Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128639 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Elfa Rosdina
"Kulit adalah bagian terluar dari tubuh yang langsung terpapar ke lingkungan kulit memiliki keanekaragaman bakteri komensal dan patogen yang berkontribusi pada kesehatan manusia. Menentukan dan mengidentifikasi mikroba di kulit menarik untuk penerapannya sumber potensial zat aktif untuk pengembangan kosmetik farmasi atau Aspek kesehatan kulit karena beberapa mikrobiom kulit diindikasikan sebagai probiotik. Akibatnya, penelitian ini dilakukan untuk menentukan populasi microbiome kulit menggunakan pendekatan metode konvensional diikuti oleh PCR-sanger sequencing. Bakteri kulit Sampel diperoleh dari empat relawan pria dan wanita dengan kulit sehat kondisi dalam rentang usia 17-25 tahun di Depok, Jawa Barat, Indonesia. Penyeka kulit itu dikultur pada agar darah. Koloni bakteri dengan kelimpahan relatif tinggi dan unik diidentifikasi dengan morfologi, mikroskopis, dan sequencing 16S rRNA menggunakan sanger pengurutan. Mikrobiota kulit diidentifikasi milik Firmicutes (75%) seperti Staphylococcus (40%) dan Bacillus (35%) kemudian Actinobacteria seperti Coynebacterium (5%), Micrococcus (15%), dan Kocuria (5%). Dari spesies yang terdeteksi, ada spesies sebagai probiotik termasuk Staphylococcus hominis, Staphylococcus warneri, Bacillus subtilis, Bacillus megaterium, Bacillus thuringiensis, dan Micrococcus luteus. Namun, dari spesies yang terdeteksi adalah bakteri patogen dan patogen serta patogen oportunistik menunjukkan bahwa kulit dapat sebagai reservoir dari bakteri patogen dan patogen oportunistik tersebut berasal dari lingkungan. Pendekatan metode konvensional diikuti oleh penguasaan 16S rRNA dengan sanger sequencing dapat menjadi metode yang efektif dan efisien untuk mendapatkan kulit identitas mikrobiota.

The skin is the outermost part of the body which is directly exposed to the environment the skin has a diversity of commensal bacteria and pathogens that contribute to human health. Determining and identifying microbes in the skin is interesting for its application as a potential source of active substances for the development of pharmaceutical cosmetics or skin health aspects because some skin microbiomes are indicated as probiotics. As a result, this study was conducted to determine the skin microbiome population using a conventional method approach followed by PCR-sanger sequencing. Skin bacteria Samples were obtained from four male and female volunteers with healthy skin conditions in the age range of 17-25 years in Depok, West Java, Indonesia. Skin swabs were cultured on blood agar. Colonies of bacteria with relatively high abundance and were uniquely identified by morphology, microscopic, and 16S rRNA sequencing using sanger sorting. Skin microbiota was identified as belonging to Firmicutes (75%) Staphylococcus (40%) and Bacillus (35%) then Actinobacteria such as Coynebacterium (5%), Micrococcus (15%), and Kocuria (5%). Of the species detected, there were species as probiotics including Staphylococcus hominis, Staphylococcus warneri, Bacillus subtilis, Bacillus megaterium, Bacillus thuringiensis, and Micrococcus luteus. However, the species detected were pathogenic and pathogenic as well as opportunistic pathogens which showed that the skin could be a reservoir of pathogenic bacteria and pathogenic pathogens originating from the environment. The conventional method approach followed by mastery of 16S rRNA with sanger sequencing can be an effective and efficient method for obtaining skin microbiota identity."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Vania
"Kulit sebagai organ terbesar dan terluar dari tubuh manusia yang langsung berhadapan dengan lingkungan luar menjadi pertahanan fisik lini pertama sekaligus tempat kolonisasi mikrobiota komensal dalam mencegah invasi patogen. Identifikasi komposisi mikrobiota kulit menarik dilakukan untuk mengetahui interaksi antar mikrobiota sehingga mikrobiota kulit komensal yang bersifat probiotik dapat dikembangkan menjadi bahan aktif terapeutik mikrobioma kulit untuk menjaga kesehatan kulit. Keberagaman mikrobiota kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor etnis. Penelitian ini mempelajari pengaruh faktor etnis pada dewasa muda pria dan wanita yang mewakili etnis Papua, Jawa, dan keturunan Tionghoa terhadap profil mikrobioma kulit. DNA genomik mikrobiota dari sampel kulit wajah diekstraksi dan disekuens dengan metode Next Generation Sequencing lalu dilakukan analisis diversitas alfa dan beta. Berdasarkan analisis alfa dengan indeks OTU yang dterobservasi, Shannon, dan Faiths PD, diversitas dalam grup tertinggi terdapat pada grup etnis Papua dan terendah pada grup etnis keturunan Tionghoa, namun diversitas alfa ketiga grup tidak berbeda signifikan secara statistik. Analisis beta dilakukan berdasarkan kualitatif dan kuantitatif menunjukkan pengaruh faktor etnis pada profil mikrobioma kulit antar etnis yang signifikan secara statistik serta pengelompokkan yang baik berdasarkan hasil PCoA pada indeks Jaccard, disimilaritas Bray Curtis, Unweighted, dan Weighted. Bakteri yang bersifat komensal dan dominan selanjutnya dapat dikembangkan menjadi bacterial cocktail maupun formula postbiotik untuk terapi mikrobiota kulit dengan pertimbangan interaksi komposisi mikrobiota kulit pada etnis terkait.

Skin as the largest and the outermost part of human body that directly exposed to the outer environment serves as the first physical barrier and colonised by commensal bacteria to prevent pathogen invasion. Identifying composition of commensal skin microbiota is interesting to know the interaction between the microbiota so the commensal skin microbiota who has probiotic effect can be developed as active substance of skin microbiome therapeutic to maintain skin health. The skin microbiome diversity is influenced by several factors, one of them is ethnicity. This study shows the influence of ethnicity factor in Papuans, Javanese, and Chinese descent young adults on skin microbiome profiles. The microbiota genomic DNA are extracted from the face skin samples and sequenced with Next Generation Sequencing method to be further analysed on its alpha and beta diversity. According to alpha diversity analysis with observed OTU, Shannon, and Faiths PD indices, the greatest alpha diversity shown in Papuans, while the smallest is shown in the Chinese descent group, but alpha diversity differences between three groups are not statistically significant. Beta diversity was assessed by the use of Jaccard index, Bray Curtis dissimilarity, Unweighted and Weighted Unifrac with PCoA shows the difference skin microbiome profiles according to ethnicity and is statistically significant between ethnic group. The characterised commensal and dominant bacteria can be further developed as bacterial cocktail and postbiotic formula as skin microbiome therapeutic with interaction between skin microbiota composition within each ethnicity taking into account."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M Wildan Abiyyi
"Kulit sensitif merupakan salah satu tipe kulit yang dapat didiagnosis secara subjektif melalui Indikator tipe kulit Baumann (BSTS). Orang dengan tipe kulit sensitif memiliki potensi yang tinggi untuk dapat mengalami gangguan kulit yang mempengaruhi kualitas hidupnya. Meskipun Mikrobioma kulit telah terbukti memiliki korelasi terhadap beberapa penyakit dan kelainan kulit, namun hubungannya dengan tipe kulit sensitif belum banyak dilaporkan. Sehingga, pada penelitian ini bertujuan untuk Melakukan analisis metagenomik pada kulit wajah dan korelasinya dengan kondisi kulit sensitif dengan metode 16S rRNA. Sampel pulasan kulit wajah diambil dari 144 responden yang terdiri dari 54 orang dengan tipe kulit sensitif dan 90 orang dengan tipe kulit normal. Dari 144 sampel yang dikumpulkan kemudian dilakukan analisis metagenomik berdasarkan hasil sekuensing amplikon 16S rRNA. Didapatkan hasil bahwa analisis diversitas alfa menggunakan indeks Chao1 dan Shanon menujukkan kelimpahan Mikrobioma lebih rendah secara signifikan (P-value = 0,04008) pada kelompok dengan tipe kulit sensitif. Analisis korelasi dengan Uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat korelasi kelimpahan Mikrobioma kulit wajah dengan kondisi tipe kulit sensitif dimana kelimpahan Mikrobioma dengan genus Corynebacterium lebih rendah secara signifikan pada kelompok dengan tipe kulit sensitif (P-value = 0,04462) yang diiringi dengan kelimpahan genus Staphylococcus (P-value = 0,01235) dan Streptococcus (P-value = 0,02184) yang lebih tinggi secara signifikan pada kelompok ini. Pada tingkat spesies, bakteri Propionibacterium humerusii memiliki kelimpahan yang lebih tinggi secara signifikan pada kelompok dengan tipe kulit sensitif (P-value = 0,04967). Dengan demikian, kelimpahan Mikrobioma kulit memiliki korelasi dengan kondisi tipe kulit sensitif khususnya pada kasus yang ditemukan di Indonesia. Hal ini dapat dijadikan Pustaka dalam pengembangan produk perawatan kulit yang spesifik untuk kondisi kulit sensitif. Namun adanya analisis lebih lanjut yang dapat mengetahui kelimpahan dan keragaman Mikrobioma hingga ke tingkat spesies akan lebih membantu dalam perkembangan penelitian ini.

People with sensitive skin types have a high potential to have skin disorders that affect their quality of life. Although the skin microbiotmehas been shown to have a correlation with several skin diseases and disorders, but its relationship with sensitive skin type has not been widely reported. Thus, this study aims to perform metagenomics analysis on facial skin and its correlation with sensitive skin conditions. Samples of facial skin swab were taken from 144 respondents consisting of 54 people with sensitive skin types and 90 people with normal skin types. The 144 samples collected were then subjected to metagenomics analysis based on the sequencing results of the 16S rRNA amplicon technique. The results showed that alpha diversity analysis using the Chao1 and Simpson Index showed significantly lower microbiota abundance in the group with sensitive skin types (P-value = 0,04008).. Correlation analysis with the Spearman test showed that there was a correlation between the abundance of facial skin microbiota and conditions of sensitive skin types where the abundance of microbiota with the genus Corynebacterium was significantly lower in the group with sensitive skin types (P-value = 0,04462), accompanied by the abundance of the genera Staphylococcus (P-value = 0,01235) and Streptococcus (P-value = 0,02184) which were significantly higher in this group. At the species level, Propionibacterium humerusii had a significantly higher abundance in the group with sensitive skin types (P-value = 0,04967). Thus, the abundance of skin microbiota has a correlation with the condition of sensitive skin types, especially in cases found in Indonesia. This can be used as a library in the development of specific skin care products for sensitive skin conditions. However, further analysis that can determine the abundance and diversity of microbiota down to the species level will be more helpful in the development of this research."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Dwininda
"Keseimbangan berbagai jenis bakteri pada kulit sangat penting dalam menjaga kesehatan kulit. Permasalahan pada kulit wajah yang muncul salah satunya disebabkan oleh disbiosis mikroba. Penelitian dilakukan untuk menganalisis keberagaman mikrobiom bakteri yang terdapat pada kulit wajah dengan kondisi pH dan kelembaban beragam. Metode analisis diversitas dengan Next Generation Sequencing 16s rRNA. Jumlah responden yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 144 sampel. Hasil analisis pada penelitian ini ditemukan bahwa kelas filum bakteri tertinggi Actinobacterium (49,72%), Proteobacterium (29,86%) dan Firmicutes (18,64%). Pada genus Cutibacterium (41,48%), Neisseriaceae (20,29), Staphylococcus (10,16%) ditemukan terbanyak pada kulit wajah dengan nilai kondisi pH dan kelembaban berbeda. Analisis diversitas alfa dengan indeks Chao1 (p=0,05) dan Faith PD(p=0.004) menunjukan kelimpahan mikrobiom signifikan lebih tinggi ditemukan pada pH tinggi dibandingkan pH normal. Analisis diversitas Alfa pada kelembaban tidak ditemukan signifikan terhadap kelimpahan bakteri mikrobiom wajah. Hasil diversitas beta ditemukan perbedaan kelimpahan mikrobiom bakteri pada sepuluh genus tertinggi yang ditemukan pada pH normal dan pH tinggi serta kelompok kelembaban dengan sangat lembab, lembab dan kering. Kesimpulan penelitian profil genus Cutibacterium, Neisseriaceae, Staphylococcus bakteri paling banyak ditemukan pada pH tinggi dan pH normal seta kelembaban sangat lembab, lembab dan kering. Cutibacterium, Neisseriaceae dan Staphylococcus menunjukan adanya peningkatan pH kulit maka kelimpahan bakteri tersebut semakin meningkat. Pada kelembaban kulit, kelimpahan Cutibacterium dan Staphylococcus menurun seiring penurunan nilai kelembaban kulit.

Balancing various types of bacteria on the skin is crucial for maintaining skin health. One of the issues that arise with facial skin is caused by microbial dysbiosis. Research was conducted to analyze the diversity of bacterial microbiomes on the facial skin with varying pH and moisture conditions. The diversity analysis method used Next Generation Sequencing 16s rRNA, and the study included 144 samples. The results of this research revealed that the highest bacterial phylum classes were Actinobacterium (49.72%), Proteobacterium (29.86%), and Firmicutes (18.64%). The genera Cutibacterium (41.48%), Neisseriaceae (20.29%), and Staphylococcus (10.16%) were the most abundant on the facial skin with different pH and moisture conditions. Alpha diversity analysis using Chao1 index (p=0.05) and Faith PD (p=0.004) indicated significantly higher microbial abundance found in high pH compared to normal pH. However, there was no significant difference in alpha diversity concerning the moisture level and facial bacterial microbiome abundance. Beta diversity analysis showed differences in bacterial microbiome abundance in the top ten genera found between normal pH and high pH, as well as between moisture groups categorized as very moist, moist, and dry. In conclusion, the research profiled the genera Cutibacterium, Neisseriaceae, and Staphylococcus as the most found bacteria in high pH and normal pH conditions, as well as very moist, moist, and dry moisture levels. Cutibacterium, Neisseriaceae, and Staphylococcus showed an increase in skin pH resulting in an increase in the abundance of these bacteria. On the other hand, the abundance of Cutibacterium and Staphylococcus decreased with decreasing skin moisture levels."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Azlaini Yus
"ABSTRAK Gelatin yang ada di pasaran mayoritas berasal dari babi dan sapi. Bahan baku pembuatan gelatin dari sumber lain terus diteliti karena erat kaitannya dengan kehalalan produk. Saat ini gelatin dari ikan merupakan salah satu alternatif pada pembuatan gelatin. Pangasius hypophthalmus adalah jenis ikan patin yang dikembangkan di Kabupaten Kampar Provinsi Riau dan kulit ikan patin ini dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku pada pembuatan gelatin. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gelatin hasil ekstraksi dari kulit ikan patin, memperoleh hasil karakterisasi gelatin tersebut, mengidentifikasi marker pada gelatin, dan membuat serta melakukan pengujian lapisan film dari gelatin ikan patin. Proses ekstraksi yang dilakukan adalah proses asam dan basa. Karakterisasi yang dilakukan meliputi perhitungan nilai rendemen, uji organoleptis, kadar air, pH, kadar abu, viskositas, kekuatan gel, dan analisis profil tekstur menggunakan texture analyzer. Kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl dan kadar asam amino menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT . Identifikasi marker menggunakan metode LC-QTOF-MS/MS dan pembuatan lapisan film dengan cara casting basah. Karakterisasi gelatin ikan patin dengan proses asam memberikan hasil sebagai berikut: rendemen 14,94 , kadar air 9,80 , pH 5,14 , kadar abu 0,19 , viskositas 3,12 cP , kadar protein 97,71 , dan kadar asam amino tertinggi yaitu glisin = 16,90 , prolin = 11,08 , asam glutamat = 9,10 . Hasil karakterisasi gelatin dengan proses basa: rendemen 14,30 , kadar air 7,25 , pH 5,35 , kadar abu 1,54 , viskositas 5,35 cP , kekuatan gel 141,5 g , kadar protein 91,92 , kadar asam amino paling banyak yaitu glisin = 18,15 , prolin = 12,30 , asam glutamat = 10,73 . Gelatin ikan patin melalui proses basa menunjukkan sifat yang lebih baik daripada proses asam, karena memiliki nilai kekuatan gel yang lebih besar dibandingkan proses asam. Marker gelatin ikan patin adalah fragmen dengan nilai m/z 494,5669, marker gelatin sapi yaitu fragmen dengan m/z 232,1410, dan marker gelatin babi adalah fragmen dengan m/z 244,1303. Gelatin dari kulit ikan patin dapat membentuk lapisan film.

ABSTRACT Gelatin in the majority market comes from pigs and cows. The raw material of gelatin manufacture from other sources continue to be studied because it closely related with halal product. Currently gelatin from fish is an alternative to gelatin production. Pangasius hypophthalmus is a catfish species developed in Kampar Regency of Riau Province and the skin can be used as raw material source in gelatin production. This study aims to obtain gelatin from catfish skin and characterized that gelatin, identification of marker of gelatin, casting and to evaluate film from catfish gelatin. Extraction using acid and alkaline pretreatment. Characterization includes calculation of rendement value, organoleptic test, moisture content, pH, ash content, viscosity, gel strength, and texture profile analysis using texture analyzer. Protein content with Kjeldahl method and analysis amino acid using High Performance Liquid Chromatography HPLC . Identification of marker using LC QTOF MS MS and film with wet casting. Characterization of catfish gelatin with acid process gives the following results rendement 14.94 , water content 9.80 , pH 5.14 , ash 0.19 , viscosity 3.12 cP , protein content 97.71 , and highest amino acids, glycine 16.90 , proline 11.08 , glutamic acid 9.10 . The result of gelatin characterization with alkaline process rendement 14.30 , water content 7.25 , pH 5.35 , ash content 1.54 , viscosity 5.35 cP , gel strength 141.5 g , protein content 91.92 , the highest amino acid content is glycine 18.15 , proline 12.30 , glutamic acid 10.73 . Catfish gelatin through alkaline pretreatment exhibits better properties than acid pretreatment, because it has a greater gel strength. Marker of catfish gelatin have m z 494.5669, marker of bovine gelatin have m z 232.1410, and marker of porcine gelatin have m z 244.1303. Catfish gelatin formed a film."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
T52051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidaul Izzah
"Bacopa sp. merupakan genus tanaman air yang umumnya digunakan sebagai tanaman hias akuarium. Sekitar 60 spesies Bacopa tersebar di seluruh dunia. Namun, data molekuler dan analisis filogenetik terhadap spesies-spesies tersebut masih sangat terbatas. Studi ini dilakukan untuk mengidentifikasi tujuh spesies Bacopa menggunakan penanda molekuler dan mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies melalui nilai jarak genetik. Sebanyak tujuh spesies Bacopa diamati secara morfologi dan diidentifikasi secara molekuler menggunakan sekuens rbcL melalui metode DNA Barcoding dan RAPD marker. Hasil amplifikasi DNA Bacopa sp. divisualisasikan pada gel agarosa dengan konsentrasi 1,5% (rbcL) dan 2% (RAPD marker). Data yang didapatkan kemudian diolah menggunakan aplikasi MEGA (rbcL) dan NTSys (RAPD marker) untuk diketahui hubungan kekerabatannya. Amplifikasi tujuh spesies Bacopa sp. menggunakan rbcL menghasilkan tujuh amplikon yang berukuran sekitar 600 bp. Selain itu, amplifikasi menggunakan delapan primer RAPD juga berhasil dilakukan pada lima spesies Bacopa sp. dan menunjukkan tingkat polimorfisme sebesar 100%. Bacopa rotundifolia dan B. myriophylloides tidak berhasil diamplifikasi oleh delapan primer RAPD karena ketidakcocokan cetakan DNA dengan primer. Analisis filogenetik berdasarkan sekuens rbcL menggunakan metode UPGMA menunjukkan bahwa tujuh spesies Bacopa memiliki rentang jarak genetik 0,000—0,024, sedangkan berdasarkan RAPD, tujuh spesies Bacopa memiliki rentang jarak genetik 0,000—0,625. Identifikasi menggunakan sekuens rbcL lebih dianjurkan karena hasil RAPD sulit untuk diinterpretasikan dan dapat menimbulkan salah tafsir.

Bacopa sp. is a genus of aquatic plants commonly used as aquarium ornamental plants. About 60 species of Bacopa are distributed throughout the world. However, data on molecular identification and phylogenetic analysis of this species are still limited. This study was conducted to identify seven species of Bacopa using molecular markers and determine the relationship among species through the value of genetic distance. A total of seven species of Bacopa were observed morphologically and identified molecularly using rbcL sequences through DNA barcoding and RAPD marker methods. The results of Bacopa DNA amplification were visualized on agarose gel with a concentration of 1.5% (rbcL) and 2% (RAPD marker). The data obtained then processed using the MEGA (rbcL) and NTSys (RAPD marker) applications to determine the relationship among them. Amplification of seven species Bacopa sp. using rbcL resulted in an amplicon measuring about 600 bp. In addition, amplification using eight RAPD primers was also successfully carried out on five species of Bacopa and showed a polymorphism rate of 100%. Bacopa rotundifolia and B. myriophylloides were not successfully amplified by eight RAPD primers due to a mismatch of DNA templates with primers. Phylogenetic analysis based on rbcL sequences using the UPGMA method showed that seven Bacopa species had a genetic distance range of 0.000-0.024, while based on RAPD, seven Bacopa species had a genetic distance range of 0.000-0.625. Identification using the rbcL sequence is recommended because RAPD results are difficult to interpret and can lead to misinterpretation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuriza Eshananda
"Penelitian bertujuan mengetahui keanekaragaman bakteri Ktedonobacteria dari sampel tanah hutan di sekitar Geiser Cisolok, Jawa Barat dengan metode culture-dependent dan metode culture-independent. Isolasi bakteri menggunakan medium Reasoner's 2A (10%) dengan penambahan 2% gellan gum, cycloheximide, dan sodium azide. Inkubasi dilakukan pada suhu 30 oC selama 3 minggu. Amplifikasi gen 16S rRNA isolat bakteri menggunakan primer spesifik Ktedonobacteria (primer 161F dan 941R), dan primer universal bakteri (9F dan 1510R). Identitas isolat bakteri diperoleh berdasarkan data full sequence gen 16S rRNA melalui pencarian homologi pada EZBioCloud (www.ezbiocloud.net). Analisis filogenetik menggunakan metode Neighbour Joining, Maximum Evolution, dan Maximum Likelihood. Analisis keanekaragaman bakteri Ktedonobacteria menggunakan Next Generation Sequencing berdasarkan data partial sequence (daerah variabel V1--V3) dari gen 16S rRNA. Analisis data komposisi taksonomi bakteri dan indeks keanekaragaman menggunakan software QIIME2. Empat isolat Ktedonobacteria dengan kode K17-1, K17-2, K42, dan K44 berhasil diperoleh. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa keseluruhan isolat merupakan anggota kelas Ktedonobacteria dan berada dalam satu grup dengan type strain Dictyobacter aurantiacus S-27T. Namun demikian, persentase homologi sequence gen 16S rRNA keempat isolat menunjukkan nilai yang rendah terhadap type strain Dictyobacter aurantiacus S-27T, yaitu 97.16 -- 98.02%. Berdasarkan nilai tersebut, keempat isolat yang diperoleh diduga merupakan spesies baru. Hasil analisis dengan software QIIME2 menunjukkan bahwa sampel tanah yang digunakan memiliki nilai indeks keanekaragaman bakteri yang tinggi, dengan nilai sebagai berikut: 6,49 (Shannon-Winner); 0,98 (Simpson); 177 (Chao1); dan 117 (Ace). Filum Acidobacteria, Proteobacteria dan Bacteriodetes, merupakan tiga filum dengan persentase paling besar pada sampel tanah, dengan nilai persentase masing-masing 44%, 25%, dan 9%. Kelas Ktedonobacteria pada filum Chloroflexi memiliki persentase yang sangat rendah, yaitu 1,89%. Namun demikian, analisis filogenetik data amplikon (culture-independent) menunjukkan bahwa Ktedonobacteria yang terdapat pada sampel tanah tersebar dalam 5 grup, yang seluruhnya mengindikasikan taksa baru. Penelitian ini menunjukkan bahwa metode culture-dependent hanya berhasil menemukan satu dari lima grup Ktedonobacteria yang berhasil dideteksi menggunakan metode culture-independent.

The study aims to determine the diversity of Ktedonobacteria from forest soil samples around the Cisolok Geiser, West Java with culture-dependent and culture-independent methods. Bacterial isolation using Reasoner's 2A (10%) medium with 2% gellan gum, cycloheximide, and sodium azide. Incubation was carried out at 30 oC for three weeks. Amplification of 16S rRNA gene of bacterial isolates performed using Ktedonobacteria specific primers (primers 161F and 941R), and universal bacterial primers (9F and 1510R). The identity of bacterial isolates was obtained based on full 16S rRNA gene sequence data through a homology search on EZBioCloud (www.ezbiocloud.net). The phylogenetic analysis was performed by Neighbor-Joining, Maximum Evolution, and Maximum Likelihood methods. Analysis of Ktedonobacteria diversity using Next-Generation Sequencing based on partial sequence data (variable regions V1 -- V3) of the 16S rRNA gene. Analysis of bacterial taxonomy composition data and diversity index was conducted using QIIME2 software. Four isolates of Ktedonobacteria, namely K17-1, K17-2, K42, and K44, were successfully obtained. Phylogenetic analysis showed that all isolates were members of the class Ktedonobacteria and were in the same group as Dictyobacter aurantiacus S-27T. However, the percentage of homology of the 16S rRNA gene sequence of the four isolates showed a low value on the type strain of Dictyobacter aurantiacus S-27T, which accounted for 97.16 -- 98.02%. Based on these values, the four isolates obtained probably belonged to the new species. The results of the analysis with QIIME2 software showed that the soil samples had high bacterial diversity index values, with the following values: 6,49 (Shannon-Winner); 0,98 (Simpson); 177 (Chao1); and 117 (Ace). Phylum Acidobacteria, Proteobacteria, and Bacteriodetes are the three phyla with the largest percentage in soil samples, with percentage values of 44%, 25%, and 9%, respectively. Whereas the class Ktedonobacteria in the phylum Chloroflexi has a very low percentage, which is 1.89%. However, phylogenetic analysis of the amplicon data (culture-independent) showed that Ktedonobacteria found in soil samples distributed into five groups, indicating new taxa. In this study, culture-dependent methods found only one of the five groups of Ktedonobacteria that detected using the culture-independent method."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sem Samuel Surja
"ABSTRAK
Talaromyces merupakan genus jamur penting karena dapat menyebabkan penyakit. Talaromyces marneffei endemis di Asia Tenggara, namun hanya dua kasus yang pernah dilaporkan berasal dari Indonesia. Terdapat tujuh isolat yang telah diidentifikasi secara morfologis sebagai T. marneffei di Jakarta, namun belum penah dilakukan penelitian molekular untuk identifikasinya. Penelitian ini bertujuan melakukan analisis molekular pada regio ITS1-5,8S rDNA-ITS2 dan BenA dalam identifikasi dan penentuan filogenetik Talaromyces sp. isolat Jakarta. Tujuh isolat Talaromyces sp. telah menjadi koleksi pada Laboratorium Mikologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia. Identifikasi dan analisis filogenetik dilakukan menggunakan regio ITS1-5,8S rDNA-ITS2 dan BenA. Baik hasil sekuens ITS1-5,8S rDNA-ITS2 dan BenA tidak memberikan hasil identifikasi yang tepat saat dilakukan BLAST pada NCBI. Kepastian hasil didapat saat dilakukan BLAST pada ISHAM ITS untuk regio ITS1-5,8S rDNA-ITS2. Enam isolat adalah Talaromyces atroroseus dan satu isolat adalah T. marneffei. Filogenetik menggunakan kedua regio menunjukkan T. atroroseus masuk ke dalam seksi Trachyspemi dan T. marneffei masuk ke dalam seksi Talaromyces. Kombinasi kedua region sebaiknya digunakan dalam analisis Talaromyces sp. Isolat lingkungan yang diisolasi dari tikus rumah yang ditangkap di rumah penderita talaromikosis identik dengan isolat yang berasal dari penderita.

ABSTRACT
Genus Talaromyces consisting of fungal species that are medically important. The species Talaromyces marneffei are endemic in Southeast Asia, however only two reported human talaromycosis marneffei in Indonesia. In our laboratory, there were seven isolates originated from patients and environment, all were identified morphologically as T. marneffei, but none of them had been identified molecularly. Objective of this study was molecular analysis using ITS1 5,8S rDNA ITS2 and BenA region in identification and phylogenetic analysis of Jakarta rsquo s isolate of T. marneffei. Samples were seven fungal culture collections of Micology Laboratory, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia, Jakarta. Neither ITS1 5,8S rDNA ITS2 nor BenA region analysis gave clear species identification in NCBI BLAST result. Clear species identification was given using ISHAM ITS database, which contains ITS1 5,8S rDNA ITS2 sequences. Six isolates were identified as Talaromyces atroroseus and one isolates as T. marneffei. Phylogenetic analysis using both regions showed that T. atroroseus was included in Trachyspermi section and T. marneffei in Talaromyces section. It is concluded that combination of both regions are required for molecular analysis of Talaromyces sp. Analysis of environmental isolates isolated from house rat caught at the house of HIV infected patient with talaromycosis showed identity of both environment and clinical isolates.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristian Girsang
"Penyakit kulit merupakan penyakit yang sangat umum pada manusia. Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit dengan penyebaran paling luas di dunia. Banyaknya jenis penyakit kulit yang ada membuatnya sulit untuk di identifikasi dengan benar. Identifikasi penyakit kulit sangat penting dilakukan untuk mengetahui tindakan medis apa yang akan dilakukan pada penyakit tersebut. Dengan memanfaatkan machine learning, identifikasi penyakit kulit dapat dilakukan dengan lebih cepat dan dapat menjadi bantuan agar menjadi diagnosa awal penyakit kulit. Penelitian ini melakukan pengujian pada model deep learning untuk mengidentifikasi penyakit kulit yang ada di dalam dataset DermNet. AlexNet adalah model deep learning yang telah digunakan untuk mengklasifikasikan objek dengan dataset yang besar. Hasil pengujian pada penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan perbandingan dalam perkembangan deep learning. Nilai akurasi validasi yang didapat dari model mencapai 44,25%.

Skin disease is a widespread disease in humans. Skin disease is one of the most pervasive diseases in the world. The many types of skin diseases make it difficult to identify correctly. Identifying skin diseases is essential to determine what medical action will be taken for the disease. By utilizing machine learning, the identification of skin diseases can be done more quickly and aid in making an early diagnosis of skin diseases. This study tested a deep learning model to identify skin diseases in the DermNet dataset. AlexNet is a deep learning model used to classify objects with large datasets. The test results in this study can be used as a comparison in developing deep learning. The validation accuracy value obtained from the model reaches 44.25%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meyliana Denysa
"Kelompok manggis-manggisan, marga Garcinia diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan elektronnya, sangat reaktif yang dapat menyebabkan reaksi oksidatif. Salah satu jenis Garcinia yang memiliki potensi sebagai antioksidan adalah Garcinia tetandra Pierre. Kulit buah Garcinia tetandra Pierre dikestraksi dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut yang kepolarannya bertingkat (n-heksan, etil asetat dan metanol). Masing-masing ekstrak diuji aktivitas antioksidannya dengan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) untuk melihat aktivitasnya yang paling aktif. Ekstrak yang paling aktif dikolom untuk mendapatkan fraksi-fraksi dan hasil fraksi-fraksi tersebut akan diuji kembali aktivitas antioksidannya untuk memperoleh fraksi yang paling aktif. Hasil pengujian aktivitas antioksidan didapatkan pada ekstrak n-heksan dengan nilai IC50 3,582 µg/ml dan fraksi C merupakan fraksi n-heksan teraktif dengan IC50 5.9774µg/ml. Golongan senyawa kimia pada fraksi C adalah terpenoid dan aglikon flavon.

Mangosteen group, Garcinia genus is known having antioxidant activity that can ward off these free radicals. Free radicals are atoms or compounds that lose its electron pair, which can lead to highly reactive oxidative stress. One of Garcinia?s species which are potent for antioxidant is Garcinia tetandra Pierre. The rind of Garcinia tetrandra Pierre are extracted by maceration method using multilevel polarity solvents (n-hexane, ethyl acetate and methanol). Each extract was tested for antioxidant activity by 1,1-diphenyl-2-pikrilhidrazil (DPPH) to see the activities which has the most active fraction. The most active extracts are got column to obtain fractions, which the fractions will be tested again to obtain the antioxidant activity of the most active fraction. The test result is obtained on the antioxidant activity of n-hexane extracts with IC50 ​​3.582 ug / ml and fraction C is the fraction of n-hexane-active with IC50 5.9774 ug / ml. Class of chemical compounds in fraction C are terpenoids and aglikon flavon."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45143
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>