Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118064 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyu Triono Pamungkas
"Skripsi ini bertujuan untuk memahami status Indonesia sebagai ‘kekuatan di Indo-Pasifik’ melalui peran-peran yang dikonsepsikan melalui visi Indo-Pacific Cooperation. Penelitian ini berawal dari munculnya sikap Indonesia dalam menghadapi tantangan pergeseran gravitasi (perekonomian dan militer) dunia ke arah Samudera Hindia dan Samudera Pasifik atau kawasan Indo-Pasifik. Sikap tersebut ditunjukkan dalam pidato Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi pada Januari 2018 tentang Indo-Pacific Cooperation yang berisi gagasan Indonesia untuk menciptakan arsitektur kerja sama di Indo-Pasifik yang inklusif, bebas dan terbuka, dan mengedepankan sentralitas ASEAN. Gagasan ini muncul setelah tahun 2016 Jepang mengeluarkan strategi Free and Open Indo-Pacific (FOIP) dan diadopsi oleh Amerika Serikat, India, dan Australia tahun 2017. Strategi FOIP dinilai sebagai upaya membendung strategi Indo-Pasifik Tiongkok, Belt and Road Initiative (BRI). Dengan menggunakan kerangka analisis teori peran, penulis mencoba memahami status kekuatan Indo-Pasifik Indonesia yang belum dijelaskan secara komprehensif oleh peneliti sebelumnya. Penulis menggunakan tiga konsep peran Indonesia dari Santikajaya, yakni sebagai soft revisionist, normative bridge-builder, dan interlokutor ASEAN untuk menganalisis peran yang dikonsepsikan Indonesia melalui usulan visi Indo-Pacific Cooperation. Penulis berpendapat bahwa status Indonesia sebagai kekuatan di Indo-Pasifik tidak memiliki kekuatan sebesar Tiongkok, AS, India, dan Jepang. Namun Indonesia telah menunjukkan kehadiran yang signifikan dalam wacana Indo-Pasifik
This thesis aims to understand Indonesia’s status as ‘Indo-Pacific Power’ through it’s roles conception in the Indo-Pacific Cooperation vision. This research began with the emergence of Indonesia's attitude in facing the challenges of world's gravity (economy and military) shifting towards the Indian Ocean and the Pacific Ocean or the Indo-Pacific region. This attitude was shown in a speech by the Indonesian Foreign Minister, Retno Marsudi in January 2018 about the Indo-Pacific Cooperation which contained Indonesia’s idea to create anc inclusive, free and open, and prioritized ASEAN centrality cooperation architecture in the Indo-Pacific. This idea emerged after in 2016 Japan issued the Free and Open Indo-Pacific (FOIP) strategy and was adopted by United States, India and Australia in 2017. The FOIP strategy was assessed as an effort to stem China's Indo-Pacific strategy, Belt and Road Initiative (BRI). Using the role theory framework, the author tries to understand Indonesia’s Indo-Pacific Power status which has not been comprehensively explained by previous researchers. The author uses three concepts of Indonesia's role from Santikajaya, namely as a soft revisionist, normative bridge builder, and ASEAN interlocutor to analyze Indonesia’s roles conception in the Indo-Pacific Cooperation vision proposal. The author argues that Indonesia's status as an Indo-Pacific power does not as large as China, the US, India and Japan. However, Indonesia has shown a significant presence in the Indo-Pacific discourse.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evan A. Laksmana
Jakarta: CSIS Indonesia, 2021
327.1 EVA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
hapus4
"Peningkatan perhatian pada kawasan Asia memicu upaya tata kelola kawasan melalui konsep Indo-Pasifik. Di dalam diskursus Indo-Pasifik, Australia memiliki peran, status, dan kepentingan yang unik dan mendorongnya untuk mempromosikan konsep tersebut. Tinjauan literatur ini membahas dinamika interpretasi literatur akademik terhadap konsep Indo-Pasifik yang digunakan oleh Australia. Dengan metode taksonomi, tinjauan literatur ini mengidentifikasi interpretasi literatur akademik terhadap konsep Indo-Pasifik yang digunakan oleh Australia dapat dipetakan ke dalam tiga kelompok: interpretasi konsep Indo-Pasifik sebagai identitas Australia, sebagai strategi geopolitik Australia, dan sebagai pengaruh kebijakan investasi asing Australia. Tinjauan literatur ini menemukan bahwa konsep Indo-Pasifik yang digunakan oleh Australia paling banyak dibahas dalam literatur akademik sebagai penggambaran identitas Australia. Dalam pembahasannya, terdapat ragam pandangan yang bersifat Australia-sentris dan yang menolak sentralitas Australia dalam diskursus Indo-Pasifik. Tinjauan literatur ini juga menunjukkan bahwa Australia merupakan salah satu kekuatan di Indo-Pasifik dan telah mendapat perhatian dari akademisi dengan ragam interpretasinya. Tinjauan literatur ini melihat bahwa masih terdapat kekurangan dalam analisis efektivitas peran dan keterlibatan Australia di Indo-Pasifik serta kecenderungan literatur akademik untuk fokus pada aspek strategis dari konsep Indo-Pasifik. Dengan demikian, melalui tinjauan literatur yang telah dilakukan, tulisan ini dapat meningkatkan wawasan untuk penelitian lanjutan mengenai perkembangan konsep Indo-Pasifik serta analisis kebijakan luar negeri Australia.

The increasing attention towards the Asian region has triggered efforts for regional governance through the Indo-Pacific concept. In developing the Indo-Pacific concept, Australia shows its unique role, status, and interest by actively promoting it. This literature review discusses academic interpretations of the Indo-Pacific concept used by Australia to enrich knowledge about the dynamics of the Indo-Pacific discourse and how Australia navigates the concept. Through the taxonomy method, this literature review identifies three common interpretations: the Indo-Pacific concept as Australia's identity, the Indo-Pacific concept as Australia's geopolitical strategy, and the Indo-Pacific concept as an influence on Australia's foreign investment policy. Through the conducted study, this review demonstrates that Australia is one of the powers in the Indo-Pacific and has attracted academic attention with diverse interpretations. This review finds that some literature shows Australia-centric views within the discussion, while others reject Australia's centrality in the Indo-Pacific. This literature review then argues that there still needs to be more examinations on the effectiveness of Australia's role and engagement in the Indo-Pacific alongside the economic aspects of the Indo-Pacific concept. Based on the literature reviewed, this paper can enhance insights for further research on the Indo-Pacific concept and the analysis of Australia's foreign policies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Sania
"Tulisan ini membahas perubahan kebijakan pertahanan Australia melalui 2020 Defence Strategic Update yang merumuskan strategi pertahanan Australia khususnya sebagai upaya menghadapi konflik persaingan strategis di Indo-Pasifik. Indo-Pasifik merupakan jalur maritim strategis yang sarat akan kepentingan bagi berbagai negara. Australia pun menjadi salah satu negara yang memiliki kepentingan baik secara strategis maupun ekonomi di wilayah tersebut. Namun, terjadinya konflik persaingan strategis antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah mengakibatkan terancamnya perdamaian dan keseimbangan kekuatan di kawasan Indo-Pasifik. Sebagai negara yang berada di kawasan Indo-Pasifik, menjadi penting bagi Australia untuk menjaga stabilitas di kawasan tersebut agar kepentingannya menjadi tidak terganggu. Dengan demikian, sebagai upaya untuk menghadapi tantangan keamanan yang terus berkembang tersebut Pemerintah Australia pun menerapkan strategi pertahanan baru yang bertujuan untuk memperkuat kemampuan Angkatan Pertahanan Australia/Australia Defence Force (ADF) melalui kebijakan pertahanan terbarunya, yakni 2020 Defence Strategic Update. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan studi pustaka, tulisan ini berupaya untuk menganalisis perubahan strategi pertahanan dalam 2020 Defence Strategic Update dengan menggunakan konsep negara middle power (kekuatan menengah) dan teori balance of power (keseimbangan kekuatan). Temuan dari penelitian ini adalah Australia sebagai negara dengan kekuatan menengah telah menerapkan berbagai strategi perimbangan kekuatan dalam upaya menjaga keseimbangan kekuatan di Indo-Pasifik. Secara internal strategi perimbangan kekuatan Australia dilakukan dengan meningkatkan kekuatan militernya. Kemudian, secara eksternal strategi perimbangan kekuatan Australia dilakukan dengan memperkuat hubungan aliansi dengan sekutunya, yakni Amerika Serikat, serta meningkatkan hubungan regional dengan negara-negara di kawasan Indo-Pasifik.

This paper discusses changes in Australia's defense policy through the 2020 Defense Strategic Update which formulates Australia's defense strategy specifically as an effort to deal with strategic competitive conflicts in the Indo-Pacific. The Indo-Pacific is a strategic maritime route that is full of interests for various countries. Australia is also a country that has both strategic and economic interests in the region. However, the occurrence of a strategic competition conflict between the United States and China has resulted in threats to peace and the balance of power in the Indo-Pacific region. As a country in the Indo-Pacific region, it is important for Australia to maintain stability in the region so that its interests are not disturbed. Thus, as an effort to deal with the evolving security challenges, the Australian Government has implemented a new defense strategy aimed at strengthening the capabilities of the Australian Defense Force (ADF) through its newest defense policy, namely the 2020 Defense Strategic Update. By using qualitative research methods and literature, this paper seeks to analyze changes in defense strategy in the 2020 Defense Strategic Update using the concept of a middle power state and balance of power theory. The findings of this study are that Australia as a middle power country has implemented various power balance strategies in an effort to maintain the balance of power in the Indo-Pacific. Internally, Australia's balance of power strategy is carried out by increasing its military strength. Then, externally, Australia's balance of power strategy was carried out by strengthening alliance relations with its ally, namely the United States, as well as increasing regional relations with countries in the Indo-Pacific region."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jagannath P. Panda
"This book explores how the Quad Plus mechanism is set to reshape the global multilateral economic and security co-operations between Quad partner countries and the rest of the world.
With the Quad partners – Australia, India, Japan and the United States – seeing deteriorating ties with China, the book provides a holistic understanding of the reasons why Quad Plus matters and what it means for the post-COVID Indo-Pacific and Asian order. It goes beyond the existing literature of the global Post-COVID reality and examines how Quad Plus can grow and find synergy with national and multilateral Indo-Pacific initiatives. The chapters analyze the mechanism’s uncharacteristic yet active approach of including countries like South Korea, Israel, Brazil, New Zealand and ASEAN/Vietnam for their successful handling of the pandemic crisis, thereby reshaping the new world’s geopolitical vision.
A unique study focused solely on the intricacies and the broader dialogue of the ‘Quad Plus’ narrative, the book caters to strategic audiences as well as academics researching International Relations, Politics, and Indo-Pacific and Asian Studies."
London: Routledge, 2021
e20534366
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul Salam
"Jepang dan China saat ini dikenal sebagai dua negara yang memiliki pengaruh yang cukup besar di kawasan Asia Tenggara. Hal ini terlihat dari dinamika dan pola hubungan yang dibangun oleh China dan Jepang di ASEAN. Bagi Jepang sendiri, pola dan perannyy di ASEAN telah dijalin dalam waktu yang cukup lama, yakni semenjak tahun 1977. Dalam dua dekade, eksistensi dan peran Jepang di ASEAN terlihat sangat bpsar khususnya dalam peran-peran ekonomi dan juga politik. Sementara pola hubungan yang dibangun China dengan ASEAN barn secara formal dijalin pada awal tahun 1990an.
Pola hubungan dan peran strategis Jepang di ASEAN semakin terlihat ketika periode 1980an sampai awal tahun 1990an perekonornian negara-negara ASEAN terns mengalami pertumbuhan mengitu trend yang dijuluki dengan istilah the flying geese, teori angsa terbang dimana Jepang didalamnya memilnpin pertumbuhan dan kebangkitan perekonornian kawasan. Peran Jepang dalam pembangunan ASEAN yang paling menonjol adalah pada sumbangsih FDI, ODA dan juga perdagangan. Ketika periode krisis melanda ASEAN termasuk dalam hal ini adalah negara-negara Asia Timur, keberadaan dan peran Jepang di ASEAN dalam aspek ekonomi politik mengalami gangguan produktifltas.
Sementara itu, peran dan pola hubungan yang dibangun oleh Chlna dengan ASEAN terns mengalami kemajuan walaupun secara formal bare dimulai sekitar tahun 1991. Dalarn item hubungan dagang dan juga inisiasi kerjasama ASEAN China jugs menunjukan tree peningkatan. Ketika periode krisis melanda Asia, eksistensi China relatif cult-up bertahan dan kebal sehingga poly hubungan dan peran-peran ekonomi politiknya dengan ASEAN pun terns mengalamu peningkatan.
Dengan temuan seperti disebutkan di Was, tesis ini memunculkan satu pokok persoalan yakni apakah kehadiran China di ASEAN telah mengancam dominasi ekonomi politik Jepang di ASEAN khususnya periode pasca krisis yakni tahun 1999-2004. Untuk menganalisa sekaligus menjawab pertanyaan penelitian dalam permasalahan tesis, penulis menggunakan beberapa pendeltatan atau teori terkait seperti national interest, neo realis dan juga open regionalism.
Analisa dalam tesis ini menemukan beberapa poin panting; pertama bahwa peran Jepang di ASEAN pasca krisis mengalami fluktuasi dan dalam beberapa hal peran Jepang terlihat menurun. Kedua, Jepang sangat khawatir melihat China yang secara produktif terus berperan aktif dengan ASEAN. Hal ini karena kebangkitan dan pertumbuhan ekonomi China terus meningkatkan eskpansi dan kemitraan dengan negara-negara kawasan khususnya ASEAN.
Pada akhirnya, penulis menemukan beberapa hal terkait dengan ancaman China terhadap dominasi ekonomi politik Jepang di ASEAN. Pertama, periode pasca krisis peran dominasi keperuimpinan ekonomi politik Jepang di ASEAN mulai bergeser, akibat munculnya China dengan pengaruhnya yang prestisius dalam bidang ekonomi dan politik dan railiter. Kedua, peran dan dominasi ekonom politik Jepang di ASEAN yang mengalami pergeseran juga menyebabkan berkurangnya kontrol Jepang teradap pembarxgunan ekonomi politik di ASEAN. Ketiga, menguatnya trend regionalisme di Asia Timur dalam wujud FTA ASEAN China, telah meiahirkan satu bentuk potensi yang sangat besar yakni new emerging market dan keempat, trend China yang secara ekonomi politik terns mengalami peuguatan, berpotensi secara langsung mengancain keberadaan Jepang dalam kepemimpinan kawasan dan, kelima adalah kebangkitan ekonomi politik China telah berakibat secara langsung pada peningkatan alokasi anggaran militer tiap tahunnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Reza Tri Satriakhan
"Pasca Perang Dingin, Tiongkok muncul sebagai ancaman baru bagi hegemoni AS, baik di bidang politik, ekonomi, maupun militer. Persaingan AS-Tiongkok di Asia Pasifik menimbulkan gejolak pada stabilitas global. Intensitas Aliansi Quad (AS, Australia, Jepang, India) dalam melakukan ekspedisi militer gabungan di Samudera Hindia dan agresivitas Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan yang bersengketa dengan 5 negara (Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina, Taiwan) mengancam keamanan ASEAN yang berada pada konvergensi persaingan tersebut. Rivalitas AS-Tiongkok semakin intens sejak Presiden Donald Trump mengemukakan gagasan Free and Open Indo-Pacific (FOIP) ketika kunjungan pertamanya sebagai Presiden AS ke Asia pada 10 November 2017. Hal ini kemudian direspon oleh Pemerintah Tiongkok dengan meningkatkan anggaran militernya sebesar USD 22,09 miliar di tahun 2018 dari yang biasanya hanya sekitar USD 2-12 miliar. Indonesia sebagai salah satu pendiri ASEAN dengan letak geografis yang strategis di antara 2 benua (Asia, Australia) dan 2 samudera (Hindia, Pasifik) mendorong ASEAN agar merumuskan konsepsi Indo-Pasifik yang berorientasi pada prinsip sentralitasnya. Atas inisiatif Indonesia, akhirnya ASEAN membentuk ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) pada KTT ASEAN ke-34 di Bangkok tanggal 22 Juni 2019. Pada kajian lainnya belum ada yang secara spesifik menjelaskan tujuan strategis Indonesia mendorong ASEAN untuk membentuk AOIP dalam merespon geopolitik AS-Tiongkok. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena tersebut dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan Role Theory dari K. J. Holsti (1970). Berdasarkan hasil riset, peran Indonesia dalam pembentukan AOIP meliputi regional protector, regional-subsystem collaborator, dan mediator-integrator. Peran tersebut didorong oleh prinsip “Bebas Aktif” dan program “Poros Maritim Dunia” oleh Presiden Jokowi dalam rangka memperkuat potensi middle power Indonesia, meningkatkan peran ASEAN, dan menghadirkan kerja sama Indo-Pasifik.

After the Cold War, China emerged as a new threat to US hegemony, especially in the political, economic, and military fields. The US-China rivalry in the Asia Pacific region disrupts global stability. The intensity of the Quad Alliance (US, Australia, Japan, India) in conducting joint military expeditions in the Indian Ocean and China's aggressiveness in the South China Sea in a dispute with 5 countries (Vietnam, Malaysia, Brunei, Philippines, Taiwan) threaten the security of ASEAN, which is at the convergence of the competition. The US-China rivalry has intensified since President Donald Trump put forward the idea of a ​​Free and Open Indo-Pacific (FOIP) during his first visit to Asia as US President on November 10, 2017. Then the Chinese government responded by increasing its military budget by USD 22,09 billion in 2018, up from the usual range of USD 2-12 billion. Indonesia, as one of the founders of ASEAN with a strategic geographical location between 2 continents (Asia, Australia) and 2 oceans (Indian, Pacific), encourages ASEAN to formulate an Indo-Pacific concept that is oriented to the principle of centrality. Because of Indonesia's initiative, ASEAN finally established the ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) at the 34th ASEAN Summit in Bangkok on June 22, 2019. In other studies, no one has specifically explained Indonesia's strategic objectives to encourage ASEAN to form an AOIP in response to US-China geopolitics. Thus, this study aims to analyze this phenomenon using qualitative methods and the Role Theory approach of K. J. Holsti (1970). Based on the research results, Indonesia's roles in the formation of the AOIP are regional protector, regional-subsystem collaborator, and mediator-integrator. These roles are motivated by the "Free Active” principle and President Jokowi’s "Global Maritime Fulcrum" program in order to strengthen Indonesia's middle power potential, enhance ASEAN's role, and present Indo-Pacific cooperation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Udsi Siska Widirianti
"Setelah kekalahan Jepang Perang Dunia II, pembangunan Jepang dibidang militer dihentikan dan dipaksa oleh Amerika Serikat untuk fokus hanya pada pertahanan diri. Namun awal abad ke-21, perubahan situasi keamanan dan politik di wilayah seperti China dan Korea Utara telah mendorong Jepang untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan armada militernya. Dalam meningkatkan kapabilitas militer, Jepang melihat Indonesia sebagai negara militer terbesar di Asia Tenggara kemudian mengadakan kerjasama dalam bidang militer. Di bidang pertahanan, Jepang telah menjadi salah satu mitra Indonesia dalam pembangunan kapabilitas pertahanan dan peningkatan profesionalitas prajurit TNI. Indonesia dan Jepang juga mengembangkan kerjasama pendidikan, antara lain pertukaran perwira untuk mengikuti pendidikan pengembangan, pendidikan dan latihan (diklat), pertukaran kunjungan pejabat tinggi pertahanan dan militer Jepang dan Indonesia. Penelitian ini membahas mengenai hubungan Jepang dan Indonesia dalam bidang militer. Jepang dalam ekspansi militernya melihat perkembangan Cina dan Korea Utara khususnya ketegangan di wilayah Laut Cina Selatan. Jepang juga melihat potensi yang dimiliki oleh negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia yang diyakini oleh pihak Jepang sebagai salah satu negara yang akan berperan besar menjaga keamanan wilayah Asia Tenggara yang juga penting bagi banyak negara maju dari seluruh dunia.

After Japan's defeat of World War II, the Japanese development of military field stopped and forced by the United States to focus solely on selfdefense. But the early 21st century, conversion of the security and political situation in China and North Korea have been encouraging Japan to improve its military and fleet capacity and capability. By enhancing military capability, Japan saw Indonesia as the largest army in Southeast Asia and entered into military cooperation of Japan-Indonesia later. Japan Self-Defense forces (JSDF) has been developing a global partnership for development of Indonesian defense capabilities and professionalization of Indonesian national armed forces, furthermore, conducting other field cooperations such as military personnel exchange, education and training, military-to-military cooperation and exercises, disaster response, and exchange of visits between high-ranking military officers. This research discusses the military relationship of Japan and Indonesia in the military field. Japan's military expansion saw the development of China and North Korea especially the tension in South China Sea Region. Japan also saw the potential possessed by Southeast Asian countries particularly Indonesia, which is believed by the Japanese as one of the Southeast Asian countries that played a major role that was able to maintaining Southeast Asia security.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>