Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120357 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Masayu Syarinta Adenina
"Epithelial Mesenchymal Transition (EMT) adalah salah satu mekanisme resistensi Sorafenib pada kanker hepatoseluler. Alfa Mangostin diketahui dapat menurunkan aktifitas jalur TGF-βpada hepatic stellate cells. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Alfa Mangostin pada Epithelial Mesenchymal Transition (EMT), HepG2 yang tahan terhadap Sorafenib melalui jalur TGF-β/SMAD. Sel lestari kanker hati, HepG2 dibagi menjadi enam kelompok perlakuan, yaitu kelompok DMSO 0,01%, Alfa Mangostin20μM, Sorafenib10μM, Sorafenib10μM+Sorafenib10μM, Sorafenib10μM-Alfa Mangostin20μM, dan Sorafenib10μM +Sorafenib10μM - Alfa Mangostin20μMselama 24 jam. Sel dihitung menggunakan trypan blue exclusion method. Kadar TGF-β medium diukur menggunakan ELISA. Ekspresi TGF-β,TGF-βRI, SMAD3, SMAD7, E-cadherin dan Vimentin diukur dengan qRT-PCR. Pemberian Alfa Mangostin pada sel HepG2 yang tahan terhadap Sorafenib dapat menurunkan jumlah sel hidup. Namun terdapat peningkatan ekspresi TGF-β, kadar TGF-β1 aktif, TGF-βRI, SMAD3, dan Vimentin serta penurunan ekspresi SMAD7 dan E-cadherin setelah pemberian Sorafenib dan Alfa Mangostin. Alfa Mangostin menurunkan jumlah sel hidup namun tidak menghambat EMT melalui jalur TGF-β/SMAD pada sel HepG2 yang tahan terhadap Sorafenib. 
Epithelial Mesenchymal Transition (EMT) is one of resistance mechanism through Sorafenib in hepatocellular carcinoma. Alpha Mangosteen is known to have reduced TGF-β/SMAD pathway in hepatic stellate cells. This research purpose is to explore the effect of Alpha Mangosteen on Epithelial Mesenchymal Transition (EMT) on human hepatoceluller carcinoma HepG2 cells surviving Sorafenib via TGF-β/SMAD pathways. Immortalized HCC cell line, HepG2 cells, were divided into 6 groups: DMSO0,01% group, Alpha Mangosteen 20μMgroup, Sorafenib10μM group, Sorafenib 10μM-Sorafenib10μM group, Sorafenib10μM +  Alpha Mangosteen 20μM group, dan Sorafenib10μM + Sorafenib10μM - Alpha Mangosteen 20μMgroup for 24 h. Cells were harvested and counted by trypan blue exclusion method. TGF-β medium concentration was evaluated by ELISA. Expression of TGF-β,TGF-βRI, SMAD3, SMAD7, E-cadherinand Vimentin measured by qRT-PCR. Alpha Mangosteen administration on HepG2 surviving Sorafenib cells reduced mean live cells. However, the expression of TGF-β, TGF-β1 active concentration, TGF-βR, SMAD3, and Vimentin were elevated. Alpha Mangosteen also decreased SMAD7 dan E-cadherin expression. Alpha Mangosteen reduced live cells but did not have effect on preventing EMT activation through TGF-β/SMAD pathways on HepG2 surviving Sorafenib cells. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meuthia Faralita Annisa
"Sorafenib adalah tata laksana sistemik pertama pada hepatoseluler karisonoma. Resistensi HCC terhadap sorafenib dapat berkembang cepat dan melibatkan disregulasi apoptosis. Apoptosis diregulasi oleh protein anti-apoptosis dan pro-apoptosis seperti Bcl-2 dan Bax serta dimediasi oleh caspase. Alpha-mangostin telah ditemukan menginduksi apoptosis dengan meningkatkan rasio Bax/Bcl-2 serta caspases di sel kanker payudara serta mengembalikan resistensi doksorubisin di HCC. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari efek alpha-mangostin di sel HepG2 tahan terhadap sorafenib.
Lini sel HCC, sel HepG2 dibagi menjadi 6 kelompok;.01% DMSO, alphamangostin 20μM, sorafenib 10μM, sorafenib 10μM + sorafenib 10μM, sorafenib + alpha-mangostin 20μM, and sorafenib 10μM + sorafenib 10μM + alpha-mangostin 20 μM. Sel diambil dan dihitung, serta RNA diisolasi diikuti dengan sintesis cDNA. Ekspresi dari Bcl-2, Bax, caspase-9, dan -3 diukur menggunakan q-RT PCR.
Pemberian alfa-mangostin terhadap sel HepG2 tahan sorafenib secara signifikan meningkatkan ekspresi mRNA Bcl-2 dan Bax bersamaan, sedangkan perbedaan rasio Bax/Bcl-2 tidak ditemukan signifikan. Sementara, ekspresi dari mRNA caspase-9 juga tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Namun, ditemukan peningkatan yang signifikan pada ekspresi mRNA caspase-3, tetapi juga menurun signifikan setelah administrasi sorafenib dan alpha-mangostin bersamaan. Kesimpulan: Alfa-mangostin menginduksi apoptosis di sel HepG2 tahan sorafenib ditunjukkan dengan peningkatan caspase-3 pada pemberian. Namun, mekanisme apoptosis dapat tidak melibatkan jalur intrinsik yang diindikasikan oleh perubahan yang tidak signifikan pada rasio Bax/Bcl-2 dan caspase-9.
.....
Sorafenib is the first-line systemic treatment in hepatocellular carcinoma. Sorafenib-resistance HCC may develop rapidly, which may involve apoptosis dysregulation. Apoptosis is regulated by anti-apoptotic and pro-apoptotic proteins such as Bcl-2 and Bax and mediated by caspases. Alpha-mangosin has been reported to induce apoptosis by increase Bax/Bcl-2 ratio and caspases in breast cancer cells as well as reverse doxorubicin resistance in HCC. The purpose of this research is to explore alpha-mangostin effect in sorafenib-surviving HepG2 cells.
HCC cell line, HepG2 cells were divided into 6 groups; 0.01% DMSO, alphamangostin 20μM, sorafenib 10μM, sorafenib 10μM + sorafenib 10μM, sorafenib + alpha-mangostin 20μM, and sorafenib 10μM + sorafenib 10μM + alpha-mangostin 20 μM. The cells were taken and counted, and RNA was isolated followed with cDNA synthesis. The expression of Bcl-2, Bax, Bax/Bcl-2 ratio caspase-9 and -3 were measured using q-RT-PCR.
The treatment of alpha-mangostin to sorafenib-surviving HepG2 cells significantly increase Bcl-2 and Bax mRNA expression concurrently. In the ratio of Bax/Bcl-2 mRNA, the change was not significant. Meanwhile, the expression of caspase-9 mRNA was neither found to significantly change. However, the expression of caspase-3 mRNA was found to be significant, yet significantly lower in the coadministration of sorafenib and alpha-mangostin. Conclusion: Alpha-mangostin induces apoptosis in sorafenib-surviving HepG2 cells due to increase of caspase-3 upon its administration. However, the mechanism may not be through the intrinsic pathway given the insignificant changes in Bax/Bcl-2 ratio and caspase-9 expression."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitta Cindy Lauren
"Latar belakang: Karsinoma hepatoseluler (HCC) merupakan salah satu penyebab kematian akibat kanker terbanyak di dunia. Berbagai metode terapeutik telah tersedia untuk mengobati HCC, namun penyakit ini tetap menjadi masalah dengan tingkat insidensi dan mortalitas yang terus meningkat. Sorafenib merupakan salah satu obat yang digunakan dalam mengobati HCC. Resistensi terhadap sorafenib menjadi kendala dalam terapi HCC dan diketahui berperan penting dalam progresi tumor. Alfa mangostin, suatu komponen aktif pada buah Garcinia mangostana mulai dikenal karena potensinya sebagai terapi anti-kanker dan dibuktikan dapat menginduksi apoptosis pada beberapa sel kanker. Pemberian alfa mangostin diharapkan dapat menekan proliferasi sel HepG2 tahan sorafenib. Tujuan: Mengetahui efek alfa mangostin terhadap penanda proliferasi sel, Ki-67 dan c-Jun sebagai terapi tambahan pada sel hepatoselular karsinoma yang tahan sorafenib
Metode: Sel HCC HepG2 dibagi menjadi 6 kelompok yang diberi perlakuan berbeda, yakni (A) DMSO-DMSO (kelompok kontrol), (B) DMSO-alfa mangostin 20 μM, (C) sorafenib 10 μM-DMSO (sel tahan sorafenib), (D) sorafenib-sorafenib 10 μM, (E) sorafenib 10 μM-alfa mangostin 20 μM, (F) sorafenib 10 μM-sorafenib 10 μM+alfa mangostin 20 μM. Kelompok sel dikultur selama 48 jam. Sel kemudian diambil dan dilakukan pemeriksaan berupa analisis marker proliferasi sel, yaitu c-Jun dan Ki-67 dengan menggunakan metode qRT-PCR.
Hasil: Pemberian sorafenib meningkatkan ekspresi mRNA Ki-67 dan c-Jun pada sel tahan sorafenib. Pemberian alfa mangostin juga meningkatkan ekspresi mRNA Ki-67 dan ekspresi c-Jun secara signifikan dibandingkan kontrol dan sel HepG2 tahan sorafenib (SOR+AM). Kombinasi pemberian sorafenib dan alfa mangostin menghasilkan efek yang serupa (SOR+SORAM)
Kesimpulan: Alfa mangostin meningkatkan ekspresi penanda proliferasi sel Ki-67 dan c-Jun pada sel HepG2 tahan sorafenib.

Introduction : Hepatocellular carcinoma (HCC) is one of the leading causes of cancer- related death in the world. Various therapeutic methods have been available to treat HCC, however, this disease remains unresolved with a continuous increase of incidence and mortality rate. Sorafenib is one of the drugs used in the treatment of HCC. Sorafenib resistance becomes a problem in HCC therapy and is also known for its role in tumor progression. Alpha mangostin, an active substance found in Garcinia mangostana is starting to be recognized for its potential as anti-cancer therapy and is also proven to be able to induce apoptosis in several cancer cells. Administration of alpha mangostin is expected to suppress the proliferation of sorafenib-surviving HepG2 cells.
Purpose: To observe the effect of alpha mangostin on the expression of proliferation markers Ki-67 and c-Jun as an adjuvant therapy in sorafenib-surviving hepatocellular carcinoma cells.
Method: HepG2 HCC cells were divided into 6 groups which were treated differently, (A) DMSO-DMSO (control group), (B) DMSO-alpha mangostin 20 μM, (C) sorafenib 10 μM-DMSO (sorafenib-surviving group), (D) sorafenib-sorafenib 10 μM, (E) sorafenib 10 μM-alpha mangostin 20 μM, (F) sorafenib 10 μM-sorafenib 10 μM+alpha mangostin 20 μM. Cells were cultured for 48 hours. The cells were then harvested and analyzed for their cell proliferation markers, c-Jun and Ki-67, using qRT-PCR method. Result: Administration of sorafenib increased expression of Ki-67 and c-Jun in sorafenib-surviving cells. Alpha mangostin also increased expression of Ki67 and c-Jun mRNA significantly compared to control group and sorafenib-surviving cells group (SOR+AM). Combination of sorafenib and alpha mangostin generates similar effects. (SOR+SORAM).
Conclusion: Alpha mangostin increased the expression of proliferation markers Ki-67 and c-Jun in sorafenib-surviving HepG2 cells.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Kharisma Wangsaputra
"Karsinoma hepatoseluler merupakan penyebab utama keempatkematian akibat kanker di dunia pada tahun 2018. Namun, kebanyakan pasien baru didiagnosis pada stadium lanjut. Satu-satunya kemoterapi oral untuk karsinoma hepatoseluler stadium lanjut adalah sorafenib, suatu inhibitor multikinase. Salah satu mekanisme yang berkontribusi terhadap resistensi sorafenib adalah modulasi transporter obat. Studi melaporkan efek kemosensitisasi dari alfa-mangostin, suatu xanton yang diekstrak dari Garcinia mangostana Linn., yang memungkinkan penggunaannya sebagai terapi adjuvan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh alfamangostin terhadap ekspresi mRNA transporter obat pada galur sel HepG2 yang tahan terhadap sorafenib. Sel HepG2 pada awalnya dilakukan pemberian sorafenib 10 μM. Sel yang tahan sorafenib tersebut kemudian dibagi menjadi empat kelompok perlakuan, yaitu dengan DMSO, sorafenib (SOR) 10 μM, alfa-mangostin (AM) 20 μM, dan kombinasi SOR 10 μM-AM 20 μM. Ekspresi mRNA dari transporter obat ABCB1 (P-gp), ABCG2, MRP2, MRP3, OCT1, dan OATP1B3 diperiksa dengan qRT-PCR setelah isolasi RNA dan sintesis cDNA yang dilakukan sebelumnya. Penurunan ekspresi mRNA transporter P-gp diamati pada kelompok SOR+SOR dibandingkan dengan kelompok SOR+DMSO. Sebaliknya, transporter efluks lainnya menunjukkan ekspresi yang lebih tinggi pada kelompok SOR+SOR. Menariknya, dua kelompok yang ditambahkan perlakuan alfa-mangostin (SOR+AM dan SOR+SORAM) menunjukkan ekspresi mRNA MRP2, MRP3, OCT1, dan OATP1B3 yang secara signifikan lebih tinggi (p <0,05) dibandingkan dengan kelompok SOR+DMSO. Secara umum, pemberian alfa-mangostin menyebabkan peningkatan ekspresi mRNA dari semua transporter obat pada penelitian ini. Penafsiran secara cermat tetap diperlukan meskipun terdapat efek akhir pada transporter influks yang cukup besar pada studi ini.

Hepatocellular carcinoma (HCC) is the fourth leading cause of cancer mortality worldwide in 2018. Most patients unfortunately are diagnosed at advanced stage. Hence, the only oral chemotherapy for advanced unresectable HCC is sorafenib, a multikinase inhibitor. One of the mechanisms contributing to sorafenib resistance is drug transporters modulation. Studies reported chemosensitizing effect of alphamangostin, a xanthone extracted from Garcinia mangostana Linn., leading to its use as adjunctive treatment. This study aimed to analyse the impact of alpha-mangostin towards drug transporters’ mRNA expression in sorafenibsurviving HCC HepG2 cell line. HepG2 cells were initially treated with sorafenib 10 μM. The sorafenib surviving cells later were divided into four groups of treatment, namely with vehicle (DMSO), sorafenib (SOR) 10 μM, alpha-mangostin (AM) 20 μM, and combination of SOR 10 μM-AM 20 μM. The mRNA expressions of P-gp, ABCG2, MRP2, MRP3, OCT1, and OATP1B3 drug transporters were examined with quantitative reverse transcriptase-polymerase chain reaction following the RNA isolation and cDNA synthesis. Decreased mRNA expression of P-gp was observed in SOR+SOR group as compared to SOR+DMSO group. In contrast, other efflux transporters showed higher expression in SOR+SOR group. Interestingly, two groups treated with alpha-mangostin (SOR+AM and SOR+SOR-AM groups) showed statistically significant (p<0.05) higher mRNA expression of MRP2, MRP3, OCT1, and OATP1B3 compared to SOR+DMSO group. Generally, alpha-mangostin treatment increased the mRNA expression of all the drug transporters in the present study. Cautious interpretation was nonetheless required despite the considerable net effect on uptake transporters.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pamela Basuki
"Latar belakang: Penurunan stress oksidatif intraseluler merupakan salah satu mekanisme resistensi sorafenib pada sel karsinoma hepatoseluler. Alfa mangostin, senyawa xanthone dari Garcinia mangostana, memiliki sifat antikanker dan dual efek antioksidan/prooksidan diduga dapat menjadi sumber terapi adjuvan untuk meningkatkan efektivitas sorafenib. Pemberian α-mangostin diduga mampu meningkatkan ekspresi MnSOD dan GPx pada dosis rendah tetapi menurunkannya pada dosis mendekati konsentrasi sitotoksik.
Tujuan: Mengetahui potensi alfa mangostin sebagai bahan terapi tambahan pada sorafenib pada tatalaksana karsinoma hepatoseluler lanjut yang ditinjau dari mekanisme stress oksidatif.
Metode: Galur sel karsinoma hepatoseluler, HepG2, dibagi menjadi 6 kelompok yang diinkubasi dalam: (A) DMSO-DMSO 0,01% (kelompok kontrol), (B) DMSO-alfa mangostin 20 μM, (C) sorafenib 10 μM-DMSO (kelompok tahan sorafenib), (D) sorafenib-sorafenib 10 μM (E) sorafenib 10 μM-alfa mangostin 20 μM, (F) sorafenib 10 μM - sorafenib 10 μM + alfa mangostin 20 μM selama 24 jam dan 24 jam berikutnya. Sel kemudian diambil dan diisolasi RNAnya. Analisis ekspresi mRNA MnSOD dan GPx dilakukan dengan metode qRT-PCR.
Hasil: Penambahan alfa mangostin meningkatkan ekspresi mRNA MnSOD dan GPx secara signifikan (p<0,05) dibandingkan kontrol dan sel tahan sorafenib pada kelompok perlakuan sorafenib + alfa mangostin (SOR+AM) dan sorafenib + sorafenib-alfa mangostin (SOR+SORAM).
Simpulan: Alfa mangostin bersifat antioksidan pada galur sel karsinoma hepatoseluler HepG2 yang tahan sorafenib sehingga dapat meningkatkan ekspresi MnSOD dan GPx.

Introduction: Intracellular oxidative stress reduction is one of the sorafenib resistance mechanisms in hepatocellular carcinoma cells. Alpha mangostin, xanthone substance from Garcinia mangostana, has anticancer and dual effect antioxidant/prooxidant properties that might be a source of adjuvant therapy, increasing sorafenib effectivity. Administration of alpha mangostin presumably can increase MnSOD and GPx expression in low dose but decrease the expression when given nearing cytotoxic concentration dosage.
Purpose: To find out alpha mangostin potential as adjuvant therapy to sorafenib in management of advanced hepatocellular carcinoma in the view of oxidative stress.
Method: Hepatocellular carcinoma cell line, HepG2 cells, were divided into 6 groups incubated in: (A) DMSO-DMSO 0,01% (control group), (B) DMSO-alpha mangostin 20 μM, (C) sorafenib 10 μM-DMSO (sorafenib-surviving group), (D) sorafenib-sorafenib 10 μM (E) sorafenib 10 μM-alpha mangostin 20 μM, (F) sorafenib 10 μM - sorafenib 10 μM + alpha mangostin 20 μM for 24 hours and another 24 hours. Then, the cells were harvested and the RNA were isolated. Expression of MnSOD and GPx mRNA were analyzed using qRT-PCR.
Result: Administration of alpha mangostin increased MnSOD and GPx mRNA expression significantly (p<0,05) compared to control and sorafenib-surviving cells in sorafenib + alpha mangostin (SOR+AM) group and sorafenib + sorafenib-alpha mangostin (SOR+SORAM) group.
Conclusion: Alpha mangostin is an antioxidant for hepatocellular carcinoma cell line, HepG2 cell, increasing MnSOD and GPx expression.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noza Hilbertina
"Pendahuluan: Cancer-associated fibroblasts (CAFs) merupakan populasi sel yang heterogen dan memiliki hubungan timbal balik dengan sel tumor. Bagaimana mekanisme molekuler yang mendasari pengaruh CAFs terhadap prognosis karsinoma kolorektal (KKR) masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sekretom CAFs terhadap transisi epitel-mesenkim (TEM), invasi dan kepuncaan sel KKR melalui jalur pensinyalan hepatocyte growth factor (HGF)/c-mesenchymal-transition receptor (c-Met)
Metode: Dilakukan pemeriksaan histopatologi pada tiga puluh dua blok paraffin KKR untuk menilai tipe CAFs dan stroma, imunoekspresi α-SMA dan HGF, tumor budding, kedalaman invasi dan metastasis kelenjar limfe. Pemeriksaan in vitro berupa suplementasi sekretom fibroblast primer dari area tumor (CAFs) dan area non tumor dari tiga pasien KKR kepada sel lestari KKR (HT-29) untuk menilai pengaruhnya terhadap TEM, invasi dan kepuncaan sel KKR. Analisis statistik menggunakan uji beda proporsi, uji beda rerata berpasangan serta uji korelasi. Nilai p<0,05 dianggap bermakna secara statistik.
Hasil: Tipe CAFs dan metastasis kelenjar limfe berhubungan bermakna dengan derajat tumor budding. Sedangkan variabel lain pada pemeriksaan histopatologi tidak memperlihatkan hubungan yang bermakna. CAFs yang diisolasi dari pasien KKR memperlihatkan ekspresi mRNA α-SMA yang lebih tinggi, sedangkan ekspresi mRNA dan protein HGF memperlihatkan pola yang berbeda diantara ketiga pasang fibroblast. Suplementasi sekretom CAFs kepada sel HT-29 meningkatkan ekspresi mRNA c-Met sebagai reseptor HGF, meningkatkan ekspresi mRNA dan protein vimentin dan E-cadherin sebagai marka TEM, meningkatkan ekspresi mRNA MMP-2 sebagai marka invasi dan meningkatkan ekspresi mRNA CD44 dan CD133 sebagai marka kepuncaan. Terdapat korelasi positif bermakna antara c-Met dengan TEM dan kepuncaan serta korelasi positif kuat dan bermakna antara TEM dan kepuncaan sel KKR.
Kesimpulan: Sekretom CAFs menginduksi TEM, invasi dan kepuncaan sel KKR melalui pensinyalan HGF/c-Met. Mekanisme molekuler ini mendasari hubungan yang bermakna antara tipe CAFs dengan tumor budding."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paramita
"ABSTRAK
Latar Belakang: Endoksifen merupakan terapi baru pada pengobatan sel kanker payudara yang responsif terhadap endokrin. Studi terdahulu menunjukkan bahwa paparan endoksifen jangka panjang dapat menyebabkan resistensi melalui mekanisme Epithelial-Mesenchymal Transition (EMT). EMT adalah sebuah proses dimana suatu sel epithelial berubah menjadi sel mesenkimal. Proses EMT ditandai dengan adanya modulasi marker-marker epitelial seperti E-cadherin, vimentin dan TGF-β1. Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa paparan singkat kurkumin dapat memperbaiki marker-marker EMT. Namun, kurkumin memiliki keterbatasan karena bioavailabilitasnya yang rendah. Oleh karena itu, pada penelitian ini kami menggunakan nanokurkumin untuk mencegah jalur EMT.
Metode: ini merupakan penelitian in vitro menggunakan sel MCF-7. Kami membagi sel menjadi beberapa kelompok yaitu: Endoksifen 1000 nM+β-estradiol 1 nM, Endoksifen 1000 nM+β-estradiol 1 nM + nanokurkumin (8.5 μM dan 17 μM), Endoksifen 1000 nM+β-estradiol 1 nM+kurkumin 17 μM dan DMSO selama 8 minggu. Sel kemudian dipanen dan dihitung setiap minggu. Setelah minggu ke-4 dan ke-8 paparan, ekspresi E-cadherin, TGFβ1 dan vimentin diukur menggunakan two-step qRT PCR. Pada minggu ke-8, kadar protein TGF-β1 diukur dengan ELISA, sementara morfologi sel MCF-7 diamati menggunakan mikroskop konfokal.
Hasil: Terdapat peningkatan viabilitas sel pada kelompok Endoksifen 1000 nM+β-estradiol 1 nM. Viabilitas sel menurun secara signifikan pada kelompok nanokurkumin dan kurkumin 17 μM, tetapi tidak pada kelompok nanokurkumin 8.5 μM. Analisis marker EMT pada minggu ke-8 menunjukkan terdapat peningkatan ekspresi mRNA vimentin dan TGF-β1 sementara ekspresi mRNA E-cadherin dan kadar protein TGF-β1 tampak menurun. Hasil menunjukkan bahwa pemberian nanokurkumin pada semua dosis tidak mampu memperbaiki ekspresi vimentin, TGF-β1, dan E-cadherin. Tidak tampak perbedaan yang signifikan antara nanokurkumin dan kurkumin terhadap modulasi marker-marker EMT pada sel kanker payudara yang dipaparkan endoksifen berulang. Pengamatan morfologi menggunakan mikroskop konfokal menunjukkan adanya sel mesenkimal baik pada kelompok endoksifen+β-estradiol maupun kelompok yang mendapat nanokurkumin/kurkumin.
Kesimpulan: nanokurkumin tidak mampu mencegah aktivasi EMT walaupun dapat menurunkan viabilitas sel pada penggunaan jangka panjang. Meskipun nanokurkumin lebih terakumulasi di dalam sel. tidak tampak perbedaan potensi dibandingkan dengan kurkumin dalam menurunkan marker EMT.

ABSTRACT
Background: Endoxifen is a novel therapy in the treatment of endocrine responsive type of breast cancer. Previous study showed that long-term exposure of endoxifen may lead to resistance through the mechanism of Epithelial-Mesenchymal Transition (EMT). EMT is a process where epithelial cells turn into mesenchymal cells. EMT is characterized by the modulation of epithelial markers such as E-cadherin, vimentin and TGF-β. Various studies have shown that short term treatment with curcumin may improve EMT markers. However, the efficacy of curcumin is limited by its low bioavailability. In this study, we use nanocurcumin to prevent the activation of EMT.
Methods: This is an in vitro study in MCF-7. We exposed the cells to several groups, which are: endoxifen 1000nM + β-estradiol 1 nM, endoxifen 1000nM + β-estradiol 1 nM + nanocurcumin (8.5 μM and 17 μM), endoxifen 1000nM + β-estradiol 1 nM + curcumin 17 μM and DMSO, for 8 consecutive weeks. Cells were then harvested and counted weekly. After 4 and 8 weeks of treatments, E-cadherin, TGF-β and vimentin expressions were measured using a two-step qRT PCR. At week 8, protein level of TGF-β1 was measured by ELISA, while MCF-7 cell morphology was observed using confocal microscope.
Results: MCF-7 cell viability was increased in endoxifen + β-estradiol group. Cell viability was significantly decreased in nanocurcumin and curcumin 17 μM, but not in nanocurcumin 8.5 μM group. Analysis of EMT markers at week 8 indicates that there were increase in vimentin and TGF-β mRNA expressions, while E-cadherin mRNA expressions and TGF-β1 protein concentrations were shown to decrease. The results showed that administration of nanocurcumin in all the dose administered were incapable improving the expressions of vimentin, TGF-β1 and E-cadherin. There were no significant differences between nanocurcumin and curcumin on the modulation of EMT?s markers in breast cancer cells exposed to repeated endoxifen and estradiol. Morphological observation using confocal microscope showed the presence of mesenchymal cells both in the endoxifen+β-estradiol group and the group given nanocurcumin/curcumin.
Conclusion: nanocurcumin is incapable to prevent the activation of EMT, although it may reduce cell viability on a long-term use. Although nanocurcumin are more accumulated in the cells, they show no difference in efficacy compared with curcumin in reducing EMT markers.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Wirawan
"Pendahuluan: Malignant pleural mesothelioma merupakan suatu keganasan yang bersifat agresif dan memiliki prognosis yang buruk. Hingga saat ini belum ditemukan suatu pilihan ter- api bermakna yang dapat memberikan respon baik. Dari beberapa penelitian dikatakan bahwa terdapat hubungan antara suatu proses epithelial mesenchymal transition (EMT) dengan kondisi prognosis yang buruk pada keganasan. Lysine specific demethylase-1 (LSD1) merupakan suatu enzim yang terlibat dalam proses EMT dan terdapat pada berbagai jenis kanker. Sehingga LSD1 dinilai memiliki peran penting dalam proses EMT.
Tujuan: Untuk mengetahui peran LSD1 pada malignant pleural mesothelioma
Metode: Studi ini mengobservasi overexpress SNAIL pada ACC-MESO 4 dengan gambaran karakteristik epithelial. Ekspresi protein-protein yang berhubungan dengan EMT dan LSD1 di- periksa menggunakan western blot assay. Uji proliferasi dan migrasi sel dievaluasi dengan wound healling assay
Hasil: Peningkatan ekspresi SNAIL menginduksi perubahan bentuk sel pada ACC-MESO-4 menjadi spindle-like shape sesuai proses EMT. Aktivasi SNAIL dengan ekspresi yang sangat tinggi berpengaruh terhadap proses penurunan ekspresi E-cadherin serta peningkatan ekspresi Fibronectin dan Vimentin. Peningkatan ekspresi SNAIL juga mengakibatkan sel ACC-MESO 4 menjadi agresif sehingga meningkatkan migrasinya. Penekanan ekspresi LSD1 dapat meng- hambat terjadinya proses EMT pada MPM.
Kesimpulan: LSD1 memiliki peran yang penting terhadap proses EMT dan penekanannya dapat menghambat terjadinya proses EMT.

Introduction: Malignant pleural mesothelioma (MPM) has an aggressive characteristic and poor prognosis. To date, there were no significant therapy which have good response to MPM. Several studies said that there were correlation between epithelial mesenchymal transition (EMT) process and poor prognosis in cancer. Lysine-specific demethylase-1 (LSD1), an en- zyme which involved in EMT process and overexpressed in many types of cancers, could be a potential target to attenuate EMT process. This study demonstrated the role of LSD1 during EMT process in MPM.
Aim: To know the role of LSD1 in malignant pleural mesothelioma
Methods: This study observed an overexpressed SNAIL transfection in ACC-MESO 4 that has epithelial characteristic. All protein expression related EMT marker and LSD1 were examined by western blot. We evaluated migration profile with wound healing assay test.
Results: The overexpression of SNAIL have changed the cell morphology to become spindle shape-like, consistent with an EMT process. After the overexpression of SNAIL, e-cadherin expression level was down-regulated while fibronectin and vimentin were up-regulated. This EMT phenotype also increased the migration rate. Finally, when we suppressed LSD1 with LSD1 inhibitor, the EMT process could be attenuated.
Conclusion: This study showed that LSD1 has an important role during EMT process and in- hibition of LSD1 could attenuated EMT process.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Fariz Nurwidya
"Latar belakang: Insulin-like growth factor 1 receptor(IGF1R) diekspresikan pada banyak tumor solidtermasuk kanker paru dan peningkatan aktivasi IGF1R mencerminkan progresivitas kanker. Epithelial-mesenchymal transition (EMT) merupakan salah satu mekanisme yang digunakan sel kanker untuk bermetastasis dan menyebabkan perburukan pasien. Kondisi lingkungan mikroseperti hipoksia dapat menginduksi EMT. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan peran aktivasi IGF1R pada EMT yang diinduksi hipoksia pada kanker paru dan untuk menguji apakah inhibisi IGF1R dapat mencegah EMT pada sel kanker paru yang hipoksik.
Metode: Sel kanker paru, yaitu A549, dipajankan pada lingkungan hipoksia untuk menilai ekspresi genotipe dan fenotipe EMT. Analisis ekspresi gen dilakukan dengan quantitative real-time PCR (qPCR)dan fenotipe sel dipelajari dengan penilaian morfologi, scratch wound assay dan imunofloresen.
Hasil: Sel-sel yang hipoksik menunjukkan perubahan morfologi menjadi berbentuk spindle, peningkatan motilitas sel, penurunan ekspresi E-cadherin dan peningkatan ekspresi fibronektin dan vimentin yang mencerminkan fenomena EMT. Hipoksia juga mengakibatkan peningkatan ekspresi insulin-like growth factor 1 (IGF1), IGF1-binding protein 3 (IGFBP3) dan IGF1R, namun transforming growth factor β (TGFβ) tidak meningkat. Inhibisi hypoxia-inducible factor 1α (HIF1α) dengan YC-1 menekan aktivasi IGF1R dan menurunkan ekspresi IGF1 dan IGFBP3 pada sel yang hipoksik.Lebih lanjut, inhibisi IGF1R dengan AEW541 pada keadaan hipoksia mengembalikan ekspresi E-cadherin dan menurunkan ekspresi penanda mesenkimal fibronektin dan vimentin.Akhirnya, stimulasi sel normoksik dengan IGF1 menginduksi terjadinya EMT.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini mengindikasikan peran aktivasi IGF1R dalam terjadinya EMT yang diinduksi keadaan hipoksia dan inhibisi IGF1R bisa mencegah fenomena EMT. Temuan dalam penelitian ini memperlihatkan potensi pencegahan progresivitas kanker yang distimulasi hipoksia dan dimediasi EMT dengan terapi target IGF1R.

Introduction: Insulin-like growth factor 1 receptor (IGF1R) is expressed in many types of solid tumors including non-small cell lung cancer (NSCLC), and enhanced activation of IGF1R is thought to reflect cancer progression.Epithelial-mesenchymal transition (EMT) has been established as one of the mechanisms responsible for cancer progression and metastasis, and microenvironment conditions, such as hypoxia, have been shown to induce EMT. The purposes of this study were to address the role of IGF1R activation in hypoxia-induced EMT in NSCLC and to determine whether inhibition of IGF1R might reverse hypoxia-induced EMT.
Methods: Human NSCLC cell line A549 was exposed to hypoxia to investigate the expression of EMT-related genes and phenotypes. Gene expression analysis was performed by quantitative real-time PCR (qPCR) and cell phenotypes were studied by morphology assessment, scratch wound assay, andimmunofluorescence.
Results: Hypoxia-exposed cells exhibited a spindle-shaped morphology with increased cell motility reminiscent of EMT, and demonstrated the loss of E-cadherin and increased expression of fibronectin and vimentin. Hypoxia also led to increased expression of IGF1, IGF binding protein-3 (IGFBP3), and IGF1R, but not transforming growth factor β1 (TGFβ1). Inhibition of hypoxia-inducible factor-1α (HIF1α) with YC-1 abrogated activation of IGF1R, and reduced IGF1 and IGFBP3 expression in hypoxic cells. Furthermore, inhibition of IGF1R using AEW541 in hypoxic condition restored E-cadherin expression, and reduced expression of fibronectinand vimentin. Finally, IGF1 stimulation of normoxic cells induced EMT.
Conclusions: Our findings indicated that hypoxia induced EMT in NSCLC cells through activation of IGF1R, and that IGF1R inhibition reversed these phenomena. These results suggest a potential role for targeting IGF1R in the prevention of hypoxia-induced cancer progression and metastasis mediated by EMT."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmaniah
"Latar belakang: Fibrosis hati adalah akumulasi berlebihan dari matriks ekstraseluler, termasuk kolagen yang terjadi pada berbagai tipe penyakit hati. Aktivasi Hepatic Stellate Cell HSC memegang peran kunci dalam proses fibrogenesis. Jalur transduksi sinyal TGF-b/Smad ditengarai merupakan jalur yang paling predominan dalam aktivasi HSC yang ditandai dengan meningkatnya ekspresi marker-marker profibrogenik TGF-b, a-SMA, Col1A1 dan pSmad3. Proliferasi HSC yang teraktivasi juga berperan dalam patogenesis fibrosis hati. Pada saat ini belum ada terapi standar untuk fibrosis hati. Sorafenib, suatu multi kinase inhibitor diketahui mempunyai efek yang baik pada fibrosis hati ketika digunakan untuk indikasi karsinoma hepatoseluler. Pada saat ini, sedang dilakukan uji klinik tahap II terhadap Sorafenib untuk indikasi fibrosis hati. Alfa mangostin telah diteliti secara in vivo dapat memperbaiki fibrosis dan mempunyai efek antiproliferativ pada sel kanker. Pada penelitian ini kami menggunakan alfa mangostin untuk mengetahui aktivitasnya pada jalur TGF-b/Smad dengan pembanding Sorafenib.
Metode: Ini merupakan penelitian in vitro menggunakan sel lestari HSC LX-2. Sel dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok normal tanpa perlakuan , kelompok TGF-b, kelompok TGF-b Sorafenib 10mM, kelompok TGF-b Alfa mangostin 5mM dan 10mM . Dosis obat diperoleh dari perhitungan CC50 dengan MTSassay. Sel dipanen setelah induksi obat selama 24 jam. Proliferasi dilihat dari hitung sel dengan metode trypan blue exclusion method dan ekspresi Ki-67 dengan metode qRT-PCR. Ekspresi TGF-b dan Col1A1 diukur dengan qRT-PCR. Ekspresi a-SMA dan pSmad3 diukur dengan Western Blot.
Hasil : Terdapat peningkatan ekspresi Ki-67 yang senada dengan peningkatan jumlah sel hidup secara pada kelompok TGF-b. Ekspresi Ki-67 maupun jumlah sel hidup menurun secara signifikan pada kelompok Sorafenib dan Alfa Mangostin 5mM dan 10mM. Ekspresi penanda fibrogenesis TGF-b, Col1A1, a-SMA dan pSmad3 meningkat secara signifikan pada kelompok TGF-b dan menurun signifikan dengan pemberian Sorafenib dan Alfa mangostin 5mM dan 10mM . Terdapat perbedaan signifikan dalam jumlah sel hidup, ekspresi Ki-67, TGF-b, Col1A1, a-SMA dan pSmad3 pada dua kelompok dosis Alfa mangostin.
Kesimpulan : Alfa mangostin menghambat proliferasi HSC yang aktif dan menekan ekspresi marker-marker pro fibrogenik secara dose dependent. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>