Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York: Capricorn Books , 1974
304.62 GRO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Caren Marvelia Jonathan
"Sejak tahun 1950, hubungan bilateral Indonesia dan Cina bersifat fluktuatif. Sebagai negara terbesar di masing-masing kawasan, Indonesia dan Cina memiliki hubungan bilateral yang signifikan di panggung internasional karena implikasinya yang luas terhadap stabilitas keamanan dan perekonomian regional. Dalam perkembangannya, interaksi antara middle power dan great power ini makin tersorot karena hubungan kedua negara terus meningkat di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Xi Jinping, tetapi tetap diselimuti dengan ketegangan. Untuk menelaah perkembangan dinamika hubungan bilateral Indonesia-Cina, tinjauan literatur ini berupaya memetakan 52 literatur dalam bentuk artikel jurnal dengan menggunakan metode taksonomi. Pemetaan literatur ini kemudian dibagi ke dalam lima tema utama, yaitu: (1) faktor-faktor yang memengaruhi hubungan bilateral Indonesia-Cina; (2) Indonesia dalam pusaran rivalitas geopolitik Amerika Serikat-Cina; (3) dimensi ekonomi dalam hubungan bilateral Indonesia-Cina; (4) posisi diaspora Tionghoa dalam hubungan bilateral Indonesia-Cina; serta (5) posisi dan respons Indonesia di sengketa Laut Cina Selatan. Melalui tinjauan kelima tema utama tersebut, penulis hendak mengidentifikasi area konsensus, perdebatan, dan kesenjangan dalam literatur terkait topik ini. Penulis menemukan bahwa literatur-literatur utamanya menggambarkan kompleksitas hubungan bilateral Indonesia-Cina yang bersifat multifaset dari awal pembukaan hubungan diplomatik hingga di era kontemporer. Dinamika hubungan bilateral Indonesia-Cina ini didorong oleh pertimbangan pragmatisme kedua negara yang mengutamakan kepentingan nasional masing-masing dalam menghadapi berbagai isu prominen di antara keduanya. Dalam tinjauan literatur ini, penulis juga menemukan adanya kesenjangan literatur berupa pembahasan yang hanya terpusat di era kepemimpinan Soekarno, Soeharto, dan Jokowi, kurangnya eksplorasi analisis pada tingkat individu dalam kebijakan luar negeri kedua negara, minimnya pembahasan hubungan Indonesia-Cina selama pandemi COVID-19, dan absennya perdebatan akademis mengenai respons Indonesia terhadap evolusi kebijakan Cina di Laut Cina Selatan. Temuan ini dapat dieksplorasi lebih lanjut dalam penelitian di masa mendatang.

Since 1950, bilateral relations between Indonesia and China have been characterized by fluctuations. As the largest countries in their respective regions, Indonesia and China have significant bilateral relations on the international stage due to their broad implications for regional security and economic stability. Over time, interactions between this middle power and great power have gained more attention as their relations have strengthened under the leadership of President Joko Widodo and Xi Jinping, although they remain fraught with tension. To analyze the development of the dynamics in Indonesia-China bilateral relations, this literature review aims to map 52 journal articles using a taxonomy method. The literature mapping is categorized into five main themes: (1) factors influencing Indonesia-China bilateral relations; (2) Indonesia in the vortex of US-China geopolitical rivalry; (3) economic dimensions of Indonesia-China bilateral relations; (4) the role of the Chinese diaspora in Indonesia-China bilateral relations; and (5) Indonesia's position and response in the South China Sea dispute. Through the review of these five main themes, the author seeks to identify areas of consensus, debate, and gaps in the literature on this topic. The author finds that the literature mainly portrays the complexity of Indonesia-China bilateral relations as multifaceted, from the establishment of diplomatic relations to the contemporary era. The dynamics of Indonesia-China bilateral relations are driven by the pragmatic considerations of both countries, prioritizing their national interests in addressing prominent issues between them. In this literature review, the author also identifies gaps in the existing research, including discussions that are primarily focused on the leadership eras of Soekarno, Soeharto, and Jokowi, a lack of individual-level foreign policy analysis of both countries, limited discussion on the relations between the two countries during the COVID-19 pandemic, and the absence of academic debate regarding Indonesia’s response to the evolution of China’s polices in the South China Sea. These findings could be further explored in future research."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurrika Anggraini
"Kerjasama perdagangan merupakan salah satu cara yang dibutuhkan oleh negara untuk meningkatkan performa perdagangannya. Bentuk kerjasama perdagangan bilateral trade, regional trade dan international trade. Indonesia tercatat saat ini masih memiliki sedikit kerjasama perdagangan jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Chile merupakan salah satu negara yang ingin mengadakan kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Performa perdagangan Indonesia-Chile meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 jumlah export Indonesia ke Chile mencapai US$ 0,14 billion sedangkan import Indonesia dari Chile sebesar US$ 0,2 billion. Bagi Indonesia, Chile rnerupakan negara tujuan ekspor nomor 3 untuk kawasan Amerika Utara. Keberadaan Zona Franca Iquique diharapkan dapat membentuk Indonesia dalam melakukan penetrasi pasar ke negara-negara tetangga Chile. Dan pada tanggal 1 September 2008 dibentuk join commission Indonesia-Chile yang diperuntukkan untuk membahas kemungkinan diadakannya kerjasama antara Indonesia-Chile.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak penurunan tariff terhadap komoditi ekspor indonesia yang potensial diekspor ke Chile dan juga komoditi ekspor chile yang potensial diekspor ke Indonesia. Faktor lain yang mempengaruhi perfoma ekspor dan impor Indonesia-Chile adalah GDP dan RER. Dari hasil regreesi data panel menunjukan bahwa performa ekspor Indonesia ke chile untuk komoditi potensial ekspor ke chile dipengaruhi signifikan oleh tariff chile. Penurunan tariff chile akan memberikan dampak pada kenaikan nilai ekspor Indonesia ke Chile. Sedangkan untuk performa impor Indonesia dari Chile untuk komoditi potensial ekspor indonesia dipengaruhi signifikan oleh GDP Indonesia. Komoditi Potensial ekspor Indonesia ke Chile yang memberikan perubahan besar dalam penurunan tariff adalah karet dan barang dari karet (HS 40), Kertas/Karton (HS 48) dan olahan dari buah-buahan/sayuran (HS 20). Sedangkan untuk komoditi potensial ekspor Chile ke Indonesia yang memberikan dampak perubahan terbesar terhadap penurunan tariff Indonesia adalah buah-buahan (HS 08), lemak dan minyak hewan/nabati (I-IS 15), minuman (HS 22).

Trade cooperation is one way required by the countries to improve their trade performance. Kinds of trade cooperation are bilateral trade, regional trade and international trade. Indonesia recorded currently has little trade cooperation when compared with other countries. Chile is one country that wants to conduct trade cooperation with Indonesia. Performance of Indonesia-Chile trade increases every year. In the year 2008 value of Indonesian exports to Chile reached US$ 0,14 billion while value imports from Chile Indonesia amounted to US$ 0,2 billion. For Indonesia, Chile is an export destination number 3 for the South American region. Zones Franca Iquique existence is expected to form in the Indonesia market penetration into the neighboring countries of Chile. And on lst September 2008 join commission formed by Indonesia-Chile is intended to discuss the possibility of establishing cooperation between Indonesia and Chile."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T33230
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Ariaputra
"Penelitian ini bertujuan untuk menggali dinamika hubungan bilateral Indonesia-Swiss dari tahun 1949-1965. Sejak pernyataan kemerdekaan, eksistensi republik mendapat tantangan dari Belanda. Hal ini turut berdampak kepada konsepsi perjuangan Kementrian Luar Negeri Periode (1945-1949) yang diamanatkan untuk memperoleh dukungan pengakuan internasional guna mencegah kembalinya kekuasaan kolonial. Dalam hal ini Swiss mempunyai peran yang signifikan dan esensial bagi Indonesia. Dukungan moral dan material Swiss bagi Indonesia tiada duanya sebagai salah satu negara Eropa Barat yang tidak dijamah oleh Perang Dunia Kedua. Akan tetapi seperti halnya hubungan secara umum terdapat pasang dan surut (ebb and flow) yang turut mewarnai hubungan bilateral mereka. Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini mencoba untuk menjawab beberapa rumusan masalah seperti (1) Politik luar negeri Indonesia dan Swiss, (2) dinamika hubungan Indonesia-Swiss dari tahun (1949-1965) dan (3) dampak dari dinamika hubungan Indonesia-Swiss. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang di dalamnya termasuk proses menggali sumber, mengkritik, serta menafsirkan arsip-arsip kementrian baik itu dari Kementrian Luar Negeri Swiss maupun Kementrian Penerangan Indonesia untuk kemudian dapat dianalisis dan ditarik sebuah kesimpulan mengenai arsip tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa kehadiran Swiss ditengah krisis eksistensial Indonesia telah secara langsung membantu dengan membangun kapabilitas dan kapasitas Republik muda ini dalam menjalankan fungsi pemerintahannya. Adapun hubungan kedua negara tersebut juga diwarnai dengan beberapa ‘turbulensi’ di beberapa kejadian dengan kasus yang paling banyak di penghujung masa Orde Lama dan transisi menuju Orde Baru.
This research aims to explore the dynamics of Indonesia-Switzerland bilateral relations from 1949-1965. On August 17, 1945, Indonesia's independence was proclaimed after Japan surrendered to the Allies. Since the declaration of independence, the existence of the republic has been challenged by the Dutch who demanded a military and diplomatic response from Indonesia. This had an impact on the conception of the struggle of the Ministry of Foreign Affairs (1945-1949), which was mandated to gain support for international recognition to prevent the return of colonial rule. In this regard, Switzerland played a significant and essential role for Indonesia. Switzerland's moral and material support for Indonesia was second to none as one of the Western European countries not touched by the Second World War. However, as with relationships in general, there are ebbs and flows that color their bilateral relations. Based on this background, this research tries to answer several problem formulations such as (1) Indonesia and Switzerland's foreign policy, (2) the dynamics of Indonesia-Switzerland relations from 1949-1965 and (3) the impact of the dynamics of Indonesia-Switzerland relations. This research uses the historical method which includes the process of digging up sources, critic, and interpreting ministerial archives from both the Swiss Ministry of Foreign Affairs and the Indonesian Ministry of Information to then be analyzed and interpreted. This research found that the presence of Switzerland during Indonesia's existential crisis as one of has directly helped by building the capabilities and capacity of the young Republic in carrying out its government functions. The relationship between the two countries was also characterized by some 'turbulence' on several occasions with the most cases at the end of the Old Order and the transition to the New Order."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Sari Dewi
Jakarta : Yayasan Indonesia Baru, 1997
395.4 RAT m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Deasi Natalia
"The PTA is a basic type of economic integration. Indonesia needs bilateral PTA with the other countries to minimize its market losses. FTA, if used strategically, can be a tool to enhance Indonesia?s competitiveness and economic growth. One of potential partner country for Indonesia is India, because India is the seventh biggest export destination and India as one of country which the fastest growing economies in the world. The focus of this study is to analyze the trade flow and trade potential between Indonesia and India then it examines the impact of tariff elimination as one of FFA condition toward export and import of selected commodities between Indonesia and India.
From the trade flow and trade potential analysis, there are 42 product groups which have great potential to improve in Indian market. The products which have great potential are Mineral Fuels and Oils, Electrical Equipments, Ores, Slag and Ash, Machinery, Fats. Oils and Waxes. The Indonesian and Indian tariff has significant impact to trade between them. The tariff elimination simulation result show that commodity or product which have high percentage of increasing the export are Fats, Oils And Waxes (15), Mineral Fuels And Oils (27), and Ores, Slag And Ash (26).whereas, in increasing of import are Plastics & Plastic articles (39), Iron and steel (72), and Cotton (52). The general conclusion is FT A between Indonesia and India will give more gain to Indonesia than India, This is because of high tariff regime in India and low tariff regime in Indonesia. So, Indonesia was expected to gain more from the FTA than the India, at least for the first phase because of its much less tariffs compared to India.

FTA merupakan salah satu bagian dasar dan integrasi ekonomi. Saat ini, Indonesia membutuhkan bilateral FTA dengan Negara lain untuk meminimalisasi hilangnya pasar. FTA, jika dilakukan dcngan strategi yang baik and terencana akan sangat berguna untuk meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu negara yang sangat potensial untuk membentuk kexjasama dengan Indonesia adalah India, karena India merupakan tujuh besar negara tujuan utama ekspor Indonesia dan India merupakan salah satu Negara dengan pertumbuhan ckonomi tercepat di dunia. Tujuan utama dari studi ini adalah pertama untuk menganalisa arus perdagangan antara Indonesia dan India, yang kemudian mencati produk dari Indonesia yang mempunyai potensi besar untuk di pcrdagangkan dengan India, kedua menganalisa faktor-fakor yang mcmpengaruhi arus perdagangan antara keduanya, kemudian memprediksikan kemungkinan keuntungan dan kerugian dari dampak penurunan tariff sebagai persyaratan utama dan sebuah kerjasama FTA.
Berdasarkan hasil dari analisa perdagangan, terdapat 42 kelompok komoditi yang mempunyai potensi besar untuk di perdagangnkan dengan India. Kelompok komoditi tersebut diantaranya, Bahan akar Mineral, Mesin atau Peralatan Listrik, Ores, Biji Karak dan Abu Lngam, Machinery, Lemak dan Minyak Hcwan/Nabati. Sccara garis besar, FTA anlara Indonesia dan India akan membeiikan keuntungan lebih kepada Indonesia daripada India. Ini dikarenakan tingginya bca masuk yang dikenakan di India dibanding bea masuk di Indonesia yang relatif sudah kccil. Sehingga diharapkan dengan adanya kerjasama perdagangan antara Indonesia dan India akan membenkan keuntungan lcbih pada Indonesia, setidaknya pada jangka pendek di karenakan perbedaan tariff yang cukup tinggi dengan india."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T32084
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bianka Renzanova Kusuma
"Bilateral Investment Treaty (“BIT”) Indonesia dan Singapura yang dibentuk pada tahun 2005 diputuskan untuk tidak dilanjutkan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2016 karena Pemerintah Indonesia memilih untuk menegosiasikan BIT yang baru. Pada tahun 2018, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura telah berhasil membentuk BIT dengan ketentuan yang jauh berbeda dibandingkan dengan BIT terdahulu. Penelitian ini mencoba untuk meneliti perbandingan ketentuan dalam BIT Indonesia dan Singapura tahun 2005 dengan BIT dan Singapura tahun 2018. Selain itu, penelitian ini mencoba untuk mengetahui dampak BIT terhadap penanaman modal asing langsung di Indonesia. Bentuk penelitian ini bersifat yuridis-normatif dengan tipologi deskriptif analitis yang didukung oleh studi bahan pustaka dan wawancara sebagai alat pengumpul data. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa BIT Indonesia dan Singapura tahun 2018 dirumuskan secara lebih terperinci dan jelas dan memasukan banyak safeguard di dalamnya. Selain itu, BIT diketahui tidak memiliki dampak langsung untuk mendorong nilai investasi asing di Indonesia, tetapi kehadiran BIT tetap diperlukan untuk memberikan perlindungan dan meningkatkan kepercayaan investor Singapura, mendorong pembentukan iklim peraturan yang baik, dan pelengkap instrumen hukum perlindungan investasi. Saran yang dapat diberikan adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam merumuskan perjanjian investasi internasional kedepannya tetap mempertahankan rumusan perjanjian investasi yang jelas dan rinci demi menghindari penafsiran yang berbeda antara host state dengan penanam modal.

Bilateral Investment Treaty (“BIT”) between Indonesia and Singapore that was signed in 2005 was discontinued by the Government of Indonesia in 2016 because the Government of Indonesia elected to renegotiate a new BIT. In 2018, the Government of Indonesia and the Government of Singapore successfully agreed on a new BIT with new and different provisions. This research tries to do a comparative analysis on the BIT Indonesia and Singapore 2005 and BIT Indonesia and Singapore 2018. This research also looks to determine the impact of BIT on foreign direct investment. The research method of this thesis is juridical-normative with a descriptive research approach through literature review and desk study, and key informant interviews as a tool for collecting data. This research concludes that BIT Indonesia and Singapore 2018 was formulated with more details, containing explicit clauses and safeguards. This thesis also argues that BIT does not have any direct impact on increasing foreign direct investment in Indonesia. Nevertheless, the presence of BIT is still necessary and effective to provide protection of investment and increase investor confidence, encourage the creation of favourable regulatory climate, and complement other legal instruments for investment protection. In the future, the Indonesian Investment Coordinating Board (BKPM) should seek to establish international investment agreements that maintain a clear and detailed clause of investment agreements in order to avoid different interpretations between the host state and investors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bianka Renzanova Kusuma
"Bilateral Investment Treaty (“BIT”) Indonesia dan Singapura yang dibentuk pada tahun 2005 diputuskan untuk tidak dilanjutkan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2016 karena Pemerintah Indonesia memilih untuk menegosiasikan BIT yang baru. Pada tahun 2018, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura telah berhasil membentuk BIT dengan ketentuan yang jauh berbeda dibandingkan dengan BIT terdahulu. Penelitian ini mencoba untuk meneliti perbandingan ketentuan dalam BIT Indonesia dan Singapura tahun 2005 dengan BIT dan Singapura tahun 2018. Selain itu, penelitian ini mencoba untuk mengetahui dampak BIT terhadap penanaman modal asing langsung di Indonesia. Bentuk penelitian ini bersifat yuridis-normatif dengan tipologi deskriptif analitis yang didukung oleh studi bahan pustaka dan wawancara sebagai alat pengumpul data. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa BIT Indonesia dan Singapura tahun 2018 dirumuskan secara lebih terperinci dan jelas dan memasukan banyak safeguard di dalamnya. Selain itu, BIT diketahui tidak memiliki dampak langsung untuk mendorong nilai investasi asing di Indonesia, tetapi kehadiran BIT tetap diperlukan untuk memberikan perlindungan dan meningkatkan kepercayaan investor Singapura, mendorong pembentukan iklim peraturan yang baik, dan pelengkap instrumen hukum perlindungan investasi. Saran yang dapat diberikan adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam merumuskan perjanjian investasi internasional kedepannya tetap mempertahankan rumusan perjanjian investasi yang jelas dan rinci demi menghindari penafsiran yang berbeda antara host state dengan penanam modal.

Bilateral Investment Treaty (“BIT”) between Indonesia and Singapore that was signed in 2005 was discontinued by the Government of Indonesia in 2016 because the Government of Indonesia elected to renegotiate a new BIT. In 2018, the Government of Indonesia and the Government of Singapore successfully agreed on a new BIT with new and different provisions. This research tries to do a comparative analysis on the BIT Indonesia and Singapore 2005 and BIT Indonesia and Singapore 2018. This research also looks to determine the impact of BIT on foreign direct investment. The research method of this thesis is juridical-normative with a descriptive research approach through literature review and desk study, and key informant interviews as a tool for collecting data. This research concludes that BIT Indonesia and Singapore 2018 was formulated with more details, containing explicit clauses and safeguards. This thesis also argues that BIT does not have any direct impact on increasing foreign direct investment in Indonesia. Nevertheless, the presence of BIT is still necessary and effective to provide protection of investment and increase investor confidence, encourage the creation of favourable regulatory climate, and complement other legal instruments for investment protection. In the future, the Indonesian Investment Coordinating Board (BKPM) should seek to establish international investment agreements that maintain
a clear and detailed clause of investment agreements in order to avoid different interpretations between the host state and investors.
"
Depok: Fakultas Hukum, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1980
S7818
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>