Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111605 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hikmah Rafika Mufti
"Korupsi di Indonesia sudah terjadi sangat sistematis sehingga diperlukan sebuah upaya pemberantasan korupsi. KPK sebagai sebuah lembaga extraordinary bertugas untuk pemberantasan korupsi di Indonesia, namun KPK tidak mampu bekerja sendiri. Komitmen pemerintah juga menjadi penting dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penegakan hukum dan reformasi birokrasi masih dirasa belum cukup dalam upaya pemberantasan korupsi. Makalah ini adalah hasil penelitian metode sejarah yang terdiri dari empat tahap, heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

Corruption in Indonesia has occurred very systematically so that an effort to eradicate corruption is needed. The KPK as an extraordinary institution is tasked with eradicating corruption in Indonesia, but the KPK is unable to work alone. Government commitment is also important in combating corruption in Indonesia. Law enforcement and bureaucratic reform are still considered insufficient in efforts to eradicate corruption. This paper is the result of a historical method research consisting of four stages, heuristics, criticism, interpretation, and historiography.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T53763
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ipi Maryati Kuding
"Komisi Pemberantasann Korupsi (KPK) lahir sebagai anak kandung reformasi. Besarnya harapan publik kepadanya sebagai lembaga negara yang independen dalam memberantas korupsi di negeri ini, membuat para pendiri KPK mendesain lembaga ini dengan kewenangan dan UU khusus. Realita tersebut berpengaruh terhadap interaksi sosial yang terjadi di dalam proses pembuatan keputusan di lembaga dan organisasi kepegawaian Wadah Pegawai KPK. Dengan menggunakan Adaptive Structuration Theory yang diperkenalkan oleh Poole dan DeSanctis yang diadaptasi dari teori strukturasi oleh Anthony Giddens; peneliti mendapatkan interaksi sosial yang terjadi dalam proses strukturasi, yaitu bagaimana struktur diproduksi dan direproduksi dalam sebuah organisasi kepegawaian yang menjadi bagian dari sistem kelembagaan KPK. Di AST, ditekankan bahwa critical edge berada pada proses pembuatan keputusan yang memberikan kesempatan kepada seluruh anggota organisasi berpartisipasi dalam mengemukakan gagasan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan single case study untuk menganalisis mengenai strukturasi di organisasi kepegawaian pada sebuah Lembaga Negara berbentuk Komisi dalam tatanan politik dan birokrasi pemerintahan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap para agen yang berperan secara aktif di dalam interaksi sosial. Dengan potret tersebut peneliti menganalisis structural features, other sources of structure serta group’s internal system yang mempengaruhi proses interaksi sosial. Studi ini menemukan bahwa ketika agen WP-KPK berinteraksi dengan struktur dalam sistem politik dan birokrasi, mereka melakukan tindakan appropriation of structure yang menghasilkan emergent source of structure dan menggunakannya sebagai struktur tambahan pada interaksi sosial berikutnya. Proses pembuatan keputusan yang terjadi dalam interaksi sosial menunjukkan terbentuknya new social structures. Hal ini menunjukkan bahwa ketika appropriation moves yang dilakukan oleh para agen adalah untuk mewujudkan faithfulness of appropriation, maka hasil akhirnya decision outcomes yang predictable dan committed.

The Corruption Eradication Commission (CEC) was born as the child of the reform. The high public expectations to the commission as an independent state institution in combating corruption in this country, made the founders of the KPK design this institution with special authority and law. This reality affects the social interaction that occurs in the decision-making process at the KPK's Employee Organization and staffing organizations. By using the Adaptive Structuration Theory introduced by Poole and DeSanctis which was adapted from structuration theory by Anthony Giddens; researchers get the social interaction that occurs in the structuration process, namely how the structure is produced and reproduced in a staffing organization that is part of the KPK institutional system. At AST, it is emphasized that the critical edge is in the decision-making process that provides opportunities for all members of the organization to participate in expressing ideas. The study was conducted using a single case study to analyze the structuration in the staffing organization at a State Institution in the form of a Commission in political order and government bureaucracy. Data collection is done by in-depth interviews with agents who play an active role in social interaction. With this portrait the researcher analyzes the structural features, other sources of structure and the group's internal systems that influence the process of social interaction. This study found that when WP-KPK agents interact with structures in political and bureaucratic systems, they take appropriation of structure actions that produce emergent sources of structure and use them as additional structures in subsequent social interactions. The decision making process that occurs in social interaction shows the formation of new social structures. This shows that when appropriation moves by agents are to manifest the faithfulness of appropriation, then the outcome of the decision outcomes is predictable and committed.
Keywords: Adaptive Structuration Theory, structure, agent, appropriation, employee organization
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomi Aryanto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penuntutan tindak pidana pencucian uang oleh
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam Undang-Undang Nomor : 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 6 huruf
c disebutkan “Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas melakukan
melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi”, tidak menyebutkan tentang tindak pidana pencucian uang. Namun
dalam Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pasal 74 dan 75 menyatakan
bahwa penyidikan tindak pidana pencucian dilakukan oleh penyidik tindak pidana
asal. Dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, yang merupakan
tindak pidana asal (predicate crime) dari tindak pidana pencucian uang, apabila
menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian
uang, dalam penyidikannya maka penyidikannya digabung, antara tindak pidana
korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Demikian juga dengan penuntutannya
digabung antara tindak pidana korupsi dengan tindak pidana pencucian uang. Hal
ini sudah terbukti dengan dilakukanya penyidikan dan penuntutan terhadap
perkara atas nama terdakwa Wa Ode Nurhayati, S. Sos (anggota DPR RI) oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta telah diputus terbukti bersalah
melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang oleh Majelis
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

ABSTRACT
This thesis discusses money laundering lawsuit by prosecutors with the
Corruption Eradication Comission. Based on Law number 30 of 2002 on
Corruption Eradication Comission Article 6’s letter c, money laundering is not
explicitly stipulated as the chapter says: “Corruption Eradication Comission has
the duty to preliminarily investigate, fully investigate, and file a lawsuit on a case
of corruption”. Nevertheless, Law number 8 of 2010 on Prevention and
Eradication of Money Laundering Articles 74 and 75 states that the duty of
investigating a money laundering case fully is in the hand of the predicate
prosecutor, that is, one with the Corruption Eradication Comission who is in
charge of investigating fully a corruption law case which is a predicate crime
from money laundering provided that he finds a preliminary evidence of money
laundering. Thus, both the full investigation of a corruption case and that of a
money laundering case shall be combined; so shall the prosecution of both cases.
Such has applied in the case of parliament member Wa Ode Nurhayati, S. Sos in
which she was found guilty by the Council of Judges with the Anti-Corruption
Court of committing both corruption and money laundering as charged by the
Corruption Eradication Comission."
2013
T35913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ragil Al Razif
"Pengembangan koleksi perlu dilakukan setiap perpustakaan untuk dapat menyediakan kebutuhan informasi yang tepat guna bagi pengguna yang dilayani perpustakaan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kegiatan pengembangan koleksi di Perpustakaan KPK. Sebagai sarana yang menunjang misi lembaga induk yakni KPK, Perpustakaan KPK bertanggung jawab untuk menyediakan bahan bacaan yang dapat menumbuhkan sikap antikorupsi pada masyarakat. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif. Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dengan menggunakan wawancara yang dilakukan pada pertenghan Maret 2023 sampai akhir April 2023. Temuan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah praktik pengembangan koleksi di Perpustakaan KPK dilakukan dengan mengacu pada hasil rapat dari kepala bagian pelayanan informasi dan kebijakan publik (PIKP) dengan tim literasi. Alat seleksi yang digunakan dalam pemilihan bahan pustaka adalah katalog online Perpustakaan KPK. Keputusan untuk melakukan seleksi bahan pustaka dilakukan oleh pustakawan dari tim literasi. Pengadaan bahan pustaka dilakukan dengan cara pembelian dan hibah, kegiatan pembelian koleksi dilakukan secara keseluruhan oleh unit pengadaan layanan KPK. Untuk koleksi hibah sebelum masuk perpustakaaan dilakukan penjaringan di unit gratifikasi. Pengembangan koleksi di Perpustakaan KPK dilakukan berdasarkan pengetahuan pustakawan mengenai kegiatan pengembangan koleksi perpustakaan. Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan pengembangan koleksi di Perpustakaan KPK telah dilakukan meski dalam praktiknya tidak mengacu pada kebijakan pengembangan koleksi. Saran yang diperlu untuk dilakukan Perpustakaan KPK adalah dengan membuat kebijakan pengembangan koleksi secara tertulis agar dapat dijadikan acuan atau pedoman pustakawan dalam melaksanakan praktik pengembangan koleksi perpustakaan.

Collection development is carried out by each library to be able provide appropriate information for users served by the library. This study describes collection development activities at the KPK Library. As a means to support the mission of the main institution, the KPK Library is responsible for providing reading materials that can foster an anti-corruption attitude in society. This research is qualitative. Data collection for this study was carried out using interviews conducted from mid-March 2023 to the end of April 2023. The findings obtained in this study were that practice of developing collection at the KPK Library was carried out with reference to the result of meeting of heads of information services and public policies (PIKP) with the literacy team. The selection tool used in selecting library materials is the online catalogue of the KPK Library. The librarian decides in selecting library material. The procurement of library materials is carried out by means of purchases and grants, and collection purchasing activities are carried out in its entirety by the KPK services procurement unit. For the collection of grants before entering the library, screening is carried out in the gratification unit. Collection development at the KPK Library is carried out based on librarian knowledge regarding library collection development activities. The conclusion in this study indicate that collection development at the KPK Library have been carried out even though in practice they do not refer to collection development policies. The suggestion that the KPK Library needs to make a collection development policy so that it can be used as a reference or guide for librarians in carrying out library collection development practices."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ilman Dzikri
"ABSTRAK
Artikel ini mencoba mengeksplorasi faktor-faktor eksplanatif di balik reformasi sektor keamanan
Indonesia yang kurang efektif. Secara umum, reformasi militer Indonesia dapat dibagi menjadi
beberapa aspek: normatif (kerangka regulatif), substantif (doktrin militer), struktural (organisasi
militer) dan ekonomi pertahanan. Artikel ini menerapkan kerangka difusi militer Horowitz,
terutama melihat modal finansial dan organisasional sebuah organisasi sebagai faktor utama
dalam menjelaskan adaptasi inovasi militer di sistem internasional. Pada akhir artikel ini, artikel
ini menyimpulkan bahwa kedua aspek tersebut terbukti menjadi faktor utama di balik
transformasi pertahanan Indonesia yang kurang efektif."
Depok: Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
320 UI-GLOBAL 18:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ilman Dzikri Ihsani
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengapa upaya transformasi pertahanan Indonesia belum memenuhi target minimum essential forces yang telah dicanangkan. Transformasi pertahanan Indonesia menjadi topik yang menarik karena kekuatan militer Indonesia sebagai bentuk actual power tidak mencerminkan Indonesia sebagai negara dengan potensi menjadi kekuatan utama (regional power) di kawasan Asia Tenggara. Menggunakan teori kapasitas-adopsi karya Michael Horowitz sebagai kerangka analisis utama, penelitian ini berfokus kepada dua variabel, yaitu intensitas finansial dan modal organisasional. Berkaitan dengan variabel pertama, dapat disimpulkan bahwa tidak tercapainya target transformasi pertahanan Indonesia adalah karena tingkat intensitas finansial yang dibutuhkan masih tinggi. Sedangkan, berkaitan dengan variabel kedua, target transformasi pertahanan Indonesia tidak tercapai karena alokasi sumber daya untuk pengadaan maupun penelitian dan pengembangan pertahanan belum mumpuni. Selain itu, kecenderungan struktur organisasi militer Indonesia yang kurang fleksibel juga menjadi penghambat. Akhirnya, penelitian ini menyimpulkan bahwa target transformasi pertahanan Indonesia tidak tercapai karena kapasitas-adopsi Indonesia belum memadai.

ABSTRAK
This research aims the rationale behind the failure of Indonesia?s defense transformation to achieve minimum essential forces. Indonesia?s defense transformation becomes interesting because Indonesian military as the actual power does not reflect Indonesia?s potential to become the regional power in Southeast Asia. Using adoption-capacity theory as the main analytical framework, this research focuses on two variables, which are financial intensity and organisational capital. Based on the first variable, it is concluded that the failure of Indonesia?s defense transformation is because the high level of financial intensity needed. Based on the second variable, the failure is because of the resources allocation on defense procurement and R&D is not fulfilled. Moreover, the inflexibility of the Indonesian military organisational structure also becomes the hindrance. Finally, this research concludes that the failure of Indonesia?s defense transformation to achieve its target is because the Indonesia?s adoption-capacity is not sufficient."
2016
S65047
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Widyaningrum
"Penyidik KPK dapat melakukan penyitaan tanpa surat izin ketua pengadilan negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, namun ketentuan ini tidak sesuai dengan aturan umum yang diatur dalam KUHAP. Dalam penulisan tesis ini terdapat tiga pertanyaan penelitian, yaitu: Mengapa KPK diberikan kewenangan untuk melakukan penyitaan tanpa izin dari Ketua Pengadilan Negeri? Bagaimanakah batasan terhadap kewenangan penyidik KPK untuk melakukan penyitaan aset tersangka tindak pidana korupsi? dan Apa akibat hukumnya jika penyidik KPK melampaui batasan kewenangan ketika melakukan penyitaan aset tersangka tindak pidana korupsi? Penelitian ini merupakan penelitian yang menelaah dan menganalisis data sekunder yang berupa peraturan perundang-undangan, literatur, artikel, jurnal, dan sebagainya. Sebagai pendukung penelitian ini, maka digunakan juga data primer yang didapatkan melalui wawancara dengan akademisi dan praktisi hukum. Hasil analisa tersebut ditarik kesimpulan secara induktif.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa dasar pemikiran dari pengaturan penyitaan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 berdasarkan 2 (dua) alasan, yakni: 1. Alasan Penegakan Hukum Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang luar biasa, 2. Alasan tentang pemberantasan korupsi yang harus efektif. Syarat sebagai batasan penyidik KPK untuk melakukan penyitaan harus disertai surat perintah penyidikan untuk melakukan penyitaan, benda sitaan harus diseleksi kembali dalam 2 tahap (penyidikan dan prapenuntutan) sebagai pelaksanaan dari prinsip kehati-hatian oleh penyidik KPK. Kedua syarat tersebut dinilai masih memiliki kekurangan sehingga ketentuan mengenai kewenangan penyitaan oleh penyidik KPK harus dilengkapi dengan ketentuan yang jelas dan tegas. Dengan demikian, perlu adanya SOP (Standard Operational Procedure) untuk melengkapi kekurangan dari ketentuan yang telah ada. Jika batasan tersebut dilanggar, maka KPK memberikan sanksi berdasarkan tingkat pelanggarannya yang didasarkan pada temuan pengawas internal. Akan tetapi, temuan pelanggaran tersebut sulit diketahui oleh pengawas internal karena tidak adanya kewajiban penyidik KPK untuk menyerahkan berita acara/ resume penyitaan kepada pengawas internal. Oleh karena itu, KPK agar mewajibkan penyidik KPK untuk menyerahkan berita acara/resume singkat penyitaan kepada pengawas internal dan tetap menjaga profesionalitas, kredibilitas, integritas, dan kesadaran hukum yang tinggi sebagai upaya memberikan perlindungan terhadap hak tersangka.

Seizure By Investigator of Indonesian Corruption Eradication Commission can be done without the permission of the Chairman of the District Court, as stipulated in The Law No. 30 of 2002, but this provision is not in accordance with the general rules set out in the Criminal Procedure Code (KUHAP). Therefore, the implementation poses problems. In this thesis, There are three research questions, namely: Why the Commission is given the authority to expropriate without the permission of the Chairman of the District Court? How limits The Authority of The Investigators of Indonesian Corruption Eradication Commission When The Seizure of Assets suspected of Corruption? And what legal consequences in terms of Indonesian Corruption Eradication Commission?s Investigator transcend The limits of Authority when The seizure of Assets suspected of Corruption? This research is the study and analyze secondary data in the form of legislation, literature, articles, journal, and so on. As a supporter of this research, it is also used primary data obtained through interviews with academics and legal practitioners.
The results of this analysis conclude inductively. The results of this study indicate that the rationale of seizure provision in Law No. 30 of 2002 considered on the nature of the crime of corruption by 2 reason: 1. Reason of law enforcement which is use extraordinary methods. 2. Reason on Eradication Corruption should effectively. Requirement as a limit for Indonesian Corruption Eradication Commission?s Investigator to conduct a seizure must be accompanied by an investigation warrant for the seizure, the seized objects should be selected again in 2 phases (investigation and Pre-Prosecution) as the implementation of the prudential principle by Indonesian Corruption Eradication Commission's Investigator. Both of these requirement are still considered to have a lack so that the provisions of seizure powers by Indonesian Corruption Eradication Commission?s Investigator must be equipped with a clear and unequivocal. Thus, the need for SOP (Standard Operational Procedure) to complement the lack of the existing provisions. If these limits are violated, investigator given sanction by the offense level as seen from the findings of an Internal Controller. However, the findings are difficult to detect violations by Internal Controller because are Indonesian Corruption Eradication Commission's Investigator are not required to submit an official report/resume seizure to an Internal Controller. Therefore, the Commission requires that Indonesian Corruption Eradication Commission?s investigator to submit an official report/resume seizure to Internal Controller and still maintain professionalism, credibility, integrity, and high awareness of the law as an effort to protect the rights of suspects.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saifulloh Ramdani
"Skripsi ini membahas tentang pemberantasan korupsi di Indonesia oleh Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada kurun waktu 1967-1977. Penelitian ini menggunakan teknik penulisan metode sejarah (Heuristik, kritik, interpretasi, dan penulisan secara kronologis). Hasil penelitian menyatakan bahwa TPK tidak berhasil memberantas korupsi secara keseluruhan. Hal itu disebabkan oleh adanya hambatanhambatan yang dihadapi TPK. Hambatan-hambatan tersebut antara lain keterbatasan kewenangan yang diberikan oleh UU No.24/Prp/1960 dan ketidakkonsistenan Pemerintah dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan TPK.

This thesis discussed about eradication of corruption in Indonesia by the Corruption Eradication Team (TPK) in the period 1967-1977. The research used technique writing with historical method (Heuristic, critic, interpretation, and chronological). The study result that TPK unsuccessful eradicating corruption overall. It was caused by the obstacles faced by the TPK. These obstacles include the limited authority granted by Law No.24/Prp/1960 and inconsistencies Government in supporting efforts to eradicate corruption by TPK.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S60572
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfret Jacob Tilukay
"Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh Kode Etik dan Kode Perilaku Insan KPK yang mencakup 5 (lima) nilai dasar, yaitu: integritas, sinergi, keadilan, kepemimpinan, dan profesionalisme terhadap pencegahan perilaku koruptif pada pegawai KPK. Tujuan penelitian adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh masing-masing nilai dasar yaitu integritas, sinergi, keadilan dan kepemimpinan terhadap profesionalisme dan juga menguji serta menganalisis pengaruh profesionalisme terhadap pencegahan perilaku koruptif pada pegawai KPK serta pengaruh masing-masing nilai dasar yaitu integritas, sinergi, keadilan dan kepemimpinan terhadap pencegahan perilaku koruptif pada Pegawai KPK melalui profesionalisme. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian campuran dengan jenis seguential explanatory design yaitu pada tahap pertama menggunakan pendekatan kuantitatif melalui analisis SEM (Structural Equotion Model) dan dilanjutkan pada tahap kedua dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara. Populasi penelitian adalah pegawai KPK dengan jumlah sampel sebanyak 321 orang yang dihitung berdasarkan rumus Slovin dan pengambilannya menggunakan teknik proportionate random sampling. Operasionalisasi variabel menggunakan indikator yang telah dirumuskan dalam Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai KPK sebagaimana tertuang dalam Perdewas KPK Nomor 2 Tahun 2021 dan dari berbagai teori. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden. Skala Likert dalam pengukuran kuesioner menggunakan skala 1-6. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hipotesis penelitian terkait pengaruh variabel integritas, sinergi dan kepemimpinan terhadap profesionalisme dapat diterima sedangkan pengaruh variabel keadilan ditolak. Demikian juga hipotesis terkait pengaruh variabel profesionalisme terhadap pencegahan perilaku koruptif dan pengaruh variabel integritas, sinergi dan kepemimpinan terhadap pencegahan perilaku koruptif pada pegawai KPK melalui profesionalisme dapat diterima sedangkan pengaruh variabel keadilan terhadap pencegahan perilaku koruptif pada pegawai KPK melalui profesionalisme ditolak. Hal ini memiliki makna jika integritas, sinergi dan kepemimpinan ditingkatkan kualitasnya maka akan diikuti dengan peningkatan profesionalisme dan pencegahan perilaku koruptif. Unsur keadilan dirasakan sudah melandasi kegiatan di KPK sehingga tidak berpengaruh pada profesionalisme dan pencegahan perilkau koruptif akan tetapi perlu tetap dipertahankan.

This research examines the influence of the Code of Ethics and Code of Conduct for KPK Employees which includes 5 (five) basic values, namely: integrity, synergy, fairness, leadership, and professionalism on preventing corrupt behavior among KPK employees. The purpose of this research is to examine and analyze the influence of each basic value, namely integrity, synergy, fairness and leadership on professionalism and also examine and analyze the influence of professionalism on the prevention of corrupt behavior in KPK employees and the influence of each basic value, namely integrity, synergy, fairness. and leadership in preventing corrupt behavior among KPK employees through professionalism. The method of the research is mixed, with sequential explanatory design which is in the first stage using a quantitative approach through SEM (Structural Equation Model) analysis and continued in the second stage with a qualitative approach through interviews. The survey use 321 respondents of total population of KPK employees. The variable operationalization uses indicators that have been formulated in the Code of Ethics and Code of Conduct for KPK Employees as stated in Perdewas KPK Number 2 of 2021 and from various theories. Data collection techniques using questionnaires distributed to respondents. The Likert scale in measuring the questionnaire uses a scale of 1-6. The results of the study concluded that the research hypothesis related to the influence of integrity, synergy and leadership variables on professionalism can be accepted while the influence of justice variables is rejected. Likewise, the hypothesis related to the effect of professionalism on preventing corrupt behavior and the influence of integrity, synergy and leadership on preventing corrupt behavior in KPK employees through professionalism is acceptable, while the influence of justice variables on preventing corrupt behavior in KPK employees through professionalism is rejected. This means that if the quality of integrity, synergy and leadership is improved, it will be followed by increased professionalism and prevention of corrupt behavior. The element of fairness is felt to have underpinned activities at the KPK so that it does not affect professionalism and prevention of corrupt behavior among KPK employess but needs to be maintained."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahyudin
"Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan perubahan ketiga UUD NRI 1945 sebagai lembaga baru dalam melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Agung (MA). Kewenangan yang dimiliki oleh MK berbeda dengan kewenangan yang dimiliki MA yang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap udang-undang. Kewenangan MK sebagaimana dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 adalah (i) MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenanganya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partaipolitik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum; (ii) MK wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Kewenangan yang diberikan oleh UUD tersebut hanya untuk menguji konstitusionalitas UU terhadap UUD dan tidak diberikan kewenangan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan lainnya. Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh MK melalui putusan perkara Nomor 138/PUU-VII/2009 telah menimbulkan perbedaan pendapat tidak hanya dikalangan para hakim MK melainkan juga para ahli-ahli hukum terlebih lagi pengujian Perpu tersebut MK menyatakan berwenang melakukan pengujian dan bahkan putusan tersebut telah dijadikan yurisprudensi dan diikuti oleh hakimhakim konstitusi selanjutnya dalam memutus setiap permohonan pengujian Perpu terlihat dalam berbagai putusan MK dengan menggunakan pertimbangan hukum yang terdapat pada putusan Pengujian Perpu Nomor 4 Tahun 2009 dan dengan dasar pertimbangan itu menyatakan MK berwenang melakukan pengujian Perpu. Terhadap kewenangan yang diperoleh MK melalui penafsiran pengujian Perpu telah memperluas kewenangan yang dimilikinya yang tidak hanya terbatas pada penggujian UU namun telah bertambah dengan pengujian Perpu terhadap UUD yang sebetulnya kewenangan pengujian Perpu merupakan kewenangan DPR sebagai pembentuk UU sesuai ketentuan Pasal 22 UUD 1945. Perbandingan dengan negara-negara lain berkaitan kewenangan MK menguji Perpu, dari keempat negara yakni Jerman, Korea Selatan, Thailand dan Italia menunjukan tiga negara yakni Jerman, Korea Selatan dan Italia tidak memiliki kewenangan untuk menguji Perpu sementara satu negara yakni Thailand kewenangan MK hanya dapat menguji rancangan peraturan darurat/Perpu.

The establishment of the Constitutional Court (MK) by the third amendment to the Constitution NRI 1945 as a new institution in carrying out the functions of the judicial power in addition to the Supreme Court (MA). Authority possessed by the Court is different from the authority possessed MA examine the legislation under laws against shrimp reserved. The authority of the Constitutional Court as in Article 24C paragraph (1) and (2) of the 1945 Constitution are: (i) the Court authority to hear at the first and last decision is final for a law against the Constitution, rule on the dispute the authority of state institutions are an arbitrary granted by the Constitution, to decide the dissolution partaipolitik, and to decide disputes concerning the results of the General Election; (ii) The Court shall give a decision on the opinion of the House of Representatives regarding the alleged violations by the President and / or Vice President by the Constitution. The authority granted by the Constitution just to test the constitutionality of laws against the Constitution and not be authorized tests on other legislation. Testing Government Regulation in Lieu of Law (decree) No. 4 of 2009 regarding the Commission for Corruption Eradication by the Court through a ruling Case Number 138 / PUU-VII / 2009 has caused dissent not only among the judges of the Constitutional Court, but also the legal experts moreover testing the decree of the Constitutional Court states the authority to conduct testing and even the decision has been made jurisprudence and followed by the judges of the constitution later in deciding each petition decree seen in various decision of the Court using legal considerations contained in the decision of Testing Regulation No. 4 of 2009 and with the consideration that the Court declare decree authorized to conduct testing. Against the authority acquired through the interpretation of the Constitutional Court decree has expanded testing of its authorities are not just limited to penggujian Act but has increased with the testing decree against the Constitution are actually testing decree authority is the authority of Parliament as former Act in accordance with Article 22 of the 1945 Constitution Comparison with the state Other related MK-state authorities test the decree, from the four countries namely Germany, South Korea, Thailand and Italy showed three countries, namely Germany, South Korea and Italy do not have the authority to examine the decree while the Court states that the Thai authorities can only test the draft emergency ordinance/Perpu."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>