Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158192 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinaga, Randa Putra Kasea
"ABSTRAK
Berbagai macam permasalahan yang dihadapi oleh petani telah menyebabkan terjadinya
penurunan jumlah petani di Indonesia. Salah satu permasalahan tersebut ialah adanya
konflik agraria yang dihadapi oleh petani, termasuk konflik agraria yang dihadapi oleh
petani anggota SPI (Serikat Petani Indonesia) Basis Desa Mekar Jaya dan petani anggota
SPI Basis Simpang Sei Kopas yang menjadi objek dalam penelitian ini. Terdapat tiga
tujuan dalam penelitian ini. Tujuan pertama adalah untuk menguraikan dan menganalisis
kondisi kesejahteraan petani dalam konflik agraria sebelum melakukan aksi sosial.
Tujuan kedua adalah untuk menguraikan dan menganalisis aksi sosial petani dalam
konflik agraria sebagai organisasi massa petani. Tujuan ketiga adalah untuk menguraikan
dan menganalisis kondisi kesejahteraan petani dalam konflik agraria setelah melakukan
aksi sosial. Berdasarkan hasil observasi partisipatif, studi dokumentasi dan wawancara
mendalam dengan para informan, terdapat tiga kesimpulan dalam penelitian ini.
Kesimpulan pertama, bahwa sebelum pelaksanaan aksi sosial, kondisi kesejahteraan
petani yang menghadapi konflik agraria setelah mengalami land grabbing, cenderung
berada dalam kondisi yang buruk. Kesimpulan kedua, pelaksanaan aksi sosial yang
dilakukan petani telah menjelaskan bahwa model aksi sosial sebagai pendekatan dari
intervensi komunitas merupakan metode praktis yang dapat dilakukan petani untuk
mendapatkan sumber dayanya kembali, sebagai wujud dari keadilan. Kesimpulan ketiga
setelah pelaksanaan aksi sosial, situasi penguasaan tanah konflik menjadi faktor
pendorong perubahan kondisi kesejahteraan petani.

ABSTRACT
Various problems faced by peasants have caused the decreasing of peasants
population in Indonesia. One of those problems is agrarian conflict. For instance, agrarian
conflicts which are being faced by SPI (Indonesian Peasant Union) Villages Mekar Jaya
and Simpang Sei Kopas bases peasant members, which are object of this research. There
are three objectives in this research. The first objective is to elaborate and analyze the
condition of peasants welfare in agrarian conflicts situation before organizing social
action. The second objective is to elaborate and analyze the social action of peasants in
agrarian conflicts situation as a civil society organization of peasants. The third objective
is to elaborate and analyze the condition of peasants welfare in agrarian conflicts situation
after organizing social action. Based on output of participatory observation,
documentation studies and in-depth interview with informants, there are three conclusions
in this research. The first conclusion, that before the organize of social action, the
condition of peasants welfare in agrarian conflicts situation after experiencing land
grabbing tends to be in a bad condition. The second conclusion, the organizing of social
action by peasants has explained that the social action model as an approach in community
intervention is a practical method that peasants can do to get their resources back, as a
manifestation of justice. The third conclusion, that after the organize of social action, that
situation of land controlling over land conflict becomes stimulating factor in changing
conditions of peasants welfare.

"
2019
T53240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boedi Harsono
Jakarta : Djambatan, 2005
346.04 Har h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Printono
Bandung: Pen. Dua s.a., 1961
346.04 PRI u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Purwanto
"Penelitian ini membahas tentang perjuangan Pembaruan Agraria yang dilakukan oleh Serikat Petani Indonesia pada 1998-2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan strategi gerakan petani dalam memperjuangkan pembaruan agraria di Indonesia. Penelitian ini berupaya memaparkan kaitan perjuangan pembaruan agraria yang dilakukan oleh gerakan petani dan diangkatnya kembali agenda pembaruan agraria dalam panggung politik nasional. Lebih dalam lagi, penelitian ini akan memaparkan strategi Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam memperjuangkan pembaruan agraria.
Pertanyaan pokok yang diangkat dalam penelitian ini adalah, Bagaimana perjuangan Serikat Petani Indonesia untuk mendesakkan isu pembaruan agraria sebagaimana yang diamanatkan oleh UU PA, dalam agenda politik nasional ? Sub pertanyaan yang akan dijawab yakni, pertama, bagaimana Serikat Petani Indonesia (SPI) muncul dan berkembang menjadi organisasi tani? Kedua, bagaimana perjuangan agraria Serikat Petani Indonesia (SPI) di tingkat lokal ? Ketiga, Bagaimana strategi Serikat Petani Indonesia (SPI) memperjuangkan pembaruan agraria dalam arena politik nasional ?.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dan mengunkan metode deskriptif analitis untuk menganalisis data-data yang diperoleh. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, pengumpulan dokumen serta wawancara mendalam dengan lima informan, aktifis Sintesa, Ketua Umum SPI, pakar agraria, anggota SPI, serta aktifis CNDS.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjuangan agraria SPI ditingkat lokal dilakukan dengan mengutamakan kekuatan massa untuk menduduki lahan dan melakukan aksi massa. Pada tahun 2011, SPI telah berhasil menguasai dan merebut kembali lahan-lahan bagi petani seluas 47.270 hektar, dan telah menjadi lahan produktif yang menghidupi dan meningkatkan perekonomian keluarga petani. Sementara 247.477 hektar lainnya dalam tahap reklaiming/okupasi. Untuk menggalang dukungan ditingkat lokal, SPI membangun aliansi dengan organisasi tani, buruh, nelayan, mahasiswa serta LSM. Kaukus politik di Sumatera Utara yang dibangun dengan partai politik tidak efektif untuk mendesakkan tuntutan jangka panjang SPI. Perjuangan agraria di tingkat lokal sesekali diikuti oleh tindakan politik anggota SPI merebut kekuasaan tingkat Desa. Sebagaimana di Sukabumi, anggota SPI di desa Sirna Jaya berhasil merebut jabatan Kepala Desa.
Di tingkat nasional perjuangan SPI ditujukan untuk mendesak negara untuk menjalankan UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU PA). Konferensi Nasional Pembaruan Agraria untuk Perlindungan dan Pemenuhan Hak Asasi Petani, yang diadakan oleh SPI bersama dengan organisasi gerakan agraria lainnya diangap menjadi tonggak kebangkitan isu pembaruan agraria. Dengan melibatkan kerjasama dengan Komnas Ham, pembaruan agraria kembali diangkat menjadi isu nasional, sebagai bagian dari Hak Ekosob.
Diangkatnya kembali agenda politik agraria didorong oleh dua faktor, pertama, menguatnya desakan dari organisasi tani dan penggiat gerakan agraria. Kedua, intervensi Bank Dunia dalam mendorong liberalisasi hukum pertanahan melalui BPN dan Bappenas. Strategi Serikat Petani Indonesia untuk menentang relasi kekuasaan yang menindas, dilakukan untuk menghadapi berbagai bentuk kekuasaan di berbagai ruang dan tingkatan.

This research discusses the Indonesia Peasant Union struggle for Agrarian Reform in Indonesia period 1998-2011. The purpose of this study was to describe the strategy of peasant movement struggle for agrarian reform in Indonesia. This study describe the relationship between agrarian reform struggle carried out by peasant movement, and the rising of agrarian reform agenda in the national arena. Further, this study will describe the strategy of Indonesian Peasant Union (SPI) to fight for agrarian reform.
The research question in this study are, How does the struggle of Indonesian Peasant Union press the agrarian reform issue as mandated by Basic Agrarian Law, to national political agenda? Sub-questions to be answered is, first, how the Indonesian Peasant Union (SPI) appeared and developed into a peasants organization? Secondly, how the agrarian struggle of Indonesian Peasant Union (SPI) at the local level? Third, How does the strategy of Indonesian Peasant Union (SPI) to fight for agrarian reform in the national political arena?
This study used a qualitative approach, and used descriptive analytic method to analyze the data obtained. Data collected from literature study, documents and indepth interviews with five informants, Sintesa activist, Chairman of the SPI, agrarian expert, a member of SPI, and CNDS activists.
These results indicate that the agrarian struggle of SPI at the local level, done by emphasizing the mass strength to occupy the land and mass action. In 2011, SPI has managed to control and reclaim the land of 47.270 hectares to peasants, and has been a productive area that supports family peasants and boost the economy. While the other 247.477 hectares in the stage of reclaiming/occupation process. To build support at the local level, SPI build alliances with peasant organizations, workers, fishermen, students and NGOs. Political caucuses in North Sumatra, which built with political party was no effective to push for long-term demands of SPI. Agrarian struggle at the local level sometimes followed by political action of SPI member to seize power at village level. As in Sukabumi, a member of SPI in the village of Sirna Jaya won the mayor position in the village level election.
At the national level aimed at the struggle SPI urge the state to implementing the Basic Agrarian Law No. 5/1960. National Conference on Agrarian Reform to Protection and Full fill of Peasant Rights, organized by SPI along with other agrarian movement organizations perceived to be a milestone in the rise of agrarian reform issues. By involving cooperation with Komnas Ham, agrarian reform again became a national issue, as part of Ecosoc rights.
The rising of agrarian political agenda is driven by two factors, first, strong pressure from peasant organizations and the agrarian movement activists. Second, the World Bank intervention in promoting the liberalization land act. through the BPN and Bappenas. Indonesia Peasant Union strategy against the oppressive power relations, undertaken to deal with various forms of power in the various spaces and levels.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30891
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Mujahid Widian
"

Artikel ini membahas tentang keberhasilan Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam perumusan deklarasi hak asasi petani tahun 2018. Bentuk keberhasilan SPI tersebut dapat dilihat dari disahkannya Deklarasi Hak Asasi Petani dan Orang-Orang yang Bekerja di Pedesaan oleh Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Desember 2018 lalu. Dalam menganalisis hal di atas, digunakan teori integrasi gerakan sosial yang merupakan upaya sintesa dari tiga dimensi/pendekatan yaitu struktur kesempatan politik, struktur mobilisasi sosial, dan pembingkaian kultural. Hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa keberhasilan perjuangan SPI dalam perumusan deklarasi hak asasi petani tahun 2018  tidak dapat dilepaskan dari berperannya masing-masing dimensi/pendekatan, yang diuraikan dalam teori integrasi gerakan sosial. Hal ini dapat dilihat dari upaya SPI untuk mengampanyekan ide mengenai hak asasi petani, yang sudah dimulai pada tahun 2001 di Indonesia. Dilihat dari struktur kesempatan politik, keberhasilan perumusan Deklarasi Hak Asasi Petani dan Orang-Orang yang Bekerja di Pedesaan  mampu didesakkan tatkala terjadinya perubahan struktur politik di Indonesia. Hal ini berakibat pada mampunya SPI merumuskan Deklarasi Hak Asasi Petani Indonesia pada tahun 2001, yang kelak menjadi dasar bagi Deklarasi Hak Asasi Petani dan Orang-Orang yang Bekerja di Pedesaan. Dilihat dari struktur mobilisasi, keberhasilan SPI dalam melakukan mobilisasi, yakni membentuk aliansi taktik maupun strategis sebagai wadah perjuangan di tingkat internasional, berhasil memasifkan perjuangan agar disahkannya sebuah instrumen mengenai perlindungan hak-hak petani. Sementara itu, kemampuan SPI berjejaring di gerakan petani itnernasional memungkinkan dikonstruksinya isu hak asasi petani, yang sebelumnya isu di tingkat lokal menjadi isu internasional yang dapat diterima secara universal. Hal ini menjadi faktor penguat menjadi disahkannya Deklarasi Hak Asasi Petani dan Orang-Orang yang Bekerja di Pedesaan.


This article discusses the success of the Indonesian Peasant Union (SPI) in the formulation of peasant rights declarations in 2018. The success of the SPI can be seen from the adoption of the Declaration of the Rights of Peasants and People Working in Rural Areas by the United Nations Human Rights Council Nation (UN) last December 2018. In analyzing the above, the theory of integration of social movements is used which is an attempt to synthesize three dimensions / approaches namely political opportunity structure, social mobilization structure, and cultural framing. The results of the analysis of this study indicate that the success of the SPI struggle in the formulation of the declaration of peasant rights in 2018 cannot be separated from the role of each dimension / approach, which is described in the theory of social movement integration. This can be seen from the efforts of SPI to campaign for ideas on peasant rights, which had begun in 2001 in Indonesia. The analysisi from the political opportunity structure, the success of the formulation of the Declaration of the Rights of Peasants and People Working in Rural Areas was able to be pushed when there was a change in political structure in Indonesia. This resulted in the SPI being able to formulate the Declaration of Indonesian Peasant Rights in 2001, which later became the basis for the Declaration of the Rights of Peasant and People Working in the Rural Areas. From the structural mobilization analysis, the success of SPI in mobilizing, namely forming a tactic and strategic alliance as a forum for struggle at the international level, succeeded in ensuring the struggle for the passage of an instrument regarding the protection of farmers rights. Meanwhile, SPIs ability to network in the international peasant movement has enabled the construction of peasant rights issues, which previously issues at the local level became an international issue that could be universally accepted. This has become a reinforcing factor to the ratification of the Declaration of the Rights of Peasants and People Working in the Countryside.

"
2019
T53275
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Asih Yulianto
"Tesis ini membahas dinamika strategi bertahan hidupnya keluarga-keluarga petani di perdesaan, terutama menyangkut dimensi ekonomi dan politik pada kurun waktu setelah tumbangnya rezim penguasa orde baru. Tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis metode etnografi di salah satu desa di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil dari penelitian ini antara lain menyatakan bahwa kelompok petani kecil seperti buruh tani dan petani penggarap di perdesaan cenderung mengalami stagnasi kemiskinan, dimana proses eksploitasi yang dilakukan saat ini semakin canggih dan tidak kentara. Pasar melakukan eksploitasi simbolik dengan memanfaatkan jaringan kekerabatan dan sistem kepercayaan yang kuat diantara masyarakat desa. Dalam konteks ini pula, adanya kekuasaan yang semakin terdistribusi diantara warga desa semakin menyuburkan serta semakin menyamarkan praktek-praktek eksploitasi yang tengah berlangsung. Dan oleh karenanya, batasan antara negara, pasar dan masyarakat semakin kabur.

This research explored the dinamic of how peasant society survive in rural area linked to political and cconomic dimension in post reformation period. This reseach located at a village in Bogor district, West Java and used qualitative approach with ethnograph method. The result showcd that the group of the peasant like poor peasant or small farmer still in the same circumstances, which is poverty stagnation. The exploitation now tend in the shopisticated and vague form. The market exploitation today seen as simbolic exploitation where the kindship ties and trust System have been used by them. Still in this context, the distributive power between people in the village made exploitation practices become vague and more effective. And because of the distributive power, the limitation between state, market and civil society become borderless."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26260
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Jonathan P
"Value stream mapping adalah metode dari konsep lean manufacturing yang bertujuan untuk memetakan aliran material dan informasi pada sebuah proses. Dibantu dengan metode waste relationship matrix, jenis-jenis waste pada peta value stream dapat teridentifikasi sehingga dapat dimitigasi dengan value stream mapping analysis tool yang sesuai. Riset ini bertujuan untuk menerapkan value stream mapping pada proses perbaikan rotating equipment yaitu pompa jenis Pump P04-CD3 yang merupakan equipment untuk menyokong aktivitas produksi minyak. Setelah penerapan metode, jenis-jenis waste yang menjadi akar permasalahan dari proses perbaikan equipment tersebut adalah transportation waste, process waste dan motion waste. Setelah dilakukan improvement, lead time perbaikan berkurang sebanyak 46.7%, cycle time perbaikan berkurang sebanyak 3.8% dan non-value-added time berkurang sebanyak 57.9%.

Value stream mapping is a method derived from the lean manufacturing concept which aims to map the flow of material and information of a process. Assisted by the waste method relationship matrix, the types of waste on the value stream map can be identified so that it can be mitigated with an appropriate value stream mapping analysis tool. This research aims to apply value stream mapping to the repair process of rotating equipment, namely Pump P04-CD3 which is equipped to support oil production activities. After the application of the method, the types of waste that become the root cause of the equipment repair process problem are transportation waste, process waste and motion waste. After improvement, the repair lead time was reduced by 46.7%, the repair cycle time decreased by 3.8%, and the non-value-added time decreased by 57.9%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aniek Nurfitriani
"Skripsi ini membahas kebijakan ekonomi Orde Baru mengenai industrialisasi dan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat petani di Kabupaten Karawang pada tahun 1989-1997. Hasil penelitian mendapati fakta bahwa Pemda Kabupaten Karawang membagi Karawang menjadi dua bagian, yaitu bagian selatan dikhususkan untuk kawasan industri dan bagian utara untuk pertanian. Pembagian ini mempengaruhi pada kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Kabupaten Karawang, khususnya petani. Urbanisasi, terbukanya kesempatan kerja, dan percampuran budaya menjadi faktor pendorong terjadinya perubahan kehidupan sosial dan ekonomi petani ini. Kondisi ini baru terjadi di Karawang bagian selatan pada periode ini. Sedangkan petani di bagian utara Karawang belum terpengaruh industrialisasi hingga tahun 2000-an.
This research discusses Orde Baru economic policy of industrialization and its impact on the lives of peasant society in Karawang Regency at 1989-1997. The Writer found the fact that Karawang Regency Local Government split Karawang into two parts, the southern part for industrial area and the northern part for agricultural area. The division affects the economic and social life of Karawang Regency, especially peasants. Urbanization, opportunity to work, and culture acculturation are causing changes of economic and social life of peasant society. This condition just happen at southern part that period. Whereas northern part peasants no influent yet until 2000s."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42918
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Versanudin Hekmatyar
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah menguraikan diferensiasi sosial rumah tangga pertanian dipedesaan, mendeskripsikan bentuk-bentuk diversifikasi nafkah dan kendala rumah tangga untuk melakukan bentuk-bentuk diversifikasi nafkah. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, oservasi, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, tanah merupakan faktor produksi yang penting sebagaimana modal dan tenaga kerja. Tanah di Desa Kedungprimpen masih terkait erat dengan sumber nafkah penduduknya. Tingginya tingkat ketergantungan penduduk pada tanah pertanian juga terkait erat dengan pandangan masyarakat setempat yang melatarbelakangi diferensiasi sosial tentang orang kaya, cukup, dan miskin. Kedua, fakta ini, selanjutnya mendorong rumah tangga dalam menghadapi krisis untuk melakukan serangkaian aktivitas nafkah dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Pemilihan bentuk diversifikasi nafkah terutama didasari alasan rasional terkait dengan jenis sumberdaya yang dapat dioptimalkan. Secara umum, diversifikasi nafkah di Desa Kedungprimpen dilakukan pada sektor pertanian dan sektor nonpertanian. Sektor pertanian mencakup pengusahaan lahan milik, bagi hasil, sewa, gadai, dan sistem perburuhan. Sedangkan sektor nonpertanian meliputi perdagangan, kerajinan, peternakan, dan pertukangan. Ketiga, Kendala dalam melakukan diversifikasi nafkah dapat diidentifikasi berdasarkan tujuan dari aktivitas diversifikasi nafkah yang dilakukan, yakni untuk pemenuh kebutuhan, penambah pendapatan, dan akumulasi kekayaan.

ABSTRACT
The objective of this study is to describe the social differentiation of agricultural households in rural areas, the forms of livelihood diversification and household constraints to undertake livelihood diversification. This research is qualitative descriptive. The data were collected by literature study, observation and in depth interview. The results are as follows. First, land is an important factor of production as well as capital and labor. The land in Kedungprimpen village is still closely linked to the livelihoods of its inhabitants. The high level of dependence of the population on agricultural land is also closely related to the local community 39 s view that underlies the social differentiation of the rich, ample and poor. Second, this fact, further encourages households in the face of crisis to undertake a series of livelihood activities to meet their basic needs. The selection of diversified forms of livelihood is mainly based on rational reasons related to the types of resources that can be optimized. Generally, livelihood diversification in Kedungprimpen Village is done in the agricultural sector and non agricultural sector. The agriculture sector includes cultivation of the land, agricultural production sharing system, rent, pawnshops, and labor system. The non agricultural sector includes trade, handicrafts, animal husbandry, and carpentry. Third, constraints in livelihood diversification can be identified based on the objectives of livelihood diversification activities, ie, to fulfill the needs, increase income, and accumulation of wealth."
2018
T51511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>