Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185788 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasibuan, Anshari Saifuddin
"ABSTRAK
Eksaserbasi asma masih menjadi masalah pada jamaah selama periode ibadah haji. Terdapat banyak faktor yang berkontribusi terhadap eksaserbasi asma selama ibadah haji. Asma yang terkontrol penuh dan pencegahan sebelum keberangkatan haji menjadi penting untuk menurunkan risiko eksaserbasi.
Metode
Metode penelitian berupa cross sectional analitik yang dilakukan pada jamaah haji DKI Jakarta tahun 2018. Jamaah haji dengan asma diseleksi dari Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan (Siskohatkes). Subjek dievaluasi lebih lanjut di Puskesmas melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan spirometri dan diikuti selama ibadah haji. Terdapat tujuh faktor yang diteliti, yaitu riwayat eksaserbasi asma, obesitas, komorbid, fungsi faal paru, tingkat kebugaran, merokok dan vaksinasi influenza. Kriteria eksklusi dalam pengambilan sampel yaitu memiliki kontraindikasi melakukan spirometri, menderita penyakit paru bukan asma bronkial (TB paru, kanker paru), kesulitan untuk berkomunikasi (penurunan kognitif), tidak bersedia ikut dalam penelitian dan gangguan jantung yang membuat pasien harus membatasi aktivitas fisik
Hasil
68 jamaah haji dengan asma didapatkan untuk penelitian ini yang terdiri atas 46 subjek perempuan (67,6%) dan usia median sebesar 56 tahun. Eksaserbasi akut terjadi pada 27 subjek (39,7%). Pada analisis multivariat dengan uji regresi logistik, didapatkan bahwa riwayat eksaserbasi asma dan obesitas grade II menjadi faktor yang berperan signifikan terhadap eksaserbasi dengan odd ratio (OR) 4,27 (95%IK: 1,156-15,829,p=0,029) dan 4,02 (95%IK: 1,151-14,097, p=0,029).
Kesimpulan
Proporsi eksaserbasi sebesar 39,7%. Dari tujuh faktor yang diteliti pada studi ini, riwayat eksaserbasi asma sejak satu tahun sebelum keberangkatan haji dan obesitas grade II menjadi faktor paling penting yang berperan terhadap eksaserbasi asma pada jamaah haji.

ABSTRACT
Background
Asthma exacerbation still become problem in pilgrims during hajj period. There are many factors that contribute in asthma exacerbation. Well controlled asthma and prevention before hajj was important to reduce risk of exacerbation.
Method
This is a cross sectional study among asthma hajj pilgrims year 2018 from Jakarta. Hajj pilgrims with asthma were selected from Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan (Siskohatkes). Subjects were evaluated in primary facility (Puskesmas) through anamnesis, physical examination and spirometry and followed during pilgrimage. There were seven factors that examined in this research, including history of exacerbation, obesity, comorbid, lung physiology function, smoking, fitness level, and influenza vaccination. Exclution criteria includes contraindicated in spirometry test, had lung disease except asthma (tuberculosis, lung cancer), hard to communicate, refused to enter the study and cardiac problems that made patients restricted their activity.
Result
Sixty eight asthma patients were recruited comprising 46 female subjects (67,6%) and median age for this study is 56 years. Acute exacerbation occurred in 27 subjects (39,7%). In multivariate analysis with logistic regression test, history of exacerbation and grade II obesity were factors that have significant effect on asthma exacerbation with odd ratio 4,27 (95% CI: 1,156-15,829, p=0,029) and 4,02 (95%CI: 1,151-14,097, p=0,029) respectively.
Conclusion
Proportion of exacerbation is 39,7%. From seven factors researched in this study, obesity grade II and history of asthma exacerbation one year before hajj period were the most important factors that contribute on asthma exacerbation among hajj pilgrims."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zaenab
"Setiap tahun jemaah haji indonesia pergi ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji. Hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh jemaah haji Indonesia yang berangkat ke tanah suci. Provinsi Banten merupakan provinsi dengan jumlah jemaah terbanyak ke empat di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran kejadian hipertensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada jemaah haji reguler Provinsi Banten tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel sebanyak 9.510 orang. Prevalensi jemaah haji Provinsi Banten tahun 2018 yang menderita hipertensi adalah 24,8%. Jemaah kelompok umur >80 tahun berisiko 20 kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada jemaah haji kelompok umur <40 tahun (p= 0,00 OR 20 dan 95% CI 11,58-34,56), jemaah haji perempuan berisiko 1,10 kali lebih besar untuk terkena hipertensi (p= 0,00 OR 1,10 dan 95% CI 1,00-1,21), jemaah pada kelompok pensiunan berisiko 26,38 kali lebih besar untuk terkena hipertensi dari pada jemaah pada kelompok pelajar/mahasiswa (p= 0,00, OR= 26,38 dan 95% CI 11,3-61,4), jemaah kelompok pekerjaan pegawai swasta berisiko 13,5 kali lebih besar untuk terkena hipertensi dari pada jemaah pada kelompok pekerjaan pelajaar/ mahasiswa (p= 0,000, OR 13,5 dan 95% CI 5,99-30,57), jemaah dengan tingkat pendidikan rendah 1,164 kali lebih besar menderita hipertensi (p= 0,014, OR 1,164 dan 95% CI 1,03-1,32), jemaah dengan tingkat pendidikan sedang 0,88 lebih rendah untuk terkena hipertensi dari pada orang dengan pendidikan tinggi (p=0,026, OR 0,88 dan 95% CI 0,79-0,98), jemaah yang merokok berisiko 0,69 kali lebih rendah untuk terkena hipertensi (p=0,00, OR 0,69 dan 95% CI  0,60-0,78), jemaah haji yang obesitas berisiko 1,43 kali lebih besar untuk terkena hipertensi (p=0,00, OR 1,43, 95% CI 1,30-1,57) dan jemaah haji yang menderita diabetes berisiko 1,98 kali lebih besar untuk terkena hipertensi (P=0,00, OR 1,98 dan 95% CI 1,68-2,33). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadi hipertensi terdiri atas umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, status merokok, IMT dan status diabetes. Bagi calon jemaah yang sudah memiliki karakteristik yang berhubungan dengan hipertensi dianjurkan untuk melakukan pola hidup sehat guna meminimalisir peluang untuk terkena hipertensi. 

Every year Indonesian pilgrims go to Saudi Arabia. Hypertension is the most common disease suffered by Indonesian pilgrims who go to the holy land. Banten Province is the fourth largest number of pilgrims in Indonesia. The purpose of this study is to describe the incidence of hypertension and the factors associated with the incidence of hypertension in Banten Province regular Hajj pilgrims in 2018. This study used a cross sectional design samples of 9,510 people. The prevalence of Banten Province pilgrims in 2018 who suffer from hypertension is 24.8%. pilgrims at age >80 years old 20 times more likely to suffer from hypertension than pilgrims age <40 years old (p= 0.00 OR 20 and 95% CI 11.58-34.56), female pilgrims had risk 1.10 times greater of being affected hypertension (p= 0.00 OR 1.10 and 95% CI 1.00-1.21), retirees pilgrims were 26.38 times more likely to develop hypertension than students (p= 0 , 00, OR= 26.38 and 95% CI 11.3-61.4), private employees pilgrims has risk 13.5 times greater to develop hypertension than students (p= 0,000, OR 13.5 and 95% CI 5.99-30.57), pilgrims with a low education level 1.164 times more likely to suffer from hypertension (p= 0.014, OR 1.164 and 95% CI 1.03-1.32 ), pilgrims with medium education level had 0.88  lower risk to develop hypertension than pilgrims with higher education level (p = 0.026, OR 0.88 and 95% CI 0.79-0.98), the pilgrims who smoked had 0.69 times lower risk to develop hypertension (p = 0.00, OR 0.69 and 95% CI 0.60-0.78), obese pilgrims were 1.43 times more likely to develop hypertension (p= 0.00, OR 1.43 , 95% CI 1.30-1.57) and pilgrims who suffered from diabetes had 1.98 times greater risk to develop hypertension (P= 0.00, OR 1.98 and 95% CI 1.68-2.33). Factors that associated with hypertension include age, sex, type of work, level of education, smoking status, BMI and diabetes status. For pilgrims who already have characteristics related to hypertension, it is recommended to make a healthy lifestyle in order to minimize the chance for getting hypertension. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Agustina
"Diabetes mellitus merupakan penyakit yang mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraab orang di seluruh dunia. Ada kurang lebih 463 juta orang dewasa di seluruh dunia tahun 2019 yang menderita diabetes mellitus, serta mengakibatkan 4,2 juta orang meninggal (IDF, 2020). Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Provinsi DKI Jakarta merupakan daerah dengan prevalensi tertingi yaitu sekitar 3,4%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes mellitus pada penduduk usia >25 tahun di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Riskesdas tahun 2018 dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional). Hasil penelitian berdasarkan analisis bivariat didapatkan umur (p-value=0,000), pola konsumsi makanan manis (p-value=0,010), pola konsumsi mie instan/makanan instan (p-value=0,022), dan stres (p-value=0,006), memiliki hubungan secara statistik dengan kejadian diabetes mellitus. Sedangkan jenis kelamin (p-value=0,671), obesitas (p-value=0,987), aktivitas fisik (p-value=1), merokok (p-value=0,407), dan hipertensi (p-value=0,986), tidak memiliki hubungan dengan kejadian diabetes mellitus. Peneliti menyarankan untuk memberikan edukasi mengenai faktor risiko diabetes mellitus, mempromosikan gaya hidup sehat, dan memfokuskan program pencegahan dan pengendalian penyakit diabetes mellitus pada kelompok umur 50-74 tahun. 

Diabetes mellitus is a disease that affects the lives and well-being of people around the world. There were approximately 463 million adults worldwide in 2019 who suffered from diabetes mellitus, and 4,2 million people died (IDF, 2020). The prevalence of diabetes mellitus in Indonesia always increases every year. DKI Jakarta Province is the area with the higest prevalence, which is around 3,4%. This study aims to determine the factors associated with the incidence of diabetes mellitus in the population aged 25 years in DKI Jakarta Province. The study uses secondary data from Riskesdas in 2018 with a cross-sectional research design. The results of the study based on bivariate analysis obtained age (p-value=0,000), consumption patterns of sweet food (p-value=0,010), consumption patterns of instan noodles/instant food (p-value=0,022), and stress (p-value=0,006), has a statistical relationship with the incidence of diabetes mellitus. Meanwhile, gender (p-value=0,671), obesity (p-value=0,987), physical activity (p-value=1), smoking (p-value=0,407), and hypertension (p-value=0,986), has no relationship with the incidence of diabetes mellitus. Researchers suggest providing education about risk factors for diabetes mellitus, promoting a healthy lifestyle, and focusing on diabetes mellitus prevention and control programs in the 50-74 years age group."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikhsan Mokoagow
"Latar Belakang: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) berkontribusi terhadap masalah kesehatan yang bermakna selama penyelenggaraan haji. Kementerian Kesehatan RI mendokumentasikan PPOK sebagai penyebab ketiga terbesar perawatan jemaah haji yaitu sebesar 7,2% pada tahun 2010. Identifikasi individu yang berisiko lebih tinggi untuk mengalami eksaserbasi akut PPOK selama pelaksanaan haji menjadi penting. Oleh karenanya, penggunaan skor CAT dalam memprediksi risiko eksaserbasi akut pada populasi khusus ini perlu diteliti lebih lanjut.
Tujuan: Mengevaluasi skor CAT sebagai prediktor kejadian eksaserbasi akut pada jemaah haji dengan PPOK.
Metode: Penelitian kohort prospektif ini dilakukan pada jemaah haji Embarkasi Provinsi DKI Jakarta tahun 2012. Sebelum keberangkatan, subyek diminta mengisi CAT dan diberikan kartu pencatatan harian untuk mencatat gejala eksaserbasi akut selama pelaksanaan haji. Kartu serupa juga diberikan pada dokter kelompok terbang (kloter) mereka. Saat kedatangan di tempat disembarkasi, subyek diwawancarai dan dilakukan pemeriksaan kesehatan serta pengumpulan kartu pencatatan harian dari pasien maupun dokter kloter. Eksaserbasi akut ditentukan dari kartu pencatatan harian dan buku kesehatan haji yang dibawa oleh tiap jemaah.
Hasil: Sebanyak 61 pasien PPOK direkrut dengan subyek laki-laki sejumlah 57 orang (93,4%) dan rerata usia 58,8±8,5 tahun. Eksaserbasi akut terjadi pada 35 pasien (57,4%). Skor CAT berkisar antara 0–25 dengan rerata 8,2±5,5. Persentase kelompok kategori CAT rendah (skor<10) sebesar 63,9% sementara 36,1% memiliki kategori CAT sedang-berat (skor CAT 10-30). Didapatkan Risiko Relatif sebesar 1,33 (IK95% 0,875–2,020), Nilai Duga Positif: 0,68 (IK95% 0,47–0,84), dan AUC 0,773 (IK95% 0,647-0,898). Median skor CAT 9 (nilai minimum 1; maksimum 25) untuk kelompok eksaserbasi akut dan median 4 (nilai minimum 0; maksimum 17) untuk kelompok tidak eksaserbasi akut yang bermakna secara statistik (p<0.0001, Uji Mann-Whitney).
Simpulan: Terdapat peningkatan kejadian eksaserbasi akut pada jemaah haji dengan CAT kategori sedang-berat dibandingkan kelompok CAT kategori ringan namun belum terlihat perbedaan risiko yang bermakna pada penelitian ini dan skor CAT memiliki kemampuan untuk memprediksi terjadinya eksaserbasi akut.

Background: COPD contributes to significant health problems during pilgrimage for moslems. Indonesian Ministry of Health COPD as the third leading causes of hospitalization pilgrims with percentage of 7.2% in 2010. Identifying individuals with higher risk to have acute exacerbation during the pilgrimage is essential. Therefore, the use of CAT scores in predicting the risk of acute exacerbation in this special population merits further investigation.
Objective: To evaluate CAT score as predictor of acute exacerbation event in pilgrims with COPD.
Methods: This propective cohort study was conducted to pilgrims from DKI Jakarta Province in 2012. Prior to departure, subjects were asked to complete CAT and given diary card to record any symptoms of exacerbation during pilgrimage. Similar observation card were also given to their pilgrims groups’ doctors. On arrival at disembarkation point, subjects underwent interview and health examination while diary cards were collected from both patients and their doctors. Acute exacerbation were determined from the diary cards and individual health record book carried by every pilgrim.
Results: Sixty one COPD patients were recruited comprising 57 male subjects (93.4%) and mean age for this study is 58.8 ± 8.5 years. Acute exacerbation occurred in 35 patients (57.4%). CAT scores range from 0–25 with a mean of 8.2±5.5. Percentage of low CAT category group (score <10) was 63.9% while the 36.1% of subjects were in medium to high CAT category group (score 10-30). Relative Risk for acute exacerbation was 1.33 (95% CI 0.875 – 2.020), Positive Predivetive Value: 0.68 (95%CI 0.47–0.84), and AUC 0.773 (95% CI 0.647-0.898) and median CAT scores were 9 (minimum value 1; maximum 25) for acute exacerbation group and 4 (minimum value 0; maximum 17) for and non acute exacerbation group which was statistically significant (p<0.0001, Mann-Whitney U test).
Conclusion: An increasead numbers of acute exacerbation was observed in moderate-severe category CAT score compared to those in mild category nevertheless a significant risk difference was not demonstrated in this study and CAT score has the ability to predict acute exacerbation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Thalibah
"

Perkiraan ada 120 juta kasus pneumonia setiap tahun di seluruh dunia, yang mengakibatkan sebanyak 1,3 juta kematian. Setiap tahun pneumonia selalu menempati peringkat atas sebagai penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita (12-59 bulan) di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian menggunakan data sekunder dari Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) tahun 2018. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan proporsi kejadian pneumonia pada balita adalah 5,7%. Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara karakteristik balita dan karakteristik ibu dengan kejadian pneumonia. Proporsi pneumonia lebih tinggi pada balita berumur 25-59 bulan (OR=1,852), berjenis kelamin laki-laki (OR=1,2), berstatus imunisasi campak lengkap (OR=1,448), berstatus imunisasi DPT-HB-HiB lengkap (OR=1,069), berstatus pemberian vitamin A lengkap (OR=1,189), dan memiliki ibu berpendidikan tinggi (OR=1,779). Oleh karena itu diperlukan pengembangan program pencegahan pneumonia pada balita berdasarkan faktor-faktor risiko tersebut, serta penyuluhan kepada masyarakat terutama ibu dan orang terdekat lain yang mengasuh balita tentang gejala dan pencegahan pneumonia


There are an estimated 120 million cases of pneumonia every year worldwide, resulting in as many as 1.3 million deaths. Every year pneumonia is always ranked as the leading cause of death of infants and toddlers in Indonesia. This study aims to determine the factors associated with the incidence of pneumonia in infants (12-59 months) in DKI Jakarta Province. The study used secondary data from Riskesdas 2018. The research design used was cross sectional. The results showed the proportion of the incidence of pneumonia in toddlers was 5.7%. There is no statistically significant relationship between toddler characteristics and mother characteristics with the incidence of pneumonia. The proportion of pneumonia is higher in toddlers aged 25-59 months (OR = 1.852), male (OR = 1.2), complete measles immunization status (OR = 1,448), complete DPT-HB-HiB immunization status (OR = 1.069), complete vitamin A status (OR = 1.189), and have highly educated mothers (OR = 1.779). Therefore it is necessary to develop a pneumonia prevention program for toddlers based on these risk factors, as well as counseling to the community especially mothers and other closest people who is taking care of toddlers about the symptoms and prevention of pneumonia

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hapizatul Mardhiah
"Diabetes melitus merupakan penyakit kronik serius yang menyebabkan masalah kesehatan masyarakat. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah diatas nilai normal. Prevalensi global diabetes meningkat 2 kali lipat sejak tahun 1980 dari 4.7% menjadi 8.5%. Kejadian diabetes melitus di DKI Jakarta dari tahun ke tahun terus meningkat, bahkan pada tahun 2018 DKI Jakarta merupakan provinsi tertinggi dengan kejadian diabetes melitus di Indonesia yaitu sebesar 3.4%, dimana kejadian diabetes melitus di DKI Jakarta melebihi angka nasional yaitu 2%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan diabetes melitus. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, uji statistik menggunakan chi square untuk meihat prediktif faktor yang berhubunagn dengan diabetes melitus. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari program skirining Faktor Risiko PTM berbasis Pos Pembinaan Terpadu (POSBINDU) Penyakit Tidak Menular (PTM) Dinas Kesehatan DKI Jakarta tahun 2018. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan antara umur (POR 6.6 95%CI 6.125-7.151), jenis kelamin (POR 1.5 95%CI 1.411-1.614), tingkat pendidikan (POR 1.6 95%CI 1.549-1.770), riwayat keluarga (POR 18.6 95%CI 17.393-19.954), indeks massa tubuh (POR 2.1 95%CI 2.046-2.356), tekanan darah (POR 5.5 95%CI 5.219-5.942) dan obesitas sentral (POR 2.04 95%CI 1.914-2.188) dengan diabetes melitus. Status merokok bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan diabetes melitus.

Diabetes mellitus is a serious chronic disease that causes public health problems. Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease that is a collection of symptoms that arise in a person because of an increase in blood glucose levels above normal values. The global prevalence of diabetes has increased since 1980 from 4.7% to 8.5%. The incidence of diabetes mellitus in DKI Jakarta has increased from year to year, Diabetes melitus even in 2018 DKI Jakarta is the highest province with the incidence of diabetes mellitus in Indonesia which is 3.4%, where the incidence of diabetes mellitus in DKI Jakarta exceeds the national figure of 2%. This study aims to determine factors associated with diabetes mellitus. This study uses a cross sectional design, statistical tests using chi square to see the predictive factors associated with diabetes mellitus. This study uses secondary data from the Integrated Coaching Post-based PTM Risk Factor screening program (POSBINDU) of the DKI Jakarta Health Office in 2018. The results of the bivariate analysis showed an association between age (POR 6.6 95% CI 6.125-7.151), gender (POR 1.5 95% CI 1,411-1,614), education level (POR 1.6 95% CI 1,549-1,770), family history (POR 18.6 95% CI 17,393-19,954), body mass index (POR 2.1 95% CI 2,046-2,356), blood pressure (POR 5.5 95% CI 5.219-5,942) and central obesity (POR 2.04 95% CI 1,914-2,188) with diabetes mellitus. Smoking status is not a factor associated with diabetes mellitus."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudini
"Jumlah jamaah haji Indonesia yang menunaikan haji di Arab Saudi setiap tahun adalah yang terbanyak. Jumlahnya adalah seperlima dari seluruh jamaah didunia yang berhaji di Arab Saudi dengan rata-rata per tahun setidaknya lebih dari 200.000 jamaah haji. Banyaknya jumlah jamaah haji diikuti juga tingginya insiden kematian dibandingkan dengan negara islam lainnya. Studi ini bertujuan untuk mengetahui insiden kematian jamaah haji reguler Indonesia tahun 2015 M/ 1436 H beserta faktor risikonya.
Desain penelitian dengan cohort retrospektif dimana variabel independen berupa usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status risiko tinggi, menderita penyakit sistem sirkulasi dan respirasi. Data dianalisis dengan analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel yang ada dan analisis bivariat menggunakan chi square dengan nilai pengamatan di nyatakan dalam nilai p dengan tingkat kemaknaan () 5% dan CI 95%. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jamaah haji reguler Indonesia tahun 2015 M/ 1436 H. Sampel menggunakan seluruh populasi dengan kriteria inklusi terdaftar dalam Siskohatkes Kemenkes RI pada pemeriksaan akhir di embarkasi keberangkatan serta data yang ada terisi lengkap yaitu sejumlah 148.049 jamaah haji.
Penelitian ini mendapatkan angka insiden kematian yang terjadi pada jamaah haji reguler Indonesia tahun 2015 M/ 1436 H sebesar 4,3 per 1.000 jamaah haji. Dimana usia lanjut (> 61 tahun) memiliki risiko 16,8 kali (95% CI: 11,6-25,5), pensiunan 14,76 kali (95% CI: 10,8-20,2), pendidikan rendah 2,13 kali (95% CI: 1,67-2,71), berusia > 60 tahun dan memiliki paling sedikit satu riwayat penyakit 9,62 kali (95% CI: 7,12-13,04), menderita penyakit sistem sirkulasi 2,52 kali (95% C: 2,12-3,00), dan menderita penyakit sistem respirasi 3,20 kali (95% CI: 2,27-4,48) untuk mengalami kematian pada jamaah haji reguler Indonesia. Untuk itu diperlukan upaya yang lebih baik lagi untuk menurunkan insiden kematian dengan optimalisasi pembinaan kesehatan jamaah haji sebelum keberangkatan terutama yang mempunyai status risiko tinggi seperti usia lanjut, pendidikan menengah kebawah, menderita penyakit sirkulasi atau respirasi. Disamping itu pentingnya edukasi agar jamaah haji mengoptimalkan pemanfaatan layanan kesehatan yang ada serta berperilaku hidup bersih dan sehat.

The number of Indonesian pilgrims who perform the Hajj in Saudi Arabia every year is the highest compare to the other countries, which is one-fifth of the total global number of pilgrims in Saudi Arabia, with an average of at least more than 200,000 pilgrims per year. A large number of Indonesian pilgrims are consequently followed by the high incidence of mortality compared to other Islamic countries. This study aimed to determine the death incidence of Indonesian regular pilgrims in 2015 AD/1436 H as well as its risk factors.
This study used retrospective cohort study design with the independent variables are age, sex, occupation, education, high-risk status, health status of circulatory system diseases and respiration. Data were analyzed by univariate analysis to determine the frequency distribution of a given variable and bivariate analysis using chi square with observed values showed in the p-value of the significance level () 5% and 95% CI. The population in this study is all Indonesian regular pilgrims in 2015 AD/1436 H. Samples use the entire population with the inclusion criteria listed in Computerized Integrated Hajj System for Health (Siskohatkes) Ministry of Health of Republic of Indonesia in the final inspection at the embarkation of departure which are 148.049 pilgrims.
This research obtained 4.3 per 1,000 pilgrims of death incidence that occurred in Indonesian regular pilgrims in 2015 AD/1436 H, with the elderly (> 61 years) had a risk of 16.8 times (95% CI: 11.6 to 25.5), retired 14.76 times (95% CI: 10.8 to 20.2), low education 2.13 times (95% CI: 1.67 to 2.71), aged > 60 years and had at least one history of disease 9.62 times (95% CI: 7.12 to 13.04), suffered from circulatory system diseases 2.52 times (95% C: 2.12 to 3.00), and suffered from respiratory system diseases 3.20 times (95% CI: 2.27 to 4.48) for the death in Indonesian regular pilgrims. It is required a great effort to decrease the death incidence by optimizing health coaching pilgrims before departure, especially the pilgrims who have the high risk status such as the elderly, low and medium educational level pilgrims, and pilgrims with the circulatory or respiratory disease. In addition, the importance of education in order to optimize the utilization of the existing health services for pilgrims as well as clean and healthy life behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64510
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nastasia
"Stres sudah menjadi masalah kesehatan secara global karena dampaknya terhadap kesehatan. Penelitian tentang stres yang dialami pengasuh di panti jompo di Indonesia belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah melihat gambaran stres pengasuh di beberapa panti jompo di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan karakteristik pengasuh, status psikologis pengasuh, karakteristik lansia dan panti jompo serta faktor yang berhubungan dengan stres pada pengasuh. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dari bulan Desember 2012 - Januari 2013. Penelitian menggunakan total sampling berjumlah 57 orang.
Penelitian menunjukkan prevalensi stres sebesar 77,2%. Kebanyakan pengasuh berumur ≥ 34 tahun (50,9%), berjenis kelamin laki-laki (59,6%), tinggal di wilayah Jakarta (68,4%), menempati rumah sendiri (36,8%), tamat SMA (64,9%), sudah menikah (75,4%), memiliki anak ≥ 2 (54,4%), berpendapatan tinggi (50,9%) dan berpengeluaran tinggi (50,9%), melakukan strategi koping adaptive (94,7%) dan merasa puas (78,9%). Pengasuh yang mengasuh ≥ 20 lansia secara langsung ada 56,1%, yang mengasuh selama ≥ 4 jam per hari sebanyak 52,6%. Kebanyakan pengasuh tidak memiliki jadwal kerja malam yang rutin (68,4%) dan tidak pernah mengikuti pelatihan khusus mengasuh lansia (50,9%). Pengasuh yang mengasuh ≥ 20 lansia secara langsung ada 56,1% dan rata-rata jumlah lansia demensia yang diasuh adalah 11 lansia, lansia demensia yang paling banyak diasuh adalah lansia demensia berumur > 70 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Sementara faktor yang berhubungan dengan stres pada pengasuh adalah kepuasan bekerja (nilai p = 0,05).
Kesimpulannya, stres pengasuh di panti jompo cukup tinggi dan berhubungan dengan kepuasan bekerja.

Stress has become a global health problem because of its impact on health. Research on the stress experienced by caregivers in nursing homes has not been done. The purpose of this research is to describe stress of caregivers in nursing homes in Province of DKI Jakarta based on the characteristics of caregiver, psychological status of caregiver, characteristics of the elderly and nursing home and factors related to stress of caregiver. The research design used was cross sectional from December 2012 - January 2013. Research using total sampling amounted to 57 people.
Research shows the prevalence of stress amounted to 77,2%. Most caregiver ≥ 34 years (50.9%), male (59.6%), living in Jakarta (68,4%), living in their own home (23%), finished high school (64,9%), married (75.4%), having child ≥ 2 (54.4%), high-income and high expenses (50.9%), do adaptive coping strategy (94,7%) and feel satisfied (78,9%). Caregiver who directly caring ≥ 20 elderly was 56.1%, caring ≥ 4 hours per day was 52.6%. Most caregiver also does not have regular night work schedule (68,4%) and never follow a special training in caring for the elderly (50.9%). Caregiver who directly caring ≥ 20 elderly was 56.1% and the average number of elderly dementia that is taken care of is 11 elderly, elderly dementia who the most widely taken care of are elderly dementia with age > 70 years and women are the most. While factors related to stress of caregivers is the satisfaction of working (p = 0.05).
In conclusion, the stress of caregivers in nursing homes is quite high and is associated with the satisfaction of working.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saudatina Arum Maujudah
"Kecenderungan biaya pelayanan kesehatan yang terus meningkat mendorong pemerintah untuk mencari alternatif pembiayaan yang dapat mengefisienkan dana tanpa mengurangi mutu pelayanan. Salah satu sistem tersebut adalah dengan dijalankannya konsekuensi kapitasi berbasis komitmen pelayanan dimana puskesmas dibayar berdasar jumlah peserta terdaftar yang menjadi tanggungannya dipantau efektifitasnya dengan melihat kecenderungan angka kontak (≥1500/00), rasio prolanis (≥50%), dan rasio rujukan kasus non spesialistik (<0.5%), sehingga diharapkan moral hazard dari sisi suplai dapat dicegah atau diminimalisir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan KBK. Penelitian ini dilakukan di wilayah DKI Jakarta dengan unit analisis Puskesmas, dengan mixed method dengan model sequential (quan -> QUAL), data kualitatif diambil dengan metode indeph interview kepada informan kunci terkait untuk memvalidasi data yang tidak bisa divalidasi dengan metode kuantitatif.
Hasil penelitian Implementasi KBK selama 2 tahun telah cukup baik dan signifikan meningkatkan rata-rata angka kontak pada tahun 2017 sebesar 192.6 0/00 (target ≥150 0/00), dan rata-rata rasio prolanis sebesar 44.9% (≥50%), dan menurunkan rata-rata rasio rujukan kasus non spesialistik menjadi 0.3% (target <5%). Dari analisis multivariate, didapatkan pemodelan variable didapatkan variable nilai kapitasi, dan kecukupan SDM (dokter, perawat, bidan, tenaga kefarmasian) adalah yang signifikan berpengaruh dominan terhadap capaian indikator komitmen pelayanan (p value <0.05).
Penerapan kompensasi pemotongan kapitasi berdampak positif cukup memberi efek jera bagi puskesmas untuk mengerahkan segala usaha untuk pencapaian indikator komitmen pelayanan, di sisi lain adanya indikasi moral hazard di lapangan, sehingga diperlukan monitoring dan evaluasi dari berbagai pihak tanpa terfragmentasi agar cita-cita implementasi KBK untuk mewujudkan pelayanan yang berkualitas bisa diwujudkan.

The increasing trend of health care costs has prompted the government to seek financing alternatives that can streamline funds without reducing the quality of services. One such system is the implementation of the commitment-based capitation consequence where the puskesmas is paid based on the number of registered participants who are responsible for its effectiveness monitoring by looking at the tendency of contact numbers (≥1500/00), prolanis ratio (≥50%), and non-specialist case referral ratio (<0.5%), so it is expected that moral hazard from the supply side can be prevented or minimized.
This study aims to determine the factors associated with the implementation of Capitation Based on Service Commitment. This research was conducted in DKI Jakarta area with Puskesmas as analysis unit, with sequential model mixed method (quan -> QUAL), qualitative data was taken by indeph interview method to key informant related to validate data which can not be validated by quantitative method.
The results of two year implementation significantly increased the average contact rate in 2017 by 192.6 0/00 (target ≥150 0/00), and the average prolanis ratio of 44.9% (≥50%), and lowering the average non-specialist case referral ratio to 0.3% (target <5%). From multivariate analysis, variables modeling related to achievement of service commitment indicator were capitation value, human resources (adequacy of doctor, nurse, midwife, pharmacy) are significant influence dominanly to achievement indicator of service commitment (p value <0.05).
Implementation of capitation compensation is positive enough to give an effect for all puskesmas efforts to achieve the indicator of service commitment, on the other side of the indication of moral hazard, so monitoring and evaluation is needed to create the quality service.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49996
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>