Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39392 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hana Farida
"Tesis ini membahas transfer kewenangan dalam mengelola pendidikan menengah. Metode penelitian yang digunakan adalah penulisan yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dari bahan pustaka dan wawancara untuk mengkonfirmasi data. Dengan penggantian UU Pemerintah Daerah menjadi UU No. 23 tahun 2014, wewenang untuk mengelola pendidikan menengah ditransfer dari otoritas sebelumnya dari pemerintah kabupaten/kota ke otoritas pemerintah provinsi. Karena kebijakan itu, muncul pro dan kontra yang mengarah pada pengajuan permohonan uji materi UU No. 23 tahun 2014 ke Mahkamah Konstitusi. Ada tiga masalah yang dibahas dalam tesis ini, yaitu wewenang pemerintah daerah dalam pengelolaan pendidikan menengah, pelaksanaan pengelolaan pendidikan menengah antara pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi, dan penerapan transfer kewenangan dalam mengelola pendidikan menengah dari Provinsi Banten ke Kota Cilegon. Penerapan pengalihan wewenang ini di Kota Cilegon dan Provinsi Banten telah dilakukan dengan baik dengan membentuk Cabang Layanan di kabupaten/kota sebagai perpanjangan dari pemerintah provinsi. Agar pemerintah provinsi menjalankan pengelolaan pendidikan menengah, koordinasi dan sinkronisasi yang kuat diperlukan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, sosialisasi juga harus diadakan secara teratur antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi, Kantor Cabang Layanan, dan kepala sekolah dari setiap sekolah menengah di kabupaten/kota. Cabang Layanan dalam mengelola pendidikan menengah di kabupaten/kota juga perlu mewakili kabupaten/kota.

This thesis discusses the transfer of authority in managing the secondary education. The research method used is normative juridical writing with qualitative approach from library materials and interviews to confirm data. With the replacement of the Local Government Law to Law No. 23 of 2014, the authority to manage the secondary education is transferred from theprevious authority of the district/city government to the authority of the provincial government. Because of that policy, pros and cons emerged which led to the submission of a request for judicial review of Law No. 23 of 2014 to the Constitutional Court. There are three issues discussed in this thesis, namely the authority of the local government in the management of secondary education, the implementation of managing the secondary education between the district/city government and the provincial government, and the application of the transfer of authority in managing the secondary education from Banten Province to Cilegon City. The application of this transfer of authority in Cilegon City and Banten Province has been well carried out by forming Service Branches in the district/city as an extension of the provincial government. In order for the provincial government to carry out managing secondary education, strong coordination and synchronization is needed between the provincial government and the district/city government. In addition, socialization must also be held regularly between the Provincial Education and Culture Office, the Service Branch Offices, and the principal of each secondary school in the district/city. The Service Branch in managing secondary education in the district/city also need to represent the district/city.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Hadya Jayani
"ABSTRACT
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan pemerintah provinsi untuk mengelola bidang pendidikan menengah atas/kejuruan, khususnya dalam melakukan pemindahan guru SMA/SMK antar kabupaten/kota dengan tujuan pemerataan kebutuhan guru. Pemerataan kebutuhan guru sulit untuk diterapkan sejak otonomi daerah sehingga pemerintah provinsi harus melakukan peramalan kebutuhan guru agar pemerintah provinsi memiliki ketersediaan guru di masa depan dalam rangka mencapai pemerataan guru, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemerintah Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi yang sedang melaksanakan proses peramalan kebutuhan guru karena kondisi saat ini kabupaten/kota di Provinsi Banten untuk jenjang SMA/SMK mengalami kekurangan guru. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peramalan kebutuhan guru pasca pengalihan kewenangan bidang pendidikan menengah atas/kejuruan oleh Pemerintah Provinsi Banten. Pendekatan dalam penelitian ini adalah post positivisme dan teknik pengambilan data melalui wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini adalah peramalan kebutuhan guru SMA/SMK di Provinsi Banten belum sepenuhnya dilaksanakan. Faktor yang menghambat peramalan kebutuhan guru belum sepenuhnya dilaksanakan adalah data guru SMA/SMK yang belum diverifikasi dan dinamis, kesiapan Pemerintah Provinsi Banten dalam hal sumber daya manusia, keterbatasan APBD Provinsi Banten, keterbatasan kewenangan pemerintah provinsi dalam hal merekrut dan belum adanya regulasi pemerintah daerah terkait dengan pemerataan kebutuhan guru.

ABSTRACT
Law Number 23 of 2011 on Regional Government mandates the regional government to manage education in high school and vocational high school, especially the transfer of authority of senior secondary/vocational education between districts/cities with the aim of equitable distribution of teacher needs. Equitable teacher needs are difficult to implement since regional autonomy so that the provincial government must forecast teacher needs so that the provincial government has the availability of teachers in the future in order to achieve equal distribution of teachers, both in quantity and quality. The Banten Provincial Government is carrying out the forecasting process of teacher needs because the current conditions of districts/cities in Banten Province for high school/vocational levels experience a shortage of teachers. Based on the issues having been described, this study aims to analyze the forecasting of teacher needs post transfer of authority in the field of senior secondary/vocational education by Banten Provincial Government. The approach used in this study is post-positivism and data collection technique through in-depth interviews and literature studies. The result of this study is forecasting the needs of senior secondary/vocational school teachers in Banten Province have not been fully implemented."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfadhly Sanusi
"Undang-undang Pemerintahan Daerah yang berlaku saat ini yaitu UU No. 23 Tahun 2014 telah mengalihkan kewenangan pengelolaan manajemen pendidikan menengah yaitu dari kabupaten/kota ke pemerintah daerah provinsi yang tentunya menimbulkan banyak implikasi bagi daerah-daerah di kabupaten/kota. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pembagian urusan pemerintahan harus dilandasi prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas serta tujuan strategis nasional. Namun, penyelenggaraan pendidikan menengah tidak sepenunya sesuai dengan kriteria yang ditentukan undang-undang. Sehingga terdapat beberapa masalah dan hambatan dalam pelaksanaanya. Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis normatif dengan melihat doktrin, yurisprudensi, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, digunakan tipologi deskriptif dan jenis data sekunder. Serta dilakukan wawancara kepada informan dan narasumber sebagai validasi data. Terdapat 2 rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yang pertama terkait kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah yang kedua terkait implementasi terhadap Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Maros dari pelaksanaan pengalihan kewenangan pendidikan menengah dari Kabupaten ke Provinsi. Dalam implementasi pengalihan kewenangan ini, menuai berbagai macam masalah seperti di Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Maros mulai dari efisiensi keberadaan cabang dinas yang merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Pendidikan Provinsi, jalur koordinasi yang sangat panjang, hilangnya peran Dinas Pendidikan Provinsi sebagai koordinator dan pengawas lintas Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan, dan persoalan keuangan yang selalu terlambat dalam pencairannya baik dana bantuan operasional sekolah hingga gaji dan tunjangan guru yang sering dikeluhkan beberapa SMA di Kabupaten Maros. Oleh karena itu, diperlukan perubahan terhadap UU No. 23 Tahun 2014 yang mengatur terkait pengaturan manajemen penyelenggaraan pendidikan menengah.

The Regional Government Law currently in effect is Law no. 23 of 2014 has transferred the management authority of secondary education management, namely from districts/cities to provincial regional governments, which of course has many implications for regions in districts/cities. According to Law Number 23 of 2014, the division of government affairs must be based on the principles of accountability, efficiency and externality as well as national strategic objectives. However, the implementation of secondary education is not entirely in accordance with the criteria determined by law. So that there are several problems and obstacles in its implementation. This study uses a normative juridical methodology by looking at doctrine, jurisprudence, and applicable laws and regulations. In addition, descriptive typology and secondary data types are used. As well as conducting interviews with informants and sources as data validation. There are 2 formulations of the problem raised in this study, the first is related to the authority of the Provincial Government and the Regency/City Regional Government in implementing primary and secondary education. Province. In implementing this transfer of authority, it reaped various problems such as in South Sulawesi Province and Maros Regency starting from the efficiency of the existence of service branches which are extensions of the Provincial Education Office, very long coordination paths, the loss of the role of the Provincial Education Office as coordinator and supervisor across districts / Cities in South Sulawesi, and financial problems that are always late in disbursing both school operational assistance funds to teacher salaries and allowances which are often complained of by several high schools in Maros Regency. Therefore, it is necessary to amend Law no. 23 of 2014 which regulates management arrangements for the implementation of secondary education."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gema Perdana
"ABSTRAK
Berlakunnya UU No. 23 Tahun 2014 berimplikasi pada perubahan pembagian urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan dibidang pendidikan menengah yang semula menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota berubah menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Penetapan pembagian urusan pemerintahan harus berdasar pada prinsip akuntabilitas, efisiensi dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional sebagaimana diatur pada UU No. 23 Tahun 2014, tetapi penetapan pengelolaan penedidikan menengah tidak sepenuhnya mematuhi prinsip-prinsip sebagaimana diatur dalam undang-undang. Sehingga, terdapat kekhawatiran adanya ketidak sesuaian antara maksud dan tujuan dengan materi pengaturan dalam UU No. 23 Tahun 2014. Hal ini berimplikasi terhadap tanggungjawab pemerintah untuk memberikan peningkatan pelayanan publik yang maksimal kepada masyarakat dibidang penyelenggaraan pendidikan menengah. Penelitian ini diharapkan memberikan kajian hukum yang komprehensif terkait perubahan pengelolaan pendidikan menengah di pemerintah provinsi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, yurisprudensi dan doktrin yang ada. Serta menggunakan tipologi Preskriptif dan Jenis data sekunder. Perubahan pengelolaan pendidikan menengah yang semula merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota sepenuhnya menjadi Kewenangan Pemerintah Provinsi, tanpa adanya hubungan/hieraki keterkaitan dalam penyelenggaraan, sehingga dalam pelaksanaannya dibentuk cabang dinas pendidikan sebagai kepanjangan tangan Dinas Pendidikan Provinsi. Penentuan pembagian urusan pengelolaan pendidikan menengah pada dasarnya belum sepenuhnya berlandaskan pada Prinsip dan Kriteria pembagian urusan pemerintahan konkuren, sehingga dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya mengedepankan fungsi kemanfaataan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik. Besarnya beban anggaran yang menjadi tanggungjawab pemerintah provinsi berdampak pada menurunya akses pelayanan penyelenggaraan pendidikan menengah bagi masyarakat. Sehingga dibutuhkan perubahan substansi pengaturan manajemen pengelolaan pendidikan menengah dalam UU No. 23 Tahun 2014.

ABSTRACT
The enactment of Act No. 23 of 2014 concerning Regional Government has an impact on the changes in functional assignment of concurrent government affairs between the central government, provincial government and district/city government. One of the major implications in society is the management shift of secondary education affairs which is originally under the authority of district/city government to become under the authority of provincial government. The society which initially received free school facilities until secondary education and ease of access to supervision of the implementation of secondary education becomes difficult due to the ability of the provincial government to provide the same services. This study focuses on the changes in the implementation of secondary education, the determination of government affairs in the management of secondary education, and the implications of management shift of secondary education. This research is expected to be able to provide ideal construction in the distribution of government affairs. This study is normative legal research by exploring the laws and regulations and existing doctrines using secondary data. The management shift of secondary education which is originally the authority of district/city government becomes the authority of provincial government completely without any relationship/hierarchy in the implementation. Hence, a branch of Education Office is formed as an extension of the Provincial Education Office. The determination of functional assignment for managing secondary education is basically not fully based on the principles and criteria for the distribution of concurrent government affairs, so its implementation, the priority function has not been put forward for the society to get public services. The amount of the budget burden that is the responsibility of the provincial government has an impact on the decrease of access to services in secondary education for the society. Therefore, a change in the substance of the management arrangements for secondary education management in Act No. 23 Of 2014 is needed."
2019
T54416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldrin Kevin
"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi. Dalam pengelolaannya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bekasi. Muncul pertanyaan terkait kewenangan kedua Daerah. Menanggapi hal tersebut, penulis melakukan penelitian untuk mengetahui kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi dalam pengelolaan TPST Bantargebang serta mekanisme Kerja Sama Daerah yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan TPST Bantargebang. Penelitian dilakukan dengan bentuk yuridis-normatif dengan tipologi deskriptif-preskriptif. Penelitian dilakukan dengan mengamati perjanjian kerja sama dan kontrak yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baik dengan Pemerintah Kota Bekasi maupun pihak swasta serta wawancara dengan pejabat yang berurusan dengan pengelolaan TPST Bantargebang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan TPST Bantargebang dilakukan dengan mekanisme Kerja Sama Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerja Sama Daerah. TPST yang dibangun di luar wilayah administrasi suatu Daerah sebaiknya dikelola dengan perjanjian kerja sama atau dengan mekanisme TPST Regional. Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi sendiri diatur dalam perjanjian kerja sama sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018.
The Provincial Government of DKI Jakarta has an Integrated Solid Waste Processing Facility in Bantargebang District, Bekasi City. In its management, the DKI Jakarta Provincial Government cooperates with the Bekasi City Government. Questions arise regarding the authority of the two Regions. Responding to this, the author conducted a study to find out the authority of the DKI Jakarta Provincial Government and Bekasi City Government in the management of Bantargebang Integrated Solid Waste Processing Facility and the Intergovernmental Management mechanism conducted by the DKI Jakarta Provincial Government in managing Bantargebang Integrated Solid Waste Processing Facility. The study was conducted in a juridical-normative form with descriptive-prescriptive typology. The study was conducted by observing cooperation agreements and contracts made by the DKI Jakarta Provincial Government both with the Bekasi City Government and private parties as well as interviews with officials who deal with the management of Bantargebang Integrated Solid Waste Processing Facility. The results showed that the management of Bantargebang Integrated Solid Waste Processing Facility was carried out by the Intergovernmental Management mechanism regulated in Government Regulation Number 28 of 2018 concerning Regional Cooperation. Integrated Solid Waste Processing Facility that is built outside the administrative area of a Region should be managed by a cooperation agreement or with a Regional Integrated Solid Waste Processing Facility mechanism. The authority of the DKI Jakarta Provincial Government and Bekasi City Government itself is regulated in a cooperation agreement in accordance with Government Regulation No. 28 of 2018."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam P.W.A. Wibowo
"Pengawasan terhadap sediaan farmasi adalah bagian dari tugas pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. Dalam konsideransnya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Secara prinsip, terkait dengan sediaan farmasi skema pengaturannya dalam level Undang-Undang, telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Wewenang melakukan pengawasan sediaan farmasi di Indonesia meliputi pembentukan/penetapan regulasi, perijinan, pemeriksaan oleh petugas pengawas terhadap kegiatan membuat, mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan, monitoring dan evaluasi produk, dan tindakan administratif terhadap pelanggaran hukum serta penyidikan tindak pidana. Keberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang membagi urusan pemerintahan menjadi urusan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang ketentuannya disharmoni dengan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur pengawasan sediaan farmasi tersebut, menimbulkan permasalahan yang menghambat efektivitas pelaksanaan pengawasan sediaan farmasi.

The drugs (pharmaceutical preparation) regulation is part of the duty of the government to improve public health is very important for the development of human resources in Indonesia, increased resilience and competitiveness of the nation, as well as national development. In it's preamble, Act No. 36 of 2009 on Health states that health is a human right and one of the elements of well-being that must be realized in accordance with the ideals of the nation of Indonesia as referred to in Pancasila and the Constitution of 1945. In principle, related to pharmaceutical regulation in the scheme of Legislation, has stated in Law No. 36 Year 2009 on Health, Law No. 35 Year 2009 on Narcotics and Law No. 5 of 1997 on Psycotropics. That based on the Act, the authority to conduct regulation of drugs (pharmaceutical preparations) in Indonesia include the creation / establishment of regulations, licensing, inspection by the supervisory officers on activity, holding, storing, processing, promoting, and distributing, monitoring and evaluation of products, administrative action against violations of the law, and crime investigation. However, the validity of Act No. 32 of 2004 on Regional Government which decentralize functions between central government and local governance, and Government Regulation Number 38 of 2007 on Decentralization of Government Affair between the Government, Provincial Government, and District Government, disharmony with the provisions of legislation that specifically regulates the pharmaceutical control, raises issues that hinder the effectiveness of pharmaceutical regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35417
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supit, Deivy Donna Ingrid
"[ABSTRAK
Salah satu isu krusial dalam pembangunan pendidikan di Indonesia adalah
kesenjangan akses pendidikan antar kabupaten/kota. Pelaksanaan desentralisasi
yang bertujuan mendekatkan pelayanan publik ke masyarakat diharapkan
membuat akses pendidikan tingkat kabupaten/kota menjadi lebih baik. Penelitian
ini membahas pengaruh alokasi anggaran pemerintah terhadap perbaikan akses
pendidikan menengah kabupaten/kota di Sulawesi Utara, diukur dengan angka
partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). Analisis
ekonometrika data panel 15 kabupaten/kota di Sulawesi Utara, periode 2010-
2012, menunjukkan beberapa hal. Pertama, anggaran pemerintah melalui
anggaran fungsi pendidikan berpengaruh signifikan dan positif terhadap
peningkatan APK dan APM. Kedua, dana transfer berupa DAU hanya
berpengaruh meningkatakan akses pendidikan melalui APK, tidak pada APM.
Ketiga, kemandirian fiskal kabupaten/kota tidak berpengaruh dalam
meningkatkan akses pendidikan menengah daerahnya. PDRB per kapita sebagai
cerminan kapasitas ekonomi masyarakat menunjukkan berpengaruh signifikan dan
positif terhadap peningkatan APK dan APM. Namun demikian pengaruh variabelvariabel
yang signifikan terhadap perbaikan akses pendidikan menengah sangat
kecil. Hal ini menunjukkan bahwa dampak alokasi anggaran pemerintah maupun
pertumbuhan ekonomi, terhadap perbaikan akses pendidikan menengah
kabupaten/kota relatif kecil.

ABSTRACT
One of the crucial issues in the development of education in Indonesia is
education access gap between kabupaten/kota. The implementation of
decentralization which aims to bring the public service to the community is
expected to make access to education at the kabupaten/kota for the better. This
study discusses the effect of government budget allocation towards improving
access secondary education kabupaten/kota in North Sulawesi, measured by the
gross enrollment rate (GER) and net enrollment ratio (NER). Econometric
analysis of panel data of 15 kabupaten/kota in North Sulawesi, 2010-2012 show
several things. First, the government budget through the budget of the education
functions show significant and positive impact on the improvement of GER and
NER. Second, the transfer of funds in the form of DAU affects only increase the
access to education through the GER, not to NER. Third, fiscal independency of
kabupaten/kota have no effect in improving access to secondary education in
those area. GDP per capita as a reflection of the economic capacity of the
community showed significant and positive impact on the improvement of GER
and NER. However, the variables which significantly effect the improvement of
access to secondary education is very small. This shows that the impact of
government budget allocation and economic growth, improved access to
secondary education kabupaten/kota is relatively small.;One of the crucial issues in the development of education in Indonesia is
education access gap between kabupaten/kota. The implementation of
decentralization which aims to bring the public service to the community is
expected to make access to education at the kabupaten/kota for the better. This
study discusses the effect of government budget allocation towards improving
access secondary education kabupaten/kota in North Sulawesi, measured by the
gross enrollment rate (GER) and net enrollment ratio (NER). Econometric
analysis of panel data of 15 kabupaten/kota in North Sulawesi, 2010-2012 show
several things. First, the government budget through the budget of the education
functions show significant and positive impact on the improvement of GER and
NER. Second, the transfer of funds in the form of DAU affects only increase the
access to education through the GER, not to NER. Third, fiscal independency of
kabupaten/kota have no effect in improving access to secondary education in
those area. GDP per capita as a reflection of the economic capacity of the
community showed significant and positive impact on the improvement of GER
and NER. However, the variables which significantly effect the improvement of
access to secondary education is very small. This shows that the impact of
government budget allocation and economic growth, improved access to
secondary education kabupaten/kota is relatively small., One of the crucial issues in the development of education in Indonesia is
education access gap between kabupaten/kota. The implementation of
decentralization which aims to bring the public service to the community is
expected to make access to education at the kabupaten/kota for the better. This
study discusses the effect of government budget allocation towards improving
access secondary education kabupaten/kota in North Sulawesi, measured by the
gross enrollment rate (GER) and net enrollment ratio (NER). Econometric
analysis of panel data of 15 kabupaten/kota in North Sulawesi, 2010-2012 show
several things. First, the government budget through the budget of the education
functions show significant and positive impact on the improvement of GER and
NER. Second, the transfer of funds in the form of DAU affects only increase the
access to education through the GER, not to NER. Third, fiscal independency of
kabupaten/kota have no effect in improving access to secondary education in
those area. GDP per capita as a reflection of the economic capacity of the
community showed significant and positive impact on the improvement of GER
and NER. However, the variables which significantly effect the improvement of
access to secondary education is very small. This shows that the impact of
government budget allocation and economic growth, improved access to
secondary education kabupaten/kota is relatively small.]"
2015
T43663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audy Pratama
"Satu hal yang terpenting dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Di Indonesia, salah satu urusan pemerintahan serentak diserahkan ke daerah pedalaman kerangka penyelenggaraan otonomi daerah adalah bidang administrasi kependudukan. Kewenangan penanganan masalah kependudukan diatur dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 juga dalam UU No. 24 Tahun 2003 Jo. UU No. 23 Tahun 2006.
Kewenangan dalam penunjukan pejabat struktural di sektor kependudukan di daerah berdasarkan revisi undang-undang administrasi kependudukan dimiliki secara mutlak oleh pemerintah pusat. Menteri Dalam Negeri kemudian membuat mekanismenya lebih detail dengan dikeluarkannya Permendagri No. 76 Tahun 2015.
Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan di daerah yang banyak mengepalai daerah melakukan proses pengangkatan pejabat struktural yang tidak sesuai dengan norma-norma tersebut menghasilkan pelayanan administrasi kematian terhalang. metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini bersifat yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan materi literatur dan wawancara. Solusi terkait masalah pengangkatan pejabat struktural yang tidak sesuai dengan Permendagri No. 76 Tahun 2015 adalah memberikan surat peringatan kepada kepala daerah untuk membatalkan keputusan ini dan di beberapa area ditambahkan
dengan sanksi penghentian jaringan. Oleh karena itu perlu ditinjau kembali mengenai peraturan tentang administrasi kependudukan, apakah kewenangan ini diperlukan dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah pusat yang pelaksanaannya di daerah dilaksanakan secara dekonsentrasi melalui instansi vertikal atau kembalinya kewenangan daerah dalam mengangkat pejabat secara struktural

One of the most important things in implementing regional autonomy is the division of authority between the central and regional governments. In Indonesia, one of the governmental affairs that is simultaneously transferred to the interior areas in the framework of implementing regional autonomy is the field of population administration. The authority to handle population problems is regulated in Law No. 23/2014 as well as in Law No. 24 of 2003 Jo. UU no. 23 of 2006. The central government has absolute authority to appoint structural officials in the population sector in the regions based on the revision of the population administration law. The Minister of Home Affairs then made the mechanism more detailed with the issuance of Permendagri No. 76 of 2015. This raises various problems in the regions where many head the regions carry out the process of appointing structural officials who are not in accordance with these norms resulting in obstructed death administration services. The writing method used in this writing is normative juridical with a qualitative approach and uses literature and interview materials. Solutions related to the problem of appointing structural officials that are inconsistent with Permendagri No. 76 of 2015 is to provide a warning letter to the regional head to overturn this decision and in several areas it was added with network termination sanctions. Therefore it is necessary to revisit the regulations regarding population administration, whether this authority is required to be fully owned by the central government whose implementation in the regions is carried out in a deconcentrated manner through vertical agencies or the return of regional authority in appointing officials structurally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Marhaeni
"Ketidaksetaraan gender merupakan masalah yang dihadapi dalam pembangunan manusia di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari masih rendahnya angka Indeks Pembangunan Gender (IPG) dibandingkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2000, Pemerintah menerbitkan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan Gender. Dengan strategi pengarusutamaan gender (PUG) diharapkan seluruh komponen pembangunan menjadi sensitif dan responsif terhadap persoalan gender, sehingga akhirnya akan melahirkan kebijakan dan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan gender perempuan dan laki-laki. Pemerintah sebagai pelayan publik tentu harus berperan besar dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat sehingga tercapai masyarakat yang sejahtera.
Seiring dengan otonomi daerah, PUG di daerah merupakan suatu langkah yang amat penting mengingat permasalahan gender justru berada dan dirasakan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Provinsi Jawa Timur sebagai daerah yang pada tahun 2004-2009 selalu mendapatkan anugerah Parahita Eka Praya yang menandakan bahwa Provinsi Jawa Timur sudah memperlihatkan kelengkapan ideal pelaksanaan IPG, ternyata IPG nya masih cenderung rendah dibandingkan dengan provinsi lainnya. Untuk itu, tesis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengeluaran pendidikan dan kesehatan dari pemerintah dan rumah tangga, serta kredit mikro, kecil dan menengah terhadap pembangunan gender di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
Penelitian ini menggunakan data panel dengan estimasi parameter model menggunakan metode efek tetap (MET). Variabel dependen yang digunakan adalah IPG, sedangkan variabel independen adalah proporsi pengeluaran pemerintah untuk bidang pendidikan dan kesehatan terhadap total pengeluaran kabupaten/kota, proporsi rata-rata pengeluaran rumah tangga sebulan untuk pendidikan dan kesehatan terhadap total pengeluaran rumah tangga, dan jumlah kredit mikro, kecil, dan menengah.
Dari analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa seluruh variabel independen berhubungan positif dan signifikan dengan IPG. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan menunjukkan kontribusi yang terkecil, sedangkan kredit mikro, kecil, dan menengah menunjukkan kontribusi yang paling besar terhadap IPG.

Gender unequalities have been a problem for human development in Indonesia. Gender-related Development Index is relatively low than the Human Development Index (HDI). In 2000, government settled Inpres about Gender Mainstreaming (GM). With GM strategy, it is hoped that all component of development become sensitive and responsive gender, and will make public policy and programmes that values the diversity among both women and men needs. Government as public servant have to take a major role on fulfill the basic needs of the people thus achieve prosperous society.
As the regional autonomy, GM in regency/city is important considering gender problems are more perceived directly in peoples daily life. The East Java Province as the province that constantly received the endowment of Parahita Eka Praya on 2004- 2009 as an appreciation for the province that shown an ideal completeness of GM implementation evident a relatively low GDI than other province. This study aims to examines how much education and healthcare spending from government and household, and micro credit effects the GDI on east Java Regency/City.
This study exercise pooled data and estimate model parameters with fixed effect methods (FEM). The dependen variable is GDI, while the independent variables are the proportion of public spending on education and health care, the proportion of household expenditure on education and health care, and micro credit.
The analysis show that all independent variable are related positively and significant to GDI. Public spending on education and health care shows the smallest contribution to GDI, while the highest shown by micro credit.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T29556
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Suganda Jhoan
"ABSTRAK

Abstrak

Seiring pembagian kekuasaan kepada Pemerintah Daerah, yang membutuhkan sumber pendanaan guna menjalankan roda pemerintahan maka Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dipilih sebagai salah satu jenis pajak yang diserahkan pemungutannya kepada Pemerintah Daerah berdasarkan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi.Adapun studi kajian dilakukan di Kota Pematangsiantar dimana telah ditetapkan Perda No 6 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Dalam Pengalihan tersebut dijumpai beberapa masalah yaitu bagaimana pemungutan PBB P2 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sebelum dan sesudah berlakunya UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bagaimana mekanisme dalam penetapan Nilai Jual Objek Pajak PBB P2 di Kota Pematangsiantar yang memenuhi asas kepastian, Bagaimana upaya hukum Pemerintah Kota Pematangsiantar untuk dapat menagih PBB P2 yang terutang sebelumnya dikelola pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ketika terjadi Pengalihan.

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif atau doktrinal dan pendekatan yang dilakukan ialah melalui pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan dengan cara Penelitian Kepustakaan (library research) dan Wawancara pada Kantor Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Pematangsiantar yang digunakan untuk memperoleh data.

Dengan diterbitkannya Peraturan daerah Kota Pematangsiantar No.6 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, maka telah beralih pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kota Pematangsiantar. Nilai Jual Objek Pajak Kota Pematangsiantar ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Walikota yang diperbaharui tiap tahun guna memenuhi asas kepastian hukum dan Pemerintah Kota Pematangsiantar dalam upaya penagihan utang pajak baik sebelum dialihkan kepada Pemerintah Kota Pematangsiantar maupun sesudah dikelola pemungutannya oleh Pemerintah Kota Pematangsiantar diberikan kewenangan untuk dapat menagih dengan paksa sesuai dengan UU No.19 Tahun 2000, sampai saat ini Pemerintah Kota Pematangsiantar menggunakan upaya dengan cara teguran guna memberikan kesadaran bagi wajib pajak untuk melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

Kata Kunci : Pemerintah Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Nilai Jual Objek Pajak.


ABSTRACT


Abstract

As the distribution of power to the Regional Government, which requires funding sources to run the government, the Land and Rural and Urban Building Taxes (PBB P2) are selected as one type of tax that is levied to the Regional Government based on Law No.28 of 2009 concerning Regional Taxes and Retribution. The study was carried out in Pematangsiantar City where Regional Regulation No. 6 of 2011 concerning Regional Taxes was established. In the transition found several problems, namely how to collect PBB P2 from the Central Government to the Regional Government before and after the enactment of Law No.28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Retributions, How is the mechanism in determining the Selling Value of PBB P2 Tax Objects in Pematangsiantar City that meets the principle certainty, How is the legal effort of the Pematangsiantar City Government to be able to collect the PBB P2 owed previously managed by the central government to the regional government when the transition occurs.

The research method used is normative or doctrinal juridical research and the approach taken is through the Statute Approach. Data collection techniques in this writing are carried out by means of Research Library (library research) and Interviews at the Regional Office of Revenue, Financial and Asset Management of Pematangsiantar City which are used to obtain data.

With the issuance of Pematangsiantar City Regional Regulation No.6 of 2011 concerning Regional Taxes, it has switched the collection of Land and Rural and Urban Taxes from the Central Government to the Pematangsiantar City Government. The Pematangsiantar City Tax Object Selling Value is determined based on the Mayor's Decree renewed annually to fulfill the principle of legal certainty and the Pematangsiantar City Government in the effort to collect tax debt before being transferred to Pematangsiantar City Government or after being managed by Pematangsiantar City Government is given the authority to be able to collect Forcibly in accordance with Law No.19 of 2000, until now the Pematangsiantar City Government uses efforts by means of reprimand to provide awareness for taxpayers to make payments for Land and Rural and Urban Taxes.

"
2018
T52484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>