Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182775 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haloho, Agustina Br
"Latar Belakang: Ventilasi mekanik diperlukan pasien kritis di unit perawatan intensif dengan tujuan menormalkan kadar gas darah arteri dan menyeimbangkan kadar asam basa, namun penggunaan ventilasi mekanik yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya Ventilator Associated Pneumonia, cedera paru, infeksi nosokomial, dan sepsis. Ketebalan diafragma memiliki korelasi signifikan dengan lama penggunaan ventilasi mekanik. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan faktor-faktor risiko dengan ketebalan diafragma pasien kritis di ICU, sehingga dapat membantu untuk memprediksi lamanya penggunaan ventilasi mekanik.
Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik observasional terhadap 30 subjek penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan selama periode September 2018- Desember 2018 di Ruang Perawatan Intensif RSUP Dr. Mohammad Hoesin. Ketebalan diafragma pasien kritis yang menggunakan ventilasi mekanik diukur pada hari ke-0, ke-3, ke-5 dan kemudian dibandingkan.
Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ventilasi mekanik didominasi oleh laki-laki (63,33 %), usia 40-70 tahun (63,33%), dengan status nutrisi kategori tidak obes (90%). Penurunan ketebalan diafragma signifikan terjadi pada hari ke-3 (nilai P = 0,026). Penurunan ketebalan diafragma memiliki hubungan yang bermakna dengan RNL (nilai P = 0,003), kadar prealbumin (nilai P = 0,025), IMT (nilai P = 0,015), sepsis (nilai P = 0,010), dan pemberian albumin artifisial (nilai P = 0,013). Sedangkan usia (nilai P = 0,603), jenis kelamin (nilai P = 0,906), opioid (nilai P = 0,315), dan kadar glukosa (nilai P = 0,303) menunjukkan hubungan yang tidak bermakna secara statistik.
Simpulan: Penurunan ketebalan diafragma terjadi pada subjek yang menggunakan ventilasi mekanik dipengaruhi oleh RNL, kadar prealbumin serum, IMT, sepsis, dan penggunaan albumin intravena, namun tidak dipengaruhi usia, jenis kelamin, penggunaan opioid, dan pemberian infus albumin intravena.

Background: Mechanical ventilation required by critical patients in intensive care unit to normalizing arterial blood gas and balancing acid-base levels, but prolonged use of mechanical ventilation can cause ventilator associated pneumonia, lung injury, nosocomial infections, and sepsis. Diaphragm thickness has a significant correlation with the duration of mechanical ventilation uses. This study aims to analyze the relations of risk factors with the thickness of the diaphragm of critical patients in the ICU. Hopefully it can help to predict the length of the mechanical ventilation uses.
Methods: This study was an observational analytic study of 30 research subjects who met the acceptance criteria during the period September 2018-January 2019 in the Intensive Care Unit of Dr. Mohammad Hoesin Hospital. The diaphragm thickness of critical patients using mechanical ventilation was measured on the 0th, 3rd, 5th and then compared by days.
Results: The study showed that the use of mechanical ventilation was dominated by men (63.33%), ages 40-70 years (63.33%), with nutritional status in the category of not obese (90%). A significant decrease in the thickness of the diaphragm occurred on the 3rd day (p-value = 0.026). The decrease in diaphragm thickness has a significant relations with RNL (p-value = 0.003), prealbumin level (p-value = 0.025), BMI (p-value = 0.015), sepsis (p-value = 0.010), and artificial albumin (p-value = 0.013). Whereas age (p-value = 0.603), gender (p-value = 0.906), opioid (p-value = 0.315), and glucose level (p-value = 0.303) showed a relations that did not reach statistical significance.
Conclusion: The decrease in diaphragm thickness occurred in subjects using mechanical ventilation affected by RNL, serum prealbumin levels, BMI, sepsis, and intravenous albumin uses, but were not affected by age, sex, opioid use, and intravenous albumin infusion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ho, Aaron H.-P., editor
"Latar Belakang: Ventilasi mekanik diperlukan pasien kritis di unit perawatan intensif dengan tujuan menormalkan kadar gas darah arteri dan menyeimbangkan kadar asam basa, namun penggunaan ventilasi mekanik yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya Ventilator Associated Pneumonia, cedera paru, infeksi nosokomial, dan sepsis. Ketebalan diafragma memiliki korelasi signifikan dengan lama penggunaan ventilasi mekanik. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan faktor-faktor risiko dengan ketebalan diafragma pasien kritis di ICU, sehingga dapat membantu untuk memprediksi lamanya penggunaan ventilasi mekanik.
Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik observasional terhadap 30 subjek penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan selama periode September 2018- Desember 2018 di Ruang Perawatan Intensif RSUP Dr. Mohammad Hoesin. Ketebalan diafragma pasien kritis yang menggunakan ventilasi mekanik diukur pada hari ke-0, ke-3, ke-5 dan kemudian dibandingkan.
Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ventilasi mekanik didominasi oleh laki-laki (63,33 %), usia 40-70 tahun (63,33%), dengan status nutrisi kategori tidak obes (90%). Penurunan ketebalan diafragma signifikan terjadi pada hari ke-3 (nilai P = 0,026). Penurunan ketebalan diafragma memiliki hubungan yang bermakna dengan RNL (nilai P = 0,003), kadar prealbumin (nilai P = 0,025), IMT (nilai P = 0,015), sepsis (nilai P = 0,010), dan pemberian albumin artifisial (nilai P = 0,013). Sedangkan usia (nilai P = 0,603), jenis kelamin (nilai P = 0,906), opioid (nilai P = 0,315), dan kadar glukosa (nilai P = 0,303) menunjukkan hubungan yang tidak bermakna secara statistik.
Simpulan: Penurunan ketebalan diafragma terjadi pada subjek yang menggunakan ventilasi mekanik dipengaruhi oleh RNL, kadar prealbumin serum, IMT, sepsis, dan penggunaan albumin intravena, namun tidak dipengaruhi usia, jenis kelamin, penggunaan opioid, dan pemberian infus albumin intravena.

Background: Mechanical ventilation required by critical patients in intensive care unit to normalizing arterial blood gas and balancing acid-base levels, but prolonged use of mechanical ventilation can cause ventilator associated pneumonia, lung injury, nosocomial infections, and sepsis. Diaphragm thickness has a significant correlation with the duration of mechanical ventilation uses. This study aims to analyze the relations of risk factors with the thickness of the diaphragm of critical patients in the ICU. Hopefully it can help to predict the length of the mechanical ventilation uses.
Methods: This study was an observational analytic study of 30 research subjects who met the acceptance criteria during the period September 2018-January 2019 in the Intensive Care Unit of Dr. Mohammad Hoesin Hospital. The diaphragm thickness of critical patients using mechanical ventilation was measured on the 0th, 3rd, 5th and then compared by days.
Results: The study showed that the use of mechanical ventilation was dominated by men (63.33%), ages 40-70 years (63.33%), with nutritional status in the category of not obese (90%). A significant decrease in the thickness of the diaphragm occurred on the 3rd day (p-value = 0.026). The decrease in diaphragm thickness has a significant relations with RNL (p-value = 0.003), prealbumin level (p-value = 0.025), BMI (p-value = 0.015), sepsis (p-value = 0.010), and artificial albumin (p-value = 0.013). Whereas age (p-value = 0.603), gender (p-value = 0.906), opioid (p-value = 0.315), and glucose level (p-value = 0.303) showed a relations that did not reach statistical significance.it
Conclusion: The decrease in diaphragm thickness occurred in subjects using mechanical ventilation affected by RNL, serum prealbumin levels, BMI, sepsis, and intravenous albumin uses, but were not affected by age, sex, opioid use, and intravenous albumin infusion.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Nugroho
"Latar Belakang : Penyapihan dari ventilasi mekanik adalah hal yang penting dalam merawat pasien kritis dan mendapatkan ventilasi mekanik. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui ketepatan parameter fraksi penebalan diafragma, nilai CRP, jumlah balans kumulatif dan nilai Rapid Shallow Breathing Index dalam memprediksi kemudahan penyapihan ventilasi mekanik pada pasien kritis di ICU. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif dengan subjek penelitian adalah pasien dewasa yang dirawat menggunakan ventilasi mekanik. Dilakukan pemeriksaan fraksi penebalan diafragma, nilai CRP, jumlah balans kumulatif dan nilai Rapid Shallow Breathing Index pada saat 24 jam pertama di ICU dan pada saat ventilasi mekanik mode PS<8 atau T-Piece sampai maksimal hari ketujuh perawatan di ICU atau pada hari ketujuh bila belum berhasil disapih. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan ketidakbermaknaan secara statistik antara fraksi penebalan diafragma terhadap kemudahan penyapihan ventilasi mekanik (p=0,071) pada uji bivariat. Pada analisis bivariat, pengaruh CRP terhadap kemudahan penyapihan ventilasi mekanik didapatkan hasil yang tidak bermakna secara statistik (p=0,724). Balans kumulatif dan nilai RSBI juga didapatkan hasil yang tidak bermakna secara statistik untuk memprediksi kemudahan penyapihan ventilasi mekanik (p=0,510 dan p=0,116). Kesimpulan: Fraksi Penebalan Diafragma, Nilai CRP, Jumlah Balans Kumulatif dan Nilai Rapid Shallow Breathing Index secara statistik tidak tepat untuk memprediksi kemudahan penyapihan ventilasi mekanik pada pasien kritis di ICU.

Background: Weaning from mechanical ventilation is essential in caring for critically ill patients and obtaining mechanical ventilation. The purpose of this study was to determine the accuracy of diaphragm thickening fraction, CRP, cumulative fluid balance and Rapid Shallow Breathing Index in predicting the ease of weaning mechanical ventilation in critical patients in the ICU. Method: This study is a prospective cohort study in which the subjects were adult patients wo were treated using mechanical ventilation. The diaphragm thickening fraction, CRP value, cumulative fluid balance and Rapid Shallow Breathing Index value were examined during the first 24 hours in the ICU and during mechanical ventilation in PS <8 or T-Piece mode until a maximum of the seventh day of the treatment in the ICU or on the seventh day if have not been successfully weaned. Result: in this study, it was found that there was no statistical significance between the diaphragm thickening fraction and the ease of weaning from mechanical ventilation (p=0.071) in both bivariate. In bivariate analysis, the effect of CRP on the ease of weaning on mechanical ventilation was not statistically significant (p=0.724). The cumulative balance and RSBI values were also not statistically significant to predict the ease of mechanical ventilation weaning (p=0.510 and p=0.116) Conclusion: the diaphragm thickening fraction, CRP value, cumulative fluid balance and Rapid Shallow Breathing Index statistically not accurate to predict the ease of weaning mechanical ventilation in critical patients in the ICU. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yessi Haryanti
"Latar belakang penelitian: Perawatan pasien dengan penyakit kritis, kompleks dan membutuhkan perawatan intensifcare unit (ICU), untuk mendapatkan perawatan yang baik dan meminimalkan kesalahan dalam tindakan medis. Perlu strategi untuk melihat perkembangan pasien setiap hari.Kemajuan untuk mendiagnosis, perawatan dan pengobatan penyakit yang berat atau dalam kondisi kritis meningkatkan. Kebutuhan ICU di rumah sakit berbagai negara seringkali melebihi fasilitas yang ada, khususnya perawatan yang ventilasi mekanis. Panduan, protokol atau standar dalam menseleksi pasien sangat dibutuhkan di ruang ICU dan harus memperhatikan etika kedokteran. Skor APACHE II dapat menilaioutcomepasien dari lepas ventilasi mekanis sampai kematian. Tujuan penelitian ini untuk melihat kelangsungan hidup serta faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti karakteristik pada awal pemakaian ventilasi mekanis serta pengaturan sampai outcome pasien.
Metode penelitian: Desain penelitian ini uji potong lintang dengan populasi pasien dewasa yang menggunakan ventilasi mekanis. Pengambilan sampel mengambil data di rekam medis dengan membuka status dan followupsheet. Data yang didapat dinilai karakteristik berdasarkan demografi, kasus dan indikasi perawatan IPI, risiko medis dan pemakaian ventilasi mekanis (VM) serta menilai outcome pasien di IPI.
Hasil: Seratus enam puluh tujuh subjek dalam penelitian, terbanyak umur ≤ 44 tahun 70(41,9%), laki-laki101(60,5%), Jaminan sosial kesehatan 86 (51,5%), skor APACHE II untuk menilai mortalitas pasien dengan median 46,03(5,80-95,49). Kasus bukan bedah86(51,5%), kasuspenyakit paru hanya 68(40,7%) sedangkan gabungan kedua kasus terbanyak kasus bedah bukan penyakit paru 56(33,5%), pasca bedah indikasi pemasangan VM terbanyak 81(48,5%). Sepsis penyebab kematian terbanyak 66(62,9%).Outcome pasienlepas VM 68(40,7%), tindakan trakeostomi8(3,8%), keluar IPI dalam kondisi hidup 61 orang (36,5%).
Kesimpulan: Karakteristik dari pasien sangat mempengaruhi outcome pasien seperti umur, diagnosis dan jaminan kesehatan dan pentingnya suatu penilaian seperti skor APACHE II untuk melihat mortalitas.

Background research: Treatment of patients with critical illness, complex and require intensive care ( ICU ), to get good care and minimize errors in medical treatment. Strategies need to see the patient's progress every day. Progress to diagnose, care and treatment of severe disease or in critical condition improves. Needs of the hospital ICU in various countries often exceed existing facilities, particularly mechanical ventilation treatment. Guidelines, protocols or standards for the selection of patients is needed in the ICU and had to pay attention to medical ethics. APACHE II scores to assess the outcomes of patients off mechanical ventilation until death. The purpose of this study to look at the viability and the factors that influence such characteristics at the beginning of the use of mechanical ventilation as well as setting up patient outcomes.
Methods: Design A cross-sectional study with a test population of adult patients using mechanical ventilation. Sampling took the data in the medical record by opening the status and folllow sheet. Data obtained assessed based on demographic characteristics, cases and indications IPI care, medical risks and the use of the VM as well as assess the outcomes of patients in the IPI.
Results: One hundred sixty- seven subjects in the study, most aged ≤ 44 years 70 ( 41.9 % ), 101 men ( 60.5 % ), Social Security Health 86 ( 51.5 % ), APACHE II score to assess the mortality of patients with a median of 46.03( 5.80 to 95.49 ). Instead of 86 surgical cases ( 51.5 % ), only 68 cases of lung disease ( 40.7 % ) while the second combined surgical cases instead of cases of lung disease 56 ( 33.5 % ), post- surgical indications VM pemasanan most 81 ( 48, 5 % ). Sepsis causes the most deaths 66 ( 62.9 % ). Outcome off VM 68 patients ( 40.7 % ), tracheostomy measures 8 ( 3.8 % ), out of IPI in living conditions 61 ( 36.5 % ).
Conclusion: Characteristics of patients greatly affects patient outcomes such as age, diagnosis and health insurance and the importance of an assessment such as APACHE II score to see mortality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarcisius Anung Darmawan
"Latar Belakang: Proses penyapihan dari ventilasi mekanis pada pasien sakit kritis dapat mengalami hambatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemudahan penyapihan dari ventilasi mekanis dipengaruhi oleh keseimbangan cairan kumulatif yang positif, tekanan intraabdominal yang tinggi, ekskursi diafragma yang rendah, dan rasio netrofil limfosit yang tinggi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian kohort prospektif dengan subyek penelitian pasien dewasa yang memenuhi kriteria inklusi di ICU yang mendapat bantuan ventilasi mekanis. Dilakukan pemeriksan keseimbangan cairan kumulatif, tekanan intraabdominal, ekskursi diafragma dan rasio netrofil limfosit pada 24 jam pertama dan pada saat mode ventilasi mekanis PS £ 8 atau T-Piece sampai maksimal hari ke 7 atau pada hari ke 7 bila belum berhasil disapih.
Hasil: Hubungan antara keseimbangan cairan kumulatif dengan kemudahan penyapihan dari ventilasi mekanis tidak bermakna (nilai p 0,243; OR 1,257; IK 95% 0,787-2,007). Hubungan antara tekanan intraabdominal dengan kemudahan penyapihan dari ventilasi mekanis tidak bermakna (nilai p 0,550; OR 1,14; IK 95% 0,691-1,891). Hubungan antara ekskursi diafragma dan kemudahan penyapihan dari ventilasi mekanis bermakna (nilai p 0,013; OR 1,4; IK 95% 0,321-6,109). Hubungan antara netrofil limfosit rasio dan kemudahan penyapihan dari ventilasi mekanis tidak bermakna (nilai p 0,259; OR 1,33; IK 95% 0,586-3,03).
Kesimpulan: Ekskursi diafragma mempengaruhi kemudahan penyapihan dari ventilasi mekanis sedangkan keseimbangan cairan kumulatif, tekanan intraabdominal dan netrofil limfosit rasio tidak mempengaruhi kemudahan penyapihan dari ventilasi mekanis dalam penelitian ini.

Background: Weaning process of mechanical ventilation in critically ill patients could face resistance. The purpose of this study was to found whether weaning process of mechanical ventilation influenced by positive cumulative fluid balance, high intraabdominal pressure, low diaphragm excursion and high neutrophil lymphocyte ratio .
Method: This study is an analytic observational study with prospective cohort design. The subjects are adult mechanically ventilated ICU patients who are included in inclusion criteria. Cumulative fluid balance, intraabdominal pressure, diaphragm excursion and neutrophil lymphocyte ratio initially documented on the first 24 hours then when ventilator mode is Pressure Support £ 8 or using T-Piece until maximum day 7th or until day 7th if coud not be weaned.
Result: The relationship between Cumulative fluid balance and weaning process from mechanically ventilated patients were not significant (p value 0,243; OR 1,257; CI 95% 0,787-2,007). The relationship between intraabdominal pressure and weaning process from mechanically ventilated patients were not significant (p value 0,550; OR 1,14; CI 95% 0,691-1,891). The relationship between diaphragm excursion and weaning process from mechanically ventilated patients were significant (p value 0,013; OR 1,4; CI 95% 0,321-6,109). The relationship between neutrophil lymphocyte ratio and weaning process from mechanically ventilated patients were not significant (p value 0,259; OR 1,33; CI 95% 0,586-3,03).
Conclusion: Diaphragm excursion have an influence on easiness weaning from mechanical ventilation but cumulative fluid balance, intraabdominal pressure, neutrophil lymphocyte ratio are not influence easiness weaning from mechanical ventilation in critically ill patients in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bram Kilapong
"Latar Belakang. Penggunaan ventilator merupakan intervensi paling banyak digunakan di ICU. Kelemahan otot pernapasan dan otot ekstremitas pada pasien kritis meningkatkan lama penggunaan ventilator. Penelitian ini melihat hubungan antara tebal otot diafragma, tebal otot rektus femoris dan otot bisep brakii sebagai salah satu prediktor lama penggunaan ventilator di ICU, serta melihat kontribusi masing-masing pengaruh tersebut terhadap lama penggunaan ventilator.
Metodologi. Penelitian ini merupakan penelitian observasi analitik dengan desain penelitian kohort longitudinal, yang dilakukan pada pasien baru yang menggunakan ventilator di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo antara kurun waktu Desember 2018 sampai Febuari 2019. Sebanyak 30 sampel yang memenuhi kriteria inklusi diambil dan diikuti selama lima hari perawatan di ICU.
Hasil
Penurunan tebal otot diafragma dan penurunan luas penampang otot biseps brakii dan otot rektus femoris dapat terjadi dalam 24 jam dan bersifat fluktuatif. Penurunan tebal otot diafragma dan penurunan luas penampang otot ekstremitas memiliki kecepatan yang berbeda. Kontribusi penurunan tebal diafragma terhadap lama penggunaan ventilator hanya 31,05%.
Kesimpulan
Perubahan tebal otot diafragma, penurunan luas penampang otot rektus femoris dan penurunan luas penampang otot bisep brakii serta peningkatan kadar CRP darah tidak dapat digunakan sebagai prediktor lama penggunaan ventilator.

Background. Mechanical ventilation is the most common intervention used in ICU. Respiration and extremities muscle weakness in critically ill patients tend to increase duration of mechanical ventilation. This study analyzed the relation among diaphragm muscle thickness, cross section area of rectus femoris and biceps brachii muscle, inflammation and duration of mechanical ventilation. Contribution of each factor as predictor to duration of mechanical ventilation was also analyzed.
Method. This is an analytic observational study with longitudinal cohort design. The sample are newly intubated critically ill patients in Cipto Mangunkusumo National Hospital between December 2018 and February 2019. Thirty samples who met inclusion criteria were recruited and followed up for five days.
Result. Diaphragm muscle thinning, cross sectional area muscle decrease can be seen within 24 hours after initiating ventilator and were highly fluctuative. Diaphragm muscle and extremities muscle cross section area had different rates of decline. Quantitative muscle parameters decline and increase of blood CRP concentration were unable to predict duration of mechanical ventilation. The contribution of diaphragm muscle thinning to duration of mechanical ventilation was 31,05%
Conclusion. Diaphragm muscle thinning, rectus femoris and biceps brachii muscle cross sectional area decline and increased CRP level could not be used to predict duration of mechanical ventilation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57675
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Dwi Bralianti
"Latar Belakang : Penggunaan ventilator berkepanjangan pasien pascabedah pintas koroner dapat meningkatkan risiko morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan pascabedah. Skor Spivack yang meliputi riwayat diabetes, unstable angina, gagal jantung kronik, merokok dan fraksi ejeksi merupakan skor sederhana untuk memprediksi penggunaan ventilator berkepanjangan pasien pascabedah pintas koroner.
Tujuan : Menilai performa kalibrasi dan diskriminasi skor Spivack dalam memprediksi penggunaan ventilator berkepanjangan pasien pascabedah jantung di RSCM.
Metode : Sebanyak 317 subjek diikuti secara retrospektif untuk dinilai skor Spivack dan diikuti selama 2 hari untuk dilihat penggunaan ventilator berkepanjangan. Performa kalibrasi dan diskriminasi dinilai dengan uji Hosmer-Lemeshow dan area under the curve AUC dengan Spesifitas, sensitifitas, NPV dan PPV.
Hasil Penelitian : Penggunaan ventilator berkepanjangan terdapat sebanyak 51 subjek 16,1 . Performa kalibrasi skor Spivack dengan uji Hosmer-Lemeshow menunjukkan p=0,695 dan plot kalibrasi menunjukkan koefisien korelasi r= 0,792. Performa diskriminasi skor Spivack ditunjukkan dengan nilai AUC sebesar 0,646 IK95 0,564; 0,728 dengan spesifitas 42, sensitifitas 74, NPV 0,90 dan PPV 0,20.
Simpulan : Skor Spivack memiliki kalibrasi yang baik dan diskriminasi yang lemah dalam memprediksi penggunaan ventilator berkepanjangan pasien bedah jantung pintas koroner.

Background : PMV after CABG surgery increases the risk of morbidity, mortality and hospital cost. Spivack score that includes history of diabetes, unstable angina, smoking, congestive heart failure and ejection fraction is a simple score to predict PMV following CABG surgery.
Objective : To assess the performance of calibration and discrimination of Spivack score in predicting PMV following CABG surgery in Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods : A total of 317 patients undergoing CABG surgery were reviewd retrospectively and evaluated for Spivack score. The subjects were followed up for up to 2 days postoperatively to predict PMV. Calibration properties were assessed by Hosmer Lemeshow test and Discrimination properties were assessed by the area under the curve AUC with sensitivity, specifity, positive predictive value PPV, and negative predictive value NPV.
Results : PMV following CABG surgery was observed in 51 subjects 16,1. Hosmer Lemeshow test of Spivack score showed p 0.695 and calibration plot showed r 0.792. Discrimination of Spivack score was shown by the AUC value of 0.646 95 CI 0.564 0.728. The sensitivity, specifity, positive predictive value PPV, and negative predictive value NPV are 74, 42, 0.20, and 0.90 respectively.
Conclusion : Spivack score has been shown to have a good callibration but weak discrimination in predicting PMV following CABG surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Darma Putra
"Penggunaan ventilasi mekanis pada pasien kritis tidak dapat dihindarkan namun dapat menyebabkan ventilator-induced lung injury (VILI) dan ventilator-induced diaphragm dysfunction (VIDD). Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara volume tidal rendah (6 ml/kgBB) dan tinggi (10 ml/kgBB) terhadap disfungsi diafragma. Penelitian ini merupakan sebuah randomized controlled trial yang dilakukan di ruang perawatan intensif, RS Cipto Mangunkusumo. Pasien secara random masuk ke kelompok volume tidal 6 ml/kgBB dan 10 ml/kgBB, dan diikuti selama 72 jam (3 hari) untuk dinilai adanya disfungsi diafragma. Disfungsi diafragma dinilai menggunakan alat ultrasonografi, menggunakan kriteria ekskursi dan fraksi ketebalan diafragma. Variabel lain yang dinilai dalam penelitian ini ialah kadar interleukin-6.Sebanyak 52 pasien dilakukan randomisasi. Sebanyak total 45 pasien menyelesaikan studi. Tidak terdapat perbedaan karakteristik dasar sampel pasien pada kedua kelompok volume tidal. Sebanyak 37.8% pasien mengalami disfungsi diafragma pada hari ketiga. Tidak terdapat perbedaan proporsi disfungsi diafragma pada kedua kelompok volume tidal baik menggunakan kriteria ekskursi, fraksi ketebalan, maupun salah satunya. Terdapat perbedaan rerata interleukin-6 hari nol antara kelompok dengan dan tanpa disfungsi diafragma hari ketiga sebesar 332.29 pg/mL (p=0.024). Sebagai kesimpulan, volume tidal 6 ml/kgbb dan 10 ml/kgbb tidak berbeda dalam mencegah disfungsi diafragma pada pasien kritis. Interleukin-6 memiliki pengaruh terhadap disfungsi diafragma.

The use of mechanical ventilation is inevitable for critically ill patients yet it causes tremendous side effect of ventilator-induced lung injury (VILI) and ventilator-induced diaphragm dysfunction (VIDD). This study is aimed to examine the effect of low tidal volume (6 ml/kgBW) and high tidal volume (10 ml/kgBW) to diaphragm dysfunction. This is a randomized controlled trial conducted at intensive care unit (ICU) of Cipto Mangunkusumo Hospital. Patients were randomly allocated to tidal volume of 6 ml/kgBW or 10 ml/kgBW and were followed for 72 hours (3 days). At the end of the 72 hours, patients were assessed for diaphragm dysfunction. Diaphragm dysfunction is assessed by ultrasonography with excursion and thickness fraction criteria. Interleukin-6 was also examined. Of 52 patients who were randomized, 25 were on 6 ml/kgBW group and 27 were on the other. There were 45 patients finishing the study. The baseline characteristics of the sample was not different among the two groups. We found 37.8% patients with diaphragm dysfunction on day-3 but no significant proportion difference among the two groups. Diaphragm dysfunction was assessed with excursion, fraction of thickness criteria. We found 332.29 pg/mL mean difference between interleukin-6 on patients with and without diaphragm dysfunction on day-3 (p=0.024). In conclusion, tidal volume of 6 ml/kgBW and 10 ml/kgBW is not different in preventing diaphragm dysfunction on critically ill."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna
"ABSTRAK
Latar belakang : Disfungsi diafragma sering ditemukan di ICU pada pasien dengan ventilasi mekanik, dan diasosiasikan dengan waktu perawatan yang lebih lama serta morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. USG diafragma dengan pengukuran jarak ekskursi dan ketebalan menjadi metode diagnostik yang ideal karena dapat dilakukan secara bedside, tetapi memiliki kelemahan berupa banyaknya variasi teknik dan studistudi yang relatif heterogen. Tujuan : Menentukan parameter-parameter USG ekskursi dan ketebalan diafragma yang berbeda signifikan antara pasien pasca laparotomi elektif dan sukarelawan sehat. Metode : Studi potong lintang komparatif menggunakan data primer dari pasien pasca laparotomi elektif di ICU dan sukarelawan sehat dengan temuan jarak ekskursi saat pernapasan tidal, dalam dan manuver sniff, serta ketebalan saat pernapasan tidal dan dalam di kedua hemidiafragma. Dilakukan juga perbandingan parameter turunan yakni TI, indeks ET dan DTF.
Hasil : Jumlah subjek penelitian adalah 23 orang (11 pasca laparotomi, 12 kontrol). Didapatkan perbedaan signifikan pada parameter jarak ekskursi saat pernapasan dalam dan tidal, serta ketebalan dan DTF di kedua hemidiafragma saat pernapasan dalam. Parameter lainnya tidak menunjukkan perbedaan signifikan antara kedua kelompok atau inkonsisten di antara kedua hemidiafragma. Kesimpulan : Dalam melakukan pengukuran dan melaporkan ekskursi maupun ketebalan diafragma secara USG dengan teknik dan populasi pasien yang digunakan dalam penelitian ini, parameter yang sebaiknya digunakan adalah jarak ekskursi dan ketebalan diafragma saat pernapasan dalam.

Background : Diaphragm dysfunction often occurs to mechanically ventilated ICU patients, and is associated with longer length of stay, increased morbidity and mortality. Because it can be done at bedside, diaphragmatic US measuring excursion distance and thickness is the ideal diagnostic method; however the wide variety of techniques used and the heterogeneity of studies prevent its widespread use. Aims : To determine which diaphragm US excursion and thickness parameters show significantly significant differences between post elective laparotomy patients and healthy volunteers. Metode : Comparative cross-sectional study using primary data from elective laparotomy patients in the ICU and healthy volunteers, measuring excursion distance at tidal, deep breathing and sniffing maneuvers and thickness during tidal and deep breathing in both hemidiaphragms. Derived parameters including TI, ET index and DTF were also measured.
Hasil : 23 subjects (11 post laparotomy, 12 controls) were evaluated. There was a significant difference in excursion distance during tidal and deep breathing, and thickness and DTF of both hemidiaphragms during deep breathing. Other parameters either did not show significant differences or was inconsistent between both hemidiaphragms. Conclusion : In measuring and reporting diaphragm excursion and thickness using the described US technique and study population, we recommend using the parameters of excursion distance and diaphragm thickness during deep breathing."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hutahaean, Amelya
"Latar Belakang: N-asetilsistein (NAS) memiliki banyak manfaat, salah satunya sebagai antikoksidan dan antiinflamasi. Belum banyak penelitian pemberian NAS pada pasien COVID-19. Pemberian NAS pada pasien COVID-19 derajat berat memiliki hasil luaran yang bervariasi, salah satunya diduga disebabkan lama terapi yang hanya beberapa jamhari.
Tujuan: Rancangan penelitian ini adalah kohort retrospektif di ICU RS PELNI, Jakarta. Penelitian ini dimulai setelah mendapat sertifikat etik dan ijin lokasi yang dimulai pada bulan Februari-April 2023. Pengambilan sampel secara consecutive sampling. Kriteria penerimaan meliputi pasien COVID-19 derajat berat dengan usia ≥18 tahun. Kriteria penolakan meliputi pasien sedang hamil/menyusui. Kriteria pengeluaran meliputi pasien meninggal sebelum pemberian NAS mencapai 14 hari. Luaran yang diamati adalah kejadian intubasi, mortalitas, nilai rasio netrofil limfosit, kadar D-dimer, dan CRP. Data penelitian merupakan data sekunder dari rekam medis. Data dianalisis dengan uji statistik yang sesuai menggunakan program SPSS versi 27.
Hasil: Didapatkan total 112 pasien dengan 55 pasien tidak mendapatkan terapi NAS dan 57 pasien mendapatkan terapi NAS. Dari hasil analisis bivariat didapatkan pasien dengan terapi NAS memiliki kemungkinan untuk diintubasi sebesar 2,7 kali dan tidak berhubugan dengan mortalitas. Dari hasil analisis multivariat, didapatkan hanya variabel kejadian intubasi yang bermakna terhadap mortalitas.
Simpulan: Terapi ajuvan NAS tidak menurunkan kejadian intubasi dan mortalitas.

Background: N-acetylcysteine (NAS) has many benefits, one of which is as an antioxidant and anti-inflammatory. There have not been many studies of giving NAS to COVID-19 patients. Giving NAS to patients with severe degrees of COVID-19 has varied outcomes, one of which is thought to be caused by the duration of therapy which is only a few hours-days.
Purpose: This retrospective cohort study was conducted in the ICU of PELNI Hospital, Jakarta. This research was started after obtaining an ethical certificate and location permit which began in February-April 2023. The samples were taken using consecutive sampling. Inclusion criteria was patients with severe degree of COVID-19 aged ≥18 years. Exclusion criteria was patients who are pregnant/breastfeeding. Drop out criteria was patients who died before 14 days of NAS administration. The observed outcomes were intubation events, mortality, neutrophil lymphocyte ratio D-dimer and CRP levels. The research data is secondary data from medical records. Data were analyzed with appropriate statistical tests using the SPSS version 27 program.
Results: There were a total of 112 patients with 55 patients not receiving NAS therapy and 57 patients receiving NAS therapy. From the results of bivariate analysis, it was found that patients with NAS therapy had a 2.7 times the likelihood of being intubated and had no association with mortality. From the results of the multivariate analysis, it was found that only the intubation event variable had a significant effect on mortality.
Conclusion: Adjuvant therapy for NAS does not reduce the incidence of intubation and mortality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>