Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155670 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diani Kartini
"

Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSS-RM) merupakan keganasan yang

menempati urutan ke-6 dari seluruh kasus kanker di dunia. Pembedahan
merupakan terapi utama KSS-RM namun pada KSS-RM lanjut lokal,
pembedahan merupakan tantangan bagi dokter bedah karena struktur anatomi
yang rumit dan dampaknya terhadap kualitas hidup penderita Oleh karena itu
dipikirkan pemberian kemoterapi neoadjuvan (KN) pada KSS-RM stadium lanjut
lokal untuk mengecilkan tumor. Kemoresistensi merupakan masalah pemberian
KN pada KSS-RM stadium lanjut lokal akibat microenvironment yang hipoksik
ditandai dengan peningkatan ekspresi HIF-1α. Kemoresistensi juga diregulasi oleh
miR-210 serta peningkatan ekspresi penanda sel punca CD44 dan CD133.
Melatonin memiliki efek antioksidan kuat dan efek onkostatik sehingga
diharapkan dapat memperbaiki kondisi hipoksia tumor.
Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain paralel acak tersamar
pembanding plasebo, yang dilaksanakan pada bulan Juni 2017 hingga Juli 2018,
bertujuan untuk mengetahui efektivitas melatonin dalam meningkatkan respons
klinis penderita KSS-RM stadium lanjut lokal yang diberikan kemoterapi
neoadjuvan dan apakah melatonin dapat memperbaiki hipoksia yang ditandai
dengan penurunan ekspresi HIF-1α, miR-210, CD44, dan CD133. Sebanyak 50
pasien KSS-RM stadium lanjut lokal dari RSCM dan RSKD dirandomisasi.
Sebanyak 25 pasien mendapat kombinasi melatonin dan KN (taksan, sisplatin,
dan 5-fluorourasil) dan 25 pasien lainnya mendapat KN saja. Sebanyak 25 pasien
yang menyelesaikan protokol penelitian (13 pasien kelompok melatonin dan 12
pasien kelompok plasebo). Perubahan ekspresi HIF-1α, miR-210, CD44, dan
CD133 yang diukur dari jaringan biopsi sebelum terapi dan jaringan biopsi/eksisi
luas pasca terapi, menggunakan metode qRT-PCR absolute quantification. Selain
itu untuk menilai respons klinis digunakan RECIST 1.1 sebelum dan sesudah KN.
Melatonin 20 mg perhari menurunkan ekspresi HIF-1α (p = 0,301), miR-210 (p =
0,767), dan CD44 (p = 0,103) namun tidak bermakna jika dibandingkan plasebo.
Ekspresi CD133 meningkat pada kedua kelompok melatonin dan plasebo (p =
0,301) walaupun tidak bermakna. Melatonin 20 mg perhari selama 1 minggu
sebelum KN pertama dimulai sampai KN selesai tidak memberikan perbedaan
respons positif yang bermakna pada dua kelompok. Penurunan konsentrasi HIF-
1a dan CD133 tidak diikuti penurunan persentase sisa tumor. Pada kelompok
melatonin, ekspresi CD44 dan miR-210 menurun diikuti penurunan persentase
sisa tumor yang tidak bermakna dibandingkan plasebo. Pada kelompok yang
mendapat melatonin, persentase sisa tumor 21,35% lebih rendah dibandingkan
kelompok plasebo meskipun tidak berbeda bermakna (p = 0,531).


Squamous cell carcinoma of the oral cancer (OSCC) is the sixth most common

malignancy of all malignant tumors. Surgery is the mainstay of treatment for oral
cavity cancers. Surgery in locally advanced OSCC presents many challenges
primarily because the head and neck region have many critical structures that can
be damaged by tumor or treatment. Damage to these structures can result in
significant structural, cosmetic and functional deficits that negatively impact
quality of life. Therefore, it is thought that neoadjuvant chemotherapy (KN) in
local advanced stage OSCC is to shrink the tumor. The chemoresistancy is a
problem of KN administration in locally advanced OSCC due to a hypoxic
microenvironment characterized by increased expression of HIF-1α. The
chemoresistancy is also regulated by miR-210 as well as increased expression of
CD44 and CD133 stem cell markers. Melatonin has powerful antioxidant effects
and oncostatic effects that are expected to improve tumor hypoxia.
This study is a double-blind, randomized clinical trial, which was carried out in
June 2017 to July 2018 to determine the effectiveness of melatonin in improving
the clinical response of locally advanced OSCC patients given neoadjuvant
chemotherapy and whether melatonin can improve hypoxia marked by decreased
expression of HIF-1α, miR-210, CD44, and CD133. Only 25 patients had
completed the study protocol, 13 in melatonin group and 12 in placebo group. The
difference in HIF-1α, miR-210, CD44, and CD133 expression were measured as a
delta concentration using absolute quantification qRT-PCR. The concentration of
the biomolecular markers within the tumor tissue taken from the first biopsy (pretreatment)
were determined using qRT-PCR then subtracted from the
concentration of biomarkers taken from the second biopsy. The clinical response
was assessed using RECIST 1.1.
The administration of melatonin 20 mg/day decreased the expression of HIF-1α
(p = 0,301), miR-210 (p = 0,767), and CD44 (p = 0,103) but not statistically
significant. CD133 expression increased in both group melatonin and placebo (p
= 0,301). Melatonin 20 mg per day for 1 week before NC was started until NC
was completed did not give a significant difference in positive responses in the
two groups. The decrease concentrations of HIF-1 and CD133 were not followed
by a decrease in the percentage of remaining tumors. The melatonin group
showed a decrement in CD44 and miR-210 followed by a decrement in the
percentage of remaining tumors that were not significant compared to placebo. In
this study, melatonin did not increase the clinical response although there is
21.35% decrement in tumor mass in melatonin group compare (p = 0,531).

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Torana Kurniawan
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker serviks stadium lanjut lokal (IIB-IIIB) masih menjadi beban kesehatan di Indonesia saat ini. Radiasi menjadi modalitas utama terapi pada stadium ini. Programmed Death-Ligand 1 (PD-L1) merupakan sebuah ligand yang diekspresikan pada sel tumor yang terkait dengan proses immune escape. Sampai saat ini belum diketahui karakteristik kadar PD-L1 pada karsinoma sel skuamosa (KSS) serviks stadium lanjut lokal serta pengaruh radiasi terhadap ekspresinya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik PD-L1 intratumoral pada kanker serviks stadium lanjut lokal serta pengaruh radiasi eksterna terhadap ekspresinya. Metode: Dilakukan pemeriksaan kadar PD-L1 pada sampel biopsi serviks dengan 2 metode, yaitu Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) dan immunohistokimia (IHK). Pengambilan sampel dilakukan dua kali, yaitu preradiasi dan pascaradiasi eksterna. Dilakukan analisis statistik untuk mengetahui perbedaan kadar antara sebelum dan sesudah radiasi. Selain itu dilakukan analisis untuk melihat kesesuaian antara kadar yang ditunjukkan pada metode ELISA dengan metode IHK. Hasil: Didapatkan 29 sampel KSS serviks stadium lanjut lokal yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari pemeriksaan IHK, didapatkan bahwa PD-L1 diekspresikan hampir pada seluruh subjek (96,5%). Didapatkan nilai median PD-L1 ELISA preradiasi 409,19 pg/mg protein (59,80-3011,30), pascaradiasi 444,40 pg/mg protein (27,24-3217,85). Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok tersebut (p = 0,804). Pada analisis receiver operating characteristics (ROC) didapatkan nilai ELISA >400 pg/mg protein bersifat prediktif menyebabkan terjadinya penurunan kadar ELISA pascaradiasi. Terdapat kesesuaian antara kadar PD-L1 metode ELISA dengan metode IHK, dimana nilai ELISA > 499 pg/mg protein cenderung menunjukkan nilai grade 3 pada pemeriksaan IHK. Kesimpulan: PD-L1 diekspresikan positif pada KSS serviks uteri stadium lanjut lokal. Tidak terlalu jelas efek radiasi dalam menyebabkan naik-turunnya ekspresi PD-L1. Pemeriksaan ELISA mempunyai potensi untuk dipertimbangkan mewakili hasil pemeriksaan IHK, namun perlu bukti yang lebih kuat berupa penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

ABSTRACT
Background: Locally advanced cervical cancer (IIB-IIIB) remains a health burden in Indonesia. Radiation is the main modality of therapy at this stage. PD-L1 is a ligand that is expressed in tumor cells associated with the immune escape process. Until now there is no clear characteristics of PD-L1 levels in locally advanced-stage cervical SCC and the effect of radiation on its expression. This study is aimed to look for the intratumoral PD-L1 characteristics in locally advanced cervical cancer and the effect of external radiation on its expression. Method: PD-L1 levels were examined on cervical biopsy samples using two methods, i.e. ELISA and IHC. Biopsy was carried out twice, preradiation and post-external radiation. Statistical analysis was performed to determine differences in levels between before and after radiation. In addition, an analysis was conducted to see the conformity between the levels indicated in the ELISA method and the IHC method. Results: Twenty nine samples of local advanced cervical SCC were obtained that met the inclusion and exclusion criteria. From the IHC examination, it was found that PD-L1 was expressed in almost all subjects (96.5%). The median PD-L1 concentration of ELISA PD-L1 preradiation was 409.19 pg / mg protein (59.80-3011.30), post-radiation 444.40 pg / mg protein (27.24-3217.85). No significant difference was found between the two groups (p = 0.804). In the ROC analysis it was found that ELISA values > 400 pg / mg protein were predictive to cause a decrease in postradiation ELISA levels. There is a conformality between the levels of PD-L1 ELISA method with the IHC method, where the ELISA value > 499 pg/mg of protein tends to show grade 3 values ​​on the IHC examination. Conclusion: PD-L1 was expressed positively in locally advanced cervical SCC. The effects of radiation in causing the ups and downs of the expression of PD-L1 is not very clear. ELISA examination has the potential to be considered as a representative to the results of the IHC examination, but stronger evidence is needed in the form of study with a larger number of samples."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Filipus Dasawala
"Kemoterapi neoajuvan (KNA) merupakan salah satu modalitas terapi pada kanker payudara lanjut lokal (KPD-LL). Beberapa studi telah menunjukkan KNA dapat meningkatan kesintasan keseluruhan bila didapatkan respons patologis komplet, namun efektifitasnya dihambat oleh kemoresistensi yang dapat dimediasi oleh P-glycoprotein (Pgp). Tujuan dari studi ini adalah untuk mengkaji hubungan antara ekspresi Pgp dengan respons terhadap KNA pada pasien KPD-LL. Studi kohort prospektif multisentra dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RSUD Koja pada periode September 2018 sampai Mei 2019. Analisis imunohistokimia dilakukan pada sampel biopsi untuk menilai ekspresi Pgp secara semikuantitatif. Respons klinis dinilai pascakemoterapi tiga siklus dengan menggunakan kriteria WHO. Subjek yang dinilai operabel pascaKNA menjalani operasi mastektomi radikal modifikasi. Respons patologis dinilai pada spesimen bedah dengan menggunakan kriteria Miller-Payne. Pgp didapatkan positif pada 21/27 subjek (77,8%) dan lemah/negatif pada 6/27 subjek (22,2%). Respons patologis komplet hanya didapatkan pada satu pasien dengan Pgp negatif. Tidak ada perbedaan secara statistik antara subjek dengan Pgp positif dan Pgp negatif dalam hal respons klinis maupun respons patologis. Hasil studi ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien KPD-LL mengekspresikan Pgp, namun Pgp tidak dapat digunakan sebagai prediktor respons terhadap KNA, baik klinis maupun patologis.

Neoadjuvant chemotherapy (NACT) is one of the modalities used to treat locally advanced breast cancer (LABC). Studies have shown that it can improve overall survival if pathological complete response is achieved, but it is impeded by chemoresistance of which can be mediated by P-glycoprotein (Pgp). The aim of this study is to explore the association between Pgp expression and response to NACT. A multicenter prospective cohort study was carried out in Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital and Koja General Hospital from September 2018 to May 2019. Immunohistochemical analyses of the biopsy samples were done to semiquantitatively measure Pgp expression. Clinical response was evaluated after three cycles NACT using WHO response criteria. Subjects, who were deemed operable post-NACT, underwent modified radical mastectomy. Afterwards, the surgical specimens were evaluated for pathological response following Miller-Payne criteria. Pgp was strongly expressed in 21/27 subjects (77.8%) and weak/negative in 6/27 subjects (22.2%). pCR was seen only in one Pgp negative subject. There was no difference between Pgp positive and negative subjects in terms of clinical response and pathological response. The results show, Pgp is expressed in the majority of LABC patients, but it cannot be used as a predictor of response to NACT, either clinically or pathologically.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Birril Qudsi
"belakang: Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) adalah salah satu kanker yang paling umum dijumpai dengan angka survival 52.0% yang tidak meningkat secara bermakna walaupun tatalaksana kanker ini terus berkembang. Cornulin merupakan protein spesifik untuk sel skuamosa yang penting dalam diferensiasi epitel. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rendahnya ekspresi cornulin berhubungan dengan gambaran klinikopatologi dan survival yang lebih buruk dibandingkan dengan ekspresi tinggi. Oleh karena sifatnya yang spesifik dan belum ada penelitian mengenai ekspresi cornulin sebagai faktor prognosis di Indonesia, maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara ekspresi cornulin dan survival pada pasien dengan KSSRM.
Tujuan: Mengetahui potensi cornulin sebagai penanda biologis survival pada pasien dengan KSSRM.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif yang dilakukan dari periode Juni 2021 sampai dengan Mei 2022. Populasi penelitian ini merupakan pasien dengan diagnosis KSSRM yang ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologis dan menjalani terapi di Divisi Bedah Onkologi Departemen Ilmu Bedah RSCM periode Januari 2015 – Mei 2020. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk mengetahui ekspresi cornulin dan skor imunihistokimia ditentukan menggunakan immunoreactive score (IRS). Skor IRS < 6 berarti ekspresi rendah dan ≥ 6 berarti ekspresi tinggi. Analisis statistik univariat, bivariat, dan survival dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS.
Hasil: Cornulin tidak memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan survival pada pasien dengan KSSRM. T, N, dan stadium memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan survival pada pasien dengan KSSRM dengan nilai p masing-masing adalah 0.001, 0.040, dan 0.001. T dan N memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan ekspresi cornulin pada pasien dengan KSSRM, dengan nilai p masing-masing adalah 0.034 dan 0.030.
Kesimpulan:Cornulin sebagai protein penanda biologis KSSM tidak dapat menjadi prediktor dari survival pasien dengan KSSM.

Background: Oral squamous cell carcinoma (OSCC) is one of the most common cancers with a 52.0% survival rate which does not increase significantly even though the management of this cancer continues to develop. Cornulin is a specific protein for squamous cells that is important in epithelial differentiation. Previous studies have shown that low cornulin expression is associated with worse clinicopathological features and survival compared to high cornulin expression. Due to its specific nature and no research on cornulin expression as a prognostic factor has been done in Indonesia, the author is interested in knowing the relationship between cornulin expression and survival in patients with OSCC.
Objective: To determine the potential of cornulin as a biological marker for survival in patients with OSCC.
Methods: This study used a retrospective cohort study design that was conducted from June 2021 to May 2022. The population of this study were patients with OSCC diagnosis confirmed by histopathological examination and undergoing therapy at the Division of Surgical Oncology, Department of Surgery, RSCM for the period January 2015-May 2020. Immunohistochemical examination was performed to determine the expression of cornulin and the immunohistochemical score was calculated using the immunoreactive score (IRS). IRS score < 6 means low cornulin expression and ≥ 6 means high cornulin expression. Univariate, bivariate, and survival statistical analyses were performed using SPSS software.
Results: Cornulin did not have a statistically significant relationship with survival in patients with OSCC. T, N, and stage had a statistically significant relationship with survival in patients with SCC with p values ​​of 0.001, 0.040, and 0.001, respectively. T and N had a statistically significant relationship with cornulin expression in patients with OSCC, with p-values ​​of 0.034 and 0.030, respectively.
Conclusion: Cornulin as a biological marker protein of OSCC cannot be a predictor of the survival of patients with OSCC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arga Patrianagara
"Pendahuluan: Kanker payudara kanker dengan prevalensi, morbiditas dan mortalitas terbanyak di dunia. Kemoterapi neoadjuvan merupakan terapi sistemik pada kanker yang ditujukan untuk meningkatkan prognosis pasien. Proses imunologi dan inflamasi berperan dalam prognosis tumor. Beberapa indikator inflamasi antara lain neutrophil-lymphocyte ratio (NLR), lymphocyte-monocyte ratio (LMR), dan platelet-lymphocyte ratio (PLR). Penelitian ini ditujukan untuk menganalisa NLR, PLR, dan LMR terhadap respons klinis kanker payudara stadium lokal lanjut.
Metode: Desain penelitian ini adalah cross-sectional yang ditujukan untuk menilai hubungan NLR, LMR, dan PLR terhadap respons klinis dengan metode WHO. Penelitian ini akan dilakukan di RSCM pada wanita dengan kanker payudara stadium lokal lanjut yang menjalani kemoterapi neoajuvan RSCM tahun 2016-2021. Pengumpulan data akan dilakukan secara konsekutif (consecutive sampling) pada rekam medis.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 84 subjek penelitian dengan usia rerata 50 tahun dan stadium klinis T4. Pada penelitian ini didapatkan nilai median NLR sebesar 2,62, PLR sebesar 186,9 dan LMR sebesar 3,78 pada populasi sampel. Analisis bivariat antara NLR, LMR, dan PLR dengan respons klinis didapatkan tidak bermakna secara statistik (p>0,05) dengan nilai OR 1,3 (CI95% 0,7-2,2), 0,81 (CI95% 0,04-1,4), dan 1,06 (CI95% 0,5-1,9) secara berurutan. Terdapat hubungan yang bermakna antara NLR dengan kejadian mortalitas 1 tahun (p<0,05) dengan nilai OR 2,27 (CI95% 1,1-4,5).
Kesimpulan: Penelitian ini tidak mendapatkan adanya hubungan antara NLR, LMR, dan PLR dengan respons klinis pada kanker payudara lokal lanjut pasca KNA di RSCM.

Introduction: Breast cancer is one of the most prevalent cancer around the globe with significant morbidity and mortality. Neoadjuvant chemotherapy is a systemic therapy with the aim of reducing the size of tumor, including breast cancer. The role of immunologic and inflammatory process has been reported as a prognostic factors in breast cancer including neutrophil-lymphocyte ratio (NLR), lymphocyte-monocyte ratio (LMR), and platelet-lymphocyte ratio (PLR). We aimed to analyze the role NLR, PLR, and LMR to the clinical response of locally advanced breast cancer after neoadjuvant chemotherapy regimen.
Methods: We used cross-sectional research design for this study with the aim of observe the relation between NLR, LMR, and PLR and clinical response of neoadjuvant chemotherapy. We conducted this study in Cipto Mangunkusumo General Hospital. Our subjects include women with locally advanced breast cancer that has been treated with neoadjuvant chemotherapy between 2016-2021. We collected the subject consecutively using medical record as the primary data source.
Result: We obtained 84 subjects with the mean age of 50 years and clinical stage of T4. The median of NLR, LMR, and PLR were 2.62, 186.9, and 3.78 consecutively. Bivariate analysis of NLR, LMR, dan PLR with clinical response showed no significant association with the odd ratio of 1,3 (CI95% 0,7-2,2), 0,81 (CI95% 0,04-1,4), and 1,06 (CI95% 0,5-1,9) consecutively. We found significant association between NLR and 1 year mortality rate with the odd ratio of 2,27 (CI95% 1,1-4,5).
Conclusion: We found no correlation between NLR, LMR, and PLR with clinical response after neoadjuvant chemotherapy in locally advanced breast cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Herizal
"Latar Belakang: Insiden kanker sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) tercatat meningkat pada dekade terakhir, sebagian besar kasus datang dengan stadium lokal lanjut. Kemoterapi induksi merupakan rekomendasi pada sebagian besar kasus stadium lokal lanjut, dengan harapan tumor mengecil sehingga dapat dioperasi lebih baik dan dapat dilakukan preservasi organ. Namun tercatat, 40 % pasien tidak berespon baik terhadap kemoterapi induksi, sehingga berpeluang menambah morbiditas bahkan mengubah status tumor menjadi unresectable. Nilai Apparent Diffusion Coefficient (ADC) pada Diffusion Weighted - MRI (DW-MRI) merupakan parameter fungsional MRI yang berhubungan dengan densitas sel jaringan kondisi matriks ekstraseluler. Sehingga pemeriksaan ini dapat digunakan untuk memprediksi respon kemoterapi pasien.
Tujuan: mengetahui hubungan nilai ADC pra pengobatan dengan respon kemoterapi pada pasien KSSRM stadium lokal lanjut.
Metode: Desain studi ini adalah kohort retrospektif. Subjek berasal dari pasien KSSRM lokal lanjut yang menjalani kemoterapi induksi di Divisi Bedah Onkologi RSCM periode 2020- 2023). Dilakukan penilaian ADC pada MRI pra pengobatan, selanjutnya dilakukan penilaian respon kemoterapi pada pasien.
Hasil: Terdapat 43 subjek dengan nilai median ADC pra pengobatan 1172.49 mm2/s, dan 17 (40%) subjek berespon baik terhadap kemoterapi berbanding 26(60%) subjek tidak respon. Dilakukan analisis hubungan nilai ADC pra pengobatan dengan respon kemoterapi, dengan median nilai ADC pada kelompok responder dibanding non-responder, 1244.04 berbanding 1163.30, nilai p 0.172.
Kesimpulan: nilai ADC pra pengobatan tidak berhubungan dengan respon kemoterapi pada kasus KSSRM stadium lokal lanjut.

Background: The incidence of oral squamous cell carcinoma (OSCC) has been noted to increase in the last decade, most cases come with locally advanced stages. Induction chemotherapy is a recommendation treatment in most cases of this stage, with purpose that the tumor will shrink so that surgery can be performed better with favourable organ preservation. However, it was noted that 40% of patients did not respond well to induction chemotherapy, most patient would face additional morbidity, tumor progression and worse case became unresectable. The value of the Apparent Diffusion Coefficient (ADC) in Diffusion Weighted - MRI (DW-MRI) is a functional parameter of MRI related to the density of tumor cells and extracellular matrix. So that this examination can be used to predict the patient's chemotherapy response.
Aim: to find association between pretreatment ADC with chemotherapy response of advance stage OSCC patient.
Methods: this is a retrosective cohort study. The subjects are advace stage OSCC patient that undergoing induction chemothrapy at Surgical Oncology Division of Ciptomangukusumo Hospital from 2020 to 2023. Subject’s ADC value was determined at pretreatment MRI and then chemoterapy response was assesed for each subject.
Results: there were 43 subjects, with median pre treatment ADC value was 1172.49 mm2/s, 17 (40%) subjects respond well to chemotherapy and 26(60%) subject were not respond. Further analysis to find association between variables found the median ADC value was 1244.04 for responder subjects vs 1163.30 for non-responder (p 0.172).
Conclusion: pre-treatment ADC value is not associated with chemotherapy response of advance stage OSCC patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanny
"Latar belakang Kanker rongga mulut dan mulut (termasuk karsinoma sel skuamosa rongga mulut/KSSRM) secara kolektif tetap menjadi kanker paling umum ke-16 di dunia. Karena kecenderungan stadium lanjut selama diagnosis, kelangsungan hidup pasien KSSRM sangat buruk. Tumor infiltrated lymphocytes (TILs) yang diekspresikan diperkirakan mempengaruhi kelangsungan hidup pasien KSSRM, termasuk CD8 + dan TIL lainnya. Tujuan Untuk menentukan ekspresi CD8+ dan TILs dalam sel KSSRM dan hubungannya dengan overall survival (OS) dan progression-free survival (PFS) pasien KSSRM. Metode Penelitian ini merupakan analisis kelangsungan hidup dengan menggunakan desain kohort retrospektif pada pasien KSSRM yang datang ke Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangunkusumo, Indonesia, dari Januari 2017 hingga Desember 2021. Kriteria inklusi penelitian adalah pasien KSSRM dengan diagnosis histopatologi, sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien dengan data yang tidak lengkap atau tidak tersedianya sampel. Ekspresi CD8+ dan TIL diukur melalui perhitungan manual pada program Image J® pada pewarnaan imunohistokimia. OS dan PFS dianalisis menggunakan grafik Kaplan-Meier dan analisis cox-regression. Hasil Sebanyak 42 subjek dilibatkan dalam penelitian ini. Rata-rata OS adalah 10,83+1,268 bulan, sedangkan rata-rata PFS adalah 9,74+1,229 bulan. OS 2 tahun adalah 21,4%, sedangkan PFS adalah 19%. Ekspresi CD8+ yang lebih tinggi terkait dengan OS dan PFS yang lebih baik, sedangkan ekspresi TIL yang lebih tinggi terkait dengan PFS yang lebih baik. Kesimpulan. Ekspresi CD8+ dan TIL yang lebih tinggi dalam sel kanker terkait dengan kesintasan yang lebih baik pada pasien KSSRM.

Background Oral cavity and mouth cancer (including oral cavity squamous cell carcinoma (OCSCC) collectively remain the 16th most prevalent cancer in the world. Due to the tendency of advanced stage during diagnosis, the survival of OCSCC patients is abysmal. The connection of OCSCC and expressed tumor infiltrated lymphocytes (TILs) is thought to affect the survivability of the OCSCC patients, including CD8+ and other TILs. Aim To determine the expression of CD8+ and TILs in OCSCC cells and their relationship with overall survival (OS) and progression-free survival (PFS) of OCSCC patients. Methods This study is a survival analysis using retrospective cohort design on OCSCC patients who came to Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Indonesia, from January 2017 to December 2021. The inclusion criterion of the study was OCSCC patients with histopathological diagnosis, while the exclusion criteria were patients with incomplete data or unavailability of the samples. The expression of CD8+ and TILs were measured by manual counting of cells using ImageJ® on immunohistochemistry staining. The OS and PFS were analyzed using Kaplan-Meier graph and cox-regression analysis. Result A total of 42 subjects were included in this study. The average OS was 10.83+1.268 months, while the average PFS was 9.74+1.229 months. The 2-years OS was 21.4%, while PFS was 19%. Higher CD8+ expression was related to better OS and PFS, while higher expressed TILs was related to better PFS. Conclusion Higher CD8+ and TILs expressions in cancer cells are related to better survivability in OCSCC patients. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rut Angelika
"Latar belakang: Peningkatan insidensi karsinoma sel skuamosa (KSS) rongga mulut dan orofaring telah memicu berbagai studi mengenai peran Human Papilloma Virus (HPV) pada patogenesis KSS rongga mulut dan orofaring. Dewasa ini, pemeriksaan imunohistokimia p16, suatu protein penanda yang dibentuk oleh sel tubuh akibat terinfeksi HPV, semakin marak digunakan sebagai alternatif dari pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan ini membutuhkan biaya tinggi dengan ketersediaannya yang rendah. Status p16 juga menentukan stadium KSS orofaring berdasarkan panduan diagnosis oleh American Joint Commitee on Cancer (AJCC) edisi ke-8. Panduan diagnosis tersebut dibuat berdasarkan penelitian yang menyatakan bahwa respons radiasi dan prognosis KSS orofaring lebih baik pada pasien dengan status p16 positif. Tujuan penelitian: Membandingkan respons radiasi pada pasien dengan KSS rongga mulut dan orofaring berdasarkan status p16. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan melibatkan 27 pasien KSS rongga mulut dan orofaring di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Data karakteristik pasien diambil dari rekam medis, anamnesis pasien, serta hasil pemeriksaan CT scan dan/atau MRI. Status p16 ditentukan dengan pemeriksaan imunohistokimia dengan pulasan antibodi p16INK4a. Analisis data dilakukan menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 20. Hasil: Status p16 positif ditemukan pada 11 dari 27 subjek (40,7%). Berdasarkan analisis bivariat, tidak terdapat asosiasi yang bermakna antara status p16 dengan respons terapi (p>0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh signifikan dari status p16 terhadap respons radiasi pada KSS orofaring dan rongga mulut

Background: The increasing incidence of oral cavity and oropharyngeal squamous cell carcinoma (SCC) has led to the initiation of various studies on human papillomavirus (HPV), which plays a role in the pathogenesis of oral cavity and oropharyngeal SCC. Nowadays, immunohistochemistry examination of p16, a marker protein formed by HPV-infected cells, is increasingly used as an alternative to polymerase chain reaction (PCR) which requires high cost yet has low availability. According to 8th American Joint Committee of Cancer (AJCC) guideline on oropharyngeal cancer, p16 status also determines the staging of oropharyngeal SCC, indicating that the radiation response and prognosis of oropharyngeal SCC are better in p16-positive patients. Aim: To compare the radiation response in patients with oral and oropharyngeal SCC based on p16 status. Methods: This is a cross-sectional study involving 27 patients with oral and oropharyngeal SCC at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Patients characteristics were obtained from medical records, history taking, and CT scan and/or MRI results. p16 status was determined by p16INK4a immunohistochemistry and nasal polyp paraffin block examination (eosinophil infiltration and biofilm). Data analysis was performed using Statistical Program for Social Science (SPSS) version 20. Results: Positive p16 status was found in 11 of 27 subjects (40,7%). Based on bivariate analysis, no significant association was found between p16 status and radiation response (p>0.05)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Rizky Putri
"

Pendahuluan: Karsinoma rongga mulut adalah keganasan tersering ke-6 di Asia. Mayoritas pasien karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) di RSCM datang dalam kondisi lanjut. Namun belum ada studi yang meneliti mengenai kesintasan penyakit ini di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesintasan KSSRM di RSCM berdasarkan stadium klinis AJCC ke-8.

Metode: dilakukan studi analisis kesintasan secara retrospektif dengan menggunakan data pasien KSSRM yang didiagnosis di Divisi Bedah Onkologi RSCM pada tahun 2014-2018. Luaran pasien didapatkan dari rekam medis dan menghubungi pasien via telepon. Data dianalisis menggunakan metode Kaplan-Meier.

Hasil: Mayoritas pasien adalah laki-laki (perbandingan laki-laki:perempuan adalah 1,03:1) dengan rerata usia  51,12±13,821 tahun. Tumor ditemukan paling banyak di daerah lidah (72,8%) dan kebanyakan pasien didiagnosis pertama kali pada stadium IV (83,4%). Kesintasan keseluruhan satu dan dua tahun adalah 58,6% dan 43,1%, dengan kesintasan spesifik-penyakit adalah 66,9%. Kesintasan satu dan dua tahun terendah adalah pada kelompok stadium IV (53,5% dan 36,1% secara berurutan). Namun tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kesintasan dan stadium klinis pada studi ini.

Simpulan:  Kesintasan KSSRM yang rendah di RSCM menunjukan tingginya patient delay. Penapisan dan edukasi mengenai penyakit ini dibutuhkan untuk meningkatkan angka kesintasan.

 


Introduction: Oral cancer carcinoma is the 6th most frequent malignancy in Asia. In Cipto Mangunkusumo Hospital, most patient comes in late stage. Yet, there is no survival study available for this disease in our country.

Objectives: This study aims on revealing the survival rate oral squamous cell carcinoma (OSCC) patients in Cipto Mangunkusumo based on the 8th AJCC staging.

Methods: We performed a retrospective survival analysis study from a database of OSCC patients diagnosed at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2014-2018. Follow-up details were updated from medical record and by phone calls. Data was analysed using the Kaplan-Meier method.

Results: Majority of the patients were male (male-to-female ratio was 1.03:1) with the mean age was 51,12±13,821 years old. Tumors occurred mostly in the tongue (72,8%), and most patients were initially diagnosed as stage IV (83,4%). The one and two year overall survival rate were 58,6% and 43,1%, with a disease-specific survival rate was 66,9%. The worst one and two year survival rate was found constantly in the stage IV group (53,5% and 36,1%, consecutively). Though there was no statistically significant association between overall survival and clinical staging in this study (p>0,05).

Conclusion: The low OSCC survival rate in Cipto Mangunkusumo Hospital indicated a high level of patient delay. Screening and education regarding this disease are needed to increase the survival rate.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffany Christina Thaher
"Latar Belakang: Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) menempati urutan keenam dari keganasan yang paling sering terjadi di Asia. Kebanyakan pasien datang berobat dalam kondisi stadium lanjut sehingga KSSRM memiliki mortalitas yang tinggi. Angka kesintasan KSSRM satu tahun dan dua tahun di RSCM adalah 58,6% dan 43,1%; angka kesintasan spesifik penyakit adalah 66,9%. Studi ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang memengaruhi kesintasan KSSRM.
Metode: Studi ini merupakan kohort retrospektif berdasarkan data rekam medis pasien. Variabel yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, lokasi tumor, stadium klinis, derajat diferensiasi sel tumor, derajat invasi tumor, dan batas sayatan. Analisis kesintasan menggunakan Kaplan-Meier dan uji log-rank. Analisis bivariat dan multivariat menggunakan regresi Cox untuk mendapatkan hazard ratio (HR).
Hasil: Ada 169 subjek yang menderita KSSRM dan diterapi di RSCM tahun 2014 – 2018. Mayoritas pasien merupakan laki-laki (51,5%) dengan usia di atas 50 tahun (55,6%). Lokasi tumor paling banyak dijumpai di lidah (72,8%) diikuti mukosa bukal (13%). 82,2% pasien datang pada stadium IV, 60,4% memiliki diferensiasi baik, dan 53,8% memiliki grade rendah. Berdasarkan analisis bivariat, didapatkan bahwa ukuran dan ekstensi tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening regional (N), stadium klinis, dan batas sayatan memengaruhi kesintasan KSSRM (p <0,05). Keterlibatan KGB (HR: 1,212; 95% CI: 0,997-1,474; p <0,05) dan stadium klinis (HR: 1,749; 95% CI: 1,261-2,425; p <0,05) memengaruhi mortalitas secara signifikan.
Kesimpulan: Faktor-faktor yang memengaruhi kesintasan KSSRM adalah stadium klinis dan keterlibatan kelenjar getah bening regional (N).

Background: Oral squamous cell carcinoma (OSCC) is the sixth most common malignancy in Asia. Most patients were diagnosed in advanced stage; thus, the mortality rate is high. The one-year and two-year overall survival rate in Cipto Mangunkusumo Hospital are 58.6% and 43.1%, the disease-specific survival rate is 66.9%. This study is aimed to investigate the prognostic factors correlated with OSCC.
Methods: A retrospective cohort study was done on OSCC patients diagnosed and treated in Cipto Mangunkusumo Hospital from 2014 to 2018. Data regarding age, gender, site of the primary lesion, clinical stage of the disease, tumor differentiation, invasion, and surgical margins were collected. Prognostic variables were identified with bivariate analysis using Kaplan-Meier curves and log-rank testing for comparison.
Results: One hundred and sixty nine patients were included. Majority of patients were male (51.5%), age above 50 years old (55.6%). The most prevalent tumor site was the tongue (72.8%) followed by buccal mucosa (13%). 82.2% of patients had advanced (clinical stage IV) disease at diagnosis. Majority of patients had well-differentiated tumor (60.4%) and low-grade tumor (53.8%). Bivariate analysis showed that tumor size (T), nodal status (N), clinical stage, and marginal status significantly affected the overall survival (p <0.05). Nodal status (HR: 1.212; 95% CI: 0.997-1.474; p <0.05) and clinical stage (HR: 1.749; 95% CI: 1.261-2.425; p < 0.05) were independently associated with the risk of death.
Conclusion: Clinical stage and lymph node involvement are the most significant prognostic factors of OSCC.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>