Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208736 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syadhillah Anzana Hazairin
"ABSTRACT
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah fasilitas kredit yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk membeli rumah, dengan Jaminan Hak Tanggungan di tanah dan bangunan yang dibeli. Namun, dalam jual beli rumah tanah dan bangunan masih dalam proses penyelesaian sertipikat serta pembangunan, sehingga belum dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. Disetujui, bank tidak dapat memberikan fasilitas kredit kepada konsumen tersebut. Di sisi lain, pihak pengembang membutuhkan dana dari konsumen untuk melanjutkan proses pembangunan. Untuk mengatasi risiko kredit, pihak pengembang dan bank pun melakukan kerjasama mengenai pemberian jaminan pembelian kembali
oleh pengembang. Akan tetapi, ketentuan tentang ketentuan garansi pembelian kembali sebagai Jaminan belum disetujui di Indonesia. Maka dari itu, skripsi ini membahas tentang kedudukan lembaga jaminan pembelian kembali ditinjau dari hukum Jaminan, yang disetujui dengan perjanjian jual beli rumah inden dengan fasilitas KPR antara PT. X, Y, dan Bank Z. Metode penelitian pada skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif, dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga membeli kembali jaminan muncul karena adanya kebutuhan praktik penjaminan di lembaga perbankan untuk mengisi kekosongan hukum. Jaminan pembelian kembali lembaga tidak dapat dikonfirmasi
menyetujui baik sebagai Jaminan kebendaan, atau Jaminan perorangan
Diharapkan telah diakui dalam hukum Jaminan. Meskipun demikian, beli kembali jaminan diterima tetap sebagai alternatif lembaga penjaminan.
Membeli kembali jaminan sebagai alternatif penjaminan.

ABSTRACT
Home Ownership Credit (KPR) is a credit facility that can be used by the community to buy a house, with a Mortgage Guarantee on the land and building purchased. However, in the sale and purchase of land and buildings the house is still in the process of completing the certificate and development, so it cannot be encumbered with Mortgage Rights. Approved, banks cannot provide credit facilities to these consumers. On the other hand, the developer requires funds from consumers to continue the development process. To overcome the credit risk, the developer and the bank also collaborated on providing repurchase guarantees
by the developer. However, the provisions regarding the conditions of the repurchase guarantee as a Guarantee have not yet been approved in Indonesia. Therefore, this thesis discusses the position of repurchase guarantee institutions in terms of the Collateral law, which is agreed to with the indent sale and purchase agreement with KPR facilities between PT. X, Y, and Bank Z. The research method in this thesis is juridical-normative research, and uses library materials such as primary, secondary and tertiary legal materials. The results of the study showed that institutions to repurchase guarantees arose because of the need for guarantee practices in banking institutions to fill legal vacuum. Agency repurchase guarantees cannot be confirmed
agree either as a material guarantee, or an individual guarantee
Expected to be recognized in the Guaranteed law. Nevertheless, the repurchase guarantee is accepted as an alternative guarantee institution.
Buy back guarantees as an alternative guarantee.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Felix
"ABSTRAK
Dalam perjanjian kerja sama pemberian fasilitas kredit
pemilikan rumah antara pengembang dengan bank biasanya
selalu diatur mengenai klausul Buy Back Guarantee, yang
merupakan jaminan dari pengembang kepada bank untuk membeli
kembali rumah yang dibeli konsumen dari pengembang yang
merupakan agunan kredit pemilikan rumah di bank, selama
sertipikat atas rumah dimaksud belum selesai dibalik nama
ke atas nama konsumen dan belum dipasang hak tanggungan.
Pengaturan dan pelaksanaan Buy Back Guarantee antara
pengembang dengan bank dilakukan dengan penandatanganan
akta subrogasi tanpa melibatkan dan diinformasikan kepada
konsumen. Konsumen menolak Buy Back Guarantee karena merasa
dirugikan, di mana harga yang dikeluarkan oleh pengembang
kepada bank tidak sepadan dengan harga rumah yang sudah
dibeli dari pengembang. Pada akhirnya penolakan dari
konsumen tersebut menimbulkan permasalahan dalam
pelaksanaan eksekusi pengosongan dan penjualan atas rumah
yang diajukan pengembang. Permasalahan yang timbul tersebut
adalah merupakan dampak atau akibat dari pelaksanaan Buy
Back Guarantee dalam perjanjian kredit pemilikan rumah."
2003
T36955
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rm.Satya Wijayantara
"Dalam kredit perumahan hanya jenis KPR Indent BTN yang menambah akta selain yang dipersyaratkan dalam KPR BTN secara konvensional pada umumnya. BTN menambah satu syarat yang harus dipenuhi oleh developer yaitu kesediaan menanda tangani akta buy back guarantee (BBG). Satu akta yang berisi janji developer untuk membeli kembali rumah yang dibangunnya dan telah dijual kepada konsumen yang memperoleh fasilitas KPR Indent BTN yaitu apabila developer tersebut ingkar janji untuk menyelesaikan pembangunan rumah yang telah dijualnya atau apabila debitur menunggak angsuran kreditnya selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian yuridis normatif. Dimana tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah buy back guarantee sebagai satu akta tambahan dalam perjanjian KPR Indent BTN sudah sah ataukah tidak sah apabila ditinjau dari konsepsi hukum perjanjian nasional kita. Guna mengetahui apakah akta buy back guarantee yang tercantum dalam perjanjian KPR Indent BTN telah melanggar ataukah tidak terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perundang-undangan di Indonesia, kami mengujinya melalui studi kepustakaan dengan didukung data primer dari lapangan yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap pejabat BTN yang bertindak sebagai pelaku bisnis yang telah mempergunakan akta buy back guarantee tersebut dalam usahanya, dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa akta buy back guarantte yang terdapat dalam perjanjian KPR Indent BTN dalam perspektif kebebasan membuat perjanjian (freedom of contract) telah memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Selain daripada itu akta buy back guarantee yang berisi janji developer untuk membeli kembali rumah yang telah dijualnya kepada konsumen adalah bentuk kegiatan penanggungan yang telah diatur dalam Pasal 1820 KUHPer. Dengan demikian kebijaksanaan BTN yang mewajibkan kepada developer yang memperoleh fasilitas KPR Indent BTN untuk menerbitkan akta buy back guarantee adalah sah dan tidak melanggar Undang-undang.

In housing credit, the only type of KPR Indent BTN adds act other than those required in the conventional KPR BTN in general. BTN adds one requirement to be met by the developer that is willing sign the act of buy back guarantee (BBG). An act which contains the developers promise to buy back the house they built and has been sold to consumers who obtain KPR facilities Indent BTN is if the developer was broken a promise to complete construction of houses that have been sold or if the debtor delinquent credit installment for 3 (three) months respectively.
The type of research that writer used is a normative juridical research. Where the purpose of this study was to determine whether the buy-back guarantee as an additional certificate in KPR Indent BTN agreements is valid or not when viewed from the conception of our national contract law. In order to know whether the act of buy-back guarantee as stated in the agreement KPR Indent BTN has violated or not against the provisions contained in legislation in Indonesia, we test it through a literature study was supported by primary data from field obtained from the interview on the official BTN which acts as a business person who has used buy-back guarantee certificate in the attempts, and then analyzed qualitatively.
The result of this research shows that the act of buy back guarantte of its existing in KPR Indent BTN in the perspective of freedom to make agreements (freedom of contract) in compliance with the terms subjective and objective requirements as provided in Article 1320 Civil Code. Other than that buy-back guarantee certificate that contains the developers promise to buy back the house that have been sold to consumers is the form of underwriting activities that has been provided in Article 1820 KUHPer. Thus, the policy of BTN making compulsary to the developers who obtained KPR Indent BTN in establishing the act of buy back guarantee is valid and it does not violate the Act."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S24795
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayudya Mentika Ryma
"Tesis ini membahas mengenai perjanjian buy back guarantee oleh developer dan pihak bank terhadap kredit kepemilikan rumah. Permasalahan meliputi hubungan hukum dan tanggung gugat pihak pengembang, bank, dan debitur/pembeli dalam perjanjian beli kembali (buy back guarantee) dan bentuk perlindungan hukum bagi pengembang untuk Memiliki kembali obyek Jaminan jika pengembang melaksanakan isi dari Perjanjian Beli Kembali (Buy Back Guarantee). Metode yang digunakan adalah melalui studi dokumen dan dibantu dengan wawancara dengan narasumber. Kemudian dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah hubungan antara Bank dengan debitor/pembeli yang melakukan pembelian unit rumah dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah dari Bank diatur dalam perjanjian kredit dengan jaminan dengan tanggung gugat Bank memberikan fasilitas KPR dan debitur wajib membayar angsuran, sedangkan hubungan hukum antara bank dengan developer diatur dalam perjanjian buy back guarantee, dimana antara bank dan pengembang telah membuat dan menandatangani perjanjanjian kerjasama yang mengatur bahwa pengembang bertanggungjawab sepenuhnya dan mengikat diri sebagai penjamin dalam hal debitor lalai, kemudian antara pengembang dengan debitor hubungan hukum yang timbul adalah melalui lembaga subrogasi. Saran penulis adalah agar Notaris dapat mensosialisasikan SEBI No. 15/40/DKMP dan juga memasukkan klausul kuasa jual dengan syarat tangguh dalam akta guna melindungi kepentingan Para Pihak.

In terms of providing housing and other property loans from developers, a buy back guarantee agreement is required between the developer and the lending bank. In practice, Debtors often rent houses that are used as collateral to third parties. This raises problems in the execution of vacancies and sales of houses submitted by the Developer. Based on this study, the authors conclude that the relationship between the Bank and the debtor / buyer who purchases a house unit with a House Ownership Credit facility from the Bank is regulated in a loan agreement with liability. The Bank provides mortgage facilities and the debtor is required to pay installments, while the legal relationship between banks with the developer regulated in a buy back guarantee agreement, where the bank and the developer have made and signed a cooperation agreement that stipulates that the developer is fully responsible and binds himself as a guarantor in the case of negligent debtors, then between the developer and the debtor the legal relationship arises through the institution subrogation. The suggestions for the Notary are to socialize SEBI No. 15/40 / DKMP and also to include the selling power clause in the deed to protect the interests of the Parties."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniarsih
"ABSTRAK
UntukUntuk memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Debitor untuk melunasi kewajibannya, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha Debitor serta akan lebih terjamin lagi jika diperkuat dengan adanya penjamin (borgtoch). Dalam hal pemberian kredit pemilikan rumah dan properti lainnya dari developer disyaratkan adanya perjanjian buy back guarantee antara developer dengan Bank pemberi kredit. Pokok permasalahan penelitian, bagaimana klausula tentang buy back guarantee dari Developer dituangkan dalam perjanjian kerjasama antara Bank dengan Develepor dalam rangka penyediaan fasilitas kredit indent serta buy back guarantee dari Developer dapat memberikan perlindungan bagi konsumen perumahan. Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan penelitian kepustakaan sebagai sumber data. Hasil Penelitian Buy Back Guarantee, dalam perjanjian penjaminan dituangkan dalam perjanjia. Apabila Debitur tidak membayar angsuran kredit selama 6(enam) bulan berturut-turut karena suatu sebab apapun juga, atau developer tidak atau belum menyerahkan Dokumen Jaminan atas nama masing-masing Debitur , maka Developeer wajib mengambil alih seluruh hak-hak dan kewajiban Bank selaku Kreditur, baik secara subrogasi maupun dengan Novasi, dengan membayar lunas seluruh kewajiban Debitur yang terhutang kepada Bank, hutang pokok, bunga, biaya dan denda keterlambatan. Konsumen Perumahan terlindungi oleh adanya Buy Back Guarantee baik dalam klausul pada Perjanjian Kerjasama antara Bank dengan Developer maupun yang dibuat dalam perjanjian tersendiri sehingga konsumen perumahan dapat terhindar dari tuntutan pembayaran dari Bank. Konsumen dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan atas wanprestasi yang dilakukan oleh Developer bagi kepentingan Konsumen dan sementara proses peradilan tersebut sampai pada suatu putusan yang mengikat (inkrah) konsumen dapat menghentikan pembayaran kepada Bank. Disampaikan saran, pelaksanaan Buy Back Guarantee oleh Developer terhadap bank pengikatan jaminan asset lainnya, dan bank pemberi kredit mensosialisasikan ketentuan dalam SEBI No. 15/40/DKMP yang terkait dengan ketentuan kredit properti baik kepada konsumen perumahan maupun developer.

ABSTRACT
To gain confidence in the ability of the debtor and the ability to repay their obligations, before providing credit, banks should conduct a careful assessment of the character, ability, capital, collateral and the debtor's business prospects and be more secure if reinforced by the guarantor (borgtoch). In the case of mortgages and other property of the developer required the existence of an agreement between the developer buy back guarantee to the lending bank. The issue of research, how about a buy back guarantee clause of Developer set forth in the agreement between the Bank and Develepor in the provision of credit facilities to indent and buy back guarantee of Developers can provide protection for residential consumers. Research using normative juridical approach to the study of literature as a source of data. Results Buy Back Guarantee, set forth in the underwriting agreement Testament. If the debtor does not pay the loan installments for 6 (six) consecutive months for any reason whatsoever, or developer does not guarantee or not submit documents on behalf of each Debtor, then Developeer shall take over all the rights and obligations of the Bank as Creditor , both subrogation and with Novation, the Debtor paid off all obligations owed to the Bank, in principal, interest, fees and late fees. Housing Consumers are protected by the presence of both the Buy Back Guarantee clause of the Cooperation Agreement between the Bank and the Developer as well as those made in a separate agreement that residential consumers can avoid the payment of bank charges. Consumers can file a lawsuit to court over breach of contract made by the Developer to the interests of consumers and while the judicial process to arrive at a decision that is binding consumers can stop payments to the Bank. Delivered suggestions, implementation Developers Buy Back Guarantee by the binding of a bank guarantee other assets, and the bank lender provisions of SEBI No. socialize. 15/40/DKMP associated with the provision of credit to the consumer residential properties and developers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Fenny Amelia
"Secara umum ada 2 dua jenis kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya ditinjau dari segi jaminan yaitu kredit dengan jaminan dan kredit tanpa jaminan. Salah satu ketentuan yang dimasukkan dalam perjanjian kredit tanpa jaminan adalah klausul Negative Pledge. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1 akibat hukum dari penggunaan klausul Negative Pledge dalam Perjanjian Kredit dan 2 penyelesaian terhadap masalah yang timbul dari penggunaan klausul Negative Pledge. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Data yang digunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif, pengambilan keputusan dengan logika deduktif.
Hasil penelitian adalah 1 akibat hukum yang timbul dari penggunaan klausul Negative Pledge antara lain merupakan Perjanjian Kredit Tanpa Jaminan, Kreditur berkedudukan sebagai Kreditur Konkuren, Kreditur tidak dapat melakukan eksekusi langsung, tidak dilakukannya pendaftaran Fidusia, penguasaan aset dan harta tetap berada di tangan Debitur, Debitur tidak dapat menjaminkan aset dan harta kepada Kreditur lain, serta risiko kemacetan kredit yang berpengaruh bagi Bank dan Negara. 2 penyelesaian masalah yang timbul dari penggunaan klausul Negative Pledge adalah dengan menerbitkan Peraturan Pelaksana yang mengatur teknis penggunaan klausul Negative Pledge dan dengan adanya Pembatasan dari Negara.

In general, there are two 2 types of loans granted by the bank to its customers in terms of assurance the secured loans and unsecured loans. One of the provisions included in unsecured loan agreement is Negative Pledge clause. Objectives of this research are to determine 1 legal consequences from the use of Negative Pledge clause in Loan agreement and 2 how to resolve the problem which occured from implementation of Negative Pledge. This research is a normative law prescriptive. Data used are secondary datas were analyzed qualitatively while decision making based by deductive logic.
Research result 1 the legal consequences occurs from the use clause Negative Pledge which are Unsecured Loan agreement, Creditors domiciled as a creditor Concurrent, creditors cannot execute the collateral directly, the registration of Fiduciary is not done, control of assets and property remains in the hands of the Debitor, the Debitor shall be committed to ensuring that assets and property will not be taken as mortgage to other creditors, as well as the risk of the credit crunch affecting the Bank and the State. 2 Settlement of problems occurs from the use Negative Pledge clause are by issuing Implementing Regulations governing the technical use and with restriction from the State as well for the implementation of Negative Pledge clause.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Safitri
"Dalam era pembangunan dewasa ini, baik pemerintah maupun orang perorangan/ swasta memerlukan kredit untuk melaksanakan kegiatan usahanya. Saat ini rukopun dapat diperoleh melalui kredit pemilikan ruko yang diselenggarakan oleh bank atau lembaga lainnya. Dalam rangka memberikan kredit kepada nasabahnya peraturan perundangan yang berlaku dibidang perbankan menentukan bank untuk mensyaratkan jaminan atas pembayaran kredit dari nasabah-nasabahnya. Pada umumnya bank dalam memberikan kredit kepemilikan ruko akan bekerja sama dengan developer yang membangun ruko tersebut, dan selain ada perjanjian kredit antara debitur dengan bank tetapi ada juga perjanjian antara bank dengan developer mengenai klausula 'Buy Back Guarantee'. Pada kenyataannya, dalam perjanjian kredit banyak sekali masalah yang timbul. Salah satu hal yang menarik adalah dimana debitur yang wanprestasi merasa keberatan atas 'Buy Back Guarantee' yang telah dilakukan oleh bank dan developer, menurutnya 'Buy Back Guarantee' bukan jaminan hutang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 'Buy Back Guarantee' memang bukan jaminan hutang, tetapi suatu bentuk perjanjian antara bank dengan developer, dimana jika debitur wanprestasi maka bank akan mendebet rekening developer sebagai penjamin dan developer akan membeli kembali bangunannya Sedangkan seharusnya pada saat debitur menyetujui perjanjian kredit yang dilakukan dengan bank, debitur dianggap sudah mengetahui perjanjian 'Buy Back Guarantee' tersebut.

In the nastional development era, event government or private party needs credit to run their bussiness. Now a days, people can get shophowes by credits from the banks or other party reguuity. Due to give credits to their customers in banking, forced the banks to have a guarantee for credit payments from their customer. The bank that give shop houres belorsing credit will cooperate with the developer who build the shop houses, and besides that there's also an agreement contract beetween the bank and the developer about 'buy back guarantee' clausul. In the reauty, there are a lot of proldems in credit contract, on of the most intresty problem is, when the debitur who can not pay did not agree with buy back guarantee clausul which done by the bank and the developer. The debitur thought that 'buy back guarantee' is not a loan guarantee.
In the result of the research, it shows that buy back guarantee clausul is not an owe guarantee, but it is a kind of an agreement between the bank and the developer. In case if there's a debitur can not pay, so the bank will debeting from the bank's account as a guarantoor and the developer has to buy the shophouse that built. When the debitur agrees the credit contract wich done by the bank and the debitur, he should know about the buy back guarantee agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T37092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Riansyah Putra
"Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) merupakan salah satu fasilitas kredit yang disediakan bank. Di dalam program KPA terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat yaitu konsumen (debitur), pengembang, dan bank sebagai kreditur. Didalam perjanjian kerjasama antara pengembang dengan bank, dimasukkan klausul buy back guarantee dari pengembang untuk menjamin terpenuhinya pembayaran hutang konsumen. Dari uraian tersebut, rumusan masalah yang dibahas dalam tesis ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai perjanjian Buy back guarantee ditinjau dari hukum jaminan di Indonesia dan bagaimanakah penerapan kalusul Buy back guarantee dalam perjanjian kerjasama antara bank dengan pengembang dalam rangka pembiayaan KPA. Untuk menjawab permasalahan tersebut, Penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian bersifat deskriptif, Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan yang digolongkan kedalam Sumber Primer, Sumber Sekunder, dan Sumber Tertier.
Dengan menggunakan metode penelitian tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa buy back guarantee belum diatur secara tegas dalam peraturan perundang undangan di Indonesia, dengan terpenuhinya unsur-unsur penanggungan dalam Pasal 1820 KUHPerdata buy back guarantee dapat dikatakan sebagai perjanjian penanggungan. Namun, buy back guarantee kurang memberikan kepastian hukum bagi kreditur dikarenakan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial layaknya jaminan kebendaan. Dengan semikian saran yang dapat disampaikan adalah, Sebaiknya peraturan ataupun petunjuk tentang Buy Back Guarantee dibuat secara khusus, di mana hal ini diperlukan agar penerapan Buy Back Guarantee dapat terlaksana dengan baik.

Credit apartment ownership is one of credit facility provided by banks.In the program Credit apartment ownership three parties involved that consumers ( debtors ), developers, and bank as creditors. In continuation of the cooperation between the developer with a bank, a clause inserted it would buy back a guarantee from the developer to ensure their need for payment of a debt consumers. From the explanation is, the formulation problems discussed in the this is how setting commitment shares guarantee in terms of insurance law in indonesia and how the application of kalusul shares guarantee in agreement cooperation between bank and during to finance kpa. To answer these problems, the use writers the form of juridical research normative with research typologies descriptive in nature, the data used is taken from secondary data obtained from literature available were classified as into a source of primary, secondary sources, and source of tertier.
Using the methodology the writers draw conclusions that shares guarantee not clearly regulated in legislation in indonesia, with the fulfillment in article 1820 kuhperdata shares guarantee could be described as a treaty. But, shares guarantee do not take legal certainty for creditors because not have power eksekutorial like insurance. Thus advice that can be conveyed is, regulation or a clue about should it would buy back a guarantee made specifically, in which this is necessary it would buy back a guarantee that the implementation of the come to fruition."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Rianty Hapsari
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai jual beli yang terjadi sebagai akibat dari penjaminan hak atas tanah berdasarkan akta pengakuan utang dan kuasa menjual. Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui hubungan hukum antara utang piutang dengan perikatan tanggung menanggung dan tindak pidana penggelapan, mengetahui implikasi penjaminan hak atas tanah yang dilakukan atas dasar akta pengakuan utang dan akta kuasa jual, serta mengetahui keabsahan dan implikasi hukum atas pembuatan akta jual beli berdasarkan akta kuasa jual yang telah dicabut sebelumnya. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian adalah utang bisa timbul dari adanya kewajiban hukum pelaku untuk mengembalikan uang hasil penggelapan, dan sebagaimana utang pada umumnya, dapat ditanggung secara tanggung renteng serta dapat dijaminkan. Penjaminan hak atas tanah dengan menggunakan akta pengakuan utang dan kuasa menjual hanya menyebabkan timbulnya jaminan umum sehingga sulit untuk dieksekusi. Akta jual beli yang dibuat berdasarkan akta kuasa jual yang telah dicabut adalah tidak sah sehingga dapat dibatalkan, dan atas pembatalan tersebut, pembeli beritikad baik yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada siapa ia membeli tanah tersebut.

ABSTRACT
This thesis discusses the land?s sale and purchase that occurred as a result of land rights guarantee by the Deed of Debt Acknowledgement and the Power of Sale. The purpose of this writing is to understand the connection between a debt with joint liability and the crime of embezzlement, to understand the implication of land rights guarantee by the Deed of Debt Acknowledgement and the Power of Sale, and also to determine the validity and the implication of the Deed of Land?s Sale and Purchase which made by the Power of Sale that has been previously revoked. The method used is a normative juridical research. The result of this research is a debt could arise from the offender?s legal obligation to return the money that has been embezzled, and as debt in general, it can also be beared by joint liability and be guaranteed. The guarantee of the land rights by the Deed of Debt Acknowledgement and the Power of Sale can only inflict general guarantee which difficult to execute. The Deed of Land?s Sale and Purchase which made by a previously revoked Power of Sale is null and void so that it can be cancelled, and upon such cancellation, the purchaser with the good faith who feels aggrieved can claim for a compensation from whom he bought the land.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45200
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarina Marta Dahlia
"Bank merupakan lembaga keuangan yang memilki peran penting dalam rangka kesejahteraan masyarakat melalui berbagai jenis kegiatan perbankan. Salah satunya adalah pemberian kredit. Pemberian kredit ini tentunya ditujukan agar debitur yang membutuhkan dana dapat mendapatkan pinjaman dan agar bank juga mendapat keuntungan dalam bentuk bunga. Dalam pemberian kredit, bank harus berpegang kepada prinsip kepercayaan karena uang yang dipinjamkan kepada debitur merupakan uang titipan dari nasabah yang lain, meskipun telah berhati-hati tidak menutup kemungkinan bahwa kredit yang diberikan dapat menjadi kredit bermasalah. Kredit bermasalah dapat timbul karena berbagai faktor. Bank akan selalu berusaha untuk meminimalkan angka kredit bermasalah, diantaranya melalui upaya restrukturisasi kredit. Melalui Penelitian dengan metode yuridis normatif, penelitian ini membahas mengenai tinjauan hukum perkreditan pada perbankan di Indonesia serta upaya restrukturisasi kredit bermasalah. Pada penelitian ini akan dibahas mengenai upaya restrukturisasi kredit bermasalah antara PT. X dan PT. Y dengan Bank Z.

Banks play an important role in creating and alleviating social welfare through its? activities. One of which is providing loans. Loans are given so that the debtor in need would be able to have funds and the bank would also benefit from receiving interests. In providing loans, a bank must uphold the fiduciary principle as the money belongs to other clients that have placed their trust upon said bank. Even when Banks have done their tasks carefully, there is still a possibility for the loan to become a non-performing loan. Non-performing loans occur due to numerous factors. Bank will always try to minimize the number of non-performing loans, one of the ways is through loan restructuring. By using normative legal research, this research will discuss the legal aspects of loans in banking and also loan restructuring as a method to mitigate non-performing loans. This research will also discuss the loan restructuring agreement in the non-performing loan between PT. X and PT. Y with Bank. Z."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>