Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171133 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chandrika Putri Larasati
"ABSTRACT
Keberadaan lumba-lumba untuk pertunjukan satwa merupakan praktik yang sudah dilarang di berbagai belahan dunia, namun tidak di Indonesia. Berlindung dibawah dalih konservasi dan edukasi, praktik ini menuai kritik karena terdapat indikasi kekejaman terhadap lumbalumba dalam prosesnya. Peraturan-peraturan yang ada bukan menjadi penghalang bagi penyelenggara untuk tetap menjalankan bisnisnya. Proses pemanfaatan satwa tersebut penulis kategorikan menjadi tiga bagian, yaitu perekrutan, penangkaran dan pelatihan, serta pertunjukan. Berbagai temuan data dalam tulisan ini menunjukan adanya bentuk kekejaman terhadap lumba-lumba yang melanggar kelima prinsip kebebasan satwa dan tingkat kekejaman paling tinggi ada pada proses penangkaran dan pelatihan. Fenomena ini juga akan dijelaskan melalui konsep species justice dan non-speciesist criminology yang akan dibahas di dalam perspektif green criminology.

ABSTRACT
The existence of dolphins for animal shows is a practice that is banned in various parts of the world, but not in Indonesia. Using conservation and education as an excuse, this practice receives criticism as there is some indication that animal cruelty is involved in the process. The existing rules couldn't prevent the organizers in running their business. Here, the writer divided the animal exploitation process into three parts, which are the recruitment, the captivity and the training, as well as the show. Many findings in this journal show that there are some forms of cruelty towards the dolphins that are violating the Five Freedoms for Animals, where the worst form of cruelty takes place in the process of capturing and training. This phenomenon will also be explained using the concept of species justice and nonspeciesist criminology which will be discussed from the perspective of green criminology.
"
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Prasetyo
"Anjing dan kucing merupakan hewan yang didomestikasi oleh manusia, dengan salah satu tujuannya adalah sebagai hewan peliharaan. Sebagai hewan peliharaan, kesejahteraan mereka bergantung kepada manusia. Akan tetapi, dalam interaksinya dengan manusia, hewan peliharaan dapat menjadi korban dari kekejaman manusia. Penelitian ini menggunakan konsepsi species justice yang ada di dalam green criminology untuk mengonstruksikan kekejaman terhadap hewan sebagai kejahatan lingkungan dan juga menganalisis penanganan terhadap kasus kekejaman terhadap hewan peliharaan yang terjadi di Indonesia. Kekejaman terhadap hewan peliharaan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi kekerasan terhadap hewan, penelantaran terhadap hewan, serta perdagangan daging anjing dan kucing. Dalam kasus kekerasan terhadap hewan, untuk pelanggaran pertama, pelaku diberikan masa percobaan dan hewan dapat disita dari kepemilikan pelaku. Untuk pelanggaran berulang, pelaku dipidana dengan penjara atau denda. Dalam kasus penelantaran terhadap hewan, pelaku diberikan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran akan kesejahteraan hewan. Hewan disita dari pelaku jika pelaku dinilai tidak lagi mampu memberikan perawatan terhadap hewan. Dalam kasus perdagangan daging anjing dan kucing, pelaku dipidana dengan penjara dan denda. Dalam setiap kasus, kerja sama antara organisasi pemerhati hewan dengan aparat penegak hukum sangat dibutuhkan untuk mencegah dan menangani kekejaman terhadap hewan peliharaan.

Dogs and cats are domesticated by humans with one of the aims was as companion animals. As companion animals, their welfare is dependent on human. However, in their interactions with human, companion animals could be victims of human cruelty. This research used species justice conception in green criminology to construct companion animal cruelty as environmental crime and to analyze handling of companion animal cruelty cases that happened in Indonesia. Companion animal cruelty that happened in Indonesia can be grouped into animal abuse, animal neglect, and dog and cat meat trade. In cases of animal abuse, for the first offence, the perpetrator was given probational period and the animal could be confiscated from the perpetrator. For repeated offence, the perpetrator was sentenced to imprisonment and fined. In cases of animal neglect, the perpetrator was educated to raise his or her awareness of animal welfare. Animal was confiscated if only the perpetrator was deemed no longer able to give care for the animal. In cases of dog and cat meat trade, the perpetrator was sentenced to imprisonment and fined. In each case, cooperation between animal welfare organization and law enforcement officers were needed to prevent and to handle cases of companion animal abuse."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Ayu Sudiro
"Tulisan ini membahas mengenai tindakan animal cruelty yang terjadi pada konten kekerasan di media sosial dalam perspektif green criminology. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk animal cruelty dan tujuan pelaku melakukan animal cruelty. Berdasarkan data yang didapatkan dari artikel berita dan film dokumenter Narasi, dari tahun 2019 sampai dengan 2022 ditemukan 12 kasus konten kekerasan terhadap hewan yang diunggah di media sosial. Media sosial ini mencakup Instagram, Facebook, Youtube, dan Telegram. Dalam kasus-kasus tersebut, hewan yang menjadi korban adalah spesies kucing, biawak, owa, dan monyet. Dari hasil analisis ditunjukan bahwa, motivasi pelaku untuk melakukan kekerasan dan mengunggah konten kekerasan pada umumnya adalah untuk memerankan sadisme non-spesifik, menghibur orang lain, mengontrol hewan, dan memenuhi prasangka terhadap suatu spesies.  Disini hubungan yang dimiliki oleh manusia dengan hewan merupakan hubungan yang bersifat utilitarian, dominionistic, dan negativistic. Pelaku pembuat konten kekerasan di media sosial disini tergolong sebagai pelaku animal harm traditional criminal dan stress offender. Hal ini dapat dikatakan demikian karena pelaku pembuat konten kekerasan pada umumnya melihat hewan sebagai suatu objek yang dapat dan layak untuk disiksa demi memberikan keuntungan maupun kesenangan bagi manusia. Lebih lanjut, media sosial memiliki peran dalam kasus kekerasan terhadap hewan dengan menjadi fasilitator konten kekerasan terhadap hewan dengan memberikan tempat untuk mengunggah konten dan mempertemukannya dengan penonton.

This article discusses animal cruelty in violent content on social media through a green criminology perspective. This research aims to know the type of animal that becomes the victim of animal cruelty content and the purpose of the perpetrators. Based on data obtained from news articles and the Narasi documentary film, from 2019 to 2022, 12 cases of animal violence content were found uploaded on social media. These social media include Instagram, Facebook, Youtube, and Telegram. In these cases, the animals that became victims were cats, monitor lizards, gibbons, and monkeys. From the results of the analysis, it is shown that, the common motivation for animal cruelty in this case is to act out non-specific sadism, entertain others, to gain control of animals, and fulfill prejudices against a certain species. In this case the relationship that human and animal have is a relationship that based on utilitarian, dominionistic, and negativistic value. The perpetrators of violent content creation on social media are classified as animal harm, traditional criminal, and animal harm stress offenders. The perpetrator here seems to commit animal cruelty to gain benefits in both material and non-material forms. They see animals as creatures that are not equal to humans and deserve to be hurt. Furthermore, social media has a role in animal cruelty by becoming a facilitator. Social media, in this case, has provided a place for the perpetrator to upload dan distribute animal cruelty content to the audience."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abdel Rama
"ABSTRAK
Perdagangan satwa ilegal bukan merupakan suatu permasalahan yang baru, namun yang menjadi perhatian saat ini adalah aktivitas tersebut terus berlangsung hingga sekarang karena kondisi Indonesia sebagai Negara mega biodiversity. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang menjadi sasaran aktivitas kejahatan perdagangan satwa ilegal yang melintasi batas-batas Negara dan secara terorganisir. Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai operasi INTERPOL Thunderstorm sebagai bentuk upaya penanganan kasus perdagangan satwa ilegal tahun 2018. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana operasi ini di jalankan dan apa hasilnya dengan melihatnya dari konsep kejahatan transnasional terorganisir, green criminology, dan teori double crime triangle. Pada tulisan ini, ditemukan bahwa operasi ini bertujuan untuk menangani kasus perdagangan satwa ilegal melalui kerjasama antar Negara yang berpartisipasi dan lembaga-lembaga internasional, lemahnya regulasi maupun aparat penegak hukum menjadikan aktivitas kejahatan ini terus berlangsung setiap tahunnya sehingga keterlibatan Indonesia dalam Operasi INTERPOL Thunderstorm ini diharapkan dapat menjadi penanganan kasus perdagangan satwa ilegal yang efektif, baik di Indonesia maupun di dunia.

ABSTRACT
Illegal wildlife trade is not a new issue, but the concern now is that the activity continues until now due to the condition of Indonesia as a mega biodiversity country. This makes Indonesia one of the countries targeted by illegal wildlife trafficking activities that cross national boundaries and organized. This Final Project discusses the operation of INTERPOL Thunderstorm as a form of effort to handle illegal wildlife trade in 2018. The purpose of this paper is to find out how this operation is carried out and what the results are by looking at the concept of transnational organized crime, green criminology, and double crime triangle theory. In this paper, it is found that this operation aims to deal with cases of illegal wildlife trade through cooperation between participating countries and international institutions, weak regulation and law enforcement officers making this criminal activity continue every year so that Indonesia's involvement in Operation INTERPOL Thunderstorm is expected can be an effective handling of illegal wildlife trade cases, both in Indonesia and in the world."
2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
White, Rob
"Rob White’s pioneering work in the establishment and growth of green criminology has been part of a paradigm shift for the field of criminology as it has moved to include crimes committed against the environment. For the first time, this book brings together a selection of White’s essays that explore the theories, research approaches and concepts that have been instrumental to our understanding of environmental harm and eco-justice.
The book provides an additional foundation for scholarship that goes beyond expression of opinion or immediate empirical finding; the emphasis is on systematic analysis and theoretically informed consideration of complex realities. It serves as a platform for further debate and discussion of green criminology’s theories, perspectives, approaches and concepts and their application to specific sub-areas such as environmental law enforcement, wildlife trafficking, pollution and climate change. Its aim is not to provide answers, but to stimulate further dedicated theoretical contemplation of environmental harms, threats to biodiversity and extinction of species.
This is essential reading for all those engaged with green criminology, as well as criminological theory, eco-justice and environment and sustainability studies."
London: Routledge, 2021
e20534475
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Van Paundrasta
"Tulisan ini menganalisa kejahatan terhadap hutan di Riau, Indonesia dalam kurun waktu 2003 hingga 2015. Data yang didapat dari laporan investigasi, buku dan pemberitaan media dianalisa menggunakan perspektif kriminologi hijau dengan mengadopsi tiga model teoritis kriminologi hijau oleh Rob White (2008a): keadilan lingkungan, keadilan ekologis dan keadilan spesies non-manusia. Tulisan ini juga meninjau aspek hukum, administrasi dan kebijakan. Deforestasi yang terjadi di Riau dalam kurun waktu tersebut dianalisa dengan kategorisasi berikut: (1) konflik sosial dan kemanusiaan, (2) kerusakan ekosistem hutan (3) kejahatan dan ancaman spesies non-manusia, serta (4) tinjauan hukum, administrasi dan kebijakan. Hasil analisa empiris dengan menekankan dimensi sosial, politik dan sistem ekonomi kapitalisme dalam tulisan ini membuktikan terjadinya kejahatan terhadap hutan dalam perspektif kriminologi hijau dengan memperhitungkan terjadinya kerusakan, kerugiaan dan perlukaan pada hutan dan bagian integralnya. Menimbulkan korban ekosistem hutan (degradasi), perlukaan kepada masyarakat adat dan lokal, hilangnya habitat hewan, terjadinya pelanggaran hukum hingga temuan kebijakan yang membahayakan hutan. Negara dan korporasi transnasional pada industri kehutanan di Riau menjadi aktor kejahatan terhadap hutan.

This paper reviews crimes against forests in Riau, Indonesia from 2003 to 2015. Data obtained from reports, books and media coverage is analyzed using a green criminology perspective with an analysis of three theoretical models of green criminology by Rob White (2008a): environmental justice, ecological justice and non-human species justice. This paper also reviews legal, administrative and policy aspects. Deforestation that occurred in Riau during this period was analyzed with the following categories: (1) social and human conflicts, (2) harm to forest (3) crimes and threats to non-human species, and (4) legal, administrative and policy review. The empirical results of this analysis with an emphasis on the social, political and the economic system of capitalism prove the crimes against forests in a green criminological perspective by taking into account the damage, loss and harm to forests and their integral parts. Resulting in victims of forest ecosystems (degradation), harm to indigenous and local communities, the loss of animal habitat, violations of laws and harmful policies. The state and transnational corporations in the forestry industry in Riau are the actors of crimes against forests.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Freishya Manayra Arya
"Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar dalam industri kelapa sawit yang dapat memproduksi hingga 47 juta ton minyak kelapa sawit per tahunnya. Besarnya perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah menyebabkan deforestasi dan berdampak secara negatif pada non-manusia di lingkungan tersebut, salah satunya orangutan. Penulisan ini menggunakan konsep green victim, animal harm, dan species justice di dalam perspektif green criminology untuk menjelaskan bagaimana perkebunan ini berdampak pada viktimisasi orangutan. Analisis deskriptif dilakukan terhadap data sekunder berupa 10 kasus dari artikel media yang berkaitan dengan penemuan orangutan di dalam lahan perkebunan kelapa sawit dan kekerasan terhadap orangutan di dalam lahan perkebunan kelapa sawit atau lahan masyarakat. Hasil analisis menunjukkan pihak industri dan pelaku mengedepankan kepentingan manusia di atas kepentingan orangutan dengan melakukan  animal harm tipe ke-4; mempengaruhi kesejahteraan dengan mengganggu ekosistem, dan tipe ke-2; menyebabkan kerugian secara langsung. Orangutan ditempatkan sebagai green victim, yang berdasarkan species justice, hak dasarnya untuk bertahan hidup dan tidak mengalami penyiksaan dilanggar. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa sebagai non-manusia, orangutan seharusnya dapat ditempatkan dalam posisi moral dan norma yang sama dengan manusia agar dapat dilindungi dari viktimisasi yang berkelanjutan.

Indonesia is one of the biggest producers in the palm-oil industry, able to produce up to 47 million tons of palm-oil per year. The magnitude of the development of palm-oil plantations has caused deforestation and negatively impacted the non-humans in the area, including the orangutans. This writing used the concept of green victim, animal harm and species justice through a green criminology perspective to explain how these plantations affect the victimization of orangutans. A descriptive analysis is established on secondary data of 10 cases from media articles relating to findings of orangutans in areas of palm-oil plantations and violence towards orangutans in areas of palm-oil plantations or areas of human society. The result of the analysis showed the parties of the industry and offenders are putting forward their human interests over the orangutan interests by committing the fourth type of animal harm; affecting welfare by disturbing the ecosystem, and the second type; causing direct harm. Orangutans are positioned as green victims whose, based on species justice, rights to survival and not sustain abuse have been violated. Therefore, it can be concluded that as non-humans, orangutans should be placed in the same norms and morality as humans in order to be protected from continuous victimization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"There has been some solid work done in the area of User-Centered Design (UCD) over the last few years. What’s been missing is an in-depth, comprehensive textbook that connects UCD to usability and User Experience (UX) principles and practices. This new textbook discusses a theoretical framework in relation to other design theories. It provides a repeatable, practical process for implementation, offering numerous examples, methods, and case studies for support, and it emphasizes best practices in specific environments, including mobile and web applications, print products, as well as hardware."
London: Routledge, 2006
e20529133
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Sari
"ABSTRAK
Perburuan liar merupakan salah satu bentuk kejahatan lingkungan yang mana akan berdampak pada manusia itu sendiri. Kegagalan negara dalam mengatasi permasalahan ini membutuhkan dukungan NGO yang lebih inovatif dan tidak terpengaruh kondisi politik. WWF-Indonesia sebagai tipe NGO yang membantu penegakan hukum dan melakukan kampanye, memiliki beberapa upaya untuk mencegah perburuan liar Harimau Sumatera di Rimbang Baling. Upaya-upaya ini antara lain penyadartahuan masyarakat, Tiger Protection Unit, dan Camera Traps. Akan tetapi, perburuan liar ini masih marak terjadi. Penulis melihat bahwa WWF-Indonesia belum menerapkan konsep Green Criminology yaitu elemen-elemen Environmental Crime Prevention dengan baik. Terutama elemen ke-2 mengenai akar permasalahan dan elemen ke-3 mengenai kombinasi pencegahan berbasis komunitas dan situasional.

ABSTRACT
Poaching is one of environmental crimes that can affect to human nature itself. The failure of the state in overcoming this problem requires the support of NGOs that are more innovative and not affected by political interest. WWF-Indonesia as a type of NGO that helps law enforcement and conduct campaigns, has several efforts to prevent Sumatran Tiger poaching in Rimbang Baling. These efforts include community awareness, Tiger Protection Unit, and Camera Traps. However, this poaching is still high. The researcher concludes that WWF-Indonesia has not implemented the Green Criminology concept, namely the elements of Environmental Crime Prevention properly. Especially, the second element that related to root problem and the third element regarding the combination of community-based and situational prevention."
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adler, Freda
"Suitable for courses in Criminology, this book features a student-oriented approach, and interdisciplinary global perspective."
Boston: McGraw-Hill, 2007
364ADLC001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>