Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136611 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ravi Naldi
"Paduan Mg-9Al-1Zn (AZ91) merupakan paduan logam ringan yang digunakan dalam industri otomotif. Masalah utama dari paduan ini adalah memiliki ketahanan mulur yang rendah. Solution treatment merupakan salah satu metode yang efektif untuk meningkatkan ketahanan mulur logam. Pengaruh solution treatment terhadap sifat mekanik dan sifat korosi paduan as-cast AZ91 diteliti dengan menggunakan uji creep, hardness, elektrokimia, dan hilang berat. Solution treatment dilakukan pada suhu 420°C selama 2 jam kemudian dilakukan pendinginan cepat dalam air. Perubahan struktur mikro dan komposisi paduan diamati dengan mikroskop optik, scanning electron microscopy (SEM), energy dispersive X-ray (EDX) dan X-ray diffraction (XRD). Paduan as-cast AZ91 terdiri dari fasa α-Mg sebagai matrik dan fasa β (Mg17Al12) yang tersebar di sepanjang batas butir. Ukuran butir yang berbentuk sama sumbu (equiaxed) berada pada rentang 40-100 µm. Pengurangan fraksi volume fasa β yang signifikan terjadi setelah solution treatment dimana ukuran fasa β mengecil dan terdistribusi secara acak pada batas butir dan matrik. Solution treatment menyebabkan perbesaran pada butir logam menjadi berukuran 100-500 µm.
Hasil uji hilang berat menunjukkan bahwa laju korosi pada paduan as-cast didapatkan sebesar 179 mmpy kemudian meningkat setelah diberi perlakuan solution treatment menjadi 270 mmpy. Pontensial korosi bebas (open circuit potential) paduan turun setelah solution treatment.
Hasil uji polarisasi potensiodinamik tidak menunjukkan perubahan yang berarti setelah solution treatment. Namun hasil uji impedansi (electrochemical impedance spectroscopy) menunjukkan turunnya nilai impedansi paduan setelah solution treatment. Turunnya ketahanan korosi setelah solution treatment disebabkan oleh berkurangnya fasa β(Mg17Al12) yang berperan dalam menahan laju korosi. Nilai kekerasan paduan as-cast AZ91 yaitu sebesar 61,68 HV turun menjadi 60,66 HV setelah solution treatment.
Hasil uji creep menunjukkan bahwa waktu mulur putus paduan as-cast AZ91 terjadi 10 kali lebih cepat dari paduan yang telah mengalami solution treatment. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya fasa β yang memiliki titik leleh yang lebih rendah disbanding Mg. Perlakuan solution treatment menurunkan ketahanan korosi paduan AZ91 namun dapat meningkatkan ketahanan mulur paduan.

Alloy Mg-9Al-1Zn (AZ91) is a lightweight metal alloy used in the automotive industry. The main problem with this alloy is that it has low creep resistance. Solution treatment is an effective method for increasing metal creep resistance. The effect of solution treatment on the mechanical properties and corrosion properties of AZ91 as-cast alloys was studied using creep, hardness, electrochemical, and weight loss tests. Solution treatment was done at 420 ° C for 2 hours followed by water colling. Changes in microstructure and alloy composition were observed with optical microscopy, scanning electron microscopy (SEM), energy dispersive X-ray (EDX) and X-ray diffraction (XRD). The as-cast AZ91 alloy consists of the α-Mg phase as the matrix and β phase (Mg17Al12) which are spread along the grain boundary. The size of the axle-shaped grain (equiaxed) is in the range of 40-100 µm. Significant reduction of β phase volume fraction occurs after the solution treatment where the phase size of β decreases and is distributed randomly at the grain boundary and matrix. Solution treatment causes enlargement of metal grains to be 100-500 µm in size.
The results of the weight loss test showed that the corrosion rate in as-cast alloys was obtained at 179 mmpy then increased after being treated with a solution treatment to 270 mmpy. Open circuit potential of the alloy drops after the solution treatment.
Potentiodynamic polarization test results show no significant change after the solution treatment. However, the results of electrochemical impedance spectroscopy show a decrease in the value of the alloy impedance after the solution treatment. The decrease in corrosion resistance after the solution treatment is caused by the reduction of the β phase (Mg17Al12) which plays a role in holding down the corrosion rate. The hardness value of AZ91 as-cast alloy which is equal to 61.68 HV drops to 60.66 HV after the treatment solution.
The creep test results show that the creep fracture time of AZ91 as-cast alloy occurs 10 times faster than the alloy that has undergone a solution treatment. This is caused by a reduction in the β phase which has a lower melting point compared to Mg. The solution treatment treatment reduces the corrosion resistance of AZ91 alloys but can increase alloy creep resistance.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febi Dwi Antony
"Dalam pengelasan dan tahapan fabrikasi, proses perbaikan pengelasan (repair welding) diperlukan untuk menghilangkan cacat pengelasan. Penelitian ini berfokus pada pengaruh pengelasan perbaikan berulang terhadap struktur mikro, sifat mekanik, dan ketahanan korosi pada lingkungan klorida dari Duplex Stainless Steel (DSS) UNS S31803. Pengelasan perbaikan menggunakan kombinasi pengelasan manual GTAW dan SMAW dilakukan sebanyak tiga kali dengan rata-rata masukan panas sebesar 1,5 – 1,8 KJ/mm. Adapun pengujian yang dilakukan antara lain uji kekerasan mikro Vickers, impak Charpy pada temperatur -40 °C, uji celup pada larutan FeCl3.6H2O serta uji polarisasi linier. Selanjutnya, pengamatan area hasil lasan dan terkorosi dilakukan menggunakan SEM serta karakterisasi komposisi kimia lokal menggunakan EDS.
Hasil pengujian mekanik menunjukkan bahwa pengelasan perbaikan berulang tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sifat mekanik. Sedangkan dari pengujian korosi didapatkan bahwa pengelasan perbaikan berulang menurunkan ketahanan korosi dari hasil lasan DSS ditandai dengan laju korosi tertinggi dan penurunan nilai potensial pitting (Epit) terbesar pada perbaikan ketiga. Lebih lanjut, pengamatan struktur mikro dilakukan pada hasil lasan dan area terkorosi untuk mengetahui pengaruh pengelasan perbaikan berulang pada DSS UNS S31803, mengingat sampai saat ini pengelasan perbaikan pada DSS dibatasi hanya diperbolehkan satu kali.

During welding and also in the stages of fabrication, welding repair required to eliminate the welding defects present. This paper focuses on the effect of multiple repair welding on microstructure and mechanical properties of Duplex Stainless Steel UNS S31803. Three times welding repair were performed using combination of GTAW and SMAW with average of heat input around 1.5-1.8 kJ/mm. After welding, the test samples were prepared for microhardness test, Charpy impact test, weight loss test in FeCl3.6H2O linier polarization test, and SEM/EDS examinations.
The results showed that multiple repair welding has no significant effect to the mechanical properties, which indicated by no noticeable increment or reduction of Charpy impact value neither Vickers microhardness between each welding repair. For corrosion point of view, the third repair experienced the significant weight loss and highest reduction of Epit. Furthermore, the morphology of microstructure and corroded area in weld metal and heat affected zone were also investigated to achieve more understanding regarding the effect of multiple repairs to the properties of Duplex weldment. Bearing in mind that at the moment, carrying out just one repair per welded joint for Duplex Stainless Steel is advised as the limiting condition.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T51850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Rita Adriana
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S41093
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andika Andianto
"Lapis Iindung dengan pengecatan adalah salah satu cara yang paling banyak dipakai untuk mencegah terjadinya korosi. Ketebalan lapisan dan konsentrasi dari inhibitor pada Iapisan cat adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dari suatu sistem pengecatan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan cat dan pengaruh konsentrasi inhibitor Zn3(PO4)2 terhadap kebzotan adlzesif dan kemhanan korosi dad lapisan cat.
Variasi ketebalan cat yang digunakan adalah 50pm, 75pm, dan 100pm dengan konsentrasi inhibitor Zn3(PO4)2 0%, 15% dan 30%. Proses pelapisan benda uji dilakukan dengan cara disemprot dengan Spraying Gun setelah sebelumnya dilakukan persiapan permukaan dengan Sand Blasting. Ketebalan kering lapisan cat (Dry Film Thickness) diukur dengan mengunakan alat Magnetic Elcometer A5134 D U86-SZ Pengujian ketahanan korosi dilakukan dengan metode Salt Spray ASTM B 117-85 selama 504 jam, sedangkan untuk mengetahui kekuatan adhesif dari Iapisan cat dilakukan dengan metode Pull-Off Strength ASIM D 4541. Hasil pengujian diamati dengan menggunakan mikroskop optik (fota makro) dan dilakukan klasifikasi ketahanan korosi dengan menggunakan standar JIS Z2371.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan ketebalan lapisan cat akan meningkatkan kekuatan adgesif dan ketahanan korosi. Sedangkan peningkatan konsentrasi inhibitor Zn3(PO4)2 akan meningkatkan ketahanan korosi meskipun terjadi penurunan nilai kekuatan adhesif dari lapisan cat."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S41556
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Engineers are faced with a bewildering array of choices when selecting a surface treatment for a specific corrosion or wear application. This book provides practical information to help them select the best possible treatment. An entire chapter is devoted to process comparisons, and dozens of useful tables and figures compare surface treatment thickness and hardness ranges; abrasion and corrosion resistance; processing time, temperature, and pressure; costs; distortion tendencies; and other critical process factors and coating characteristics. The chapter 'Practical Guidelines for Surface Engineering' describes hands-on approaches for matching surface treatments with design and performance requirements. The book includes the content from an Institute of Materials design guide publication, combined with information from several ASM Handbook volumes and other ASM and industry sources. All the material has been carefully organized, edited, and rewritten as needed to provide a comprehensive, up-to-date, and user-friendly guide to the subject. "
Materials Park, OH: ASM International, 2001
e20442167
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Rahmah
"Baja tahan karat merupakan material yang rentan terhadap sumuran karena ion agresif Cl-. Telah diketahui bahwa terdapat kecepatan kritikal bagi baja tahan karat untuk menginisiasi sumuran, dalam lingkungan Cl-. yaitu 1,5 m/s. Investigasi terhadap pengaruh aliran kritikal tersebut pada kerentanan sumuran baja tahan karat UNS S30400 dan UNS S15500 dilakukan dengan merendam sampel dengan posisi horizontal dan vertical pada masing-masing jenis sampel pada larutan NaCl 3,5% dengan reactor mekanik yang memutar air dengan kcepatan 1 m/s dan 2 m/s yang dikonversi menjadi 84 rpm dan 169 rpm.
Hasilnya dianalisis dengan weight loss dan foto mikro, serta uji polarisasi untuk mengetahui laju korosinya. Dari pengujian dengan foto mikro didapatkan pada aliran lebih rendah yaitu 1 m/s terdapat lebih banyak sumuran yang terbentuk, dan pada sampel UNS S15500 diamati bahwa morfologi sumuran yang terbentuk lebih lebar setengah hingga empat kalinya daripada sampel UNS S30400. Kemudian, dari hasil foto mikro pada sampel dengan penempatan posisi yang berbeda tidak ditemukan perbedaan berarti. Dari hasil weight loss didapati di dua kecepatan kehilangan berat sampel UNS S30400 lebih besar daripada sampel UNS S15500, yang mana berkebalikan dengan hasil uji polarisasi.

Stainless steel is a material that is susceptible to pitting because of aggressive ions Cl-. It is known that there is a critical flow rate for stainless steel to initiate pitting, in aggressive ions Cl- environment, which is 1.5 m/s. Investigations of the influence of these on the susceptibility of pitting on stainless steel type UNS S30400 and UNS S15500 is done by soaking the samples with horizontal and vertical position of each sample in 3.5% NaCl solution with mechanical reactor which rotating the solution in 1 m / s and 2 m/s that were converted to 84 rpm and 169 rpm.
The results were analyzed with weight loss and micro photos, as well as polarization testing to determine the corrosion rate. From testing with micro photos, it was obtained that at lower flow rate, which is 1 m / s there is more pitting formed, and it was observed from UNS S15500 samples, the morphology formed pitting up to a half to four wider than the sample UNS S30400. But, from the micro photos, samples which were placed on different positions, there were not found significant differences. From the results of weight loss was found in two samples that corrosion rate of UNS S30400 samples are larger than UNS S15500 samples, which is contradiction to the polarization test result.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44249
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Husin
"Paduan Aluminium 6201 adalah paduan yang khusus dipakai untuk kawat penghantar. Oleh karena lingkungan pemakaiannya seringkali menerima beban tarik yang cukup besar dan bersifat korosif, maka untuk memenuhi kriteria ini paduan tersebut harus diberikan perlakuan panas penguatan (precipitation hardening). Dalam penelitian ini proses perlakuan panas (artificial-aging) paduan Aluminium 6201 dilakukan pada temperatur antara 140°C-200°C dengan waktu "aging" selama 4 (empat) jam.
Hasil pengamatan pengaruh temperatur aging terhadap kekuatan-tarik dan kekerasan menunjukkan, harga optimum terjadi pada temperatur "aging" antara 155°C-170°C. Sedangkan pengaruh temperatur "aging" terhadap laju korosi, menunjukkan laju terendah terjadi pada temperatur aging antara 140°C-155°C.
Dari hasil pengamatan dengan "SEM-EDAX" menunjukkan bentuk korosi merupakan kombinasi antara "pitting" dan "intergranular" dan umumnya paduan Aluminium 6201 tidak tahan terhadap unsur Cl (chloride) yang terdapat didalam elektrolit disamping unsur yang lain seperti Si, Fe, Mn, Cu, dan Cr yang bersifat lebih katodik terhadap matrik aluminium. Sedang unsur Mg dan Zn bersifat lebih anodik.
Hasil pengamatan dengan EPMA pada produk korosi menunjukkan makin tinggi temperatur "aging" makin banyak distribusi unsur paduan yang muncul ke permukaan sampel uji seperti Fe, Mg, Cu, Zn, Cl, K dan 0 yang berarti laju korosi maksimum lebih mungkin terjadi pada temperatur "aging" maksimum 200°C. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Astuti
"Proses korosi adalah peristiwa kerusakan material karena terjadi realest antara material rersebut dengan lingkungannya. Kerugian karena korosi ini antara lain loss of production. Sehingga unruk menghindari terjadinya korosi tadi perlu adanya pencegahan terjadinya reaksi tadi. Pencegahan korosi terhadap pipa yang dipakai sebagai transporlasi hasil minyak bumi antara lain adalah dengan pelapisan cat (epoxy) pada permukaan dalam pipa. Untuk hal lersebut, pertu diteliti efektifitas penggunaan lapisan epoxy untuk merehabilitasi jaringan pipa . Dari penelitian ini diharapkan juga mengetahui pengaruh persiapan permukaan terhadap epoxy pada bagian dalam pipa dalam hal ini diwakili oleh baja karbon rendah (SA 36) serta sifat adhesifitas dan ketahanan korosinya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa persiapan permukaan dan ketebalan lapisan cat punya peranan penting dalam keberhasilan sistim cat sebagai pelindung korosi dan sifat adhesifitas yang baik. Dalam penelitian ini persiapan permukaan dilakukan dengan sand blasting SA 3.0 dan pickling dengan Hcl 30% dan 20% serta ketebalan lapisan cat sampai dengan 250 pm memberikan hasil yang baik,dimana ketahanan korosi dan adhesi lapisan cat masih memenuhi syarat sebagai lapisan pelindung yang baik. Dan untuk aplikasi jaringan pipa dengan teknik In-Situ ini, persiapan permukaan dan ketebalan lapisan cat harus lebih diperhatikan agar diperoleh umur lapisan cat yang panjang."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli
"Aniline-4-sulfonate merupakan senyawa dengan gugus utama berupa cincin benzen, nitrogen dan sulfonat. Pada penelitian ini, senyawa aniline-4-sulfonate digunakan sebagai inhibitor untuk menekan laju korosi baja API 5L GRB N di dalam larutan asam sulfat 1 M. Potensiostat, alat uji kekerasan, alat uji kekasaran, mikroskop optik dan SEM digunakan untuk analisa jenis korosi, efisiensi inhibisi, mekanisme inhibisi, perubahan kekerasan dan kekasaran permukaan.
Hasil pengujian menggunakan potensiostat memperlihatkan bahwa korosi yang terjadi pada baja API 5L GRB N adalah jenis korosi merata. Penggunaan inhibitor aniline-4-sulfonate dapat menekan laju korosi dengan efisiensi sebesar 60,29% pada konsentrasi 24,06 x 10-3M dan dapat mengurangi kerusakan terhadap kekerasan dan kekasaran melalui suatu mekanisme inhibisi mengikuti isoterm adsorpsi Langmuir dengan akurasi kelinieran (R2) mendekati 1 (satu).

Aniline-4-sulfonate is compound with main groups are benzen ring, ammine, and sulfonate. On this research, aniline-4-sulfonate was used as corrosion inhibitor to reduced corrosion rate on API 5L GRB N steel in 1M sulphuric acid solution. Potensiostat, surface hardness tester, surface roughness terster, optical microscope, and SEM was used for corrosion type analysis, inhibition efficiency, inhibition mechanism, hardness and roughness damage.
Examination using potensiostat showed that corrosion on API 5L GRB N steel was general corrosion type. Aplication aniline-4-sulfonate as inhibitor can pressed corrosion rate with efficiency 60,29 % at concentration 24,06 x 10 -3M, reduced hardness and roughness damage with adsorption mechanism followed Langmuir's adsorption isotherm with linearity accuration (R2) was 0,998.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T30006
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Cahyadi
"Terak akhir timah merupakan produk samping hasil peleburan terak-1 yang mengandung jenis oksida serupa dengan semen Portland OPC , yaitu SiO2, CaO, Al2O3, dan Fe2O3 sehingga terdapat potensi untuk diutilisiasi sebagai beton. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik OPC dan semen campuran terak-2 terhadap korosivitas material semen dan baja berdasarkan metode Electrochemical Impedance Spectroscopy EIS dan Cyclic Polarization. Penelitian ini menggunakan terak akhir timah Bangka yang dicampurkan dengan OPC masing-masing sebanyak 10 , 20 , dan 30 . Beton yang dicetak memiliki rasio 0.5 w/c dengan proses curing selama 28 hari lalu direndam di dalam larutan NaCl 3.5 selama 6 hari. Hasil analisa menunjukkan baja di dalam campuran 20 terak memiliki ketahanan korosi yang paling kompetitif dan stabil terhadap beton OPC murni, diikuti campuran 10 , dan 30 terak secara berturut-turut.

Final tin slag is a byproduct of slag 1 smelting process that contains similar oxides compared to Portland cement OPC , which is SiO2, CaO, Al2O3, and Fe2O3 so that there is potential to be initiated as a concrete. The aim of this research is to know the characteristics of OPC and cement of slag 2 mixture against corrosivity of cement and steel material based on Electrochemical Impedance Spectroscopy EIS and Cyclic Polarization methods. This study uses final tin slag from Bangka mixed with OPC each of 10 , 20 , and 30 . The molded concrete has a ratio of 0.5 w c with 28 days curing process then immersed in a 3.5 NaCl solution for 6 days. The analysis shows that the steel in 20 slag 2 concrete mixture has the most competitive and stable corrosion resistance compared to original OPC concrete, followed by 10 , and 30 slag mixture respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>