Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173957 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abd. Gafur Sangadji
"Skripsi ini membahas pelaksanaan pengetatan remisi narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung pasca uji materiil Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan di Mahkamah Agung dan uji materiil Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan di Mahkamah Konstitusi yang diajukan narapidana korupsi.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif untuk menganalisis pelaksanaan pengetatan remisi narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung pasca uji materiil di Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pengetatan remisi narapidana korupsi yang diatur dalam PP 99 Tahun 2012 oleh narapidana korupsi dinilai bertentangan dengan hak-hak narapidana yang diatur dalam UU Pemasyarakatan. Setelah langkah uji materiil dilakukan narapidana korupsi di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi ditolak, maka pelaksanaan pengetatan remisi narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung dilakukan
berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku. Dari 366 narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin, hanya 36 orang narapidana yang mendapatkan remisi. Sebanyak 30 orang mendapatkan remisi sebelum keluarnya PP 99 Tahun
2012 sehingga mereka tidak dikenai pengetatan syarat remisi. Sedangkan hanya 6 orang yang mendapatkan remisi pasca pengetatan yang diatur dalam PP. 99 Tahun 2012 yaitu memenuhi syarat menjadi justice collaborator dan membayar lunas denda dan uang pengganti

This thesis discuss the implementation of the tightening of remission for corruption prisoners at Sukamiskin Prison after material review in the Supreme Court against Government Regulation Number 99 Year 2012 on the Second
Amendment of Government Regulation Number 32 Year 1999 on Conditions and Mechanisms for the Implementation of the Rights of Prisoners (PP 99 Year 2012) and another material review submitted by corruption prisoners in the
Constitutional Court against Law Number 12 Year 19995 on Correction (Correction Law). The nature of the research is normative juridical with qualitative approve to analyze the implementation of tightening remission for
remission for corruption prisoners at Sukamiskin Prison after those material reviews in the Supreme Court and the Constitutional Court. The result of this research shows that in the view of corruption prisoners the policy to tighten remission for corruption prisoners regulated in PP 99 Year 2012 contradicts with the rights of the prisoners regulated in the Correction Law. After both material reviews in the Supreme Court and in the Constitutional Court has failed, the policy of the tightening remission for corruption prisoners at Sukamiskin Prison in Bandung is implemented according to the applied rules and regulations. Out of 366 corruption prisoners at Sukamiskin Prison, there are only 36 prisoners who have received remission. However, 30 prisoners received the remission before PP 99 Year 2012 being issued so that the tightening remission policy was not applied for them. Meanwhile, only 6 prisoners were able to receive remission after the tightening policy in PP 99 Year 2012 was implemented, because they were
qualified as justice collaborators and has paid fine penalties as well as fine replacements.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Herjana
"Pelaksanaan pembinaan bagi narapidana belum mengklasifikasikan jenis kejahatan dan lamanya pidana, pembinaan dilaksanakan secara umum sesuai dengan pola pembinaan dan prosedur tetap pelaksanaan pembinaan.
Berdasarkan hasil penelitian di Lapas Klas I Sukamiskin, pelaksanaan pembinaan belum berjalan secara optimal karena program pembinaan yang ada sudah tidak relevan diterapkan kepada mereka yang berlatar belakang kehidupan/status sosial dan tingkat intelektual yang berbeda dengan narapidana umum lainnya. Pelaksanaan pembinaan bagi narapidana tindak pidana korupsi memiliki hambatan antara lain: Faktor Manusia, Faktor Peraturan dan Faktor Sarana Prasarana.
Langkah-langkah strategis untuk mengatasi hambatan tersebut antara lain: memprakarsai dan menyepakati proses perencanaan strategis, memperjelas mandat, misi dan nilai-nilai organisasi, menilai lingkungan internal, menilai lingkungan eksternal, mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi, merumuskan strategi untuk mengelola isu, menciptakan visi organisasi yang efektif dimasa depan, diharapkan pelaksanaan pembinaan bagi narapidana tindak pidana korupsi dapat mencapai sasaran pembinaan yang diharapkan yaitu: meningkatnya kualitas kesadaran beragama, kualitas kesadaran berbangsa dan bernegara, kualitas kesadaran hukum, kualitas intelektual dan keahlian profesional.
Melalui program pembinaan yang ideal bagi narapidana tindak pidana korupsi dengan mencapai sasaran pembinaan di atas, maka setelah habis menjalani masa pidananya diharapkan menjadi warga negara yang baik, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat kembali ke masyarakat dan berperan aktif dalam pembangunan secara wajar dan bertanggungjawab.

Implementation of counseling for prisoners has not been classified based on crime types and sentences period but the counseling has been implemented in general in accordance to counseling model and procedures for implementation of counseling.
Based on the field study result conducted at Class I Sukamiskin Prison, the implementation of counseling programs are not optimal yet because those existing counseling programs are not relevant already to be applied to those corruption crime prisoners due to their different social background and intellectual level if compared to those general crime prisoners. Implementation of counseling programs for them has a few obstacles i.e. : Human Factor, Regulation Factor and Infrastructure Factor.
Strategic steps to overcome those obstacles i.e. : consist of initiation and concurrence of strategic planning process, clarification of mandate, mission and organizational values, assessment of internal and external environments, identification of strategic issues faced by the organization, formulation of strategies to manage issues and creation of effective organization's vision in the future are expected to make the implementation of counseling i.e. : increased awareness for religion, awareness of nationhood and statehood, awareness of law and order and increased quality of intelligence and professional skills.
Through an ideal counseling program for corruption crime prisoners to achieve the above counseling objectives, it is expected that after serving their sentences they will become good citizens who realize their wrong doings, repent and will not repeat the same mistakes again so that they can go back to the society and play an active role in development.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilo Budiono Djarot
"Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara implisit maupun eksplisit menyatakan dengan tegas bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan hukum atau negara hukum (rechstaat) bukan negara kekuasaan (machstaat). Lebih jauh bila dikaitkan dengan ide-ide dasar yang terkandung dalam Pembukaan (preambul) UUD 1945, menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang demokratis, menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan menjamin hak dan kewajiban setiap warganegara dengan mengedepankan asas kesetaraan dihadapan hukum (equality before tha law) dan pemerintahan wajib menjunjung tinggi hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dengan tidak ada pengecualian. Maka bagi yang melakukan perbuatan melanggar Peraturan Perundang-undangan akan dapat dikenakan sanksi berupa hukuman kurungan atau penjara.
Sistem pemenjaraan yang semata menekankan pada prinsip balas dendam dan penjeraan, berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem yang tidak sejalan dengan falasafah kehidupan bangsa yang menjunjung tinggi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” sebagaimana disebutkan dalam Sila Kedua, Pancasila dan penyelenggaraan Hak Asasi Manusia. Dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungan masyarakat dalam rangka penegakan hukum melalui proses peradilan yang seadil-adilnya. Maka lahirlah Konsep Pemasyarakatan yang mendasarkan pada prinsip “pembinaan” yang bertujuan merehabilitasi dan reintegrasi narapidana dengan tidak meninggalkan teori pemidana yang mendasarkan pada prinsip pembalasan dan penjeraan (ritributif theory/ absolute).
Pemasyarakatan yang dimaksud dalam hal ini harus diartikan dalam konteks "memasyarakatkan" (resosialisasi) yang bertujuan mengembalikan narapidana menjadi warga biasa yang baik dan berguna (helthily re-entry into community). Pemasyarakatan adalah suatu konsep kegiatan pembinaan bagi narapidana atau Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan prinsip penanggulangan tindak pidana dan kesejahteraan bersama melalui cara-cara pembinaan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Terkait dengan Konsep Pemasyarakata di atas, Remisi atau pengurangan masa pidana mempunyai kedudukan strategis sebagai instrument pengukur atau paremeter bagi terselenggaranya tujuan Lembaga Pemasyarakatan. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramelan Suprihadi
"Salah satu tahap dalam pebinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan ialah tahap asimilasi dengan tujuan menyiapkan narapidana untuk kembali ke masyarakat. Untuk tujuan itulah maka narapidana memerlukan bekal berupa keterampilan yang akan mereka gunakan untuk mencapai sumber di masyarakat setelah mereka babas, hal ini dilakukan melalui kegiatan kerja. Pada kenyataannya, yang terjadi ialah masih banyaknya narapidana similasi yang tidak terserap dalam kegiatan kerja sehingga mereka mengisi waktunya hanya dengan bergerombol dan berbincang-bincang atau hanya sekedar membersihkan halaman lapas. Untuk menanggulangi hal ini perlu adanya suatu kegiatan kerja yang terencana secara sistematis. Hal inilah yang masih merupakan perrnasalahan di lembaga pemasyarakatan yaitu tidak adanya perencanaan yang baku tentang kegiatan kerja khususnya untuk narapidana asimilasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan perencanaan kegiatan kerja yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan dan memberikan gambaran mengenai perancanaan yang ideal berdasarkan tahapan sistematis dari sebuah perencanaan kegiatan kerja. Hasil penelitian, menunjukan bahwa perencanaan keg iatan kerja yang dilakukan belum berdasarkan tahapan ideal dari sebuah perencanaan yang mangakomodasi kegiatan dari mulai persiapan hingga evaluasi. Hal ini lah yang mengakibatkan suatu kegiatan kerja dilaksanakan berangkat dari adanya aturan dan pelambagaan yang sudah ada tanpa mempertimbangankan perubahan yang terjadi.

The assimilation is one step of prisoners coaching in correctional institution. it is preparing the prisoners to come back to community. Through the work plan, prisoners get skill to reach the source of earnings if they have freedom and come back to community. In fact, much more the Assimilation prisoners not absorb at work plan. Then they just make a group and chatting or just cleaned the prison. A Systematic work plan need to solve that problem. However, this problem still happened in the prison because no standard assimilation prisoners work plan. To described ideal planning based on systematic of the work plan at coorectional institution, this research was using descriptive research method with approach qualitative. The result of this research has showed that work plan preparing until evaluation in the correctional institution still not based of ideal step. The consequence, without consideration of the change, work plan at the correctional institutions always just based of the roles and institution."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meray Hendrik Mezak
"Indonesia adalah negara berdasar atas hukum. Oleh karena itu, segala peraturan perundang-undangan harus bersumber pada hukum dasar dan aturan-aturan pelaksana tidak dibenarkan bertentangan dengan hukum dasar dan peraturan yang lebih tinggi. Di samping itu segala tindakan penyelenggara pemerintahan harus dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hukum. Guna mengatasi terjadinya penyimpangan produk peraturan perundang-undangan perlu adanya sarana pengendali konstitusional yang disebut hak menguji materiil di Indonesia dirumuskan dalam Pasal 26 UU No. 14 Tahun 1970 dan diperkuat dengan Tap. MPR No. III/MPR/1978 serta terakhir dipertegas dengan Pasal 31 UU No. 14 Tahun 1986 yang pada intinya memberikan kewenangan pada Mahkamah Agung untuk menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan dari tingkat di bawah undang-undang karena bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi. Putusan ini dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan perkara pada tingkat kasasi. Dalam pengertian dapat berarti pelaksanaan hak uji materiil tidak harus melalui pemeriksaan perkara biasa yang urut-urutannya dimulai dengan perkara tingkat pertama, banding dan kemudian kasasi, akan tetapi dalam pelaksanaannya belum optimal dan terkesan tidak efektif. Oleh karena itu, penerapan Legislatif Review merupakan alternatif yang tepat guna menjaga konsistennya konstitusionalisme di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Adrian Nathaniel
"Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023 menjadi jawaban atas dualisme pembinaan Pengadilan Pajak di bawah Kementerian Keuangan dan Mahkamah Agung yang telah berlangsung sejak awal pembentukannya. Diputus inkonstitusionalnya norma hukum dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mensyaratkan pembinaan atas aspek organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak untuk dialihkan secara bertahap dari Kementerian Keuangan ke bawah satu atap Mahkamah Agung paling lambat 31 Desember 2026. Skripsi ini membahas 3 (tiga) persoalan: i) perkembangan dan eksistensi lembaga peradilan pajak di Indonesia, ii) keberlakuan sistem pembinaan atas badan peradilan di Indonesia dan pengaruhnya terhadap independensi kekuasaan kehakiman, dan iii) analisis penyatuatapan pembinaan Pengadilan Pajak di bawah Mahkamah Agung. Penelitian terhadap ketiga permasalahan tersebut dilakukan secara doktrinal dengan menggunakan pendekatan yang terpadu untuk menjawab masing-masing persoalan. Hasil dari Penelitian ini dipaparkan pertama-tama secara deskriptif menyangkut uraian teoritis dan historis mengenai lembaga peradilan pajak dan sistem pembinaan badan peradilan di Indonesia, untuk selanjutnya bermuara pada analisis secara preskriptif untuk menjawab aspek-aspek penyatuatapan pembinaan Pengadilan Pajak yang harus ditindaklanjuti. Tindak lanjut pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XXI/2023 berarti reformasi total Pengadilan Pajak, khususnya menyangkut aspek pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangannya.

The Constitutional Court Decision Number 26/PUU-XXI/2023 serves as an answer to the dualism of the Tax Court guidance under the Ministry of Finance and the Supreme Court that has been going on since its establishment. The inconstitutionality of the legal norms in the provisions of Article 5 paragraph (2) of Law Number 14 Year 2002 on the Tax Court requires the guidance of the organizational, administrative, and financial aspects of the Tax Court to be transferred gradually from the Ministry of Finance to the Supreme Court no later than 31 December 2026. This thesis discusses 3 (three) issues: i) the development and existence of tax judicial institutions in Indonesia, ii) the applicability of the guidance system for judicial bodies in Indonesia and its influence on the independence of judicial power, and iii) analysis of the unification of the Tax Court's guidance under the Supreme Court. This research was conducted in a doctrinal manner by using an integrated approach to answer each issues. The results of this research are presented first descriptively concerning the theoretical and historical description of the tax court institution and the system of guidance of judicial bodies in Indonesia, to then lead towards a prescriptive analysis to answer the various aspects of the unification of the Tax Court guidance that must be followed up. The follow-up after the Constitutional Court Decision Number 26/PUU-XXI/2023 means a total reform of the Tax Court, especially in regards of its organization, administration, and financial aspects."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafli Fadilah Achmad
"Partai Politik merupakan bagian penting dalam tatanan negara demokrasi karena merupakan manifestasi dari kebebasan berserikat yang telah mendapatkan jaminan dalam konstitusi. Akan tetapi tidak jarang partai politik dalam melaksanakan aktivitasnya keluar dari koridor yang telah diatur, sehingga cara terakhir yang harus ditempuh adalah dengan membubarkan partai politik. Skripsi ini membahas sekaligus mengkritisi legal standing permohonan pembubaran partai politik di Mahkamah Konstitusi yang hanya diberikan kepada pemerintah saja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang disempurnakan dengan pendekatan sejarah, pendekatan kasus dan perbandingan dengan dua negara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa legal standing yang hanya diberikan kepada pemerintah tidak sesuai dengan aspek ilmiah dan kebutuhan ketatanegaraan Indonesia saat ini. Dimana mulai dari teori kedaulatan rakyat, teori negara hukum, dan beberapa pendekatan empiris diketahui bahwa pemberian legal standing yang hanya diberikan kepada pemerintah terbukti menuai banyak masalah. Maka dari itu perlu adanya upaya merevitalisasi masalah ini dengan merevisi Pasal 68 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan cara memberikan legal standing kepada Warga Negara dan Kelompok Masyarakat juga.

Political parties are an essential part in the democratic state order because it is a manifestation of freedom of association thatis guaranteed in the constitution. But it is not an uncommon thing for political parties to be carrying its’ activities out of the corridor that has been set, so that the last way to be taken is to dissolve them. This thesis discusses the legal standing of the petition and at the same time criticized the dissolution of political parties in the Constitutional Court that is only given to the government alone. The method used is normative research methods, enhanced with historical approach, case approach and comparison with two different countries. These results indicate that the legal standing which is only given to the government is not in accordance with the scientific aspects and the needs of Indonesian state structure at this time. The sovereignty of the people, the theory of state law, and some empirical approach that are known to grant the legal standing to be only given to the government proved to reap a lot of problems. Thus the need for efforts to revitalize this problem by revising Article 68 of the Law on the Constitutional Court by giving legal standing to citizen and community groups as well."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S62740
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelly Manthovani
"Sistem kepenjaraan telah bertransformasi menjadi sistem pemasyarakatan yang menjadikan narapidana sebagai subjek dalam pemidanaan. Sebagai subjek ia memiliki hak dan kewajiban, salah satu haknya adalah menerima pengurangan masa hukuman atau remisi, namun hak ini bukanlah hak yang otomatis dapat diperoleh karena memiliki syarat-syarat tertentu.
Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan telah menambah syarat remisi bagi narapidana kejahatan luar biasa (extraordinary crimes), yaitu korupsi, narkotika-prekursor narkotika, psikotropika, terorisme, kejahatan keamanan negara dan kejahatan HAM berat lainnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Penelitian ini menunjukkan adanya penambahan syarat remisi bagi narapidana tindak pidana luar biasa tersebut dilakukan guna memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Hal ini mengingat sebelum peraturan pemerintah a quo ini terbit, pemberian remisi cenderung mencerminkan ketidakadilan, terutama apabila melihat keistimewaan pemberian remisi kepada narapidana kejahatan luar biasa, dan hal tersebut menyebabkan pesan penegakan hukum tidak sampai kepada narapidana dan masyarakat.

The punishment system has been transformed into a correctional system that makes inmates as subject in a criminal prosecution. As the subject, they have rights and obligations. One of the rights is to receive a sentence reduction or a remission, but this is not a right which is automatically obtained because it needs certain requirements.
The Government Regulation No. 99 of 2012 concerning the Second Amendment to Government Regulation No. 32 of 1999 on the Terms and Procedures for Citizens Rights Patronage of Corrections has added some requirements for inmates of extraordinary crime in order to get remission, those are consists of inmate who are accused of corruption, narcotics-precursors of narcotics, psychotropic substances, terrorism, state security crimes and other serious human rights violations. This study uses a qualitative method.
This research shows that the additional of remission requirement for inmates of extraordinary crime were supposed to give a sense of justice to the people. In this regard, before this government regulation is published, the remissions tend to reflect unfairness, especially when granted to the prisoners of extraordinary crime, so that makes the society and inmates did not truly get the message of law enforcement."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaugi Pratama
"ABSTRAK
Berdasarkan constitutional authority, pengujian perundang-undangan Indonesia dilakukan oleh dua lembaga yudisial. Terdapat perbedaan yang sangat menarik, pengujian peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung judicial review on the legality of regulation dilakukan dengan sidang pemeriksaan tertutup, sedangkan pengujian oleh Mahkamah Konstitusi judicial review on the constitusionality of law dilakukan dengan sidang pemeriksaan terbuka. Metode penelitian yang digunakan menggunakan metode yuridis normatif dengan menyertakan pendeketan perbandingan. Hasil penelitian ini menunjukan urgensi keterbukan sidang pemeriksaan hak uji materiil di Mahkamah Agung, baik dari segi perkembangan sejarah bahwa ketertutupan sidang pemeriksaan judicial review di Mahkamah Agung erat kaitannya usaha melanggengkan kekuasaan, dari segi permasalahan aktual dan karakteristik pengujian peraturan perundang-undang bukan seperti pengadilan biasa dapat disempurnakan dengan keterbukaan sidang pemeriksaan. Selain itu hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya pembaharuan melalui sidang pemeriksaan pendahuluan dan sidang pemeriksaan pokok perkara yang terbuka untuk umum memiliki relevansi terhadap perbaikan dan penguatan kualitas putusan. Oleh sebab itu pada bagian akhir penelitian dikemukakan suatu kesimpulan dan rekomendasi bahwa gagasan keterbukaan sidang pemeriksaan ini sangat konstitusional dan urgen untuk segera diterapkan dalam hak uji materiil di Mahkamah Agung. Caranya cukup melakukan perubahan terhadap undang-undang tentang Mahkamah Agung dengan mengatur dan memasukan materi sidang pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan pokok perkara berdasarkan alternatif pilihan yang dapat dipilih pembuat undang-undang.

ABSTRACT
Based on Constitutional Authority, Indonesia 39 s judicial review is conducted by two judicial institutions. There is a distinction to analyze, the judicial review by Supreme Court on the legality of regulation conducted with a closed hearing, while the judicial review on the constitutionality of law is conducted by a trial open hearing. This research uses juridical normative method with comparative approach. The results of this research show that there is an urgency for open judicial review hearing in the Supreme Court as seen from the historical aspect that closed judicial review in the Supreme Court is strongly connected to preserving power and the characteristic aspect that judicial review can be improved with open court proceedings. The research also shows that reform through introductory trial and public principal hearing is relevant to improvement of the quality of decisions. Therefore, it is concluded and recommended at the last part of the research that open judicial review hearing is constitutional and must be urgently implemented in the Supreme Court by making changes in the law about the Supreme Court and incorporating introductory trial and principal hearing based on alternative options that can be chosen by lawmakers."
Universitas Indonesia, 2018
T49399
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniastuti Putri Fikdiani
"Negara mempunyai kekuasaan untuk mengelola sumber daya alam demi mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum dan untuk kemakmuran rakyat. Instrumen hukum kontrak menjadi payung hukum sebagai upaya perlindungan hukum terhadap aset negara yang berupa minyak dan gas bumi. Kontrak Bagi Hasil menjadi pilar dasar dalam upaya pengelolaan dan pemanfaatan kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Kontrak Bagi Hasil merupakan kontrak publik yang tidak sepenuhnya tunduk pada hukum privat. Dalam melakukan hubungan kontraktualnya, negara tidak boleh dirugikan (imunitas negara) dan harus memperhatikan klausula-klausula yang menitikberatkan pada perlindungan aset negara. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh suatu persoalan bagaimana hak menguasai negara atas sumber daya minyak dan gas bumi sebagaimana diamanatkan UUD 1945 Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah hak menguasai negara atas sumber daya minyak dan gas bumi dalam pelaksanaan kontrak kerja sama minyak dan gas bumi dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas yang telah diajukan pengujiannya berdasarkan UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi. apakah sudah tepat langkah pemerintah membentuk SKK Migas sebagai pengganti BP Migas berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi? Untuk menjawab permasalahan tersebut akan ditinjau mengenai putusan mahkamah konstitusi Republik Indonesia Nomor 36/PUU-X/2012 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terhadap UUD 1945.

Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian Yuridis Normatif. Jadi data yang dikumpulkan adalah data sekunder (terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier).Metode pengumpulan data dilakukan menggunakan studi dokumen atau penelusuran kepustakaan. Kesimpulan, Pergantian BP Migas yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi ke SKK Migas bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi. Keberadaan SKK Migas sebagai penerus BP Migas dalam skema KKS kegiatan hulu migas tetap tidak menganut skema perjanjian ”B to B” (Business to Business) tetapi ”B to G” (Business to Government). Model hubungan antara SKK Migas sebagai representasi negara dengan Badan Usaha/Badan Usaha Tetap dalam pengelolaan migas mendegradasi makna dari penguasaan negara atas sumber daya alam migas.


State has the power to manage natural resources for the sake of social justice, the general welfare and are used as much as possible the greatest benefit for the greatest welfare of people. Contract law is the main instrument used to protect the state assets including oil and gas. Production Sharing Contract as a legal safeguard for oil and gas, is a fundamental pillar in the effort and utilization management activities of oil and gas. In this Production Sharing Contract, which the contracts also involve the government and called government contract, has a unique characteristic which is not entirely subject to private law. In principle, the state should not be harmed, called as state immunity. This principle also applies universally in the interest of protecting the state assets. The research was distributed by a question of how the State's right to control the resources of oil and natural gas as the Principal problems of the Constitution mandated in this study was the right controlled the country over resources oil and gas contracts in the implementation of cooperation in the oil and gas law No. 22 of 2001 concerning oil and natural gas that has been done based on the proposed Constitution to the Constitutional Court. is it just a step the Government shape the SKK in lieu of BP Migas based on the ruling of the Constitutional Court? To answer these problems will be reviewed regarding the ruling of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia No. 36/PUU-X/2012 about testing Act No. 22 of 2001 concerning oil and Gas against the Constitution. Research will be carried out using the methodology of Juridical Normative research. So the data collected is secondary data (consisting of the primary law, secondary materials and tertier). Method of data collection is done using the search library documents or studies. In conclusion, the turnover of BP Migas which has been declared unconstitutional by the Constitutional Court Verdict contradicts SKK Migas to the Constitutional Court. The existence of SKK Migas as successor to BP Migas in the oil and gas upstream activities KKS scheme still isn't embraced the scheme agreement "B to B" (Business to Business) but "B to G" (Business to Government). Models of the relationship between SKK Migas as country representation by business entities/business entity Remains in the management of oil and gas it degrades the meaning of State control over natural resources of oil and gas.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>