Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166404 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anindita Normarani
"Middle East Respiratory Syndrome (MERS) adalah penyakit sistem pernafasan yang baru-baru ini terjadi telah dikenali pada manusia. Sejak kasus ini pertama kali diterbitkan di Arab Saudi pada 2012, penyakit ini telah menyebar ke beberapa negara lain seperti Uni Emirat Arab,
Irak, dan Korea Selatan. MERS disebabkan oleh virus bernama Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) yang juga ditemukan di unta. Dari beberapa laporan, dinyatakan bahwa manusia yang bekerja di area peternakan memiliki risiko lebih besar untuk terinfeksi oleh MERS. Di sini dalam presentasi ini, model matematika dari penyebaran penyakit MERS dengan intervensi, yang vaksinasi pada unta di daerah peternakan, dan rawat inap di manusia yang terinfeksi dipertimbangkan. Sepele, dengan memberikan sebanyak mungkin intervensi kepada individu mungkin bisa mengurangi penyebaran penyakit MERS lebih optimal, tetapi biaya tambahan yang terjadi sangat tinggi. Oleh karena itu, diperlukan strategi intervensi yang optimal. Strategi ini dapat dimodelkan menjadi masalah kontrol yang optimal dengan tujuan untuk mengatur angka individu yang harus disembuhkan dengan biaya minimum. Prinsip Maksimum Pontryagin digunakan untuk membangun karakteristik dari masalah kontrol optimal yang sesuai. Simulasi numerik dilakukan untuk memodelkan beberapa skenario yang mungkin di lapangan, termasuk
perbedaan dalam biaya intervensi, preferensi untuk intervensi kontrol tunggal, dan potensi interaksi lingkungan yang bersifat endemik dan non-endemik. Dari tiga simulasi di atas, disimpulkan bahwa rawat inap dan vaksinasi berhasil dalam mengurangi jumlah kasus MERS. Tetapi jika biayanya terbatas, disarankan untuk memilih rawat inap saja, karena jauh lebih efektif daripada vaksinasi.

Middle East Respiratory Syndrome (MERS) is a respiratory system disease that has recently been recognized in humans. Since the case was first published in Saudi Arabia in 2012, the disease has spread to several other countries such as the United Arab Emirates, Iraq and South Korea. MERS is caused by a virus called Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) which is also found in camels. From a number of reports, it was stated that humans who work in livestock areas have a greater risk of being infected by MERS. Here in this presentation, a mathematical model of the spread of MERS disease by intervention, the vaccination of camels in farm areas, and hospitalization in infected humans is considered. Trivial, by giving as many interventions as possible to individuals might reduce the spread of MERS disease more optimally, but the additional costs incurred are very high. Therefore, an optimal intervention strategy is needed. This strategy can be modeled into optimal control problems with the aim of organizing numbers individuals who must be cured at a minimum cost. Pontryagin's Maximum Principle is used to build the characteristics of the optimal optimal control problem. Numerical simulations are carried out to model a number of possible scenarios in the field, including differences in intervention costs, preferences for single control interventions, and potential environmental interactions that are endemic and non-endemic. From the three simulations above, it was concluded that hospitalization and vaccination were successful in reducing the number of MERS cases. But if the costs are limited, it is advisable to choose hospitalization, because it is far more effective than vaccination."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusnul Khotimah
"MERS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). Masalah kontrol optimal dari pengontrolan epidemi penyakit MERS dengan intervensi masker kesehatan (u1), kampanye kesehatan mengenai pentingnya masker kesehatan (u2) dan pengobatan (u3) bertujuan untuk meminimalkan jumlah individu yang terinfeksi MERS sembari meminimalkan biaya intervensi. Sistem optimalitas diperoleh dengan menggunakan prinsip Pontryagin dan diselesaikan secara numerik berdasarkan metode gradient descent.
Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa intervensi masker kesehatan, kampanye kesehatan, dan pengobatan yang bergantung terhadap waktu dapat mengurangi jumlah infeksi MERS secara signifikan. Strategi dalam mengontrol penyebaran penyakit MERS lebih baik jika mendahulukan strategi pencegahan endemik dari pada strategi penanggulangan. Hal ini ditunjukkan melalui nilai fungsi biaya pada strategi pencegahan hanya mencapai kurang lebih 10% dari biaya strategi penanggulangan.
Selain itu, jika terdapat keterbatasan biaya sedemikian sehingga jenis intervensi hanya diperbolehkan satu jenis (masker saja atau pengobatan saja), maka intervensi masker jauh lebih baik untuk diimplementasikan. Namun apabila endemik telah terjadi, intervensi masker harus tetap di implementasikan bersama dengan intervensi pengobatan agar endemik segera menurun.

MERS is an infectious disease caused by Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). Optimal control problem of controlling epidemics of MERS disease with interventions of medical mask (u1), medical campaigns about importance of medical mask (u2) and supportive care (u3) aiming to minimize the number of individual infected MERS while minimizing the cost of intervention. The optimality system is derived using Pontryagin principle and then solved numerically using the gradient descent method.
The results from numerical simulation show that the intervention of medical mask, medical campaigns and supportive care depend on time will be suppressed number of MERS infection significantly. Strategy of controlling epidemics of MERS disease is better if prioritizing prevention strategy than reduction strategy. This is shown through the value of the cost function on prevention strategy only achieve approximately 10% of the cost reduction strategy.
In addition, if there are cost limitations such kind of intervention is allowed only one type (only mask or only supportive care), then intervention with medical mask is much better to be implemented. However, if the endemic has occurred, intervention of medical mask should be implemented with intervention of supportive care to make endemic immediately decline.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65499
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakhiyah Karomah Salam
"Model deterministik penyebaran penyakit Middle East Respiratory Syndrome MERS pada skripsi ini melibatkan interaksi antara populasi manusia dan populasi unta di daerah peternakan. Model matematika pada penyebaran penyakit MERS disajikan dengan intervensi rawat inap pada populasi manusia dan vaksinasi pada populasi unta. Proporsi konstan akan diberikan kepada kelompok manusia yang memiliki pekerjaan di area rumah sakit, kawasan peternakan dan tidak di kedua tempat tersebut. Ada lima titik kesetimbangan yang diperoleh pada model, yaitu titik kesetimbangan bebas penyakit pada kedua populasi, titik keseimbangan bebas penyakit pada populasi manusia saja, titik keseimbangan bebas penyakit pada populasi unta saja, titik keseimbangan endemik tanpa dan dengan intervensi. Eksistensi titik-titik kesetimbangan dan kriteria kestabilitan lokal diberikan de- ngan pendekatan analitik dan numerik. Basic reproduction number R0 sebagai ambang batas endemik diberikan secara analitik dengan pendekatan next-generation matrix. Dari analisis sensitivitas R0 dan simulasi numerik terhadap parameter intervensi, ditemukan bahwa intervensi rawat inap dapat menekan penyebaran penyakit MERS pada populasi terinfeksi manusia dan intervensi vaksinasi pada unta dapat membuat penyakit MERS dapat punah dari populasi unta pada suatu waktu.

A deterministic model of Middle East Respiratory Syndrome MERS spread involving mass interaction between human and camel in a ranch area will be introduced in this thesis. This mathematical model for the spread of MERS with Intervention of medical treatment to human population and vaccination in camel population included in to the model. Constant proportions will be given to separate group of human who has a daily activity in a hospital area, ranch area and not in these both place. There are four equilibrium points respect to the introduced model, i.e. completely disease free equilibrium, disease free equilibrium in human population only, disease free equilibrium in camel population only, and endemic equilibrium. Existence and local stability criteria of equilibrium points are given from analytic and numerical approach. Basic reproduction number as an endemic threshold given analytically with next generation matrix approach. From sensitivity analysis of basic reproduction number and numerical simulation to the parameters of the intervention we find that inpatient intervention could suppress the spread of MERS disease in human infected populations and vaccination intervention in camels could make MERS disease extinct from camel populations at some time.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsyida Rozi
"ABSTRAK
Pada Juni 2012, suatu virus korona, yang selanjutnya dikenal dengan Mers-CoV,
terdeteksi pada seorang pria di Arab Saudi. Sejak saat itu, virus tersebut menyebar
dengan cepat ke kawasan lain di Timur Tengah dan berbagai negara lain. Oleh
karena itu, pada tesis ini diajukan suatu model penyebaran penyakit Mers yang
melibatkan populasi manusia dan unta untuk kemudian dianalisa besaran basic
reproduction numbernya (R0) sebagai indikator keendemikan pada populasi,
dianalisa kecepatan minimum penyebarannya, serta dianalisa pengaruh pergerakan
difusi dari individu terinfeksi terhadap kecepatan minimum penyebarannya.
Keberadaan titik keseimbangan dan kestabilannya dipengaruhi oleh R0 yang
diperoleh dari spektral radius dari matriks Next Generation-nya. Dari analisa
terhadap model spasial, ditemukan kecepatan minimum dari penyebaran Mers
yang menghubungkan titik keseimbangan bebas penyakit dengan titik
keseimbangan endemik. Hasil tersebut ditampilkan sebagai solusi traveling wave
dengan simulasi numerik melalui pendekatan finite difference. Dari kajian analisis
terhadap R0, diperoleh kesimpulan bahwa meningkatkan laju intervensi (tindakan
rawat inap di rumah sakit) terhadap pederita Mers dan membatasi pergerakan
individu yang terinfeksi Mers, dapat meminimalkan penyebaran penyakit Mers
dengan efektif. Sebagai catatan, tindakan yang dilakukan terhadap pasien
penderita Mers di rumah sakit adalah berupa supportive care.
Kata kunci

ABSTRACT
In June 2012, a kind of coronavirus, which latter is known as MERS-CoV, was
identified from a man in Saudi Arabia. Since then, that kind of virus spread
quickly to the countries in and neighboring the Arabian Peninsula and to several
other countries in the world. In this thesis, a model of MERS disease spreading
which involves camel and human population is proposed to analyze the magnitude
of basic reproduction number (R0) as an indicator of epidemic, analyze the speed
of MERS propagation and analyze the effect of diffusion movements in infected
people with respect to the speed of MERS propagation spatially. The existence of
equilibrium point and their local stability are affected by R0 which is obtained
from spectral radius of the next-generation matrix. By analyzing the spatial model,
we find the minimum speed of MERS propagation connecting the disease free
equilibrium to endemic equilibrium point. That result is performed as a traveling
wave solution by numerical simulation with finite difference approach. Analyzing
R0, we find that MERS propagation can be minimized effectively by increasing
the intervention rate through medical support and restricting the movement of
infected people."
2016
T46621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herningtyas Padma P.
"Model penyebaran penyakit MERS dengan intervensi masker kesehatan, kampanye kesehatan mengenai pentingnya menggunakan masker, dan pengobatan dibahas pada skripsi ini. Model deterministik dibuat dengan menggunakan sistem persamaan diferensial biasa berdimensi lima yang merepresentasikan lima kelompok individu yaitu individu rentan (S1), individu rentan dengan masker kesehatan (S2), individu terinfeksi (I1), individu terinfeksi dengan masker kesehatan (I2), dan individu pulih (R).
Kajian analitik dan numerik digunakan untuk menjelaskan keberadaan titik keseimbangan dan basic reproduction number (R0) pada model. Dari kajian analitik dan numerik, didapatkan bahwa titik kesetimbangan bebas penyakit stabil asimtotik lokal jika R0<1 dan tidak stabil jika R0>1. Dari analisis sensitivitas terhadap R0 dan simulasi numerik, dapat ditunjukkan bahwa intervensi masker kesahatan jauh lebih baik dalam mengontrol penyebaran penyakit MERS dibandingkan dengan intervensi pengobatan.

A mathematical model for the spread of MERS with various interventions such as medical mask, medical campaign about importance of medical mask, and supportive care is discussed in this thesis. The deterministic model is constructed using SIR model in five dimensional system which interpreted as five different human subpopulations such as susceptible human (S1), susceptible human with medical mask (S2), infected human (I1), infected human with medical mask (I2), and recovered human (R).
Analytical and numerical analysis are used to explain the existence of equilibrium points and basic reproduction number R0 of the model. We find that the disease free equilibrium point is locally asymptotic stable if R0<1 and unstable if R0>1. According to the sensitivity analysis of R0, we find that the intervention of medical mask along with campaign about its importance is much better rather than medical treatment intervention to control the spread of MERS.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa Tandiono
"Latar Belakang : AIDS merupakan salah satu penyakit pandemi yang paling berbahaya dan mempengaruhi penduduk Indonesia dalam berbagai cara. Akibat peningkatan prevalensi orang yang terinfeksi AIDS, caregiver terus menerus mengalami tantangan dalam merawat dan mendukung orang-orang yang mereka kasihi. Akan tetapi penelitian mengenai prevalensi maupun faktor-faktor yang berkaitan dengan psikopatologi caregiver informal orang dengan AIDS masih sangat minim. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti frekuensi dan distribusi psikopatologi caregiver informal orang dengan AIDS dan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya psikopatologi tersebut.
Metoda : Penelitian ini bersifat potong lintang. Wawancara dilakukan pada caregiver informal yang menemani orang dengan AIDS yang datang berobat jalan di Pokdisus AIDS, Jakarta dengan menggunakan MINI ICD-10.
Hasil : Seratus caregiver informal diwawancarai dengan rerata umur 46,2 tahun (SD 11,3). 87% di antaranya wanita, 68% memiliki pendidikan setingkat atau lebih tinggi dari SMA. Empat puluh lima persen caregiver informal didiagnosis Episode Depresi, 11% Gangguan Depresi Berulang, 9% Gangguan Cemas Menyeluruh, 8% Gangguan Panik, 2% Distimia dan 2% Gangguan Obsesif Kompulsif. Kami menemukan OR psikopatologi caregiver yang lebih besar pada caregiver informal yang tidak bekerja (p=0,034), status ekonominya rendah (p=0,002), menghabiskan lebih banyak jam dalam sehari merawat (p=0,02) dan merawat orang dengan nilai IADL rendah (p=0,002).
Kesimpulan . Frekuensi psikopatologi yang tinggi ditemukan pada caregiver informal orang dengan AIDS. Mereka membutuhkan berbagai bantuan dan pelayanan kesehatan mental.

BACKGROUND: AIDS is one of the most devastating diseases and Indonesian continues to be affected by this disease in many ways. In addition to the prevalence rates of the disease in the community, caregivers of people living with AIDS continue to be challenged as they strive to provide care and support to their love ones. However only few studies have examined prevalence and the factors associated with psychopathology in informal caregivers of AIDS-infected persons. The purpose of this study is to investigate the frequency and distribution of psychopathology among informal caregivers of AIDS-infected individuals.
METHODS: This is a cross-sectional study. Personal interviews using the Structured Clinical Interview for lCD-10 ( MINI lCD-10) were conducted with caregivers who were accompanied AIDS-infected persons attending outpatient clinics at Pokdisus AIDS, Jakarta.
RESULTS: One hundred informal caregivers were interviewed. Infonnal caregivers were 46,2 years old (SD 11,3), 87% female, and 68% had education beyond high school. Forty-five percent of informal caregivers were having Depressive Episode, 11% Recurrent Depressive Disorder, 9% Generalized Anxiety Disorder, 8% Panic Disorder, 3% Agoraphobia with Panic Disorder, 2% Dysthymia, and 2% Obsessive-Compulsive Disorder. We found significantly greater odds of informal caregiver psychopathology with unemployment (p= 0,034), lower social class (p=0,002), spending more hours of' caregiving (r,= 0,02), take care of people with low IADL score (p=- 0,002)
CONCLUSIONS: High rate of psychopathology was found among AIDS-infected individuals' informal caregivers. Informal caregivers of HIV patients may be in need of both mental health services and assistance in caregiving.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T55784
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adetya Rahma Dinni
"Latar Belakang: Coronavirus disease 2019 (COVID-19) memiliki berbagai spektrum gejala klinis salah satunya sesak napas. Sesak napas disertai hipoksia merupakan prediktor penurunan kapasitas fungsional. Uji jalan 6 menit dapat mengidentifikasi sesak napas dan hipoksia pasca-uji latih pada pasien COVID-19 saat perawatan dan pascarawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat sesak pada pasien COVID-19 yang dirawat dan pascarawat Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif yang dilakukan pada Bangsal COVID-19 dan poli paru RSUP Persahabatan dari Agustus 2021 – Juni 2022. Subjek penelitian adalah pasien COVID-19 derajat ringan atau sedang yang dirawat di Bangsal COVID-19 yang memenuhi kriteria penelitian. Subjek penelitian akan dilakukan uji jalan 6 menit, penilaian skala Borg, saturasi oksigen, skor RALE dan arus puncak ekspirasi saat perawatan dan akan di evaluasi pada 1 bulan dan 3 bulan pascarawat. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 40 subjek penelitian. Nilai rerata uji jalan 6 menit pasien COVID-19 yang dirawat 279,9 m (SB ± 75,4), 1 bulan pascarawat 332 m ((SB ± 63,7) dan 3 bulan pascarawat 394,52 m (SB ± 58). Median saturasi oksigen pasien COVID-19 yang dirawat 97%, 1 bulan pascarawat 97,5% dan 3 bulan pascarawat 98%. Nilai median skala Borg pasien COVID-19 yang dirawat 2, 1 bulan pascarawat 1, 3 bulan pascarawat 1. Arus puncak ekspirasi pasien COVID-19 250 L/menit, 1 bulan pascarawat 310 L/menit dan 3 bulam pascarawat 370 L/menit. Median skor RALE pasien COVID-19 yang dirawat 3, 1 bulan pascarawat 2,5 dan 3 bulan pascarawat 1,5. Terdapat korelasi bermakna skala Borg dengan uji jalan 6 menit, saturasi oksigen dengan uji jalan 6 menit dan uji jalan 6 menit dengan skor RALE, terdapat korelasi bermakna arus puncak ekspirasi dengan skala Borg pada pasien COVID-19 yang dirawat dan 1 bulan pascarawat, terdapat korelasi bermakna saturasi oksigen dengan skala Borg pada pasien COVID-19 yang dirawat dan 1 bulan pascarawat Kesimpulan: Terdapat perbaikan derajat sesak yang ditunjukkan dari hasil uji jalan 6 menit, skala Borg, saturasi oksigen, skor RALE dan arus puncak ekspirasi pada pasien COVID-19 ringan dan sedang yang dirawat dibandingkan 1 bulan pascarawat dan 3 bulan pascarawat.

Background: Coronavirus disease 2019 (COVID-19) has various clinical symptoms, one of which is shortness of breath. Exertional dyspnea is a predictor of decreased functional capacity. The 6-minute walk test can identify exertional dyspnea and hypoxia in COVID-19 patients during hospitalization and post-hospitalization. This study aims to determine the degree of shortness of breath in hospitalized and post-hospitalized COVID-19 patients. Methods: A prospective cohort study was conducted in the COVID-19 isolation ward and pulmonology clinic National Respiratory Center Persahabatan Hospital from August 2021 – June 2022. The study subjects were mild or moderate COVID-19 patients admitted to the COVID-19 isolation ward who met the research criteria. Patients underwent a 6-minute walk test, assessment of Borg scale, oxygen saturation, RALE score, and peak expiratory flow rate and will be evaluated at a month and three months post-hospitalization. Results: There were 40 subjects participating in this study. The mean of the 6-minute walk test of COVID-19 patients was 279.9 m (SD ± 75.4), one-month post-hospitalized was 332 m (SD ± 63.7) and three months post-hospitalized was 394.52 m (SD±58) Median oxygen saturation of COVID-19 patients was 97%, one-month post-hospitalized was 97.5% and three months post-hospitalized was 98%. Median Borg scale of COVID-19 patients was 2, 1-month post-hospitalized was 1, 3 months post-hospitalized was 1. The median peak expiratory flow rate of COVID-19 patients was 250 L/min, one-month post-hospitalized was 310 L/min and three months post-hospitalized was 370 L/min. Median RALE scores for COVID-19 patients was 3, 1-month post-hospitalized was 2,5 and 3 months post-hospitalized was 1,5. There was a significant correlation between Borg scale and 6-minute walk test, oxygen saturation with the 6-minute walk test and the 6-minute walk test with RALE score. There was a significant correlation between peak expiratory flow and the Borg scale in hospitalized and one-month post-hospitalized COVID-19 patients. There was a significant correlation between oxygen saturation with the Borg scale in COVID-19 patients and one-month post-hospitalized COVID-19 patients. Conclusion: There was an improvement in the degree of dyspnea in mild and moderate COVID-19 patients as indicated by 6-minute walk test distance, Borg scale, oxygen saturation, RALE score and peak expiratory flow rate compared to a-month and three-months post-hospitalized."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tritama Khaerani
"Pandemi COVID-19 telah terbukti menjadi musuh besar bagi kesehatan global. Kedatangan vaksin membawa angin segar untuk mengembalikan kondisi ke normal. DKI Jakarta sebagai Provinsi dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi di Indonesia merupakan salah satu provinsi prioritas dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Capaian vaksinasi Booster ke-I belum sesuai target sedangkan pemerintah sudah melaksanakan vaksinasi Booster ke-II kepada tenaga kesehatan dan lansia. Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapan vaksinasi Booster COVID-19 bagi Masyarakat DKI Jakarta ditinjau dari Health Belief Model. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang, dilakukan pada November hingga Desember 2022 dengan melibatkan sampel penelitian sebanyak 175 responden. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat dengan level kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kesiapan vaksinasi pada responden adalah sebesar 84%. Pada faktor pemodifikasi terdapat hubungan antara Usia (p-value 0,000), Pendidikan (p-value 0,727), Pekerjaan (p-value 0,046), dan Pengetahuan (p-value 0,000) dengan kesiapan vaksinasi Booster COVID-19, sedangkan jenis kelamin (p-value 0,727) tidak memiliki hubungan. Pada faktor persepsi terdapat hubungan antara persepsi manfaat (p-value 0,002) dan persepsi hambatan (p-value 0,000) dengan kesiapan vaksinasi Booster COVID-19. Sedangkan persepsi kerentanan (p-value 0,636) dan persepsi keparahan (p-value 0,418) tidak memiliki hubungan. Pada faktor isyarat untuk bertindak terdapat hubungan pada faktor kepercayaan terhadap vaksinasi Booster COVID-19 (p-value 0,000) dan kepercayaan terhadap sumber informasi (p-value 0,000). Sedangkan faktor pengalaman terhadap COVID-19 didapatkan tidak memilki hubungan yang kuat dengan kesiapan Vaksinasi Booster COVID-19 (p-value 1,000). Dari hasil penelitian ini, terdapat beberapa hal yang disarankan, diantaranya menekankan ke masyarakat bahwa pandemi COVID-19 belum berakhir, mengembangkan metode penyebaran informasi yang berkesinambungan dan terus berupaya meluruskan informasi yang menyimpang (hoaks) di kalangan masyarakat.

The COVID-19 pandemic has proven to be a formidable enemy for global health. The arrival of the vaccine brings fresh air to return conditions to normal. DKI Jakarta as the province with the highest number of COVID-19 cases in Indonesia is one of the priority provinces in the implementation of COVID-19 vaccination. The achievements of the 1st Booster vaccination have not met the target, while the government has carried out the 2nd Booster vaccination for health workers and the elderly. The aim of the study was to determine the factors related to the readiness of the COVID-19 Booster vaccination for the DKI Jakarta Community in terms of the Health Belief Model. This study used a cross-sectional study design, conducted from November to December 2022 involving a research sample of 175 respondents. The analysis used was univariate and bivariate analysis with a 95% confidence level. The results showed that the percentage of readiness for vaccination in the respondents was 84%. In the modifying factors there is a relationship between Age (p-value 0.000), Education (p-value 0.727), Occupation (p-value 0.046), and Knowledge (p-value 0.000) with the readiness of the COVID-19 Booster vaccination, while gender ( p-value 0.727) has no relationship. In the perception factor, there is a relationship between perceived benefits (p-value 0.002) and perceived barriers (p-value 0.000) with the readiness of the COVID-19 Booster vaccination. Meanwhile, perceived susceptibility (p-value 0.636) and perceived severity (p-value 0.418) had no relationship. In cues to action factors there is a relationship between the trust factor of the COVID-19 Booster vaccination (p-value 0.000) and trust of information sources (p-value 0.000). Meanwhile, the experience factor for COVID-19 did not have a strong relationship with the readiness of the COVID-19 Booster Vaccination (p-value 1,000). From the results of this study, there are several suggestions, including emphasizing to the public that the COVID-19 pandemic is not over, developing sustainable and coordinated information dissemination methods, and continuing to work on rectifying distorted information (hoaxes) among the public."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rishad Rizky Aulady
"ABSTRAK
Kolera adalah penyakit diare akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae. Penyakitkolera pada suatu populasi dapat dikendalikan dengan memberikan vaksinasi berupavaksin kolera oral. Pada penulisan skripsi ini, dibentuk model matematika pengaruhvaksinasi pada upaya pengendalian penyebaran penyakit kolera. Model yang dibangunadalah sistem persamaan diferensial tidak linier 5 dimensi. Dari analisis model, diperolehtitik keseimbangan bebas penyakit kolera dan titik keseimbangan endemik. DigunakanBasic reproduction number pada model untuk menunjukkan apakah penyakit koleradalam populasi akan menghilang, tidak menyebar tetapi bertahan dalam populasi, atau penyakit kolera akan menyebar. Simulasi numerik pada model dilakukan untukmemberikan interpretasi hasil analisis model lebih lanjut.

ABSTRACT
Cholera is a severe diarrhoea disease caused by Vibrio cholerae bacteria. Cholera diseasein a population can be controlled by giving oral cholera vaccine as vaccination. Here inthis undergraduate thesis, mathematical model of vaccination effect in controlling thespread of cholera is constructed. The model which is constructed is a five dimensionalnon linear ordinary differential equation. From model analysis, cholera disease freeequilibrium and endemic equilibrium is obtained. Basic reproduction number is usedin the model to show whether the cholera disease in population will disappear, remainsin population but not spreading, or the disease will spread. Numerical simulation in themodel is done to give further interpretation of model analysis result."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farenia Ramadhani
"Latar Belakang: Pelaksanaan program vaksinasi sebagai salah satu strategi preventif pengendalian virus COVID-19 memunculkan berbagai macam respon di masyarakat. Penerimaan vaksinasi COVID-19 dan faktor-faktor yang memengaruhinya sangat berdampak pada keberhasilan program. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerimaan vaksinasi COVID-19 pada mahasiswa Universitas Indonesia tahun 2022 berdasarkan teori health belief model.
Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah desain potong lintang dengan cara pengambilan data primer melalui survei online dengan sampel penelitian yaitu mahasiswa aktif program sarjana. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel.
Hasil: Dari 295 responden, terdapat 48,1% mahasiswa yang akan melakukan vaksinasi COVID-19. Penerimaan vaksinasi COVID-19 memiliki hubungan yang signifikan dengan pengetahuan, persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi hambatan, persepsi manfaat, persepsi kemampuan diri dan isyarat bertindak (p < 0,05).
Kesimpulan: Penerimaan vaksinasi COVID-19 pada mahasiswa Universitas Indonesia masih rendah. Berbagai strategi yang efektif harus dilakukan untuk memicu niat mahasiswa melakukan vaksinasi COVID-19. Diperlukan kerjasama antara pemerintah dengan civitas academica melalui sosialisasi/kampanye aktif di kampus dan memaksimalkan chatbot whatsapp Kementerian Kesehatan untuk mengurangi keragu-raguan melakukan vaksinasi COVID-19.

Background:  COVID-19 vaccination program which known as prevention strategy to control the pandemic shows various response in society. The acceptance of COVID-19 vaccination and its influencing factors give a big impact for the success of the program. The study aims to analyze the acceptance of the COVID-19 vaccination among Universitas Indonesia students in 2022 based on health belief model theory. Methods: This study use a cross-sectional design with primary data through an online survey and the target population constituted undergraduate students. The data analyzed by univariate and bivariate to know the relation between variables.
Results: From 295 respondents, about 48,1% intended to accept the vaccination. The acceptance of COVID-19 vaccination has a significant relation with knowledge, perceived susceptibility, perceived severity, perceived barriers, perceived benefits, perceived self efficacy and cues to action (p < 0,05).
Conclusions: The acceptance of the COVID-19 vaccination was low among Universitas Indonesia students. Various effective strategies must be done to trigger the intention of COVID-19 vaccination. The cooperation between government and civitas academica through campaign is needed and maximize the use of chatbot whatsapp ministry of health to reduce COVID-19 vaccination hesitation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>