Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193760 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sonia Hanifati
"Latar belakang: Gonore merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia dan sebagian besar infeksi gonore pada perempuan bersifat asimtomatik. Dibutuhkan sebuah tes cepat untuk mendiagnosis servisitis gonore dengan sensitivitas dan spesifisitas yang baik. Tujuan: menentukan nilai diagnostik dari ENCODE Gonorrhea Rapid Test (GRT) dalam mendiagnosis servisitis gonore pada perempuan risiko tinggi di Jakarta. Metode: Studi potong lintang ini melibatkan perempuan risiko tinggi, baik simtomatik maupun asimtomatik, yang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo dan Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya selama bulan Agustus hingga Oktober 2018. Apusan endoserviks diambil dari tiap subjek dengan urutan acak untuk pemeriksaan ENCODE GRT, pewarnaan Gram, dan biakan. Hasil: Sebanyak 44 subjek berpartisipasi dalam penelitian ini. Prevalensi gonore dalam penelitian ini sebesar 9,1%. Sensitivitas dan spesifisitas ENCODE GRT adalah 75% (IK 95%: 19,41% sampai 99,37%) dan 100% (IK 95%: 91,19% sampai 100%), dengan nilai duga positif dan negatif sebesar 100% and 97,56% (IK 95%: 87,99% sampai 99,54%). Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa ENCODE Gonorrhea Rapid Test dapat menjadi alternatif dalam mendiagnosis servisitis gonore pada perempuan risiko tinggi di Jakarta.

Background: Gonorrhea is one of health problems in Indonesia and most infections in women are asymptomatic. Thus, a rapid test with good sensitivity and specificity is needed to aid gonorrhea cervicitis. Objective: To determine the diagnostic value of ENCODE GRT in diagnosing gonorrhea cervicitis among high-risk women in Jakarta. Methods: This cross-sectional study included symptomatic and asymptomatic high risk women visiting Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo dan Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya during August-October 2018. Endo-cervical swabs from each participant were taken in random sequence for ENCODE GRT, Gram staining, and culture. Results: A total of 44 participants were enrolled. Gonorrhea prevalence was 9.1% in this study. The sensitivity and specificity for ENCODE Gonorrhea Rapid Test were 75% (19.41% to 99.37%) and 100% (91.19% to 100%). Positive and negative predictive value were 100% and 97.56% (87.99% to 99.54%). Conclusion: ENCODE GRT may become alternative diagnostic test among high-risk women in Jakarta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Azizah
"Servisitis klamidia masih menjadi masalah kesehatan yang cukup signifikan di Indonesia karena sulitnya diagnosis pasti klamidia. Pemeriksaan penunjang yang mudah dan murah dilakukan yaitu pewarnaan Gram namun memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Pemeriksaan baku emas adalah polymerase chain reaction (PCR) namun membutuhkan biaya mahal dan membutuhkan fasilitas laboratorium lengkap. Dibutuhkan sebuah tes cepat untuk mendiagnosis klamidiosis dengan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dari pewarnaan Gram. Penelitian ini bertujuan menentukan nilai diagnostik dari QuickStripe™ Chlamydia rapid test (CRT) dalam mendiagnosis servisitis klamidia pada perempuan risiko tinggi di Jakarta. Studi potong lintang ini melibatkan perempuan risiko tinggi, baik simtomatik maupun asimtomatik, yang berada di Balai Rehabilitasi Sosial Eks Watunas Mulya Jaya selama bulan Juni hingga Juli 2020. Apusan endoserviks diambil dari tiap subjek dengan urutan acak untuk pemeriksaan QuickStripe™ CRT, pewarnaan Gram, dan real time PCR. Sebanyak 41 subjek berpartisipasi dalam penelitian ini. Sensitivitas dan spesifisitas QuickStripe™ CRT pada penelitian ini adalah 73,6% (IK 95%: 48,80% sampai 90,85%) dan 81,82% (IK 95%: 59,72% sampai 94,81%), dengan nilai duga positif dan negatif sebesar 77,78% (IK 95%: 58,09% sampai 89,84%) dan 78,05% (IK 95%: 62,39% sampai 89,44%). Proporsi servisitis klamidia berdasarkan real-time PCR pada penelitian ini adalah 46,3%. Sebuah studi menyatakan bahwa penggunaan rapid test dengan sensitivitas suboptimal pada populasi risiko tinggi dapat meningkatkan angka pengobatan dibandingkan penggunaan baku emas yang membutuhkan kunjungan ulang agar pasien mendapatkan pengobatan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa QuickStripe™ CRT dapat menjadi alternatif dalam mendiagnosis servisitis klamidia pada perempuan risiko tinggi di Jakarta.
.....Chlamydial cervicitis is one of health problems in Indonesia due to difficulty of definitive diagnosis for Chlamydia trachomatis. Gram staining is quick and affordable and usually done to make presumptive diagnosis despite its low sensitivity and specificity. Polymerase chain reaction (PCR) is considered gold standard but costly, technically demanding and difficult to be performed in low-resource settings. Thus, a rapid test with higher sensitivity and specificity is needed to aid chlamydial cervicitis. This study aims to determine the diagnostic value of QuickStripe™ Chlamydia rapid tests (CRT) in diagnosing chlamydial cervicitis among high-risk women in Jakarta. This cross-sectional study included symptomatic and asymptomatic high risk women in Balai Rehabilitasi Sosial Eks Watunas Mulya Jaya during June to July 2020. Endocervical swabs from each participant were taken for QuickStripe™ CRT, Gram staining, and real time PCR. A total of 41 participants were enrolled. The sensitivity and specificity for QuickStripe™ CRT were 73.6% (95% CI: 48,80% to 90.85%) and 81.82% (95% CI: 59.72% to 94.81%). Positive and negative predictive value were 77.78% (95% CI: 58.09% to 89.84%) and 78.05% (95% CI: 62.39% to 89.44%). Chlamydial cervicitis proportion based on real-time PCR was 46.3% in this study. A modelling study stated that a rapid test with suboptimal sensitivity in a high risk setting can improve rates of treatment compared to a gold standard test that requires return visits for patients to receive results and treatment. We concluded that QuickStripe™ CRT may become alternative diagnostic test among high-risk women in Jakarta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Made Kurniati
"ABSTRAK
Nama : Ni Made KurniatiProgram Studi : Ilmu Kesehatan MasyarakatJudul : Prevalen Sifilis, Gonore Dan/Atau Klamidia Sebagai PrediktorEpidemi HIV Pada Berbagai Kelompok Seksual BerisikoEpidemi HIV di Indonesia merupakan permasalahan yang harus segera ditangani karenaberdampak pada derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Deteksi prediktor utama yangberkaitan dengan kejadian Infeksi Menular Seksual IMS terhadap terjadinya infeksiHIV sangat penting untuk diketahui, mengingat IMS merupakan pintu utama masuknyainfeksi HIV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan anatara IMS yangterdiri dari sifilis, gonore dan klamidia terhadap HIV serta mengetahui keterkaitanketiga IMS tersebut dengan prevalen HIV pada kelompok seksual berisiko. Penelitianini menggunakan desain cross-sectional dengan menganalisis data Survei TerpaduBiologi dan Perilaku tahun 2007, 2009, 2011, 2013 dan 2015. Analisis yang digunakanadalah analisis regresi logistik dan regresi fraksional. Infeksi sifilis, gonore danklamidia dapat meningkatkan odds kelompok seksual berisiko untuk terinfeksi HIVmeskipun tidak bermakna secara statistik. Nilai OR infeksi sifilis pada sebagian besarmodel adalah nilai OR terbesar yang meningkatkan peluang terjadinya infeksi HIV.Model hubungan antara IMS dan HIV dapat dilihat pada kota/lokasi yang masuk dalamkuadran I. Prevalen sifilis berhubungan dengan prevalen HIV pada setiap kelompokberisiko terutama pada kelompok waria dan LSL. Setiap kelompok seksual berisikodiharapkan dapat berpartisipasi dalam setiap program untuk pencegahan danpengendalian IMS dan HIV. Selain itu, perlu dilakukan penguatan program yangterfokus pada eradikasi IMS pada kelompok seksual berisiko.Kata kunci: HIV, Infeksi Menular Seksual, Kelompok Seksual Berisiko

ABSTRACT
Name Ni Made KurniatiStudy Program Public HealthTitle Prevalence of Syphilis, Gonorrhea and or Chlamydia as Predictor ofHIV Epidemics among Sexually High Risk Populations Analysis ofData from the Indonesia Integrated Biological and Behavioral Surveys,2007 2015The HIV epidemic in Indonesia is a problem that addressed immediately because itaffects the health status of Indonesian society. Detection of major predictors associatedwith the incidence of Sexually Transmitted Infections STIs against the occurrence ofHIV infection is important to note, because STIs are the main entrance of HIV infection.This study aims to determine the association between STIs consisting of syphilis,gonorrhea and chlamydia against HIV and knowing the relationship between these STIswith HIV prevalence in sexual risk groups. This study uses cross sectional design byanalyzing the data of ldquo Survei Terpadu Biologi dan Perilaku rdquo in 2007, 2009, 2011, 2013and 2015. Logistic regression analysis and fractional regression used for analysis.Syphilis, gonorrhea and chlamydia infections increase odds of sexual risk groups forHIV infection even if not statistically significant. The odds ratio of syphilis infection inmost models is the largest odds ratio that increases the chances of HIV infection. Themodel of the relationship between STIs and HIV can be seen in the cities or sites thatfall within quadrant I. Prevalent syphilis is associated with HIV prevalence in each riskgroup especially in transsexual groups and MSM. Sexual risk group expected toparticipate in programs for STI and HIV prevention and control. In addition, it isnecessary to strengthen programs focused on eradicating STIs in sexual risk groupsbased on cities or sites quadran.Keywords HIV, Sexually Transmitted Infections, Sexually High Risk Populations"
2018
T51356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nezza Nehemiah
"Individu dalam populasi umum yang pernah mengalami gejala psikotik psychotic-like experience memiliki risiko lebih besar untuk mengembangkan berbagai gangguan klinis seperti gangguan psikotik maupun gangguan psikologis berat lain di masamendatang. Oleh sebab itu diperlukan langkah preventif untuk mencegah berkembangnya gangguan pada individu normal. Berbagai penelitian terdahulu telah menggunakan berbagai alat tes skrining dalam upaya mengidetifikasi kelompok-kelompok berisiko, salah satunya adalah kelompok remaja. Akan tetapi, validitas dari alat tes skrining yang ada dan digunakan belum banyak diuji.
Penelitian ini adalah penelitian longitudinal berbasis sekolah yang telah dimulai sejak awal tahun 2017. Dalam penelitian tahap awal telah diperoleh data mengenai fenomena psychotic-like experience dengan menggunakan alat tes skrining Psychotic-Like Experiences PLEs di 5 sekolah di Jakarta. Pada tahap kedua yang saat ini dilaksanakan, peneliti melibatkan 40 orang siswa yang dipilih dengan teknik purposive sampling berdasarkan hasil temuan penelitian tahap awal. 40 orang siswa dilibatkan dalam wawancara diagnostik dengan panduan yang diadaptasi dari The Structured Clinical Interview for DSM-IVAxis I Disorders SCID-IV untuk dijadikan dasar acuan pembanding hasil diagnosis gold standard dari alat tes skrining PLEs. Validitas alat tes skrining diuji dengan melakukan perhitungan sensitivitas, spesifisitas, predictive values, likelihood ratios, beserta nilai cut-off optimum dari alat skrining tes dilakukan dengan menggunakan analisis Cross-tabulation dan analisis Area Under the Receiver Operating Characteristic ROC Curve.
Berdasarkan analisis Area Under the ROC Curvediketahui bahwa alat tes skrining PLEs memiliki sensitivitas 75 dan spesifisitas 87.5 yang baik untuk membedakan individu dengan atau tanpa gejala psikotik. Alattes skrining PLEs juga telah memiliki nilai cut-off yang optimum yaitu sebesar 1 gejala.Terdapat perbedaan cakupan gejala antara alat tes skrining PLEs dan panduanwawancara SCID-IV yang dapat turut mempengaruhi hasil penelitian. Adaptasi lebih lanjut dengan menambah cakupan gejala dirasa dapat meningkatkan sensitivitas dari alattes skrining PLEs di masa mendatang.

Individuals from general population who ever experienced psychotic like experience areat more risk to develop psychotic disorder or other psychological disorders in the future.Therefore, any prevention action is needed to prevent the development of any seriousdisorder in individuals from general population. Previous research had used variousscreening instruments for psychotic experience to identify at risk groups one of them isadolescents. Unfortunately the validity of these screening instruments has not yet beentested.
This is a longitudinal school based study which has been conducted since theearly 2017. In the first study, we use the Psychotic Like Experiences PLEs questionnaire to identify at risk individuals from 5 high schools in Jakarta. In this study second study , 40 students are selected by using purposive sampling technique based on the result of our first study. These 40 students then interviewed using The Structured Clinical Interview for DSM IV Axis I Disorders SCID IV to provide the gold standardbases for measuring PLEs questionnaire validity. The sensitivity, specificity, predictive values, likelihood ratios, and optimum cut off score were analyzed by using the Crosstabulation and Area Under the Receiver Operating Characteristic ROC Curve analysis.
Based on the analysis, we found that the sensitivity 75 and specificity 87.5 ofPsychotic Like Experiences PLEs questionnaire is good enough to differentiate individuals with or without psychotic experience. The cut off score of PLEs questionnaire is also found to be optimum ge 1 symptom to identify at risk individuals. There are differences in the number of symptoms covered by PLEs questionnaire andSCID IV, which is assumed to affect this study result. Further adaptation by addingmore symptoms covered by PLEs questionnaire are believed to increase its sensitivity infuture studies.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T49073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sinaga, Romi
"Tujuan: Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas Rapid Diagnostic Test (RDT) dengan baku emas slide darah mikroskop untuk deteksi dini malaria dalam kehamilan.
Tempat: Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di kecamatan Sei Berombang, kabupaten Labuhan Baku, Sumatera Utara (daerah endemik malaria).
Bahan dan Cara Kerja: Penelitian ini merupakan uji diagnostik yang bersifat sesaat (cross sectional). Wanita hamil atau dalam masa nifas yang berdomisili di daerah endemik malaria tersebut diminta kesediaannya untuk mengikuti penelitian ini. Anamnesis, pemeriksaan lisik dan Obstetrik dilakukan sesuai dengan protokol penelitian. Kemudian diambil sampel darah tepi masing-masing untuk pemeriksaan RDT (Parascreen®, produksi Zephyr Biomedicals, India, ML No: 558, Lot No: 101017), dan slide darah mikroskop. Pembacaan slide darah mikroskop dilakukan di laboratorium Sub Dit. Malaria Depkes Ri, Jakarta, oleh mikroskopis nasional. Data yang didapatkan kemudian diolah dan dianalisa.
Hasil: Pengambilan sampel dilakukan pada 18 Agustus 2006. Diteliti 45 subyek penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Didapatkan usia populasi penelitian berkisar antara 18-38 tahun dengan kelompok usia terbanyak (48,9%) usia 20-39 tahun. Sebagian besar (93,3%) tingkat pendidikan peserta penelitian adalah rendah. Penghasilan peserta penelitian sebanyak (86,7%) di bawah Rp.1.000.000,00, hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan eratnya hubungan antara malaria dan kemiskinan. Tidak ada satu pun responden yang demam namun pemeriksaan mikroskopik menunjukkan ada 5 wanita hamil yang positif parasit malarianya dan semuanya tidak terdeteksi dengan RDT sehingga didapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas alat RDT masing-masing 0% dan 100% untuk deteksi dini malaria dalam kehamilan. Nilai duga positif 0%, nilai duga negatif 91,1%, rasio kemungkinan positif 0, rasio kemungkinan negatif 1, dan nilai kappa O. Prevalensi malaria dalam kehamilan pada wanita hamil asimptomatik pada penelitian ini didapatkan 11,1%. Distribusi jenis malaria terbanyak adalah P falciparum (60%), dengan jumlah parasit malaria 79-2381 µL. Populasi penelitian adalah ibu hamil dan nifas dengan distribusi kelompok terbesar pada usia gestasi trimester 3 (57,8%). Sebagian besar populasi (64,4%) merupakan primigravida atau hamil ke-2.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan RDT yang dipakai tidak akurat untuk deteksi dini malaria dalam kehamilan. Prevalensi malaria dalam kehamilan pada wanita hamil asimptomatik di daerah endemik malaria pada penelitian ini adalah 11,1%. Pemeriksaan slide darah mikroskop masih merupakan baku emas untuk deteksi dini malaria dalam kehamilan. Jumlah parasit malaria pada wainta hamil asimptomatik termasuk rendah.
Saran: Deteksi dini malaria dalam kehamilan perlu dilakukan pada wanita hamil di daerah endemik malaria. Dengan masih terbatasnya tenaga mikroskopis terlatih dan perlengkapan di daerah pedalaman, ROT merupakan alternatif untuk deteksi dini malaria dalam kehamilan namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di lapangan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan menggunakan jenis RDT lainnya sehingga dapat ditentukan RDT yang lebih layak.

Objective: To know the sensitivity and specificity of the rapid diagnostic test (RDT) for early detection of malaria during pregnancy with the microscopic slide as the gold standard.
Venue: Public Health Facility located in Sei Berombang district, Labuhan Batu county, North Sumatra province.
Methods and Materials: Cross sectional diagnostic test. Pregnant or puerperal women who live in that location were asked to participate in this study. Anamnesis, physical and obstetrical examination were performed according to the protocol of the study. Peripheral blood from each participants for RDT (Parascreen®, produced by Zephyr Biomedicals, India, ML No: 558, Lot No: 101017), and microscopic slide examination obtained. Microscopic slides were read by national microscopist in the laboratory of Sub Dit Malaria Indonesia Republic Department of Health in Jakarta. The data then collected and analyzed.
Results: The sample was taken on August 18th 2006. There were 45 samples that met the inclusion and exclusion criteria. The age of the participants were between 18-38 years old, and the majority (48,9%) were in the 20-39 years old group. For the level of formal education, the majority (93,3%) were in the low level group. Most of the participants (86,7%) had the average income below Rp.1.000.000,00 per month. This condition supports the theory that suggests the strong correlation between poverty and malaria. None of the participants complaining of fever, from the microscopic examination, there were 5 pregnant women positive for parasitemia and none of them could be detected by the RDT, so the sensitivity and the specificity of the RDT was 0% and 100% respectively for early detection of malaria during pregnancy. The positive predictive value was 0%, the negative predictive value was 91,1%, the positive probability ratio 0, the negative probability ratio 1, and the kappa value was O. The prevalence of malaria during pregnancy among the asimptomatic pregnant women in this study was 11,1%. Most of the species (60%) was P falciparum with the parasite count ranging from 79-238l µL. This study population was pregnant and puerperal women with the majority were on the 3rd trimester. Most of the population (64,4%) were primi or 2nd gravidae.
Conclusion: This study shows that the RDT used were inaccurate for early detection of malaria during pregnancy. The prevalence of malaria during pregnancy among the asimptomalic pregnant women living in the endemic malaria area in this study was 11,1%. The microscopic blood slide remains the golden standard for early detection of malaria during pregnancy. The parasite count in the asimptomatic women with malaria during pregnancy was low.
Suggestion: Early detection for malaria during pregnancy should be performed for pregnant women living in the endemic area. Because of the limited trained microscopist and facility in the remote area, RDT could be an alternative for early detection of malaria during pregnancy, but further study with larger samples and using variety of RDTs should be performed, so that the ideal RDT for early detection of malaria during pregnancy could be established.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suliyani Suwardi Pawiro
"Infeksi Menular Seksual (IMS) saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Gonore dan klamidia merupakan IMS yang banyak terjadi, dan seringkali bersifat asimtomatik, namun manifestasinya dapat menyebabkan penyakit serius lainnya secara sistemik. Sebagian besar komunitas Lelaki Seks Lelaki (LSL) melakukan seks anal, sehingga dianggap sebagai suatu kelompok berisiko untuk terinfeksi gonore dan klamidia. Infeksi yang sering terjadi adalah di daerah anus (proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jumlah pasangan anal dengan proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia pada LSL. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Responden berasal dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya pada tahun 2011, dengan metode pengambilan sampel Respondent Driven Sampling. Dari 750 sampel yang ada, sampel yang eligible sebanyak 644, karena data terisi lengkap. Prevalens kasus proktitis gonore dan/atau proktitis klamidia adalah sebesar 32,4%, dengan hasil bivariat yang menunjukkan bermakna secara statistik adalah variabel pendidikan, sumber pendapatan utama, dan penggunaan kondom. Setelah dilakukan uji stratifikasi, didapatkan ada interaksi variabel dikontak oleh petugas lapangan dan jumlah pasangan seks anal terhadap hubungan jumlah pasangan seks anal dengan proktitis gonore dan/atau klamidia. Analisis multivariat yang digunakan adalah cox regression. Hasil akhir hubungan jumlah pasangan seks anal dengan proktitis gonore dan/atau klamidia yang didapatkan setelah mengontrol penggunaan kondom serta interaksi dikontak oleh petugas lapangan dan jumlah pasangan seks anal adalah prevalence ratio (PR) sebesar 1,219 (95% CI 0,883-1,681). Tingginya jumlah pasangan seks anal serta rendahnya penggunaan kondom konsisten dan dikontak oleh petugas, maka perlunya upaya kerjasama dengan berbagai pihak untuk peningkatan kesadaran setia pada satu pasangan, kemudahan akses kondom dan pemberian pelayanan kesehatan pada komunitas LSL untuk mencegah terinfeksi gonore dan klamidia.

Sexually Transmitted Infections (STIs) is currently still be a public health problem worldwide. Gonorrhea and chlamydia are the common STIs happen. Most cases are asymptomatic, but its manifestations can cause other serious systemic illnesses. Most men who have sex with men (MSM) having anal sex, treated as a high risk group for gonorrhea and chlamydia infection. Infection commonly occurs in the anal area (gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis). The aim of this study is to estimate the correlation of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis in MSM. Study design is crosssectional. Respondents are taken from Jakarta, Bandung, and Surabaya in 2011, by Respondent Driven Sampling method. Among 750 samples available, the eligible sample is 644 (complete data). Prevalence of gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis cases is 32,4%. Results of bivariate analysis showed statistically significant variables are education, source of income, and the use of condoms. There is interaction variables of being contacted by health workers and number of anal-sex partner to the correlation of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis. Cox regression was used for multivariate analysis. The end result is the prevalence ratio (PR) of anal-sex partner number and gonorrhea proctitis and/or chlamydia proctitis after controlling confounder use of condom and interaction of being contacted by health workers and anal-sex partner number is 1,219 (95% CI 0,883-1,681). It is needed policy and collaborative action from all sectors to prevent gonorrhea and chlamydia infection by increased awareness of faithful to one partner, improve condom accessibility and delivery of health services easiness for MSM community. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Evasari
"Sifilis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum subspesies pallidum (T. pallidum), merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik. Sifilis merupakan penyakit yang progresif dengan gambaran klinis aktif (stadium primer, sekunder, dan tersier) serta periode tidak bergejala (sifilis laten). Sifilis masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan 80-90% kasus baru terjadi di negara berkembang dengan sedikit atau tidak ada akses diagnostik. Sejumlah besar sifilis tidak bergejala. Akibatnya, sebagian sifilis tidak terdiagnosis dan tidak mendapatkan tatalaksana yang baik, sehingga berpotensi menimbulkan gejala sisa serius, manifestasi sifilis tersier, kardiovaskular, neurologik, oftalmologik, otologik, dan berlanjutnya rantai penularan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemampuan rapid Test STANDARD Q Syphilis Ab dengan menggunakan spesimen serum dan darah kapiler dibandingkan dengan TPHA dalam mendeteksi sifilis pada populasi risiko tinggi yang terdiri atas waria, lelaki yang berhubungan seksual dengan lelaki, dan wanita penjaja seks di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Penelitian ini adalah uji diagnostik dengan dengan rancangan studi potong lintang. Hasil penelitian menggunakan spesimen serum memberikan hasil sensitivitas 91,30%, spesifisitas 97,53%, nilai duga positif 95,45%, nilai duga negatif 95,18%, dan akurasi 95,28% dibandingkan dengan TPHA sebagai baku emas. Hasil pengujian dengan spesimen darah kapiler memberikan hasil sensitivitas 84,78%, spesifisitas 98,77%, nilai duga positif 97,50%, nilai duga negatif 91,95%, dan akurasi 93,70% dibandingkan dengan TPHA sebagai baku emas. Kesesuaian hasil rapid test STANDARD Q Syphilis Ab antara spesimen serum dan darah kapiler sangat baik (κ = 0,8223). Rapid test STANDARD Q Syphilis Ab dapat dijadikan alternatif uji treponemal dalam menunjang diagnosis sifilis, baik sebagai penapisan rutin maupun konfirmasi hasil uji nontreponemal serta penggunaan spesimen darah kapiler dapat dijadikan alternatif uji treponemal yang lebih cepat dan mudah dilakukan.

Syphilis is a chronic and systemic disease caused by Treponema pallidum subspecies pallidum (T. pallidum). Syphilis is a progressive disease with active clinical features (primary, secondary, and tertiary syphilis) and asymptomatic periods (latent syphilis). Syphilis is still a worldwide health problem with 80-90% of new cases occurring in developing countries with little or no diagnostic access. A large number of syphilis are asymptomatic. As a result, some syphilis is undiagnosed and does not get good management, potentially causing serious sequelae, the manifestation of tertiary syphilis, cardiovascular, neurologic, ophthalmologic, otologic, and continuous chain of transmission. This study aimed to assess STANDARD Q Syphilis Ab's rapid test capability using serum and fingerprick whole blood specimens compared with TPHA in detecting syphilis in high-risk populations comprised of transgenders, men who have sex with men, and female sexual workers in Puskesmas Pasar Rebo. This study is a diagnostic test with a cross sectional study design. The results of this study using serum specimens were sensitivity of 91.30%, specificity of 97.53%, positive predictive value 95.45%, negative predictive value of 95.18%, and accuration 95.28%, compared to TPHA as the gold standard. Test results with fingerprick whole blood specimens gave sensitivity of 84.78%, specificity of 98.77%, positive predictive value of 97.50%, negative predictive value of 91.95%, and accuration 93.70%, compared to TPHA as the gold standard. Compatibility of rapid test STANDARD Q Syphilis Ab results between serum and fingerprick whole blood specimens was very good (κ = 0.8223). Rapid test STANDARD Q Syphilis Ab can be used as an alternative treponemal test in supporting syphilis diagnosis, either as routine screening or confirmation of nontreponemal test result and the use of fingerprick whole blood specimen can be used as treponemal test alternative which is faster and easier to do.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Desfalina Aryani
"Infeksi menular seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang sebenarnya di berbagai negara tidak diketahui dengan pasti. (Daili , 2003). IMS adalah infeksi yang penularannya terutama melalui kontak seksual dari orang ke orang. Beberapa IMS seperti HIV dan sifilis dapat ditularkan langsung dari ibu ke anak selama kehamilan. Pada infeksi gonore dan sifilis yang tidak diobati akan mengakibatkan komplikasi serius, termasuk infertilitas. Gonore, sifilis, herpes genital merupakan IMS yang akan menimbulkan peradangan dan kerusakan jaringan kulit/selaput lendir genital, yang akan menjadi pintu masuk HIV. Sebaliknya infeksi HIV akan memperberat gejala klinis IMS tersebut, karena menurunkan kekebalan tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran epidemiologi infeksi gonore, sifilis, herpes genital dan HIV/AIDS di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011.
Disain penelitian ini adalah serial kasus. Data diperoleh dari status rekam medik pasien di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien infeksi gonore, sifilis, herpes genital dan HIV/AIDS yang berobat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan peneliti yaitu seluruh pasien kasus infeksi gonore, sifilis, herpes genital dan HIV/AIDS di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011.
Hasil penelitian menunjukkan kasus tertinggi IMS di rumah sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2011 adalah infeksi HIV/AIDS dan kasus terendah adalah infeksi sifilis. Rata – rata umur penderita gonore, sifilis, herpes genital dan HIV/AIDS adalah usia dewasa, berjenis kelamin laki-laki, berstatus menikah dan bertempat tinggal di Jakarta. Sebagian besar penderita IMS yang dirawat adalah penderita dengan gejala HIV/AIDS dan dirawat dalam masa perawatan yang tergolong lama.

Sexually transmitted infections (STIs) now is still a public health problem in the world, both in developed countries and in developing countries. Sexually transmitted infections (STIs) are infections that are spread primarily through person-to-person sexual contact. Several, in particular HIV and syphilis, can also be transmitted from mother to child during pregnancy and childbirth, and through blood products and tissue transfer. People with gonococcal, syphilis and/or genital herpes infections can lead to the development of serious complications and infertility. Gonorrhea, syphilis and genital herpes infection will cause inflammation and tissue damage skin/mucous membranes of the genital, which would become the entrance of HIV. The purpose of this research is to know the description of the epidemiology of infection gonorrhea, syphilis, genital herpes and HIV/AIDS at the Cipto Mangunkusumo hospital in 2011.
The design of this research is a case series. Data obtained from the patient's medical record at Cipto Mangunkusumo hospital in 2011. The population in this study was the patient of infection gonorrhea, syphilis, genital herpes and HIV/AIDS are treated in Cipto Mangunkusumo hospital in 2011. The technique of the sample is purposive of sampling, the sample according to criteria set by the researcher even all patients, cases of infection gonorrhea, syphilis, genital herpes and HIV / AIDS in Cipto Mangunkusumo hospital in 2011.
The results showed the highest cases of STIs in Cipto Mangunkusumo hospital in 2011 is HIV/AIDS infection and the lowest case is the infection of syphilis. The average age of patients with gonorrhea, syphilis, genital herpes and HIV/AIDS is an adult age, male, married and resides in Jakarta. The majority of patients with STI treated are HIV/AIDS infections.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Febri Lestari
"Gonore masih menjadi salah satu Infeksi Menular Seksual (IMS) terbanyak di seluruh dunia. Pada tahun 2020 diperkirakan terjadi 82 juta infeksi baru gonore .Prevalensi Gonore dan IMS lainnya tinggi pada populasi berisiko seperti pada Wanita Pekerja Seks (WPS). Menurut hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2018-2019 diketahui sebanyak 11,4% WPS terinfeksi gonore. Penggunaan kondom secara konsisten terbukti mengurangi risiko IMS, namun demikian prevalensi penggunaan kondom pada kelompok WPS masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsistensi penggunaan kondom oleh semua pasangan WPS dengan status infeksi gonore pada WPS di 6 Kabupaten/Kota. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang dilakukan pada bulai Mei-Juni 2023 dengan menggunakan data STBP 2018/2019. Sampel penelitian ini sebanyak 1.026 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Peneliti melakukan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi square dan analisis multivariat dengan uji cox regression. Hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang semua pasangannya tidak konsisten menggunakan kondom berisiko 1,42 kali untuk terinfeksi gonore dibandingkan responden yang pasangannya konsisten menggunakan kondom setelah dikontrol umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, lokasi menjual seks, ketersediaan kondom dan konsumsi alkohol (PR=1,42;95%CI=0,98-2,08;p value=0,07). Disarankan agar pemberlakuan peraturan daerah terkait kewajiban penggunaan kondom di tempat hiburan dan lokalisasi ditegakkan dengan melibatkan tokoh masyarakat setempat dalam pelaksanaannya.

Gonorrhea is still one of the most sexually transmitted infections (STIs) worldwide. WHO estimate 82 million new infections of gonorrhea occured in 2020. According to the results of the Integrated Biological and Behavioral Survei (STBP) 2018/2019, it was found that 11.4% of FSW were infected with gonorrhea. Consistency of condom use has been shown to reduce the risk of STIs, however, the prevalence of condom use in the FSW group is still low. This study aims to determine the relationship between the consistency of condom use by FSW’s partners and the status of gonorrhea infection in FSW in 6 districts/cities. This study used a cross-sectional study design which was conducted from May to June 2023 using STBP 2018/2019 data. The sample for this study was 1,026 respondents who met the inclusion and exclusion criteria. This study conducted univariate analysis, bivariate analysis with the chi square test and multivariate analysis with the Cox regression test. The results showed that respondents whose partners did not consistently used condoms had a 1.42 times risk of getting infected with gonorrhea compared to respondents whose partners consistently use condoms after adjusted by age, marital status, education level, location of selling sex, availability of condoms and alcohol consumption (PR:1.42, 95%CI:0.98-2.08, p value:0.07). It is suggested that regional regulations related to the obligation to use condoms in entertainment venues and localization be enforced by involving community leaders in their implementation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>