime event perspective is used to understand that the crime occurred because of the offender, the victim , and the situational context . Crime pattern theory is used to understand that crime is not randomly distributed in space and time, but patterned. Rational choice theory is then used to understand that the serial killer in doing crime is also based on rational considerations. This study is a qualitative research . The data used in this research is primary data obtained from interviews with the speakers and direct observations at the crime scene and secondary data obtained by studying the literature in the form of journal articles, research, and other relevant data. The finding from the research is that Baekuni aka Babeh do stages murder in several different place, which are victim encounter site, the point of first encounter , murder site , body dump site , and vehicle drop site . Baekuni and his victims met at a place and time where they did their routine activities. The victims were attacked by Baekuni in place and time where victims did their routine activities . The killings took place in a place and time when there was no social deterrent of crime. The bodies were disposed by Baekuni in a place away from home during the night and early morning when there was no social deterrent of crime. In certain situations, Baekuni used public transportation to transport the bodies from the murder scene and got off at a place not far from where he dumped the bodies of victims where there was no social deterrent of crime. It is necessary to conduct further researches using the data obtained from this study to enrich the study of the situational context of serial murder, especially the spatial and temporal aspect."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairrudin Nurfrianto
"ABSTRAK
Dalam Bahasa Mandarin, terdapat kata yang memiliki kemiripan makna, contohnya adalah kata 连
忙liánmáng dengan kata 赶忙gǎnmáng. Makna dari kedua kata ini mirip, yakni ‘segera’, ‘buruburu’.
Di dalam kalimat, keduanya berfungsi untuk menjelaskan suatu perbuatan yang dilakukan
secara terburu-buru. Penelitian ini membahas konteks pemakaian dari kedua kata tersebut.
Penelitian ini menggunakan Teori Konteks Situasi yang dikemukakan oleh Halliday-Hasan (1992).
Berdasarkan penelitian, ditemukan ada perbedaan konteks pada pemakaiannya, yakni dalam medan
wacana kedua kata tersebut.

ABSTRACT
In Mandarin, there are words that have similar meaning, such as 连忙liánmáng and 赶忙
gǎnmáng. The meaning of these words is ‘promptly’, ‘hastily’. In a sentence, both are used to
describe an action, which is done hastily. This research analyzes the use of context in those two
words. The research used The Theory of Context of Situation, which is proposed by Halliday-Hasan
(1992). Based on the analysis, there is differentiation in terms of the context on its application, that
is in the field of discourse to both words."
Depok: [Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;;, ], 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Theodora Prabarini
"Penelitian mengenai interferensi pada pemilihan kata sapaan orang kedua tunggal bahasa Jerman dilakukan di FSUI, Jakarta, pada bulan Oktober 1987 sampai Januari 1988. Penelitian ini dilakukan guna melihat kecenderungan interferensi yang dilakukan responden dalam memilih bentuk kata sapaan orang kedua tunggal Bahasa Jerman. Selain itu juga diteliti pengaruh latar belakang sosial budaya seorang penutur yang mempelajari bahasa asing, terutama segi-segi semantis. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner/angket yang disebarkan baik secara langsung maupun tak langsung. Dari penyusunan kuesioner, penarikan sampel sampai pengolahan data juga dijelaskan.
Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa responden memang sering merancukan pemilihan kata sapaan orang kedua tunggal bahasa Jerman. Interferensi tersebut terlihat ketika responden bertutur sapa baik dalam situasi resmi maupun tidak resmi kepada kawan bicara yang status sosialnya bervariasi. Penyebab terjadinya interferensi tersebut karena (1) Latarbelakang sosial budaya yang berbeda (2) Kemultibahasaan responden (3) Kurang mengenalnya sistem budaya bahasa asing yang dipelajari (4) Masih sedikitnya pemahaman bahasa asing yang dipelajari."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S14734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>