Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97536 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Fauziah
"Artikel ini membahas sejarah dan proses Islamisasi  pada masyarakat Badui, khususnya di kampung Sukamaju Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak-Banten. Penelitian ini menjelaskan bagaimana masuknya Islam di Badui, proses dakwah Islam di kampung Sukamaju, dan tokoh dai yang melakukan Islamisasi di kampung Sukamaju. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan studi pustaka dan penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data lapangan  melalui wawancara, observasi dan partisipasi, untuk memperoleh gambaran masyarakat Muslim Badui. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa masuknya Islam di Badui terjadi pada masa Sultan Maulana Hasanuddin pada abad ke-16. Masuknya Islam di kampung Sukamaju disebarkan oleh K.H Zainuddin Amir. Proses dakwah Islam yang dilakukan oleh K.H. Zainuddin Amir yaitu melalui kegiatan pengajian rutin yang diadakan pada setiap malam jumat dan jumat pagi dihadiri oleh bapak-bapak, ibu-ibu dan anak-anak. Khusus untuk mualaf Baduy diadakan pada malam jumat di kediaman K.H. Zainuddin Amir. Proses dakwah yang dilakukan yaitu dengan pemberian materi tentang keagamaan, mulai dari tata cara berwudu, salat, hafalan surat-surat pendek, kemudian diberikan pengetahuan tentang hukum Islam, pembinaan lingkungan dan pola hidup sehat.
This article discusses the history and process of Islamization in Badui communities, spesifically in Sukamaju, Leuwidamar, Lebak-Banten. This research explains how the start of Islam in Badui, the process of Islamic dakwah in the village of Sukamaju, and figures of the dai who carried out Islamization in Sukamaju. The method used in this study is a qualitative method with literature study and field research. The results of this study found that the start of Islam in Badui occurred in the era of Sultan Maulana Hasanuddin in the 16th century. The start of Islam in Sukamaju was spread by K.H. Zainuddin Amir. The process of Islamic dakwah carried out by K.H. Zainuddin Amir through routine activities which are held on Thursday night and Friday morning. These activities are attended by adults and children. Especially for Badui mualaf there is a regular recitation on Thursday night at the K.H residence. Zainuddin Amir. The process of dakwah is carried out by giving lecture of religion, including the procedures for wudu, salat, reading the holy quran, given knowledge about Islamic law, and development of environment and healthy lifestyle."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Nikmatullah
"Etnoekologi dan Etnobotani Tumbuhan Obat pada Masyarakat Baduy-Dalam di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Telah dilakukan kajian pengetahuan pemanfaatan lanskap dan pemanfaatan tumbuhan obat pada masyarakat Baduy-Dalam. Tujuan penelitian ini mengungkapkan keanekaragaman spesies tumbuhan obat yang tersebar pada berbagai lanskap yang sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy-Dalam. Penelitian telah dilaksanakan pada September 2017 sampai Januari 2018. Pengambilan data menggunakan pendekatan emik dan etik melalui wawancara semi terstruktur close ended, open ended, observasi partisipatif, Focus Group Discussion FGD, analisis vegetasi dan jelajah bebas. Wawancara dilakukan pada 3 informan kunci dan 108 responden umum. Data dianalisis secara kualitatif dengan statistika deskriptif untuk menggambarkan pengetahuan lokal masyarakat dan kuantitatif dianalisis dengan menghitung nilai kultural Index of Cultural Significance, ICS, dan nilai kepentingan lokal Local User Value Index, LUVI. Berdasarkan hasil penelitian, Baduy-Dalam mengenal 7 unit lanskap, yaitu Leuweng lembur Pemukiman, Cai sungai, Huma ladang, Jami bekas ladang ditinggalkan 1 tahun, Rheuma bekas ladang ditinggalkan 3 tahun, Rheuma kolot bekas ladang ditinggalkan 7 tahun, dan Leuweng kolot hutan lindung. Lansekap yang dianggap paling penting ialah leuweung lembur pemukiman dengan nilai rata-rata kepentingan 28.8. Pada 7 lanskap ditemukan 98 spesies tumbuhan obat yang memiliki 46 kegunaan, terdiri dari 91 genus dan 46 famili. Famili terbanyak ialah Asteraceae dan Zingiberaceae. Nilai ICS dan LUVI tumbuhan obat tertinggi di Cibeo dimiliki oleh Cocos nucifera ICS=24, LUVI=2.25 untuk laki-laki muda, Cocos nucifera ICS=24 dan Kaempferia galanga LUVI=1.91 untuk laki-laki dewasa, Kaempferia galanga ICS=16 dan Cocos nucifera LUVI=1.95 untuk laki-laki tua, Psidium guajava ICS=24, LUVI=2.15 untuk perempuan muda, K. galanga dan Z. cassumunar ICS=12 dan Zingiber cassumunar LUVI=1.63 untuk perempuan dewasa, Pterocarpus indicus, Kaempferia galanga, Dinochloa scandens, Gigantochloa apus, Zingiber officinale, dan Crassocephalum crepidioides ICS=9 dan Cyrtandra pendula LUVI=1.57 untuk perempuan tua. Adapun Nilai ICS dan LUVI tumbuhan obat tertinggi di Cikeusik dimiliki oleh Cocos nucifera ICS=18, LUVI=2 untuk laki-laki muda, Cocos nucifera ICS=24 dan Cassia alata LUVI=1.35 untuk laki-laki dewasa, Cassia alata, Ageratum conyzoides, Cyrtandra pendula, Kaempferia galanga, Abrus precatorius, Mikania cordata ICS=9 dan Bridelia monoica LUVI=1.65 untuk laki-laki tua, Cocos nucifera ICS=24, LUVI=1.35 untuk perempuan muda, Kaempferia galanga ICS=12 dan Bridelia monoica LUVI=1.06 untuk perempuan dewasa, dan Gigantochloa apus, Blumea balsamifera ICS=12 dan Cassia alata LUVI=1.01 untuk perempuan tua.

Ethnoecology and Ethnobotany of Medicinal Plants in Baduy Dalam Society Kanekes Village, Leuwidamar District, Lebak Regency, Banten.A study of utilization of landscape and medicinal plants has been undertaken in Baduy Dalam society. The purpose of this study is to reveals the diversity of medicinal plant species scattered in various landscapes that have been known and utilized by Baduy Dalam society. The study has been conducted from September 2017 to January 2018. Data was collected through semi structured close ended, open ended, participatory observation, focus group discussion FGD interviews, vegetation analysis and free roaming interviews. Interviews were conducted from 3 key informants and 108 general respondents. Data were analyzed qualitatively by descriptive statistics to describe local knowledges society and quantitative analyzed by calculating of Index of Cultural Significance ICS, and local user 39 s value Index LUVI. Based on research results, Baduy Dalam society recognizes 7 landscape units, namely Leuweung lembur residential area, Cai river, Huma field, Jami one year abandoned field, Rheuma three years abandoned field, Rheuma kolot seven years abandoned field, and Leuweung kolot protected forest. Leuweung lembur residential area considered the most important landscape which it has average of importance value of 28.8. It has been found 98 species of medicinal plants which is have 46 usefulness. It consists of 91 genera and 46 families. The most of families are Asteraceae and Zingiberaceae. The highest of ICS and LUVI values in Cibeo, category of young male chosen C. nucifera ICS 24, LUVI 2.25, category of adult male Cocos nucifera ICS 24 and Kaempferia galanga LUVI 1.91, category of old male Kaempferia galanga ICS 16 and Cocos nucifera LUVI 1.95, Psidium guajava category of young female chosen ICS 24, LUVI 2.15, category of adult female Kaempferia galanga and Zingiber cassumunar ICS 12 and Zingiber cassumunar LUVI 1.63, and category old female Pterocarpus indicus, Kaempferia galanga, Dinochloa scandens, Gigantochloa apus, Zingiber officinale, and Crassocephalum crepidioides ICS 9 and Cassia pendula LUVI 1.57. The highest of ICS and LUVI values in Cikeusik category young male chosen Cocos nucifera ICS 18, LUVI 2, category of adult male Cocos nucifera ICS 24 and Cassia alata LUVI 1.35, category of old male Cocos alata, Ageratum conyzoides, Cyrtandra. pendula, aempferia. galanga, Abrus precatorius, Mikania cordata ICS 9 and Bridelia monoica LUVI 1.65, category of young female Cocos nucifera ICS 24, LUVI 1.35, category of adult female Kaempferia galanga ICS 12 and Bridelia monoica LUVI 1.06 and category of old female Gigantochloa apus, Blume balsamifera ICS 12 and Cassia alata LUVI 1.01."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2018
T49831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rhefita Ardhana Riswari
"ABSTRAK
Ketersediaan air semakin sulit karena penduduk terus bertambah sedangkan
sumber daya air tetap. Kabupaten Lebak merupakan wilayah dengan rezim hujan
barat yang memiliki iklim lebih basah dari pantai timur di Pulau Jawa, serta
potensi sumber daya air yang cukup banyak. Sulit air terjadi pada musim kemarau
panjang. Awal musim kemarau dan awal musim hujan ditentukan dengan metode
De Boer. Digunakan data curah hujan periode 30 tahun (1986 – 2015) dengan 13
titik stasiun. Pola spasial wilayah sulit air didapat dari overlay antara interpolasi
durasi musim kemarau rata-rata dan tingkat kekeringan rata-rata. Variabel jenis
batuan, jenis tanah, ketinggian, dan lereng digunakan untuk mengetahui dominasi
karakter fisik dari wilayah sulit air. Pola spasial wilayah sulit air rata-rata tahunan
dibandingkan dengan pola tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan pola spasial
wilayah sulit air di Kabupaten Lebak semakin ke utara dan selatan semakin tinggi.
Wilayah ini didominasi oleh jenis batuan endapan tersier, jenis tanah latosol,
wilayah ketinggian 0 – 100 mdpl, dan kelerengan landai (< 8%). Durasi musim
kemarau dan tingkat kekeringan tahun 2015 dari rata-rata tahunan menunjukkan
pola yang berbeda. Desa-desa yang mengalami sulit air tahun 2015 cenderung
akibat penyimpangan tingkat kekeringan yang tinggi.

ABSTRACT
Water availability becomes more difficult due to the population growth while the
source of water remains constant. Lebak is a region with western rain regime that
has a wetter climate of the east coast of Java, as well as the potential of water
resources is quite a lot. Water scarcity occurs during the dry season. The
beginning of the dry season and the beginning of rainy season is determined by
the method of De Boer. Rainfall data used a period of 30 years (1986 – 2015) with
13 stations. Spatial pattern of water scarcity area is obtained by performing
overlay between the interpolation of dry season duration average and the
interpolation of dryness level average. Rock types, soil types, elevation, and slope
are used to determine the dominance of the physical character of water scarcity
area. The spatial pattern of water scarcity area annual average is compared to the
pattern in 2015. The results showed the spatial pattern of water scarcity area in
Lebak more to the north and the south is getting higher. The area is dominated by
tertiary sedimentary rocks, latosol soil type, elevation area of 0 – 100 meters
above sea level, and slope ramps (< 8%). The duration of the dry season and
dryness level in 2015 showed different pattern compared to the annual average.
The villages that were affected by water scarcity in 2015 are likely due to high
irregularities of dryness level."
Universitas Indonesia, 2016
S63779
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romi
"Penelitian ini dilakukan pada masyarakat Suku Baduy yang terletak di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Penelitian ini mengambil tema tentang ritus kematian, salah satu ritual khusus yang dianggap sakral bagi masyarakat Suku Baduy. Ritus kematian yang dilakukan oleh masyarakat Suku Baduy adalah bentuk ketaatan masyarakat dalam menjalankan aturan adat yang mengharuskan mereka menjalankan prosesi ritual ketika salah seorang dari mereka meninggal dunia. Ritual ini dilakukan bukan hanya sebatas aturan adat yang menjadi acuan masyarakat dalam melakukannya, melainkan sebagai bentuk penghormatan terakhir keluarga terhadap si mayit. Selain itu, ritual kematian dianggap penting karena masyarakat Baduy percaya bahwa ritual kematian diyakini mampu mengantarkan roh si mayit ke tempat suci (Mandala Hiyang), dan tidak tersesat ke tempat larangan (Buana Larang). Ritus kematian masyarakat Suku Baduy dilakukan karena masyarakat percaya bahwa kematian adalah awal dari perjalanan roh si mayit menjalankan kehidupan barunya di tempat lain bersama para leluhur mereka terdahulu. Oleh karena itu, masyarakat Suku Baduy percaya bahwa dengan mentaati semua aturan adat dan mampu menjaga alam semesta titipan leluhur mereka, berharap setelah kematian bisa bersama-sama dengan para leluhur. Interaksi yang dibangun oleh masyarakat Baduy dengan para leluhur adalah dengan cara menjaga alam semesta. Dengan demikian, makna kematian bagi masyarakat Baduy sangat mendalam karena menyangkut keberlangsungan orang hidup dan keberlangsungan roh si mayit dengan para leluhurnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan antropologis. Sedangkan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan studi pustaka. Ritus kematian masayarakat Suku Baduy diwarnai berbagai macam simbol yang menunjukan adanya relasi antara orang hidup, orang mati dan alam semesta. Masyarakat Suku Baduy juga memahami bahwa kematian merupakan bagian dari siklus hidup manusia dan sekaligus menunjukan adanya keberlangsungan roh si mayit dengan roh para leluhurnya di tempat suci. Oleh karena itu, relasi yang dibangun masyarakat Suku Baduy antara orang mati dan orang hidup melalui ritus yang dilakukan sebagai bentuk keterjalinan dan memastikan roh si mayit dapat menghadap yang suci dan bisa bertemu dengan para leluhurnya di tempat suci (Mandala Hiyang).

This research was conducted on the Baduy Tribe community located in Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten. This research takes the theme of the death rite, the special ritual that is considered sacred to the Baduy tribe. The death rite performed by the Baduy people is a form of community obedience in carrying out customary rules that require them to carry out a ritual procession when one of them dies. This ritual is carried out not only to the extent of the customary rules that are the reference for the community in doing so, but as a form of the family's last respect for the dead. In addition, the death ritual is considered important because the Baduy people believe that the death ritual is considered to be able to deliver the spirit of the dead to the holy place (Mandala Hiyang), and not stray to the place of prohibition (Buana Larang). The death rite of the Baduy people was carried out because the people believed that death was the beginning of the mayit living his new life elsewhere with their previous ancestors. Therefore, the people of the Baduy Tribe believe that by obeying all customary rules and being able to maintain the universe entrusted by their ancestors, hope that after death they can be together with the ancestors. The interaction built by the Baduy people with the ancestors was by taking care of the universe. Thus, the meaning of death for the Baduy people is very deep because it concerns on the continuity of the living and the continuity of the spirit of the dead with his ancestors. This research used qualitative methods with anthropological approach. Observation, interviews and literature studies were used in collection data. The death rites of the Baduy people are colored by various simbols that indicate the relationship between the living, the dead and the universe. The Baduy people also understand that death is part of the human life cycle and at the same time shows the continuity of the spirit of the dead with the spirit of his ancestors in the holy place. Therefore, the relationship built by the Baduy tribe between the dead and the living through rites is carried out as a form of intertwining and ensuring that the spirit of the dead can face the holy and can meet his ancestors in the holy place (Mandala Hiyang)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manfaluthi
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
S33754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sodikin
"Masalah ini dilatarbelakangi pada masyarakat Baduy sampai sekarang dikenal mempunyai otoritas penuh dalam mengatur lingkungan alam dan adat istiadatnya. Suku bangsa Baduy ini hidupnya terletak di sekitar pegunungan di antara rimbunan potion di tanah perbukitan dan lereng gunung selama berabad-abad Iamanya. Suku Baduy mendiami tanah dan hidup di dalam adat tanpa banyak terganggu oleh derasnya modernisasi. Alain yang damai dan kesederhanaan menjadi sahabat adalah cara hidup mereka. Para penghuninya menjaga dan melindungi dengan baik lingkungan alamnya, tidak saling menggusur. Semua yang dilakukan seperti menebang, mencabut dan memotong tanaman menggunakan aturan-aturan adat Baduy. Akrab seperti menyatu dengan lingkungannya, semua tumbuh dan berkembang menurut kodrat saling berdampingan.
Hal-hat yang demikian merupakan salah satu kearifan lingkungan masyarakat Baduy yang diwujudkan dengan dipaharni, dikembangkan, dipedamani dan diwariskan secara turun temurun oleh komunitas masyarakatnya dalam bentuk karuhun (hukum adat) yang dipimpin oleh Kepala Adat Baduy (Puun). Sikap dan perilaku penyimpangan dalam kearifan lingkungan dianggap penyimpangan, tidak arif, merusak, mengganggu dan lain-lain, sehingga masyarakat yang tidak mematuhi ketentuan karuhun dianggap mengganggu kelestarian lingkungan alarn sekitarnya.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana kearifan lingkungan pads masyarakat Baduy akibat dengan adanya kontak dengan masyarakat luar Baduy selama ini. Faktor-faktor yang bagaimana terjadinya perubahan kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy selama ini, bagaimana kearifan Iingkungan pada masyarakat Baduy untuk masa yang akan datang.
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian tesis ini adalah untuk mengetahui kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy yang selama ini dipedomani dan diwariskan secara turun temurun dalam melestarikan fungsi lingkungan. Hal ini, dikarenakan menjadi tujuan penelitian disebabkan bahwa kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy pada saat ini telah terjadinya kontak dengan masyarakat luar Baduy, sehingga berpengaruh pada kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy untuk masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan, ada faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy.
Manfaat penelitian adalah memberi masukan bagi Pemerintah baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi Banten, maupun Pemerintah Kabupaten Lebak dalam membantu masyarakat Baduy untuk tetap pads tradisinya dalam menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan sekitarnya sesuai dengan adat istiadat yang disebut dengan karuhun, sehingga tidak dirusak oleh masyarakat luar Baduy. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu lingkungan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan pada masyarakat yang mempunyai sistem sosial dan budaya sendiri. Dapat dijadikan pijakan empiris untuk melakukan penelitian lanjutan tentang ekologi manusia pada masyarakat yang mempunyai sistem sosial dan budaya sendiri.
Penelitian dilaksanakan di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Pelaksanaan penelitiannya dimulai tanggal 12 Juli sampai dengan 10 Agustus 2005. Mulai tanggal 12 sampai 25 Juli 2005, penulis melakukan penelitian di lapangan yaitu di pedalaman wilayah Baduy desa Kanekes untuk mendapat data empirik secara langsung dari masyarakat Baduy.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif-analitik. Maksudnya adalah menggambarkan, menjelaskan dan menganalisis keadaan daerah penelitian sebagai obyek penelitian, dengan menganalisis secara kualitatif. Data yang sudah diolah, kemudian dianalisis secara cermat sesuai dengan tujuan penelitian ini. Analisis data diinterpretasikan dan membandingkan data yang satu dengan yang lain, untuk mengungkapkan dan memahami makna-makna yang muncul dibalik kegiatan yang sedang diteliti, kemudian untuk menjamin ketepatan dan peningkatan kualitas, maka temuan yang dihasilkan melalui penelitian ini dikonfirmasikan dengan pihak yang berkompeten dan bila perlu didiskusikan dengan konsultasi secara perorangan, balk dengan dosen pembimbing maupun dengan pihak yang terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat hukum adat Baduy yang mendiami tanah atas hak ulayat seluas 5.101,85 hektar merupakan wilayah adat yang sudah menyatu sejak dahulu kala sehingga pola kehidupan mereka menyatu dengan lingkungan alam sekitarnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ketentuan adat yang dikenal dengan karuhun. Masyarakat hukum adat Baduy hidup dengan bersandar pads hukum adat yang berlandaskan pads pola hidup sederhana dan seadanya (dalam arti tidak berlebihan), dengan meyakini amanat karuhun yang terwujud dalam hukum adat dapat menimbulkan kesadaran bagi warganya akan hak dan kewajibannya sehingga pada akhirnya mampu menciptakan suatu tertib hukum.
Perubahan jugs telah terjadi, bahkan telah terjadinya tank menarik antara perubahan dan yang tetap mempertahankan adat istiadat. Perubahan sebagai akibat dari kontak dengan masyarakat luar Baduy, dan perubahan hanya terjadi pada masyarakat Baduy Luar saja, tidak pada masyarakat Baduy Dalam. Perubahan-perubahan itu misalnya perubahan fungsi daerah kampung Dangka, perubahan dalam penggunaan obat-obatan, perubahan dalam jangkauan wilayah adat, perubahan dalam sikap menggunakan peralatan modem, perubahan dalam cara berpakaian.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa menjaga keseimbangan antara manusia, lingkungan alam fisik dan lingkungan transendental hingga sekarang masih merupakan nilai falsafah hidup masyarakat Baduy yang paling hakiki. Nilai tersebut tidak lepas dari sumber acuan seluruh gerak dan langkah mereka dalam berbagai dimensi kehidupan, seperti sistem kepercayaan mereka yang bertumpu pada ajaran agama Sunda Wiwitan dengan karuhunnya yang diwariskan secara turun temurun. Salah satu faktor terjadinya perubahan kearifan lingkungan adalah kontak dengan budaya luar Baduy. Akan tetapi perubahan kearifan tersebut hanya berlaku pada masyarakat Baduy Luar saja, tidak pada masyarakat Baduy Dalam. Kearifan lingkungan masyarakat Baduy tersebut hingga sekarang masih dapat dipertahankan dan juga pada masa yang akan datang.

The issue presented here is based on the fact that the Baduy community up-to-date possessed full authority on the management of their natural environment as well as their traditional customs. The Baduy tribe has been living in a mountainous area amongst the forest on hills and mountain slopes for centuries. They lived here and occupied the land in traditional manners and customs without being disturbed by the advancements of modernization. The peace provided by the surrounding nature as well as their simplicity has become attached to their way of life. The inhabitants of this area take care and properly protected their natural environment, and they did not shift or moved one another to different places. All activities involving woodcut, pulling-out of as well as the cutting of plants were performed in accordance with Baduy customs. Environmentally friendly and fully united with nature, all grew and developed according to its destiny and was living side by side.
Such was then one of the ecological wisdoms of the Baduy community which was implemented with full understanding, then developed, and further utilized as guidelines and inherited from generation to generation by the Baduy community in the form of what they called karuhun (traditional customary Iaws) that was guided and lead by the Baduy Traditional Chief (Puun). Any attitude and behaviour that diverted from these traditional ecological wisdom guidelines was regarded as erroneous, not wise, damaging, and disturbing and as such any person not complying with the stipulations as stipulated by the karuhun was regarded as disturbing the surrounding environment.
Problems arose with these ecological wisdom guidelines of the Baduy community as a result of contacts established between this community with other members of communities outside the Baduy community. What factors influenced the changes in these ecological wisdom guidelines adhered to by the Baduys since olden days, and what will become of the Baduy ecological wisdom in the future.
The purpose of this thesis research is to assess the ecological wisdom of the Baduy community that up-to-date has been utilized as guidelines and inherited from generation to generation to preserve the environment. This research purpose was taken, due to the fact that as a result of contacts being established with communities outside the Baduy region, the ecological wisdom of the Baduy tribe has been affected in the future. Again, certain factors exists that cause changes in the ecological wisdom of the Baduy community.
The benefit of this research is to provide input to the Central Government, the Banten Provincial Government, as well as the Lebak District's Government regarding how to assist the Baduy community to maintain their traditions and to take care and preserve the functions of the surrounding environment in accordance with their traditional customs which they call karuhun, and to prevent this from being damaged by community members from outside the Baduy area. Enrich to the scientific horizons in particular environmental science related to the management and preservation of the environment in communities that possess their individual social and cultural system. And to utilize this as an empirical lever to perform further research on human ecology in communities possessing its own social and cultural system.
The research was performed in the village of Kanekes, located in the Leuwidamar Sub district, District of Lebak, in the Banten Province. The implementation of this research started on 12 July and continued until 10 August 2005. From 12 July until 25 July 2005, the author performed field research in the interior Baduy area of the Kanekes village to obtain direct empirical data or primary data from the Baduy community.
The research method utilized was the descriptive-analytical research method. The purpose of this was to provide a picture, to explain, and to perform quantitative analyses of the research area as a research object. The data that was then processed was then cautiously analysed in accordance with the objectives of this research. The analysed data interpreted and compared one against another, to expose and to comprehend the significance arising behind the activities being researched, and to further assure its accurateness and improve its quality, the findings of this research was then confirmed with other competent parties and if necessary discussed and consulted individually, with the academic mentor as well as with other parties related to the issue.
Results of the study show that the Baduy traditional community inhabit land under the traditional customary law land rights, known as hak ulayat. This land, which has an area of 5,101.85 hectares, has been a holistic part of the Baduy community since olden days and as such the community's living patterns have been united to its natural environment and surroundings. This again, is proven by the various customary law stipulations known as karuhun. The traditional Baduy community living is based on this traditional law which principle is simplicity and acceptance in living patterns (meaning living not in profusion), and by trusting that the stipulations in the karuhun as accepted as the traditional law can instigate the awareness of the community regarding their rights and responsibilities and as such in the end creating a legal order.
Changes have occurred, and even some arguing evolved between those that approve of change and those that want to adhere to and defend traditional customs. Such changes as a result of contact with outsiders only occur at the Outer Baduy community and not at the Inner Baduy community. These changes, for instance, include changes in the function of the Dangka village, changes in the use of medicine, changes in the reach of the customary law, changes in community's attitude towards the use of modem equipment, and changes in the way of clothing themselves.
As a conclusion of this research, it could be said that taking care of the balance between humans, the physical environment and the transcendental environment are still up-to-date the essential life philosophy of the Baduy community. These values are attached to the reference source of the entire movement and as such the community steps in various living dimensions, such as their belief which is based on the Sunda Wiwitan traditional religion that include the karuhun, which has been inherited from one generation to the next generation. One factor causing change in the ecological wisdom is its contact with culture coming from outside the Baduy region. However, such changes in wisdom, only occur in the Outer Baduy community, and has not affected the Inner Baduy community. The ecological wisdom of these Inner Baduy community is up-to-date still being adhered to, and is still being maintained and is expected to sustain into the future.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ozi Fakhrurrozi
"Masyarakat adat Baduy-Dalam merupakan masyarakat adat yang masih taat terhadap aturan adat (Pikukuh). Tradisi leluhur mereka masih diwariskan secara lisan. Pemanfaatan sumber daya alam khususnya tumbuhan papan oleh masyarakat Baduy-Dalam harus sesuai dengan aturan adat. Pengetahuan lokal tersebut harus didokumentasikan supaya tidak terdegradasi oleh perkembangan zaman. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman tumbuhan papan yang dimanfaatkan. Penelitian ini telah dilakukan sejak bulan Agustus 2020 hingga Oktober 2020. Data diperoleh melalui wawancara semi terstruktur close ended, open ended, dan observasi partisipatif. Informan kunci berjumlah 8 orang dan responden umum adalah 10% dari jumlah penduduk yaitu 128 orang laki-laki. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan menghitung nilai Use Value (UV), Index of Cultural Significance (ICS), dan Local User’s Value Index (LUVI). Spesies yang dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy-Dalam adalah 26 spesies dari 9 famili. Gigantochloa apus memiliki nilai UV tertinggi (4,77), ICS tertinggi adalah Gigantochloa verticillata (64). Komponen atap pada masyarakat Cibeo memperoleh nilai LUVI tertinggi (20,41%), sedangkan pada masyarakat Cikeusik komponen tiang memperoleh nilai LUVI tertinggi (19,33%). Masyarakat adat Baduy-Dalam mengenal tujuh jenis lanskap dengan karakter yang berbeda. Lanskap di Baduy-Dalam terdiri atas Huma (ladang), Jami (bekas ladang), Rheuma ngora (lahan yang diistirahatkan sekitar 3 tahun), Rheuma kolot (lahan yang diistirahatkan sekitar 5-7 tahun), Cai (Sungai), Leuweung lembur (Pekarangan), dan Leuweung kolot (hutan lindung). Hasil analisis vegetasi diperoleh dari lanskap kampung Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Leuweung kolot adalah lanskap sumber perolehan tumbuhan papan.

Inner Baduy indigenous community are one of the indigenous peoples who still adhere to customary rules (Pikukuh). The ancestral traditions that became the culture in his life were still passed down orally. Using plants for material indigenouse houses by Inner Baduy community must be in accordance with the customary rules. This indigenouse knowledge must ensure that it is not degraded by the times. The purpose of this study was to see the diversity of used material house plants. This research was conducted from August 2020 to October 2020. The data were obtained through semi-structured, closed interviews, and participatory observation. Total of informant are 8 informants and general respondents are 10% of the population, consist are 128 men. The data of qualitatif was analyzed by deskriptif while the data of quantitatif was analyzed with calculate the Use Value (UV), Index of Cultural Significance (ICS), and Local User’s Value Index (LUVI). Species who was utilize by Inner Baduy society are 26 species from 9 family. Gigantochloa apus got the highest of UV (4,77), the highest of ICS is Gigantochloa verticillata (64). The roof componene in Cibeo community got the highest of LUVI (20,41%), whereas at Cikeusik community the component of pole got the highest of LUVI (19,33%). Inner Baduy indigenous people recognize seven types of running and being managed based on the characteristics of each. The landscape in Inner Baduy consists of Huma (fields), Jami (former fields), Rheuma ngora (lands that are rested for about 3 years), Rheuma kolot (lands that are rested for about 5-7 years), Cai (river), Leuweung lembur (Yard), and Leuweung kolot (protected forest). The results of the vegetation analysis were obtained from Cibeo, Cikertawana and Cikeusik village. Leuweung kolot is the most important as the source of the material house plants."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pemgetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allysa Nabila Pratiwi
"ABSTRAK
Pesisir Bayah merupakan salah satu wilayah di Pantai Selatan Pulau Jawa yang berpotensi terdampak oleh tsunami akibat gempa bumi. Tingkat kerentanan wilayah terhadap tsunami dikaji berdasarkan aspek keterpaparan, sensitivitas, dan ketahanan dengan menggunakan metode skoring dan overlay peta berbasis grid yang diawali dengan penerapan metode Analytical Hierarchy Process AHP untuk menentukan bobot masing-masing variabel. Wilayah penelitian berada pada ketinggian 0-25 mdpl, yang secara administratif terletak di empat desa di pesisir Bayah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola kerentanan wilayah terhadap tsunami dengan menggunakan analisis spasial dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola kerentanan wilayah terhadap tsunami di Pesisir Bayah dari pesisir pantai semakin meningkat ke arah pusat permukiman, selanjutnya menurun seiring dengan peningkatan elevasi dan jarak dari pantai. Kerentanan wilayah terhadap tsunami di wilayah penelitian didominasi oleh wilayah kerentanan sedang yang mencakup 65,59 dari total luas wilayah penelitian. Kerentanan wilayah sedang ditandai dengan keterpaparan sedang hingga tinggi, sensitivitas sedang hingga tinggi, dan ketahanan rendah hingga sedang. Kerentanan wilayah rendah seluas 32,05 total luas wilayah penelitian dan kerentanan wilayah tinggi seluas 2,36 total luas wilayah penelitian. Kerentanan wilayah terhadap tsunami pada tingkat desa secara berurutan dari tertinggi hingga terendah adalah Desa Bayah Barat, Desa Sawarna, Desa Darmasari, dan terakhir Desa Sawarna Timur.

ABSTRACT
Bayah coastal area is one of the areas in south coast of Java Island which can be potentially affected by the tsunami caused by tectonic earthquake. The region vulnerability level towards tsunami is assessed based on aspects of exposure, sensitivity, and resilience by using the scoring and map overlay method based on grid which begins with the application of Analytical Hierarchy Process AHP method to determine the weight of each variables. The study area is located at an elevation of 0 25 meters above the sea level, administratively located in four villages in Bayah coastal area. This study aims to analyze vulnerability pattern towards tsunami using spatial and descriptive analysis. This study shows that region vulnerability pattern towards tsunami in Bayah Coastal Area is increasing from the coast lead up to settlements and concurrently decreasing with the enhancement of elevation and distance from coast. The region vulnerability towards tsunami in study area is dominated by moderate vulnerability area which encompasses 65,59 of the total study area. Moderate vulnerability area is known for low to moderate exposure, moderate to high sensitivity and low to moderate resilience. The low vulnerability area is about 32,05 of the total study area and the high vulnerability area is about 2,36 of the total study area. Region vulnerability towards tsunami at village level in sequence from highest to lowest is Bayah Barat, Sawarna, Darmasari, and lastly Sawarna Timur."
2017
S67773
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Ira Putri Lan
"Merkuri merupakan polutan global yang banyak ditemukan baik alam maupun hasil kegiatan manusia. Salah satu sumber pencemaran terbesar merkuri berasal dari pertambangan emas skala kecil (PESK) yang dilakukan oleh masyarakat. Mekanisme yang tepat dari efek toksik Hg masih belum jelas, namun malondialdehide (MDA) merupakan salah satu biomarker utama yang digunakan untuk mengetahui kejadian stres oksidatif akibat pajanan merkuri.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kejadian stres oksidatif melalui pengukuran MDA plasma darah pada masyarakat yang terpajan merkuri. Metode penelitian ini menggunakan desain cross sectional, pemilihan sampel menggunakan sistem random sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 69 responden yang terdiri dari 18 laki-laki dan 51 perempuan. Pengukuran kadar total merkuri darah menggunakan alat ICP-MS dan pemeriksaan kadar Malondialdehide dengan menggunakan TBARS. Usia, jenis kelamin, pekerjaan, status merokok dan aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan ratarata kadar merkuri dalam darah masyarakat adalah 11,09 μg/L dan kadar MDA adalah 0,419±0,130 nmol/ml. Berdasarkan uji statistik, kadar merkuri dalam darah manunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan terhadap peningkatan kadar MDA setelah dikontrol dengan usia, jenis kelamin, pekerjaan, status merokok dan aktivitas fisik. Namun, orang dengan kadar merkuri dalam darah >5,8 μg/L memiliki risiko 1,27 kali lebih tinggi untuk mengalami stres oksidatif (dengan kadar MDA >0,419 nmol/ml) dibanding orang dengan kadar merkuri darah < 5,8 μg/L. Untuk penelitian berikutnya disarankan dengan mengukur biomarker stres oksidatif lainnya seperti Superoxyde dismutase (SOD) dan 8-hydroxy-2-deoxyguanosine (8-OHDG).

Mercury is a global pollutant that found in nature or as the result of human activity. One of the largest sources of mercury pollution comes from community related to small-scale gold mining. The proper mechanism of the toxic effects of Hg remains unclear, however, malondialdehyde (MDA) is one of the main exposure which is used to determine the incidence of oxidative stress.
This research aims to analyze the oxidative stress status by measuring the MDA plasma in communities exposed to mercury. This research method using cross sectional design, sample selection used a system random sampling. The number of samples as many as 69 respondents consisting of 18 men and 51 women. Measurement of blood mercury levels used an ICP-MS and checking the levels of malondialdehyde used the TBARS. Age, sex, occupation, smoking status and physical activity was measured using a questionnaire.
The results showed the average of mercury levels in community?s blood was 11,09 μg/L and levels of MDA was 0,419±0,130 nmol/ml. Based on statistical test, the mercury levels in blood showed not significant relationship to the increase of MDA levels after controlled age, gender, occupation, smoking status and physical activity. However, people with blood mercury levels >5,8 μg/L had 1,27 times higher risk to suffer from oxidative stress (with MDA >0,419 nmol/ml) than those with blood mercury levels <5,8 μg/L, For their next study is advisable to measure the biomarkers of oxidative stress such as Superoxyde dismutase (SOD) and 8-hydroxy-2- deoxyguanosine (8-OHDG).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gestafiana
"Otak merupakan target utama pajanan merkuri yang dapat mengganggu organ lain karena merkuri organik merupakan neurotoksik yaitu racun terhadap sistem saraf pusat terutama pada bagian korteks dan serebellum sehingga dapat menimbulkan gangguan keseimbangan tubuh. Salah satu sumber pencemaran terbesar merkuriberasal dari pertambangan emas skala kecil PESK yang dilakukan oleh masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar merkuri dalamrambut terhadap gangguan keseimbangan tubuh pada masyarakat terpajan merkuri. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional, pemilihan sampelmenggunakan sistem teknik total sampel dengan data kadar merkuri dalam rambutmenggunakan data sekunder penelitian sebelumnya. Jumlah sampel dalam penelitianini adalah 58 responden. Pengukuran gangguan keseimbangan tubuh menggunakantes Romberg. Hubungan antara kadar merkuri rambut, gangguan keseimbangantubuh dan karakteristik individu umur, pekerjaan, lama tinggal, indeks massa tubuhdan konsumsi ikan diuji menggunakan regresi logistik, chi square dan independen ttest.
Hasil menunjukkan kadar merkuri rambut yang melebihi batas normal > 2 ppm sebanyak 31 orang 53,4 dan yang mengalami gangguan keseimbangan tubuh pada masyarakat sebanyak 37 orang 63,8 .Secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara kadar merkuri rambut dengan gangguan keseimbangan tubuh dengan p value 0,010 sebanyak 25 orang 80,6 responden dengan kadar merkuri > 2 ppm mengalami gangguan keseimbangan tubuh.Responden dengan kadar merkuri > 2 ppm, berisiko mempunyai gangguan keseimbangan tubuh sebesar 6 kali dibandingkan responden dengan kadar merkurirambut le; 2 ppm setelah dikontrol variabel umur. Untuk penelitian berikutnya disarankan untuk melakukan pengukuran udara di sekitar lokasi PESK sebagai referensi pajanan merkuri yang masuk melalui jalur inhalasi.

Brain is the main target of mercury exposure that can interface other organs because organic mercury is a neurotoxic that is toxic to the central nervous system, especially in the cortex and cerebellum so can cause disturbance of the body 39 s balance. One of the largest sources of mercury contamination come from artisanal and small scale gold mining ASGM conducted by the community.
This study aims to determine the relationship between levels of mercury in hair against body balance disorders in community exposed to mercury.This study used cross sectional design, sample selection used total sampling technique. Data of mercury levels in hair used secondary data from previous research. The number of samples in this study were 58 respondents. Measurement of body balance disorders using Romberg test. The relationship between mercury level in hair, body balance disorders and individual characteristics age, occupation, length of stay, body mass index and fish consumption were tested using chi square,independent T test and logistic regression.
The results showed hair mercury levels exceeded normal limits of 2 ppm as many as 31 people 53.4 and those with disturbance of body balance in community were people 63.8 . Statistically, there was a significant correlation between hair mercury level with body balance disorder p value 0.010 , proved by as many as 25 people 80,6 respondents with mercury level 2 ppm had disturbance of body balance. Respondents with mercury levels 2ppm, risk to have body balance disorders 6 times compared to respondents with mercury levels in hair le 2ppm after controlled by age variable. For further research it is suggested to conduct airborne measurements around the ASGM location as a reference for mercury exposure which is enter through the inhalation pathway.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>