Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103011 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisyah Nurul Permatasari
"Penelitian ini berjudul pengesahan perkawinan beda agama yang dilangsukan di Indonesia. Permasalahan penelitian ini meliputi pengaturan mengenai perkawinan beda agama dan pertimbangan hakim mengenai pengesahan perkawinan beda agama, sebagaimana yang terdapat dalam Penetapan Pengadilan Negeri Purwokwerto Nomor 54/Pdt.P/2019/PN Pwt. Metode penelitian yang digunakan ialah yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif analitis, menggunakan data sekunder, dengan yang dan dianalisis secara kualitatif, dengan bentuk laporan deskriptif analitis. Simpulan penelitian ini adalah hakim dalam pertimbangannya tidak mengindahkan aturan undang-undang perkawinan mengenai sahnya perkawinan, dimana dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan sahnya perkawinan harus diperbolehkan oleh kedua agama calon mempelai, dan bukan hanya dari satu calon mempelai saja dan artinya hakim menganalisis diluar dari kewenangannya. Hakim dalam pertimbangannya ini hanya melihat dari dispensasi yang diberikan oleh salah satu agama, namun tidak mengindahkan aturan agama yang lain. Hakim diberikan kewenangan oleh Undang-Undang Administrasi Kependudukan bukan untuk mengesahkan perkawinan tetapi hanya berwenang untuk memerintahkan mencatatkan perkawinan beda agama, yang artinya hakim tidak berwenang untuk mengesahkan suatu perkawinan, karena sahnya perkawinan berdasarkan agama.

This research is entitled the legalization of the interfaith marriage held in Indonesia. The problem of this research covers a regulation of interfaith marriage and the judge’s consideration for the legalization of interfaith marriage, as contained in the Purwokerto Judicial Court Decision number 54/Pdt.P/2019/Pn Pwt. The research method is normative juridical, typology of the research used was descriptive analytical, using secondary data, and analyzed qualitatively, in the form of analytical descriptive reports. The conclusion of this research is that the judges in their consideration didn’t heed the marriage law regarding the validity of marriage , where in article 2 paragraph (1) of the Marriage Law, the marriage must be permitted by the two prospective bride-to-be, and not only by one prospective bride and its mean the judge in their analyzes outside of their authority. The judges in their consideration only consider from the excemption by one religion, but they didn’t heed the rules of other religions.The judges were given authority by the Population Administration Law not to validating marriage but only has the authority to order the registry office to register of interfaith marriages , which means that the judge is not to validating a marriage, because marriage is legitimately based on religion."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Ridzka Maheswari Djasmine
"Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris sudah seharusnya memberikan penyuluhan hukum terkait pembuatan akta perjanjian perkawinan agar tidak melanggar batas-batas hukum dan agama sebagaimana disebutkan dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan. Jika kemudian pasangan suami-istri yang berbeda agama ingin membuat perjanjian perkawinan (postnuptial agreement) yang isinya tidak hanya mengatur mengenai harta kekayaan para pihak tetapi juga mengenai agama yang akan dianut oleh anak-anak para pihak, apakah sesuai kewenangannya Notaris kemudian dapat membuat perjanjian perkawinan tersebut atau justru Notaris tidak dapat membuat perjanjian perkawinan tersebut. Permasalahan yang diangkat mengenai batasan para pihak dalam membuat perjanjian perkawinan dan akibat hukum pembuatan klausula moralitas dalam perjanjian perkawinan terhadap perkawinan beda agama yang dilangsungkan di luar negeri. Bentuk penelitian ini yuridis-normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisis adalah batasan dalam membuat perjanjian perkawinan terdiri dari batasan hukum berupa peraturan perundang-undangan seputar harta kekayaan dan batasan agama berupa hukum agama para pihak. Apabila Notaris membuatkan perjanjian perkawinan antara para pihak yang perkawinannya dilangsungkan di luar negeri akan tetapi perkawinan tersebut merupakan perkawinan beda agama dan kehendak para pihak yang akan dituangkan ke dalam perjanjian perkawinan tidak hanya mengatur mengenai harta kekayaan para pihak tetapi juga mengenai agama yang akan dianut oleh anak-anak para pihak, maka akan memiliki implikasi terhadap tiga pihak, yaitu terhadap Notaris, terhadap para pihak, dan terhadap pihak ketiga. Saran berupa dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang Perkawinan yang memperjelas ketentuan Pasal 29 dan mempertegas larangan perkawinan beda agama serta timbulnya kewenangan PP-INI untuk mengadakan seminar dengan pembahasan mengenai substansi perjanjian perkawinan yang hanya berisikan tentang harta kekayaan.

Notaries as public officials who are authorized to make authentic deeds and have other authorities based on the Notary Office Law should provide legal explanation regarding the formulation of a marriage agreement deed so as not to violate legal and religious boundaries as stated in Article 29 paragraph (2) of the Marriage Law. If then a married couple of different religions wants to make a postnuptial agreement whose contents not only stipulate the assets of the parties but also regarding the religion that will be adhered to by the children of the parties, is it within the Notary's power to draft such an agreement or even the Notary cannot draft the marriage agreement. Issues raised regarding the limitations of the parties in making marriage agreement and the legal consequences of including morality clauses in marriage agreement for interfaith marriage held abroad. The form of this research is juridical-normative with explanatory research type. The results of the analysis are the limitations in making a marriage agreement consisting of legal restrictions in the form of laws and regulations regarding assets and religious restrictions are in the form of religious laws of the parties. If a Notary draws up a marriage agreement between parties whose marriage was held abroad, but it is an interfaith marriage and the will of the parties to be poured into the marriage agreement regulates not only the assets of the parties but also regarding the religion to which the children will adhere, it will have implications for three parties, namely the Notary, against the parties, and against the third party. Suggestions in the form of revising the Marriage Law which clarifies the provisions of Article 29 and reinforces the prohibition on interfaith marriage as well as the emergence of PP-INI's authority to hold seminars with a discussion of the substance of the marriage agreement, which only comprises assets."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audita Cindanufaza
"Perjanjian baku merupakan perjanjian yang banyak digunakan dalam bidang bisnis. Namun pada prakteknya penggunaan perjanjian baku seringkali mengabaikan asas keseimbangan para pihak serta sulit untuk menemukan pengaturan yang mengatur mengenai batasan penggunaan perjanjian dengan bentuk baku di Indonesia sehingga banyak terjadi perkara terkait dengan penggunaan perjanjian baku. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 20/Pdt.G/2021/Pn.Pwt Dan Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri Nomor 122/Pdt.G/2018/Pn.Gpr . Teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah teori asas keseimbangan. Berdasarkan metode penelitian serta teori yang penulis gunakan, penulis menemukan bahwa dalam praktek bisnis di Indonesia masih banyak ditemukan perjanjian baku yang tidak mencerminkan asas keseimbangan dalam perjanjian. Dalam putusan pengadilan, hakim bahkan tidak mempertimbangkan mengenai keseimbangan para pihak sehingga hakim terkesan berpihak kepada pihak yang lebih kuat dalam perjanjian baku. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini memberikan saran agar pemerintah melakukan intervensi dengan membuat peraturan khusus mengenai pembuatan dan pelaksanaan perjanjian baku di Indonesia dan memaksimalkan fungsi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam melakukan pengawasan terhadap perjanjian baku agar pelaksanaan perjanjian baku di Indonesia tetap mengutamakan asas keseimbangan.

Standard agreements are agreements that are widely used in the business field. However, in practice, the use of standard agreements often ignores the principle of balance between the parties and it is difficult to find regulations that regulate the limits on the use of standardized agreements in Indonesia. Therefore, many cases found related to the use of standard agreements. In this study, the author uses a normative juridical research method, by analyzing the Purwokerto District Court Decision Number 20/Pdt.G/2021/Pn.Pwt and the Kediri District Court Decision Number 122/Pdt.G/2018/Pn.Gpr. The theory used to support this research is the theory of the principle of balance. Based on the research method and theory that the author uses, the author finds that in business practice in Indonesia there are still many standard agreements which do not reflect the principle of balance in the agreement. Based on the analysis of the decision which author has done, it was found that the judge did not even consider the balance of the parties so that the judge seemed to be siding with the stronger party in the standard agreement. Based on these, this study provides suggestions for the government to intervene by making specific regulations regarding the establishment and implementation of standard agreements in Indonesia and optimizing the function of the Consumer Dispute Resolution Agency (BPSK) in supervising standard agreements hence the implementation of standard agreements in Indonesia will always prioritizes the principle of balance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najma Amira Abdullah
"anak-anak yang dilahirkan, pernikahan adalah awal sebuah keluarga dan merupakan komitmen seumur hidup. Studi kasus yang diteliti pada tesis ini adalah Penetapan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: 12/Pdt.P/2022 PN Ptk. Pokok permasalahan yang
akan dibahas dalam tesis ini yakni mengenai pertimbangan Hakim atas dikabulkannya permohonan perkawinan beda agama antara RNA dan MYR dan terkait implikasi terhadap kedudukan anak atas perkawinan beda agama antara RNA dan MYR yang faktanya belum mendapatkan pencatatan perkawinan meskipun sudah ada Penetapan
Pengadilan Negeri Kota Pontianak yang memberikan izin atas perkawinan beda agama mereka dan memerintahkan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak untuk melakukan pencatatan perkawinan RNA dan MYR. Namun faktanya hingga saat ini untuk perkawinan beda agama tersebut belum dapat dilakukan
pencatatan perkawinan karena adanya penahan dari Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan menggunakan teknik pengumpulan data berupa
studi pustaka dan wawancara. Hakim telah tepat dengan memperhatikan seluruh faktafakta hukum dan bukti yang diberikan oleh RNA dan MYR untuk mengeluarkan penetapannya. Seharusnya dengan adanya Penetapan dari Pengadilan tersebut
perkawinan beda agama RNA dan MYR dapat segera dicatatkan yang mana telah sesuai dengan persyaratan pencatatan perkawinan beda agama dalam peraturan perundangundangan, pencatatan perkawinan tersebut berguna untuk melindungi status keperdataan perkawinan mereka beserta anak-anak yang akan dilahirkan dari
perkawinan tersebut.

The event of marriage gives birth to a legal relationship between the couple and the children born, marriage is the beginning of a family and is a lifelong commitment. The
case study researched in this thesis is the Determination of the Pontianak District Court Number: 12/Pdt.P/2022 PN Ptk. The subject matter to be discussed in this thesis is regarding the Judge’s consideration of the granting of the application for an interfaith marriage between RNA and MYR and related to the impact on the position of the child of the interfaith marriage between RNA and MYR, which in fact has not yet received a marriage registration even though there has been a Pontianak City District Court Stipulation giving permission for their interfaith marriage and ordering the Head of the Pontianak City Population and Civil Registration Office to register the marriage of RNA
and MYR. However, the fact is that until now, the interfaith marriage has not been able to be registered due to the detention of the Pontianak City Population and Civil Registration Office. This research is descriptive in nature using normative legal
research methods and using data collection techniques in the form of literature studies and interviews. The judge was right by paying attention to all legal facts and evidence provided by RNA and MYR to issue the stipulation. With the stipulation from the Court, the interfaith marriage of RNA and MYR should be immediately recorded which is in accordance with the requirements for recording interfaith marriages in the legislation,
the marriage registration is useful to protect the civil status of their marriage and the children who will be born from the marriage.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Betrice Viosania
"Pada dasarnya hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama, sehingga pengaturan mengenai perkawinan beda agama menjadi multitafsir. Kondisi ini menjadi dasar isu dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. Para Pemohon yang memiliki perbedaan agama memohon agar perkawinan mereka dapat disahkan oleh Pengadilan. Atas dasar tersebut, dalam tulisan ini akan menganalisis mengenai (1) pengaturan mengenai perkawinan beda agama di Indonesia, dan (2) kesesuaian pertimbangan hakim dengan peraturan perundang-undangan dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak yang mengabulkan perkawinan beda agama. Untuk menjawab permasalahan yang ada, digunakan metode penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa (1) perkawinan beda agama berdasarkan peraturan di Indonesia diserahkan kembali kepada ajaran agama masing-masing calon mempelai. Dimana perkawinan beda agama tidaklah dibenarkan, sebab tidak sesuai dengan hukum dan ajaran agama-agama yang berlaku di Indonesia. Sehingga, suatu perkawinan beda agama dianggap tidak sah dan batal demi hukum. (2) berdasarkan hasil analisis dari sumber perundang-undangan yang ada, keputusan Hakim dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. yang mengabulkan permohonan perkawinan beda agama tidaklah tepat. Sebab perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum agama, sehingga seharusnya tidak dapat dicatatkan oleh lembaga negara.

Essentially, marriage law in Indonesia does not specifically regulate the marriage of couples of different religions. Thus, the regulation for interfaith marriage is multi-interpretation. This condition became the basis in Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. The Plaintiffs, who have different religions, requested that their marriage be legalized by the Court. On this basis, this paper will analyze (1) the regulation of marriage between different religions in Indonesia, and (2) the suitability of the judge's consideration with the laws and regulations in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak which granted the interfaith marriage. To answer the existing problem, a normative juridical research method is used. The research of this study results that (1) Indonesian regulations for interfaith marriages are consigned back to the religious teachings of each prospective bride and groom. A marriage between different religions is not justified because it is not according to the laws and teachings of the religions that apply in Indonesia. Therefore, interfaith marriage is considered unauthorized and void in the sake of law. (2) based on the results of the analysis of existing statutory sources, the Judge's decision in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. which granted the application for interfaith marriage was not legitimate, because interfaith marriage is not valid according to the religious law. Thus, it should not have been recorded by state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Finona Raissa Anselma
"Jual beli tanah di bawah tangan tidak dapat memberikan bukti yang kuat sehingga penjual yang beritikad buruk berpeluang menjual kembali tanah tersebut kepada pihak ketiga yang beritikad baik. Dalam hal tanah dijual kembali diam-diam di hadapan PPAT maka dapat menimbulkan sengketa antara para pembeli yang merasa berhak. Pokok permasalahan dalam tesis ini membahas mengenai akibat hukum pembatalan Akta Jual Beli karena adanya penggelapan oleh penjual atas pembeli sebelumnya di mana jual beli dilakukan di bawah tangan dan mengenai perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pembeli kedua dan kreditur bersangkutan yang beritikad baik serta tanggung jawab PPAT berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 8/Pdt.G/2019/PN.Pwt juncto Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 525/PDT/2019/PT.SMG. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa akibat hukum Akta Jual Beli tanah yang telah dibebani Hak Tanggungan yang dinyatakan batal demi hukum karena cacat hukum adalah turut batal demi hukumnya produk-produk hukum yang timbul berdasarkan Akta Jual Beli tersebut, dalam kasus ini meliputi Sertipikat Hak Guna Bangunan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, dan Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan. Berdasarkan SEMA No. 7 Tahun 2012 perlindungan hukum harus diberikan kepada pembeli kedua dan kreditur yang beritikad baik berupa mempertahankan haknya walaupun penjual maupun pemberi Hak Tanggungan ternyata bukan orang yang berhak, sedangkan pemilik asal dapat menuntut ganti kerugian. PPAT yang aktanya batal demi hukum karena ketidakjujuran penghadap tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban. Hasil penelitian menyarankan bahwa hendaknya pelaksanaan jual beli tanah dilakukan di hadapan PPAT dan mendaftarkan haknya ke kantor pertanahan, serta harus ada peraturan yang lebih rinci dan tegas mengenai prosedur pelaksanaan jual beli tanah.

The sale and purchase of land carried out privately does not have strong evidence so it provides the opportunity for the seller with no good faith to resell the land to any third party. This may cause disputes between two buyers with good faith. The subject of this thesis discusses about the legal consequences of the cancellation of the Sale and Purchase Deed due to the embezzlement by the seller of the previous buyer where the sale was carried out privately, legal protection that can be given to the second buyer and the creditor with good faith and Land Deed Official's responsibility based on Decision of Purwokerto District Court Number 8/Pdt.G/2019/PN.Pwt juncto Decision of the Central Java High Court Number 525/PDT/2019/PT.SMG. This research is a normative juridical study using secondary data. In this thesis it is concluded that the legal consequence of the Deed of Sale and Purchase of land which has been encumbered with a Mortgage which is declared null and void due to legal defects is also null and void for the legal products that arise on the basis of the Deed of Sale and Purchase, in this case include the Land Certificate, Mortgage Deed, and Mortgage Certificate concerned. Based on SEMA No. 7/2012 legal protection must be given to second buyers and creditors who have good intentions in the form of defending their rights even though the seller and the giver of the Mortgage are not the rightful person, while the original owner can sue for compensation. PPAT (Land Deed Official) whose act is stated null and void due to dishonesty of the party cannot be held accountable. The results of the study suggest that the sale and purchase of land should be carried out in front of the PPAT and register the rights to the Land Office, with the registration of the new land owner in the land book and certificate, and there must be more detailed and strict regulations regarding the procedure for the sale and purchase of land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabilla rifda
"Perkawinan beda agama di Indonesia masih menuai pro dan kontra yang dibuktikan dengan Putusan Pengadilan Nomor 333/Pdt.P/2018/PN.Skt dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1977K/Pdt/2017. Sehingga, sering kali pasangan yang memiliki perbedaan agama mencari ‘jalan pintas’ dengan melakukan perkawinannya di Australia karena dinilai lebih efisien atau peraturannya cenderung lebih mudah bagi mereka yang ingin melangsungkan perkawinan beda agama jika dibandingkan dengan peraturan di Indonesia. Lalu, dalam hal pencatatan sipil, pasangan yang menikah di luar negeri selalu dapat mencatatkan perkawinannya disebabkan oleh asas universalitas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan Hukum perkawinan antara Indonesia dengan Australia, serta sudut pandang dari Hukum Perdata Internasional Indonesia. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yaitu dikarenakan ketidak pastian hukum di Indonesia, masyarakat kerap melakukan penyelundupan hukum dengan melakukan perkawinan di Australia. Bentuk penelitian yang penulis gunakan dalam karya tulis ini adalah yuridis-normatif, yaitu melihat dan memahami norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan.

Interfaith marriage in Indonesia still reaps pros and cons as evidenced by Court Decision Number 333/Pdt.P/2018/PN.Skt and Supreme Court Decision Number 1977K/Pdt/2017. Thus, many couples who have different religions look for 'shortcuts' by getting married in Australia because it is considered more efficient or the regulations tend to be easier for those who want to hold interfaith marriages when compared to regulations in Indonesia. Then, in the case of civil registration, couples who marry abroad can always register their marriages due to the principle of universality. This study was conducted to determine the comparison of marriage law between Indonesia and Australia, as well as the point of view of Indonesian Private International Law. The conclusion obtained from this study is that due to legal uncertainty in Indonesia, people often carry out legal smuggling by marrying in Australia. The form of research that the author uses in this paper is juridical-normative, namely seeing and understanding legal norms contained in laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhiena Alya Puteri
"Penulisan ini memiliki tujuan untuk mengetahui keabsahan perkawinan beda agama berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan untuk mengetahui implikasi hukum terhadap penetapan pengadilan tentang perkawinan beda agama. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu mengenai bagaimana keabsahan perkawinan beda agama berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan bagaimana implikasi hukum terhadap penetapan pengadilan tentang perkawinan beda agama. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif, dengan sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder yang berkaitan dengan hal yang Penulis teliti yakni Penetapan Pengadilan Negeri Kudus Nomor Nomor 209/Pdt.P/2020/PN.Kds, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1974 Tentang Kompilasi Hukum Islam, dan peraturan perundang-undangan lainnya terkait dengan perkawinan, serta sumber data sekunder berupa buku-buku, jurnal hukum, internet, yang berkaitan dengan topik penelitian. Hasil dari penelitian menunjukkan kesimpulan bahwa Perkawinan beda agama merupakan tidak sah atau tidak boleh dilakukan sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dimana dijelaskan bahwa sahnya perkawinan harus dilaksakan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Peristiwa ini apabila merujuk dalam Pasal tersebut dapat diartikan bahwa perkawinan hanya dapat dilangsungkan apabila para pihak dalam hal ini yaitu calon suami dan istri menganut agama yang sama. Lalu implikasi hukum terhadap penetapan pengadilan PN Kudus mengenai perkawinan beda agama ini dinyatakan sah karena adanya pengaturan dalam Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang dapat dicatatkannya perkawinan yang berdasarkan dari penetapan pengadilan yang mana perkawinan berdasarkan penetapan pengadilan itu adalah perkawinan beda agama. Maka dengan itu dapat diketahui bahwa pengaturan mengenai perkawinan, khususnya perkawinan beda agama di Indonesia masih belum diatur secara jelas dan tegas di dalam peraturan perundang-undangan, sehingga menyebabkan adanya kendala dalam proses perkawinan beda agama.

This research aims to determine the validity of interfaith marriages based on Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and to determine the legal implications of court decisions on interfaith marriages. The problems to be studied in this research are about how the validity of interfaith marriages based on Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and how the legal implications of court decisions on interfaith marriages. This research uses normative juridical legal research, with the data sources used are secondary data sources related to the matters that the author examines, namely the Decision of the Kudus District Court Number 209/Pdt.P/2020/PN.Kds, Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, Law No. 23 of 2006 concerning Population Administration, Presidential Instruction No. 1 of 1974 concerning the Compilation of Islamic Law, and other laws and regulations related to marriage, as well as secondary data sources in the form of books, legal journals, the internet, which are related to the research topic. The results of the study show the conclusion that marriages of different religions are invalid or may not be carried out in accordance with Article 2 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage which explains that the validity of marriage must be carried out in accordance with their respective religions and beliefs. This incident, when referring to the Article, can be interpreted that marriage can only be held if the parties in this case, namely the prospective husband and wife, adhere to the same religion. Then the legal implications of the court decision of the Kudus District Court regarding this interfaith marriage are declared valid because of the regulation in Article 35 letter a of Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration which can be recorded marriages based on court decisions which marriages based on court decisions are interfaith marriages. Therefore, it can be seen that the regulation of marriage, especially interfaith marriage in Indonesia is still not clearly and firmly regulated in the legislation, thus causing obstacles in the process of interfaith marriage."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriel Michael Tirayo
"Perkawinan yang dilangsungkan secara agama tanpa dicatatkan, hanya akan berstatus sebagai perkawinan di bawah tangan, namun diberikan kesempatan bagi mereka untuk mengajukan pengesahan perkawinan untuk memperoleh keabsahan status perkawinannya. Namun pada kasus tertentu, pengesahan perkawinan tersebut malah akan menimbulkan akibat hukum terhadap para pihak sebagaimana dalam Penetapan nomor 52/Pdt.P/2020/PN.Pms. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai akibat hukum terkait pengesahan perkawinan di bawah tangan yang timbul dalam pelaksanaan pertimbangan hakim pada penetapan tersebut serta upaya hukumnya. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa hakim telah memberikan solusi hukum yang baik dan tepat pada penetapan tersebut, yaitu untuk mengesahkan perkawinan terlebih dahulu kemudian mengajukan gugatan perceraian. Namun pengesahan perkawinan tersebut justru malah akan menimbulkan akibat hukum yang merugikan para pihak dikarenakan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, diperlukan adanya beberapa upaya hukum dalam rangka menghindari atau mencegah agar akibat-akibat hukum tersebut tidak timbul. Upaya hukum ini tidak hanya memerlukan peran para pihak yang terlibat dalam perkawinan tersebut, tetapi juga melibatkan peran para praktisi hukum seperti hakim dan notaris, sehingga nantinya pengesahan perkawinan dapat terlaksana tanpa menimbulkan akibat hukum dan memenuhi tujuan hukum bagi para pihak.

Marriages that are held religiously without being registered will only have the status of an underhand marriage, but there is an opportunity for them to apply for marriage legalization to obtain the validity of their marital status. However, in certain cases, the legalization of the marriage will have legal consequences for the parties as stated in the determination number 52/Pdt.P/2020/PN.Pms. This research raises the issue of the legal consequences related to the legalization of underhanded marriages that arise in the implementation of the judge's considerations on the determination number 52/Pdt.P/2020/PN.Pms as well as the legal. The research method used is normative juridical using secondary data through literature study. This research obtained the results that the judge had provided a good and appropriate legal solution to the determination number 52/Pdt.P/2020/PN.Pms, which is to legalize the marriage first and then file a divorce suit. However, the legalization of the marriage will actually cause legal consequences to the parties because they will violate the applicable laws and regulations. Therefore, it is necessary to have several legal remedies in order to avoid or prevent these legal consequences from arising. This legal effort not only requires the role of the parties involved in the marriage, but also involves the role of legal practitioners such as judges and notaries, so that later the ratification of the marriage can be carried out without causing legal consequences and fulfilling the legal objectives for the parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tsabita Raihana Hanifa
"Perkawinan beda agama tidak diatur pelaksanaannya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun, tidak menutup kemungkinan masyarakat membutuhkan suatu aturan yang menjadi dasar hubungan perkawinan khususnya bagi pasangan yang ingin melangsungkan perkawinan beda agama. Keberadaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menjadi sarana untuk mendapatkan penetapan agar perkawinan termasuk di dalamnya yaitu perkawinan beda agama dapat dilakukan pencatatan secara resmi oleh Negara. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah wewenang pengadilan negeri dalam memberi keputusan terhadap permohonan pengesahan perkawinan beda agama setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menjadi dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam memberi keputusan dalam perkara nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif dengan menghasilkan data deskriptif analitis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa peraturan mengenai perkawinan, khususnya perkawinan beda agama di Indonesia masih belum diatur secara tegas dan jelas ke dalam beberapa peraturan, sehingga menyebabkan permasalahan dalam proses perkawinan beda agama. Selain itu, praktik perkawinan beda agama dalam peradilan Indonesia masih belum memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga pembuat undang-undang seharusnya melakukan unifikasi hukum agar dapat memberikan kepastian hukum kepada Hakim maupun masyarakat, serta meminimalisir terjadinya permasalahan-permasalahan dalam proses pencatatan perkawinan beda agama.

The implementation of interfaith marriages is not regulated in Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. However, this does not rule out the possibility that the community needs a rule that forms the basis of marital relations, especially for couples who wish to enter into interfaith marriages. The existence of Law Number 24 of 2013 concerning Amendments to Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration is a means of obtaining a stipulation so that marriages including interfaith marriages can be officially recorded by the State. As for the main problem in this study is the authority of the district court in giving decisions regarding applications for the legalization of interfaith marriages after the enactment of Law Number 24 of 2013 concerning Amendments to Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration which became the basis for the judges' considerations at the District Court Surabaya in giving a decision in case number 916/Pdt.P/2022/PN.Sby. The research method used in this study is normative juridical research using secondary data which includes primary legal materials and secondary legal materials. The analytical method used in this study is a qualitative analysis method by producing analytical descriptive data. Based on the research conducted, it is known that regulations regarding marriage, especially interfaith marriages in Indonesia, are still not regulated explicitly and clearly into several regulations, causing problems in the process of interfaith marriages. In addition, the practice of interfaith marriages in Indonesian courts still does not comply with statutory provisions, so legislators should carry out legal unification in order to provide legal certainty to judges and the public, as well as minimize the occurrence of problems in the process of registering interfaith marriages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>