Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91294 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Zulham Farobi
"

Skripsi ini membahas arca-arca dewa dari Jawa Timur yang tidak sesuai dengan ketentuan ikonografi. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi wujud arca yang tidak sesuai dengan aturan ikonografi Hindu, serta faktor-faktor penyebab munculnya arca tersebut. Melalui metode deskripsi dan komparasi, maka hasil penggambaran dan perbandingan tiap arca secara keseluruhan maupun partikular dapat diperoleh secara rinci. Setiap arca, dalam penelitian ini memang tidak sesuai dengan aturan ikonografi karena faktor penafsiran yang berbeda terhadap ketentuan ikonografi, dan kebebasan seniman pemahat arca.


The research discusses about the statues of the Gods from East Java that have not properly with the iconography. This study is to identify the form of statues that are not properly with the Hindi‘s iconography and to identify the factors that cause the appearance of the statue. Through the method of description and comparison, the results of this research of each statue as a whole or particular can be obtained in detail. Each statue, in this study is not properly with the order of iconography due to lack of the difference interpretation of iconography, and the independence of sculpture artists.

"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiguno Bimo Wicaksono
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami ikonografi Dewa Wisnu di Jawa Timur pada abad ke 12-M – 15 M. Ikonografi (iconography) berasal dari bahasa Yunani, yaitu eikoon memiliki arti gambar dan graphoo artinya menulis. Jika diartikan secara harfiah, maka ikonografi memiliki arti “suatu benda yang menggambarkan sosok dewa dalam bentuk-bentuk tertentu, seperti arca, relief, dan lain-lain”. Dalam hal tersebut, ikonografi berkaitan dengan penggambaran sosok dewa dalam bentuk arca yang akan ditampilkan. Hasil dari penelitian ini adalah dengan mengetahui ikonografi Dewa Wisnu, maka informasi mengenai keberagaman penggambaran arca dewa serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

The purpose of this research is to understand the iconography of God Vishnu in East Java on 12th – 15th centuries. Iconography is the word based from Greek, eikoon means images, and graphoo means write. Iconography means “a thing that represents a god in a other forms, like statue, relief, etc.”. In this context, iconography has a connection with a god representation on the statue. The result of this research is knowing an iconography of God Vishnu and getting information about the diversity of god statue and the factors that affect the depiction."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Triwurjani
"Penelitian mengenai arca-arca Bima di Jawa, sebagai pokok bahasan ini adalah bertujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuan ikonografi arca Bima dan bagaimana latar belakang tokoh Bima yang diarcakan dalam bentuk arca batu untuk pemujaan. Arca Bima yang dijadikan obyek penelitian ini adalah berasal dari beberapa tempat dan di museum-museum di Pulau Jawa yang menyimpan/terdapat area-area tersebut. Pada arca-arca Bima tersebut dilakukan deskripsi untuk mengetahui ikonografinya, dan analisa dilakukan untuk mengetahui latar belakang arca Bima dan peranannya bagi anggota masyarakat Jawa Kuno pada abad 14-15 Masehi. Hasilnya menunjukkan bahwa di Jawa pernah ada pemujaan terhadap tokoh Bima, yang dibuktikan dengan temuan arca Birna. Arca-arca tersebut mempunyai ciri-ciri, umumnya yaitu berbadan tegap, mata melotot, berkumis, memperlihatkan sebagian phalusnya, mempunyai hiasan kepala bentuk supit urang dan berkuku panjang (pancanaka).Penelitian mengenai arca-arca Bima di Jawa, sebagai po_kok bahasan ini adalah bertujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuan ikonografi arca Bima dan bagaimana latar belakang tokoh Bima yang diarcakan dalam bentuk arca batu untuk pemujaan. Arca Bima yang dijadikan obyek penelitian ini adalah berasal dari beberapa tempat dan di museum-museum di Pulau Jawa yang menyimpan/terdapat area-area tersebut. Pada arca-_arca Bima tersebut dilakukan deskripsi untuk mengetahui ikonografinya, dan analisa dilakukan untuk mengetahui latar belakang arca Bima dan peranannya bagi anggota masyarakat Jawa Kuno pada abad 14-15 Masehi. Hasilnya menunjukkan bahwa di Jawa pernah ada pemujaan terhadap tokoh Bima, yang dibuktikan dengan temuan arca Bima. Arca-arca tersebut mempunyai ciri-ciri, umumnya yaitu berbadan tegap, mata melotot, berkumis, memperlihatkan sebagian phalusnya, mempunyai hiasan kepala bentuk supit urang dan berkuku panjang (pancanaka)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S12031
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Purnaeni
"ABSTRAK
Penelitian mengenai ragam hias kain dilakukan berdasarkan ragam hias kain pada arca-arca batu di Museum Nasional Jakarta ( MNJ ). Tidak seluruh dari arca batu koleksi museum ini yang mempunyai ragam hias pada kainnya, hanya beberapa kain arca batu yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mempunyai ragam hias. Hal inilah yang menjadi satuan pengamatan pokok.
Dari hasil pengamatan terhadap ragam hias yang terdapat, diketahui ada beberapa tipe dan variasinya. Meskipun demikian masih dapat terlihat persamaan pada bentuk dasarnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada kaitan antara ragam hias pada kain arca dengan ragam hias batik, untuk mengetahui ragam hias apa saja yang digambarkan atau dipahatkan pada arca dan juga untuk mengetahui simbol atau lambang apa yang terkandung pada ragam hias dan kaitannya dengan status seseorang.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan klasifikasi taksonomi, yang bertujuan untuk membentuk tipe dan kemudian menggunakan data kepustakaan hal ini disesuaikan dengan apa yang terdapat pada kain batik.
Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa ragam hias yang terdapat pada kain arca setelah disesuaikan dengan ragam hias pada kain batik ternyata mempunyai persamaan dalam penggambaran bentuk pola dasarnya.
Dari bentuknya, ragam hias ini mempunyai persamaan dengan ragam hias jenis kawung, ceplokan, swastika (banji), ragam hias pinggiran tumpal dan udan liris pada kain batik. Ragam-ragam hias ini mengandung suatu arti perlambang (simbol) yang penting, sehingga kain dengan ragam hias ini khusus dipahatkan pada arca yang merupakan perwujudan seseorang. Pemakaian kain dengan ragam hias tertentu ini disebut ragam hias larangan pada kain batik. Di mana hanya kaum ningrat saja yang boleh memakainya, karena perkembangan zaman tirnbul hal yang menyebabkan teriadinya pergeseran di mana arti perlambang tidak lagi dianggap penting sehingga siapa saja baleh memakai ragam hias tertentu tanpa ada peraturan yang melarangnya.

"
1990
S11915
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Triwurjani
"Kajian ini mengungkapkan makna arca-arca megalitik yang terdapat di kawasan Pasemah, Sumatera Selatan. Persebarannya yang luas dan bentuknya yang khas menjadikan kawasan Pasemah sebagai suatu kelompok budaya tersendiri. Penggambaran arca Pasemah, tidak begitu natural tapi jelas menyiratkan individu manusia dengan komponen-komponen dasar seperti kepala, badan, tangan, kaki digambarkan jelas. Cara penggambarannya yang tidak harafiah, seperti mata melotot, hidung datar, mulutnya digambarkan bulat dan besar, seperti bentuk bibir tebal, memakai pakaian prajurit, memakai perhiasan, membawa pedang, menunggang gajah atau kerbau. Beberapa bentuk arca digambarkan tangan kanan lebih besar dari tangan kiri, atau jari tangan digambarkan lebih besar dari tangan, yang semuanya tidak harafiah melainkan mengarah ke simbolis. Proses deskripsi bentuk serta pemerian unsur dalam atribut dilakukan dengan menggunakan metode arkeologi dan proses pemaknaan dilakukan dengan metode semiotik.
Kajian ini menggunakan semiotik Roland Barthes, dimana dikembangkan aspek denotasi dan konotasi sebagai alat untuk membedah teks sebagai suatu fenomena budaya. Denotasi adalah pemaknaan yang terlihat dalam tanda apa adanya sebagai sistem primer sedangkan konotasi merupakan makna baru/khusus yang diberikan pemakai tanda sebagai sistem sekunder. Mitos nenek moyang sebagai ?divine power? adalah perilaku yang dipraktekkan bagi manusia yang masih hidup di dunia agar mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan baik di dunia dan di akhirat kelak.
Hasil kajian ini menunjukan bahwa bentuk-bentuk arca seperti arca manusia, hewan dan arca manusia dengan hewan merupakan gambaran suatu aktivitas dari suatu kelompok masyarakat yang semuanya memperlihatkan peran dari suatu figur yang ditokohkan, termasuk gambaran mengenai hal-hal yang disukai tokoh-tokoh tersebut ketika masih hidup di dunia. Gambaran orang yang sudah meninggal dalam bentuk arca-arca ini, secara tidak langsung merupakan gambaran aktivitas masyarakat Pasemah ketika masih hidup di dunia. Dengan demikian Kebudayaan Pasemah adalah suatu kebudayaan dimana kehidupan akhirat digambarkan di dunia.

This research reveals the meaning of megalithic statues found in the area of Pasemah, South Sumatera. Their extensive distribution and unique shapes have made Pasemah a distinct cultural group. The representation of Pasemah statues is not very natural, but indicates human individual(s) with basic components, such as head, body, hands and feet that are depicted clearly. Examples of their unnatural depictions are for instance bulging eyes, flat nose, round and big mouth with thick lips, as well as donning soldier?s outfit, wearing ornaments, carrying swords, riding an elephant or buffalo. Some statues that are depicted are right hand bigger than left one or fingers are depicted bigger than hand. Everything is not natural, but refers to symbolism. Process of describing form as well as giving elements in attributes were done using archaeological method, while the process of attaching meaning were carried out using semiotic method.
The research employed Roland Barthes? semiotic concept, in which aspects of denotation and connotation were developed to analyze text as cultural phenomenon. Denotation is a meaning that is seen in a sign as it is as a primary system, while connotation is a new/special meaning that is given by the user of sign as a secondary system. The myth of ancestor as a ?divine power? is behavior practiced by human beings in the world to achieve safety and well-being in the world and afterworld.
The research results reveal that the statue figures, like human figure, animal figure, and human with animal figure are representation of the community activities showing the roles of certain figures during his/her life in the world, including things he/she loved when he/she were still in the world. The representation of deceased people in the statues is indirectly a depiction of the activities of Pasemah communities when they were alive in the world. Therefore, the Pasemah culture is a culture which is the afterworld is depicted in the world."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D2158
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
RR. Nanny Harnani
"Agama Hindu dan Buddha mengenal konsep kemakmuran yang digambarkan dalam bentuk dewa. Pemberi kemakmuran ini dalam agama Hindu disebut Kuwera, sedangkan dalam agama Buddha disebut Jambhala, tapi kadang-kadang disebut juga Kuwera. Dalam ikonografi Hindu-Buddha yang ada di India, kedua dewa ini hampir sama, demikian pula arca-arca dewa kemakmuran ini di Indonesia, khususnya Jawa kesamaan tersebut juga nampak. Tujuan penelitian ini, ialah untuk mengetahui secara ikonografis persamaan dan perbedaan dari arca-arca tersebut, dan dari ketentuan-ketentuan pengarcaan di India tersebut apakah juga diikuti dalam pengarcaan di Jawa. Melalui kepustakaan dan sejumlah data arca yang diperoleh dari koleksi museum-museum dan pribadi (30 area sebagai sampel) disusunlah metode penelitian dengan cara perbandingan, yaitu perbandingan antara kitab-kitab ketentuan yang berasal dari India dengan melihat persamaan dan perbedaan arca-arca di Indonesia yang sudah dideskripsikan. Berdasarkan perbandingan dan kesamaan arca-arca dengan kitab-kitab ketentuan, maka dapat diketahui bahwa secara ikonografis antara kedua dewa kemakmuran dalam agama Hindu dan Buddha tersebut relatif sama. Walaupun secara detil ada pula perbedaannya, seperti yang terlihat pada sikap duduknya. Sedangkan perbedaan yang meyolok terlihat pada laksana yang dipegangnya. Dalam agama Hindu laksana yang dipegang yaitu kantong harta sedangkan dalam agama Buddha yaitu nakula. Secara keseluruhan kedua bentuk dewa ini memang sulit untuk langsung dapat dilihat perbedaannya, tanpa memperhatikan detil-detilnya. Kiranya pula hasil-hasil penelitian ini masih perlu diuji kebenarannya, baik dengan penambahan data-datanya yang lebih banyak maupun pada cara-cara pengungkapannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11964
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listia Hesti Yuana
"Kebijakan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus telah mengubah tata kelola kawasan hutan di Pulau Jawa. Pemerintah mengambil alih pengelolaan kawasan hutan seluas ± 1,1 juta hektare yang sebelumnya diamanatkan pengelolaan kepada Perum Perhutani. Perubahan leading sector ini berdampak kepada perubahan aliran distribusi manfaat pengelolaan kawasan hutan di Pulau Jawa. Tesis ini mengargumentasikan bahwa kebijakan KHDPK, yang menempatkan masyarakat sekitar hutan sebagai pelaku utama dalam pengelolaan hutan, ternyata juga berpotensi mengeksklusi masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini menggunakan metode patchwork etnografi, serta pengumpulan data melalui observasi berpartisipasi, wawancara mendalam, dan analisa data sekunder. Fakta lapangan menunjukkan bahwa respon Perhutani terhadap kebijakan ini beragam. Di tingkat tapak, Perhutani melakukan berbagai cara untuk mempertahankan akses terhadap sumberdaya hutan meskipun secara regulasi tereksklusi. Hambatan dialami oleh masyarakat sekitar hutan pada masa transisi karena ketidakjelasan pendampingan. Cabang Dinas Kehutanan sebagai aktor baru dalam pengelolaan hutan Jawa tidak mampu berbuat banyak pada masa transisi karena masyarakat belum mendapatkan legalitas sesuai kebijakan terbaru. Meskipun tereksklusi, Perhutani tetap mendapatkan distribusi manfaat secara personal karena hubungan sosial yang masih terjalin meskipun secara regulasi sudah tidak ada kepentingan dalam kegiatan pengelolaan hutan. Perhutani sebagai pihak yang tereksklusi bahkan masih mampu mengesklusi masyarakat sekitar hutan dengan kuasa pasar. Hal ini menunjukkan bahwa keberpihakan terhadap masyarakat yang terpinggirkan di dalam regulasi, perlu dipastikan implementasinya di tingkat tapak melalui pendampingan yang intensif sehingga kebijakan tidak hanya sekedar retorika.

The Special Management Forest Area Policy has changed Java's forest management. The government took over the forest area management of ± 1.1 million hectares which was previously mandated to be managed by Perum Perhutani. The change of leading sector has an impact on changes in the flow of distribution benefits from forest area management in the Java Island. This thesis argues that this policy, which places communities around forests as the main actors in forest management, has the potential to exclude forest people. This research uses an patchwork ethnographic method, as well as data collection through participant observation, in-depth interviews, and secondary data analysis. Field facts show that Perhutani's response to this policy has varied. At the site level, Perhutani takes various measures to maintain access of forest resources even though they are excluded by regulation. Obstacles experienced by communities around the forest during the transition period were due to unclear assistance. The Forestry Service branch as a new actor in Javanese forest management was unable to do much during the transition period because the community had not received legality according to the latest policy. Even though it is excluded, Perhutani still receives personal distribution of benefits because of the social relationships that still exist even though according to regulations there is no longer any interest in forest management activities. Perhutani as an excluded party is still able to exclude communities around the forest with market power. This shows that it is necessary to ensure that regulations take sides towards marginalized communities in regulations at the site level through intensive assistance so that policies are not just rhetoric."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Sony A.
"Dalam kegiatan suatu upacara dibutuhkan beberapa komponen penunjang seperti bangunan tempat beribadah, peralatan upacara maupun arca. Arca tersebut dianggap sebagai media agar mereka dapat berhubungan dengan dewa-dewa atau roh nenek moyangnya. Karena itu arca-arca tersebut menempati kedudukan yang penting dalam kegiatan upacara. Salah satu diantaranya adalah arca yang disebut oleh para peneliti terdahulu sebagai arca Polinesia. Arca tersebut umumnya mempunyai ciri seperti penggarapan kasar, tidak berleher. Penyebutan untuk arca Polinesia sebenarnya tidak sesuai karena itu lebih tepat bila arca itu disebut arca tradisi magalit dengan dasar, penamaan itu tidak dilihat dari segi pembabakan waktu tetapi dari segi berlanjutnya suatu kepercayaan, seperti pemujaan kepada arwah nenek moyang. Arca tradisi megalit di Indonesia mempunyai sebaran yang luas dan jumlah pun cukup banyak seperti halnya arca tradisi megalit di Jawa Barat."
Depok: Universitas Indonesia, 1985
S12013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supratikno Rahardjo
"Wilayah Jawa Tengah dikenal karena memiliki kekayaan kepurbakalaan yang menyolok, baik dalam bentuk bangunan-bangunan suci keagamaan, arca-arca, alat-alat teknologi, perlengkapan rumah tangga maupun bentuk-bentuk lain yang menunjukkan kemegahan dan tingginya peradaban masa lalu. Kepurbakalaan yang amat banyak dan tersebar pada wilayah terbatas itu, dapat diperkirakan dibuat sejak abad ke-7 hingga abad ke-10 (Soekmono, 1979:457). Namun sebaliknya, zaman makmur dengan tradisinya yang menonjol dalam membangun sarana kehidupan keagamaan tersebut ternyata tidak banyak meninggalkan sumber tertulis yang cukup mampu menceriterakan sejarahnya secara berurut dan lengkap. Meskipun sejarah kuna Jawa tengah, sebagaimana sejarah kuna Indonesia pada umumnya, nampak seperti tersusun baik, tetapi sesungguhnya masih-belum jelas benar. Banyak bagian yang kosong dan banyak pula yang hanya dapat dituliskan dengan bantuan hipotesa-hipotesa yang sebagai hipotesa terus menerus menghadapi kemungkinan berubah setiap kali ada penemuan baru yang menentangnya (Soekrnono 1965: 37).Adanya dua kenyataan bertentangan seperti di atas, menjadi petunjuk bahwa penelitianbidang arkeologi ..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S12072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilmiya Dinda S.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11569
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>