Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78099 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ester Renata Patricia
"Skripsi ini membahas tentang Pembebanan Jaminan Fidusia pada Hak Cipta bagi Perjanjian Utang Piutang dalam tiga pembahasan. Pembahasan pertama adalah mengenai Perjanjian Utang Piutang sebagai perjanjian pokok bagi Perjanjian Pembebanan Jaminan Fidusia yang merupakan perjanjian ikutannya. Pembahasan kedua adalah mengenai kedudukan Hak Cipta dari perspektif Hukum Perdata di Indonesia. Pembahasan ketiga adalah permasalahan yang dihadapi dalam Pembebanan Jaminan Fidusia pada Hak Cipta bagi Perjanjian Utang Piutang. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan melakukan studi kepustakaan dan wawancara.
Hasil dari penelitian ini adalah menyatakan bahwa pembebanan Jaminan Fidusia bagi perjanjian utang piutang dilakukan dengan menentukan identitas Hak Cipta dalam rangka pembuktian dan nilai dari Hak Cipta tersebut karena identitas Hak Cipta dan nilai Hak Cipta tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia. Selain itu, hasil dari penelitian ini adalah juga menyarankan pemerintah melalui Pusat Pembinaan Profesi Keuangan yang bekerja sama dengan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia atau MaPPI merumuskan Standar Penilaian Hak Cipta untuk Tujuan Penjaminan Utang dan Standar Profesi Penilai Hak Cipta sehingga Bank Indonesia dapat mengakui Hak Cipta sebagai objek Jaminan Fidusia dan dengan demikian perbankan dan Lembaga jasa keuangan nonbank dapat menerima Hak Cipta sebagai objek Jaminan Fidusia.

This research discusses about fiduciary on Copyright in loan agreement. This thesis mainly focuses on three discussions. The first discussion is about The Loan Agreements as The Main Agreement for the Fiduciary Agreement which is The Following Agreement. The second discussion is about the state of Copyright in Private Law of Indonesia. The third discussion is the problem faced in the imposition of a Fiduciary Guarantee on Copyright for loan agreement. This research is a doctrinal research based on the related literatures.
The results regarding this thesis are to state The Copyright identity in the framework of proof and the value of copyright because the Copyright identity and Copyright value are listed in the Fiduciary Guarantee Certificate. In addition, the results of this study are also suggesting the government through the Financial Professional Development Center in collaboration with the Indonesian Professional Appraisal Societ or MaPPI to formulate a Copyright Assessment Standard for Fiduciary Purpose and Standards Copyright Appraisal Professionals so that Bank Indonesia can recognize Copyright as an object of fiduciary and thus banks and nonbank financial services can accept copyright as an object of fiduciary.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Purnama Sari
"Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi saat ini, banyak kalangan masyarakat yang memiliki ide-ide kreatif dan prestasi yang melahirkan Hak Kekayaan Intelektual. Salah satu dari beragam Hak Kekayaan Intelektual adalah Hak Cipta yang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pada Pasal 16 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta diatur bahwa Hak Cipta dapat digunakan sebagai jaminan fidusia. Pemerintah dalam merumuskan pasal yang mengatur bahwa Hak Cipta dapat digunakan sebagai jaminan fidusia patut didukung dan diapresiasi. Namun dalam prakteknya, belum banyak ditemui bahkan tidak ditemui jaminan fidusia dalam bentuk Hak Cipta. Hal tersebut terjadi karena belum terdapat ketentuan lebih lanjut dan jelas yang mengatur mengenai mekanisme Hak Cipta digunakan sebagai Jaminan Fidusia. Tesis ini mengangkat permasalahan mengenai peran notaris sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat Akta Jaminan Fidusia dalam pembuatan akta jaminan fidusia atas Hak Cipta mengingat fidusia atas Hak Cipta adalah merupakan suatu hal yang relatif baru dalam dunia hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Hak Cipta dapat digunakan sebagai jaminan fidusia dan dalam hal ini Notaris memiliki peranan dan tanggung jawab atas pembuatan Akta Jaminan Fidusia terhadap Hak Cipta yang digunakan sebagai objek jaminan fidusia.

Along with the current development and technology, many people have creative ideas and achievements that invented Intellectual Property Rights. One of the various Intellectual Property Rights is Copyright which as regulated in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. In Article 16 paragraph 3 of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright stipulated that Copyright can be used as a fiduciary guarantee. The government in formulating articles that stipulate the copyrights can be used as fiduciary guarantees should be supported and appreciated. However, in practice, there have not been many people found that even fiduciary guarantees in the form of Copyright have not been found. This happened because there were no further and clear provisions related to the Fiduciary Guarantee mechanism over Copyright. This thesis discussed the issue of the role of notary as a public official who has the authority to make a Fiduciary Guarantee Deed in the making of fiduciary guarantee deeds over Copyright considering that fiduciary over Copyright is a relatively new thing in law industry. The research method used is normative juridical research using the legal approach and case approach. Based on the results of the study, it can be concluded that Copyright can be used as a fiduciary guarantee and in this case the Notary has the role and responsibility for making the Fiduciary Guarantee Act on Copyright which is used as an object of fiduciary guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denisha Oktari
"Skripsi ini membahas mengenai penjaminan atas obyek berupa perjanjian lisensi hak cipta. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai tiga hal. Pertama, pembahasan mengenai tinjauan perjanjian lisensi hak cipta sebagai obyek jaminan dari perspektif hukum jaminan yang berlaku di Indonesia. Kedua, pembahasan mengenai jenis jaminan yang paling tepat dalam penjaminan perjanjian lisensi hak cipta berdasarkan pengaturan tentang lembaga-lembaga jaminan di Indonesia. Ketiga, membahas mengenai praktek pemberian jaminan atas perjanjian lisensi hak cipta di negara Jerman, kemudian membandingkannya dengan ketentuan yang ada di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar berasal dari studi kepustakaan uang diperoleh serta beberapa wawancara dengan beberapa narasumber.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perjanjian lisensi hak cipta merupakan suatu hak kebendaan dimana di dalam perjanjian tersebut terdapat hak tagih yang dapat digolongkan sebagai piutang atas nama, yang termasuk dalam klasifikasi benda bergerak tidak berwujud yang dapat dijadikan obyek jaminan. Maka dengan adanya klasifikasi benda bergerak tidak berwujud atas piutang dalam perjanjian lisensi hak cipta, maka lembaga penjaminan yang paling tepat ialah gadai dan fidusia Masing-masing lembaga jaminan memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda-beda yang dapat disesuaikan baik untuk kebutuhan debitur maupun kreditur. Perbandingan dengan negara Jerman, dengan penjaminan gadai dan fidusia adalah pledge dan assignment.

This research is concerning the securities over copyright license agreement. This thesis mainly focusing about three problems. Firstly, the object of the securities also with the characteristic relating to the Law of Property. Secondly, explaining about which form of securities that suites the best for copyright license agreement regarding the securities law in Indonesia. Thirdly, comparing securities over license agreement in Indonesia with Germany. This research is a doctrinal research, which some of the data are based on the related literatures.
The result regarding the research stipulate that claim in the copyright license agreement is qualified as the form of intangible movable goods according to Law of Property in Indonesia. According to the practical of this transaction, securities over claim in license agreement applied in form of pledge and fiduciary. Each security has its own character that applicable according to debtor and creditor’s need. Comparing to Germany, pledge and assignment is basically nearly the same as in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54127
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvita Ghinawati
"Salah satu polemik dari pengaturan hak cipta sebagai jaminan fidusia sehingga sulit untuk dilaksanakan karena mengingat jaminan fidusia masih menggunakan dasar hukum yang berlaku saat ini yaitu UU Jaminan Fidusia sedangkan pengaturan mengenai hak cipta terus berkembang. Selain itu aturan teknis tentang tata cara pelakasanaannya belum diatur oleh undang-undang maupun peraturan pemerintah. Permasalahan hukum yang timbul ketika hak cipta sebagai benda bergerak tak berwujud (intangible) dapat menjadi agunan/jaminan) fidusia salah satunya terletak pada aspek prosedural manakala debitur melakukan suatu wanprestasi/cidera janji yang mengakibatkan dapat dilakukan eksekusi atas objek yang dijaminkan.
Hak cipta sebagai objek jaminan wajib memberikan keyakinan, kepastian hukum serta perlindungan bagi kreditur atas pelunasan pinjaman di kemudian hari agar para pihak baik pemberi pinjaman maupun penerima pinjaman dapat mengurangi risiko dikemudian hari, maka hak cipta sebagai objek jaminan harus memiliki nilai ekonomis dikarenakan bank/lembaga keuangan non-bank pastinya dalam menyalurkan pinjaman harus mengetahui nilai hak cipta yang akan menjadi jaminan, untuk mendapat kepastian pengembalian pinjaman dalam hal debitur cidera janji. Selain itu, diperlukan juga kepastian bahwa akan adanya pihak yang membeli hak cipta tersebut ketika dilakukan eksekusi. Lebih lanjut, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, dan metode penelitiannya adalah metode pendekatan kualitatif.

One of the polemics of copyright regulation as a fiduciary guarantee makes it difficult to One of the polemics of implementing copyright as fiduciary collateral in Indonesia is because our fiduciary law is still using the current legal basis (Fiduciary Collateral Act) while the regulation of copyright is continuing to evolve. Besides, the technical regulation regarding the implementation procedures has not been regulated by the laws or government regulations.
Legal issues that arise when copyright is used as an intangible immovable object in fiduciary collateral is when the debtor commits a default/breach of promise which results in the execution of the objects. Copyright that has been used as an object of collateral must provide assuredness, legal certainty, and protection for creditors to the repayment of loans at a later date so the parties - both lenders and loan recipients can reduce risks in the future. Furthermore, copyright as an object of collateral must have economic value, so the bank or other non-finance institution can calculate the value of the copyright to get certainty of loan repayment in the defaulting debtor problems. In addition, it is also necessary to ensure that there will be parties who buy the copyright when it is executed. Furthermore, the method used in this research is a normative juridical approach, namely by using a statutory approach, and the research method is a qualitative approach.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Karunia Putri
"Penelitian ini membahas mengenai perbandingan hukum dimana hak cipta yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia di Negara Indonesia dan Negara Singapura. Berdasarkan Pasal 16 ayat 3 Undang-Undang Hak Cipta yang menyatakan bahwa hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia hal ini menyadarkan kita bahwasanya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada dasarnya mempunyai nilai ekonomis. Dengan adanya perkembangan masyarakat global, HKI dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit perbankan secara internasional. Dengan adanya pasal tersebut memunculkan masalah baru dimana belum adanya konsep yang jelas terkait due diligence, penilaian aset HKI, dan lembaga appraisal HKI di Indonesia, serta belum adanya dukungan yuridis baik dalam bentukperaturan terkait aset HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan maupun revisi mengenai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/6/PBI/2007 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum terkait agunan kredit menjadi salah satu faktor utama mengapa pihak bank belum dapat menerima HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan. Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediary, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, khususnya dalam menyalurkan dana melalui pemberian kredit atau pembiayaan untuk memastikan bahwa debitur atau nasabah memiliki itikad dan kemampuan untuk membayar sesuai kesepakatan. Untuk mewujudkan konsep tersebut, Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang telah mengatur secara jelas dan pasti peraturan mengenai HKI dapat dijadikan sebagai agunan di Bank.

This research discusses the comparative law where copyright can be used as an object of fiduciary security in Indonesia and Singapore. Based on Article 16 paragraph 3 of the Copyright Law which states that copyright can be used as an object of fiduciary security, this makes us aware that Intellectual Property Rights (IPR) basically have economic value. As is development of the global community, IPR can be used as collateral to get credit banking internationally. The existence of this article raises new problems where there is no clear concept related to due diligence, IPR asset valuation, and IPR appraisal institutions in Indonesia, and there is no juridical support either in the form of regulations related to IPR assets as objects of bank credit guarantees or revisions to Bank Indonesia Regulations. (PBI) No. 9/6/PBI/2007 concerning Asset Quality Assessment of Commercial Banks related to credit collateral is one of the main factors why banks have not been able to accept HKI as objects of bank credit guarantees. In carrying out its function as an intermediary institution, Banks are required to apply the precautionary principle, particularly in channeling funds through the provision of credit or financing to ensure that the debtor or customer has the intention and ability to pay according to the agreement. To realize this concept, Indonesia needs to learn from countries that have clearly and definitely regulated IPR regulations that can be used as collateral in banks."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Rizki Andari
"Kredit Modal Kerja dikatakan sebagai kredit yang diberikan guna untuk membiayai kebutuhan usaha – usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan. Pemberian kredit dengan Jaminan Fidusia oleh Bank BRI Cabang Kota Metro diberikan kepada Debitur sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh pinjaman kredit di Bank BRI. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Dapat disimpulkan bahwa dalam prosedur pelaksanaan pemberian kredit modal kerja dengan jaminan fidusia pada Bank BRI Cabang Kota Metro telah sesuai dengan prosedur yang diberlakukan. Untuk penyelesaian apabila terjadi kredit macet adalah dengan cara administrasi yaitu negosiasi persuasif, dan tindakan Perdamaian, dan tindakan Hukum yang terbagi menjadi 2 (dua) yaitu adanya penetapan keputusan Pengadilan Negeri Bandarlampung dan Balai Lelang atau Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Selanjutnya faktor yang menjadi penyebab Bank BRI Cabang Kota Metro mengurangi pemberian kredit dengan jaminan fidusia yaitu 1. Adanya kekhawatiran Bank BRI Cabang Kota Metro akan penyusutan nilai secara ekonomis terhadap objek jaminan, 2. Dalam hal debitur cidera janji, maka akan sulit dalam pelaksanaan eksekusinya dikarenakan objek jaminan yang tidak dikuasai oleh Bank BRI Cabang Kota Metro.

Working Capital Loan is loans gave for business to cover the cost of production in order to increase production or sales. Loan with fiduciary given by BRI Branch Bank of Metro City of The Lampung Province to debitors as a condition that must be filled to obtain a loan in BRI Branch Bank of Metro. The research method used in this research is empirical juridical. The result and discussion can be concluded that the implementation procedures of working capital loan with fiduciary in BRI Branch Bank of Metro City are in accordance with the applicable procedures. For completion in case of bad loans is by adminstration, namely persuasive negotiation and act of peace, and legal action which is divided into 2 (two), they are the designation of the decision of Pengadilan Negeri Bandar Lampung and Balai Lelang or Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Furthermore, the factors that cause BRI Branch Bank of Metro City reduce giving loan with fiduciary are 1. There are fears of BRI Branch Bank of Metro City will be economically depreciation against collateral object. 2. In the case of debtor in default, it will be difficult to guarantee the implementation of the execution because te object that is not controlled by BRI Branch Bank of Metro City.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia
"Setelah diundangkannya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang disebut juga undang-undang fidusia, dalam praktik; masih terjadi permasalahan dalam pelaksanaannya. Permasalahan tersebut disebabkan antara lain adanya perbedaan dalanl menafsirkan ketentuan undang-undang fidusia. Permasalahan sebagaimana yang dialami oleh Notaris X yaitu dalam menentukan jenis akta jaminan fidusia yang harus dibuat guna menjamin piutang baru dengan adanya penerima fidusia baru. Apabila dibuat akta jaminan fidusia baru, hal inig menimbulkan keberatan dari para kreditur yang telah menjadi penerima fidusia karena menyebabkan kekosongan jaminan. Sedangkan, Notaris X ragu-ragu mengenai dapat atau tidaknya dibuat akta perubahan jaminan fidusia menimbang akta pengakuan hutangnya dibuat beberapa waktu setelah dibuatnya akta jaminan fidusia pertama kali. Selain itu, di antara para pihak juga muncul perbedaan penafsiran mengenai keberadaan hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan Cara Studi dokumen dan wawancara. Yang menjadi perjanjian pokok dan diikuti dengan jaminan fidusia adalah perjanjian awal di mana telah disepakati adanya pencairan dana di kemudian hari, dan bukan akta pengakuan hutangnya. Jadi, akta perubahan jaminan fidusia sebagai perjanjian accessoir dapat dibuat dalam rangka menjamin hutanq yang baru ada di kemudian hari tersebut. Akta perubahan jaminan fidusia tersebut selain ditandatangani oleh penerima fidusia baru, sebaiknya juga ditandatangani oleh penerima fidusia awal guna memberi kepastian bahwa penerima fidusia awal mengetahui dan menyetujui adanya kreditur yang turut menjadi penerima fidusia yang dijamin pelunasan piutangnya dengan jaminan fidusia yang sama. Hal ini penting karena Notaris selain bertugas untuk membuat akta sesuai kesepakatan para pihak, harus tetap berdasar pada hukum yang berlaku. Oleh karena itu, untuk menghindari berbagai permasalahan dalam pelaksanaan jaminan fidusia seperti yang dialami Notaris X maka perlu adanya pengaturan yang lebih jelas agar mampu memberi kepastian dan tidak memunqkinkan perbedaan penafsiran."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Novita Sari
"This thesis aims to discuss the implication of recordation system for copyright license agreement after the new Government Regulation was enacted to fill the legal vacuum occurred from the recordation system of intellectual property rights license agreement. This research uses the normative-juridical approach by using secondary resources supplemented by interviews with the head of Subdirektorat Pelayanan Hukum Direktorat Hak Cipta and one of the intellectual property rights consultant. The background of the research shows that the new Government Regulation does not simply solve the problems for license agreement recordation, problems that could result to rejection for recordation are still found. By doing the research, the writer consequently provide the scheme for recordation, started by the validity of the agreement, the recordation requirements, and the impacts for license agreement recordation. By the end of this thesis, the writer concludes that regardless the mandatory formality to record the license agreement, the validity of the agreement are governed by contract law. Nevertheless, complying the declarative principle for copyright, whether the copyright is recorded or unrecorded should not hinder the recordation for its license agreement. Lastly, the recordation is necessary when third party is involved in the license agreemen because the law regulates the consequence for unrecorded license agreement vis a vis third party.

Skripsi ini bertujuan untuk membahas implikasi dari sistem pencatatan perjanjian lisensi setelah dibuatnya Peraturan Pemerintah untuk mengisi kekosongan hukum yang terjadi dalam sistem pencatatan perjanjian lisensi hak kekayaan intelektual. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yang menggunakan data sekunder ditambah dengan wawancara dengan kepala Subdirektorat Pelayanan Hukum Direktorat Hak Cipta dan salah satu konsultan hak kekayaan intelektual. Latar belakang penelitian ini menunjukkan bahwa Peraturan Pemerintah yang baru tidak dengan mudahnya menyelesaikan masalah terkait dengan pencatatan perjanjian lisensi. Permasalahan yang menghasilkan penolakan terhadap pencatatan tersebut masih ditemukan. Dengan melakukan penelitian ini, penulis secara bertahap memberikan skema pencatatan perjanjian lisensi, dimulai dengan keabsahan dari perjanjian itu sendiri, persyaratan pencatatannya,dan dampak dari pencatatan tersebut. Di akhir skripsi ini, penulis menyimpulkan bahwa terlepas dari kewajiban untuk mencatatkan perjanjian lisensi, keabsahan perjanjian tersebuttetap diatur oleh hukum kontrak. Namun demikian, untuk mematuhi prinsip deklratif hak cipta, dicatatkan atau tidak dicatatkannya hak cipta tidak seharusnya menghalangi pencatatan perjanjian lisensinya. Terakhir, pencatatan perjanjian lisensi menjadi penting ketika ada keterlibatan pihak ketiga karena diatur dalam undang-undang mengenai konsekuensi terhadap tidak tercatatnya perjanjian lisensi vis a vis pihak ketiga. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tami Justisia
"[Tesis ini menganalisa mengenai penyelesaian sengketa wanprestrasi dalam perjanjian pemberian jaminan fidusia pada PT. Astra Sedaya Finance dan perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai lemahnya perlindungan bagi kreditur, yang memberikan kekuasaan atas barang jaminan atas dasar kepercayaan kepada debitur. Konstruksi jaminan fidusia merupakan jalan keluar bagi dunia usaha untuk mendapatkan fasilitas fidusia dengan tetap memanfaatkan barang jaminannya sebagai perangkat usaha, namun di sisi lain, dengan masih menguasai jaminan itu masyarakat umum menganggap bahwa benda jaminan tersebut adalah milik debitur. Hasil penelitian menyarankan perlunya
Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, untuk melakukan penyuluhan hukum pada lembaga-lembaga pembiayaan, menyangkut perjanjian fidusia dan pihak perusahaan pembiayaan untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU No. 42 Tahun 1999 secara penuh.;The focus of this thesis is to analyze the dispute settlement provision in the breach fiduciary agreement on PT. Astra Sedaya Finance and legal protection against fiduciary receiver creditors. The main issues that would be discussed are in regards about the lack
of protection for creditors, which gives power over the collateral on the basis of trust to the debtor. Fiduciary Construction is a way out for businesses to obtain the fiduciary facilities while harnessing the guarantee as a business device, but on the other hand, with still controls the objects, they thinks that the object of the guarantee is the property of the debtor. Results of the study suggest the need for the Ministry of Justice and
Human Rights of the Republic of Indonesia, to conduct legal counseling on financing
institutions, regarding the fiduciary agreement and the financing company to fully apply
the provisions contained in Law No. 42 of 1999., The focus of this thesis is to analyze the dispute settlement provision in the breach
fiduciary agreement on PT. Astra Sedaya Finance and legal protection against fiduciary
receiver creditors. The main issues that would be discussed are in regards about the lack
of protection for creditors, which gives power over the collateral on the basis of trust to
the debtor. Fiduciary Construction is a way out for businesses to obtain the fiduciary
facilities while harnessing the guarantee as a business device, but on the other hand,
with still controls the objects, they thinks that the object of the guarantee is the property
of the debtor. Results of the study suggest the need for the Ministry of Justice and
Human Rights of the Republic of Indonesia, to conduct legal counseling on financing
institutions, regarding the fiduciary agreement and the financing company to fully apply
the provisions contained in Law No. 42 of 1999.]"
Universitas Indonesia, 2015
T44291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelvin Adytia Pratama
"Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta mengatur bahwa Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Ketentuan mengenai Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi pada kenyataannya, hal tersebut masih diperdebatkan oleh berbagai kalangan terkait, terutama mengenai mekanisme penilaian dan pengikatan jaminan, sehingga sampai saat ini belum ada pihak yang memberikan kredit dengan jaminan berupa Hak Cipta. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan bertujuan untuk mempelajari mekanisme penilaian dan pengikatan Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia di Indonesia, dengan membandingkan dengan metode yang dilakukan di negara Common Law yaitu Amerika Serikat. Dari hasil penelitian didapati bahwa meskipun sudah terdapat peraturan yang mengatur, namun belum adanya praktik konkrit dari lembaga keuangan bank dan/atau non-bank yang menjadikan hak cipta sebagai objek jaminan untuk mendapatkan kredit seperti di Amerika Serikat. Dari contoh di Amerika Serikat kita dapat melihat bahwa banyak pihak yang dilibatkan dalam sebuah perjanjian kredit dan adanya agunan tambahan sebagai bentuk proteksi terhadap pihak peminjam. Polemik ini haruslah dipecahkan lewat kolaborasi yang solutif antara Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, pihak jasa penilai, dan juga pihak perbankan agar terbangun sebuah infrastruktur hukum sampai ke teknis pelaksanaannya.

Law number 28 of 2014 concerning Copyright stipulates that Copyright as an intangible movable object can be used as an object of fiduciary guarantees. Provisions regarding Copyright as an object of fiduciary security will be implemented in accordance with the provisions of the applicable laws and regulations. However, in reality, this is still being debated by various related parties, especially regarding the mechanism for assessing and binding guarantees, so that until now there has been no party that has provided credit with collateral in the form of a Copyright. This study uses a normative juridical method and aims to study the mechanisms for assessing and binding Copyright as an object of fiduciary guarantees in Indonesia, by comparing it to the method used in Common Law countries namely United States of America. From the results of the study it was found that although there are already regulations governing, there is no concrete practice by bank and/or non-bank financial institutions that make copyright an object of collateral to obtain credit like in the United States. From the example in the United States of America we can see that many parties are involved in a credit agreement and there is additional collateral as a form of protection for the borrower. This polemic must be resolved through a solutive collaboration between the Financial Services Authority, the Ministry of Law and Human Rights, the appraisal service, and also the banking sector in order to develop a legal infrastructure down to the technical implementation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>