Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170749 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nandini Leona Agustin
"Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Terkait dengan perkawinan, maka setiap perkawinan harus dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku, hal ini dengan tegas diatur di dalam pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bilamana perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan tidak dicatatkan, maka perkawinan tersebut tidak diakui oleh negara atau setidak-tidaknya tidak memiliki kedudukan hukum. Permasalahan hukum yang ditimbulkan dari suatu perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut tidak hanya terkait dengan tidak diakuinya perkawinan tersebut, tetapi juga mengenai perlindungan hukum terhadap istri, anak, harta benda dan segala sesuatu akibat dari perkawinan termasuk juga jika kedua belah pihak ingin melakukan perceraian.
Terkait dengan hal tersebut di dalam putusan Nomor 541/Pdt.G/2015/Pn.Sgr dan putusan Nomor 49/Pdt.G/2017/PN.Amp majelis hakim yang menangani perkara tersebut mengabulkan gugatan perceraian antara penggugat dan tergugat meskipun perkawinan tersebut sampai gugatan diajukan belum pernah dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil. Padahal salah satu syarat untuk dapat mengajukan gugatan perceraian di pengadilan adalah harus menyertakan akta perkawinan yang mana tidak dimiliki oleh penggugat karena perkawinannya tidak pernah dicatatkan.

Marriage is an inner and outer bond between a man and a woman as husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. Regarding to marriage, every marriage must be recorded according to the applicable legislation, this is expressly regulated in article 2 paragraph (2) of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage.
If the marriage is carried out according to religious law and belief is not recorded, then the marriage is not recognized by the state or at least has no legal standing. The problems that arise from an unregistered marriage are not only related to the non-recognition of the marriage, but also about legal protection of wife, children, property and everything from marriage including if both parties want to divorce.
Related to this matter in the decision Number 541/Pdt.G/2015/Pn.Sgr and the decision Number 49/Pdt.G/2017/PN.Amp the panel of judges who handled the case granted a divorce claim between the Plaintiff and the Defendant even though the marriage was never recorded in the Civil Registry Office. In fact, one of the requirements to be able to file a divorce lawsuit in court is to include a marriage certificate which the Plaintiff does not have because the marriage was never recorded.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Budisarwono
"Putusnya perkawinan karena perceraian dapat dianggap tidak pernah terjadi apabila salinan putusan perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap tetapi tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil. Pentingnya pencatatan ini adalah untuk memenuhi ketentuan pasal 34 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Dari putusan Mahkamah Agung No. 2307 K/Pdt/2007 timbul masalah yang perlu dikaji yaitu mengenai akibat hukum yang ditimbulkan dari putusan tersebut dan upaya hukum apa yang dapat dilakukannya.
Metode pendekatan penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan diatas adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif yang mengolah data primer maupun sekunder dengan mempergunakan analisis data kualitatif dan akhirnya dapat diambil kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya salinan putusan perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap tetapi tidak dicatatkan yang mengakibatkan perkawinan tetap berlangsung sehingga tuntutan terhadap pemberian nafkah istri tidak dapat dipenuhi. Diperlukan upaya hukum memohon putusan perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap untuk dicatatkan kembali di Kantor Catatan Sipil.
Disarankan para pihak sudah seharusnya di informasikan oleh pihak yang terkait mengenai tata cara perceraian di Pengadilan sehingga memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

The marriage divorce may be considered never occurred if the copy of divorce decision which has a permanent legal powered decision but not registered at the Department of Population. The importance of this registration is to fulfill the provision of Article 34 paragraph 2 of Government Regulation Number 9 Year 1975. Based on the decision of Supreme Court Number 2307 K/Pdt/2007, there is a problem should be analyzed related to the legal consequence and legal effort to overcome the decision.
The method of the research approach used in analyzing the above problem is descriptive, normative jurisdiction which processes primary and secondary data using qualitative data analysis so that can be drawn a conclusion.
The result of the research shows that the copy of divorce decision which has a permanent legal powered decision but not registered is the reason that the marriage considered still occurred legally, so that the prosecution of alimony for the wife can not be undertaken. It is needed to take a legal effort to propose a divorce decision which has a permanent legal powered decision to be re-registered at the Department of Population.
It is suggested that all parties should be informed and socialized by the related parties concerning the divorce procedures at the Court so it will give a legal security to the related parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21814
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fidela Faustina
"Perkawinan merupakan peristiwa yang sangat umum terjadi dalam masyarakat. Perkawinan dapat menimbulkan akibat-akibat hukum yang banyak dan luas lingkupnya. Perkawinan dapat menimbulkan akibat hukum kepada pihak yang menikah maupun pihak lain diluar pernikahan tersebut. Oleh karena itu, kepastian hukum terkait ada atau tidaknya perkawinan menjadi sangat penting. Kepastian hukum ini dapat terbentuk jika setiap perkawinan dicatatkan pada lembaga catatan
sipil. Akan tetapi, banyak orang yang tidak mengetahui pentingnya pencatatan perkawinan sehingga mereka tidak mencatatkan perkawinannya. Hal ini didorong karena pencatatan perkawinan bukan merupakan salah satu syarat sah perkawinan. Akan tetapi, perkawinan yang tidak dicatatkan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan permasalahan jika perkawinan tersebut akan diceraikan. Perceraian
harus dilakukan dari segi agama atau kepercayaan dan dari segi negara. Pengadilan dapat melakukan penceraian terhadap perkawinan yang tidak dicatatkan dari segi negara. Hal ini menyebabkan pencatatan perkawinan tidak dianggap penting dalam masyarakat. Permasalahan tersebut dapat dicegah oleh pemerintah memberikan pemahaman mendalam kepada masyarakat terkait pentingnya pencatatan perkawinan.
Marriage is an event that happen very often in society. Marriage can cause so many legal consequences in wide scope. Marriage can cause legal consequences to both party that execute marriage and also to other people in society. Therefore, legal certainty about the presence or absence of marriage become very important. Legal certainty about marriage can come up if every marriage that already execute get
registered at The Civil Registry Office. However, there are so many people that do not know how important registration of marriage, so they do not register their marriage. This situation can happen because registration of marriage is not one of the legal requirements to become a valid marriage. However, marriage that not registered can cause legal uncertainty and problem if that marriage wants to be divorced. Divorce must be done from religion or faith side and state side. Court can
execute divorce marriage that not registered from state side. This situation can make people think that registration of marriage is unnecessary. All of this problem can be prevented with government give a deep comprehension to public about how important registration of marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grey, Andrew
"Dalam Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan, disebutkan bahwa perjanjian kawin harus didaftarkan ke Pegawai Pencatat Perkawinan. Kewajiban untuk mencatatkan perjanjian kawin bertujuan agar perjanjian perkawinan tersebut memiliki kekuatan hukum yang mengikat yang sah bagi para pihak yaitu suami dan istri serta terhadap pihak ketiga yang terkait untuk itu. Namun dalam perkembangan saat ini yang terjadi di masyarakat, terdapat perjanjian perkawinan yang belum sempat didaftarkan namun perkawinan antara suami istri tersebut telah putus karena cerai. Akibat hukum yang dapat timbul dari kelalaian tidak mendaftarkan perjanjian perkawinan selama perkawinan berlangsung tersebut akan berdampak pada kekuatan mengikatnya perjanjian perkawinan yang telah dibuat. Hal ini dapat ditemukan pada beberapa kasus, antara lain pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 598 PK/Pdt/2016 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 585 K/Pdt/2012.
Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, sebab penelitian ini menekankan pada penggunaan norma hukum secara tertulis, pengaturan dan pelaksanaan perjanjian perkawinan yang dihubungan dengan objek penelitian. Berdasarkan analisis kedua putusan tersebut, dapat diketahui bahwa terkait kekuatan mengikatnya perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan setelah adanya perceraian bahwa perjanjian perkawinan tetap berlaku bagi para pihak yang membuatnya, hal ini berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu tetap mengikat bagi suami-istri yang telah sepakat membuatnya, sedangkan untuk mengikat pihak ketiga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, karena pendaftaran perjanjian perkawinan untuk memberitahu kepada masyarakat luas adanya pemisahan harta suami dan istri dalam perkawinan.

On article 29 section 1 Law about Marriage, is mentioned if a marital agreement should be registered toward Marriage Registry Employee. The obligation of registering marital agreement aims so it has binding power for each following party those are husband and wife, also the related third party. However, as the development goes by in society nowadays, there are agreements which have not been registered, but the marriage between husband and wifeis over because of divorce. The legal implication which could exist from the negligence of not registering marital agreement as long as the marriage itself, that is the implication upon the binding power of created marital agreement. It could be found by several cases, such as Decision of Supreme Court Number 598 PK Pdt 2016 and Decision of Supreme Court Number 585 K Pdt 2012.
The author used Juridist Normative as the research formation, because this research is emphasizing upon the use of written norms, regulation and implementation of marital agreement which was connectedby the object of research. Based on analysis of both decisions, it can be concuded that about its binding power of unregistered marital agreement after divorce, that is marital agreement still applies for every party who createdthe agreement itself, as writen in Article 1338 Indonesian Civil Code, that is still binding for husband wife who did agree to create the agreement, whilst for third party doesn rsquo t apply the permanent binding power, because the registration of marital agreement is aiming to announce upon society about the separation of husband wife rsquo s property in a marriage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Herma Desfira
"Perkawinan merupakan salah satu cara bagi manusia untuk melanjutkan keturunan. Akan tetapi, perkawinan tidak hanya sekedar suatu hubungan badan, melainkan pula merupakan suatu hubungan perikatan antara suami dan isteri. Dengan adanya hubungan perjanjian perikatan tersebut, maka perkawinan menimbulkan segala akibat hukum di dalamnya. Menurut pasal 2 ayat (1) UU No. 1, suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agamanya masing-masing dan kepercayaannya. Kemudian, pada Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974, ditentukan bahwa tiap-tiap perkawinan tersebut harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010, pencatatan perkawinan tidak menjadi faktor yang menentukan keabsahan perkawinan, melainkan sebagai kewajiban administratif. Meskipun pencatatan perkawinan tidak menjadi faktor yang menentukan keabsahan perkawinan, tetapi kedudukan pencatatan perkawinan di sini memiliki peranan yang sangat penting untuk memberikan kejelasan pada peristiwa perkawinan yang terjadi. Selain itu, pencatatan perkawinan tersebut juga berfungsi sebagai alat pembuktian yang sempurna di hadapan pengadilan. Undang-undang kita memungkinkan dilakukan pembatalan perkawinan dengan alasan-alasan tertentu. Berdasarkan Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974, suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Pada penelitian ini, Penulis hendak meneliti apakah perkawinan yang tidak dicatatkan dapat dijadikan dasar pengajuan permohonan pembatalan perkawinan. Adapun metode penelitian yang digunakan ialah yuridis-normatif dengan jenis data sekunder. Jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini ialah bahan hukum primer, yaitu KUH Perdata, UU Perkawinan, dan beberapa peraturan perundang-undangan terkait; dan bahan hukum sekunder, yaitu bukubuku hukum, serta jurnal ilmiah.

Marriage is one way for humans to continue their offspring. However, marriage is not just a physical relationship, but also an engagement relationship between husband and wife. With the engagement agreement, the marriage has all the legal consequences in it. According to article 2 paragraph (1) of Law no. 1, a marriage is valid if it is carried out according to the laws of their respective religions and beliefs. Then, in Article 2 paragraph (2) of Law no. 1 of 1974, it is determined that each of these marriages must be registered in accordance with the applicable laws and regulations. According to the Constitutional Court Decision No. 46/PUU-VIII/2010, marriage registration is not a factor that determines the validity of a marriage, but as an administrative obligation. Although marriage registration is not a factor that determines the validity of a marriage, marriage registration has a very important role in determining a marriage event that occurs. In addition, the registration of the marriage also serves as a perfect means of proof before the court. Our law supports marriage for certain reasons. Based on Article 22 of Law no. 1 of 1974, a marriage can be annulled if the parties do not meet the requirements to enter into a marriage. In this study, the author wants to examine whether unregistered marriages can be used as the basis for submitting a marriage application. The research method used is juridical-normative with secondary data types. The types of secondary data used in this study are primary legal materials, namely the Civil Code, Marriage Law, and several related laws and regulations; and secondary legal materials, namely books
law, and scientific journals.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Priscilla
"ABSTRACT
Anak yang dilahirkan dalam perkawinan orang tua yang tidak dicatatkan akan membawa konsekuensi bagi anak tersebut, yaitu menjadi seorang anak luar kawin. Akibat dari kedudukan seorang anak sebagai anak luar kawin adalah tidak adanya hubungan keperdataan antara anak luar kawin dengan ayah biologisnya. Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 menjadi solusi dari permasalahan kedudukan anak luar kawin. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 ditentukan bahwa anak luar kawin dapat mempunyai hubungan keperdataan dengan ayahnya apabila dapat dibuktikan mempunyai hubungan darah berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum. Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai kedudukan yang dilahirkan dalam perkawinan orang tua yang tidak dicatatkan pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 dengan melihat penerapan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 dalam Penetapan Nomor 126/PDT.P/2014/PN.JKT.TIM dan juga Penetapan Nomor 229/PDT.P/2015/PN.KDL. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang bertujuan mengidentifikasi norma hukum tertulis dan hasil penelitian disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 anak yang dilahirkan dalam perkawinan orang tua yang tidak dicatatkan juga dapat mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya dan tidak hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya saja. Selain itu, berdasarkan dua penetapan yang dianalisis dalam penelitian ini, dapat dilihat adanya perbedaan fokus dalam pertimbangan hakim dalam menentukan kedudukan anak yang dilahirkan dalam perkawinan orang tua yang tidak dicatatkan. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu peraturan pelaksanaan dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 untuk menghindari ketidakpastian dan permasalahan dalam penerapannya.

ABSTRACT
Children born in marriages of parents who are not registered will have consequences for the child, namely being a child out of wedlock. The result of the position of a child as a child out of wedlock is the absence of civil relations between children outside of marriage with their biological father. The decision of the Constitutional Court Number 46 / PUU-VIII / 2010 is the solution to the problem of the position of the child outside of marriage. In the Decision of the Constitutional Court Number 46/PUU-VIII/2010 it is determined that out-of-wedlock children can have civil relations with their father if it can be proven to have blood relations based on science and technology and/or other evidence according to the law. In this study, we will examine the position of being born in a parent's marriage which is not listed after the issuance of the Constitutional Court Decision Number 46 / PUU-VIII / 2010 by observing the application of the Constitutional Court Decision Number 46 / PUU-VIII / 2010 in the Determination of  Number 126/PDT.P/2014/PN.JKT.TIM and also Determination Number 229/PDT.P/2015/PN.KDL. The research method used in this study is normative juridical research that aims to identify written legal norms and the results of the study are presented descriptively. The results of this study concluded that after the Decision of the Constitutional Court Number 46 / PUU-VIII / 2010 children born in marriages of unregistered parents can also have civil relations with their biological fathers and not only have civil relations with their mothers and families. In addition, based on the two determinations analyzed in this study, it can be seen that there is a difference in focus in judges judgment in determining the position of children born in the marriage of parents who are not registered. Therefore, it is necessary to have an implementing regulation from the Constitutional Court Decision Number 46 / PUU-VIII / 2010 to avoid uncertainty and problems in its implementation."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhafira Naura Rosa
"Perkawinan yang tidak dicatatkan berdampak pada tidak jelasnya status perkawinan melalui bukti autentik dari perkawinan, sehingga berdampak pada status hukum seorang anak. Untuk itu penelitian ini membahas permasalahan terkait analisis kedudukan hukum ahli waris yang perkawinannya tidak dicatatkan dan pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3073 K/Pdt/2019). Penelitian hukum doktrinal ini, mengkaji objek hukum dalam konsepnya sebagai peraturan perundang- undangan dan putusan pengadilan. Objek hukum yang diteliti tersebut dikumpulkan melalui studi dokumen dalam bentuk bahan-bahan hukum, baik primer dan sekunder, yang selanjutnya dianalisis untuk menjawab permasalahan penelitian. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat dijelaskan sebagai berikut: Perkawinan yang tidak dicatatkan sesuai peraturan yang berlaku di hadapan pegawai Kantor Catatan Sipil, maka akan sulit membuktikan adanya perkawinan tersebut. Hal ini akan berdampak terhadap kedudukan istri dan anak yang lemah di mata hukum dan anak tersebut akan menjadi anak luar kawin dan memiliki hubungan perdata dengan ibunya saja. Tanpa adanya bukti yang kuat akibat dari perkawinan yang tidak dicatatkan maka perkawinan TSH dan Alm. SD dianggap tidak pernah terjadi, sehingga menurut kententuan hukum waris perdata barat yang berhak sebagai ahli waris sesuai pasal 856 KUHPer dari Alm. SD adalah ahli waris Golongan II yakni orang tua dan saudara-saudara Pewaris.

Unregistered Marriage affect the uncertainty of marital status through authentic proof of marriage, thus affecting the legal status of a child. This research was carried out by raising issues related to analysis the position of the heirs from unregistered marriage and the legal considerations in the Supreme Court decision No. 3073 K/Pdt/2019). This doctrinal legal research examines legal objects in their concept as statutory regulations and court decisions. The legal objects studied were collected through document studies in the form of legal materials, both primary and secondary, which were then analyzed to answer research problems. Based on the results of the analysis carried out, it can be explained as follows: if a marriage is not registered in applicable regulation in civil registration, then it will be difficult to prove the existence of the marriage. This will affect to the weak position of wife and their child from law point view and the child will become an out of marriage child and only have a civil relationship with their mother. without the existence of strong evidence resulting from unregistered marriage, the marriage between TSH and Alm. SD considered as never happened. So, according to west civil law, whose entitled as Alm. SD’s heir according to article 856 Indonesian Civil Code is group two of heirs which is his mother and sister."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Juarsih
"Tulisan ini mengkaji mengenai pengaturan hukum yang masih belum mengatur secara rinci bagaimana kewajiban orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari anak setelah putusnya perkawinan yang diakibatkan oleh perceraian. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa hukum Indonesia mengatur bahwa bapak yang bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan dan pendidikan anak setelah perceraian, dibantu oleh ibu apabila bapak tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Kewajiban orang tua setelah perceraian tersebut tidak mengatur mengenai parameter biaya nafkah anak setelah perceraian, tidak ada peninjauan ulang terhadap kondisi finansial orang tua, serta sampai kapan nafkah anak diberikan.

This paper analyzes the legal regulations that still do not regulate in detail how the obligation of parents to meet the daily living needs of children after the breakdown of marriage caused by divorce. This paper is prepared using legal-normative research method. From the results of the research, it is found that Indonesian law regulates that the father is responsible for the maintenance and education of children after divorce, assisted by the mother if the father cannot fulfill these obligations. Parental obligations after divorce do not regulate the parameters of child support after divorce, there is no review of the financial condition of the parents and how long child support is provided."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vionna Karissa
"Hak waris menurut Hukum Perdata timbul pada saat seseorang meninggal dunia. Syarat utama untuk menjadi seorang ahli waris adalah adanya hubungan darah yang tercipta dari perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita. Hukum membedakan antara keturunan yang sah dan keturunan yang tidak sah. Keturunan yang sah didasarkan atas adanya perkawinan yang sah, sedangkan keturunan yang tidak sah didasarkan atas suatu perkawinan yang tidak sah. Perkawinan yang tidak sah terjadi manakala suatu perkawinan tidak dicatatkan pada suatu lembaga yang kita kenal sebagai lembaga catatan sipil. Dengan demikian, maka anak-anak dari perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut, tidak berhak menuntut pembagian waris. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa berdasarkan hasil Putusan Mahkamah Agung Nomor 2185 K/PDT/2008 Perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk selanjutnya perkawinan tersebut dicatatkan pada kantor catatan sipil dan selanjutnya anak-anak hasil perkawinan tersebut dinyatakan sah dan berhak atas hak waris dari orang tua mereka.

Inheritance rights under civil law arise when someone dies. The main requirement to be an heiress is created from a relationship of marriage between a man and a woman. Law distinguishes between legitimate descendants and illegitimate descendants. Legitimate descendants based on the existence of a valid marriage, while the illegitimate descendants based on an invalid marriage. Unauthorized marriage occurs when a marriage is not registered in an institution we know as civil institutions. Thus, the children of the marriage that is not recorded, has no right to demand the distribution of inheritance. However, it should be noted that based on the Supreme Court Decision No. 2185 K/PDT/2008 Marriage is not registered can be requested court order for the marriage subsequently listed on the registry office and then the children of the marriage declared valid and entitled to the rights inheritance from their parents."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Kafabih
"ABSTRAK
Pada tesis ini, penulis mengangkat permasalahan hukum mengenai penetapan pengadilan atas perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan di kantor urusan agama setelah perkawinan berlangsung. Permasalahan tersebut dilatar belakangi dengan adanya pasangan suami isteri yang mengajukan permohonan penetapan perjanjian perkawinan yang telah dibuat sebelum perkawinan berlangsung namun belum dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Berdasarkan hal tersebut penulis mengangkat suatu rumusan masalah yaitu bagaimana kekuatan hukum penetapan pengadilan terkait perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan di kantor urusan agama setelah perkawinan berlangsung dan bagaimana akibat hukum perjanjian perkawinan yang dibuat oleh Notaris akan tetapi tidak didaftarkan di kantor urusan agama setelah perkawinan berlangsung terhadap pihak ketiga. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah perkawinan antara WNI dan WNA menimbulkan beberapa akibat hukum yang disebabkan oleh perjanjian perkawinan yang tidak dicatatkan setelah perkawinan berlangsung. Terutama mengenai ketentuan hak milik atas suatu tanah, maka dari itu majelis hakim harusnya meminta daftar atau list harta kekayaan yang dimiliki oleh pasangan suami istri tersebut sebelum memberikan suatu penetapan untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh pihak terkait. Kemudian pasangan suami istri sebelum memohon pengesahan perjanjian perkawinan kepada pengadilan, sebaiknya para pihak membuat surat pernyataan dari ada atau tidak adanya pihak ketiga yang tersangkut dalam pemisahan harta kekayaan perkawinan yang tertuang dalam akta notarial perjanjian perkawinan tersebut.

ABSTRACT
In this thesis, the authors raised the legal issues concerning the determination of the court of marriage agreement that is not registered in the office of religious affairs after the marriage took place. The problem is based on the presence of married couples who apply for the establishment of a marriage agreement that has been made before the marriage takes place but has not been registered in the Office of Religious Affairs. Based on it writer raised a formulation problems which are how legal force of the court ruling related agreement marriage is not registered in the office of religious affairs after marriage ongoing and and how the consequences of marriage law law made by Notary but not registered in the office of religious affairs after the marriage took place against the parties third. Research methodology used in the this is the method juridical normative with typologies research used to answer problems in this research using research is descriptive analytical. The result of this study is that marriage between Indonesian citizens and foreigners gives rise to some legal consequences caused by marriage agreements that are not registered after marriage takes place. Especially regarding the provision of property rights to a land, therefore the panel of judges should request list or list of property owned by the couple before giving a determination to provide legal certainty for all parties concerned. Then the married couple before applying for the marriage agreement to the court, the parties should make a statement of the presence or absence of a third party involved in the separation of marriage property contained in the notarial deed of the marriage agreement. "
2018
T51446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>