Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12659 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wesley Yi-hung Weng
"ABSTRACT
This essay examines a series of judgements of the Court of Justice of European Union (CJEU), in particular the case of Tele2 Sverige AB and Watson, regarding the litigation derived from laws on surveillance in member states of the European Unions. On the basis of the judgements, this essay aims to comprehend and analyse state electronic surveillance on entire population, e.g., the surveillance on web browsing history and all the other sorts of metadata, without proper privacy and personal data protection safeguards via modern data technologies. In the mentioned judgements the CJEU confirms that, under the Charter of Fundamental Rights of the European Union and EU data protection law, such blanket retention of personal confidential data, including traffic data and s on, is unlawful and mass surveillance programmes are only allowed if they are targeted, e.g., fighting against serious crime, and not implemented on a general and indiscriminate basis. Furthermore, without appropriate safeguards, this essay argues that profiling and automated decision-making technologies can pose significant risks for data subjects' fundamental rights and freedoms."
Lengkap +
Taipei: Taiwan Foundation for Democracy, 2018
059 TDQ 15:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Prasetya
"Dalam 3 (tiga) tahun terakhir sering terjadi kebocoran data pribadi sensitif yang melibatkan instansi pemerintahan dan perusahaan besar di Indonesia. Pelindungan data pribadi dan rasa aman atas privasinya merupakan hal fundamental yang wajib diberikan oleh negara pada setiap individu. Hal ini sesuai dengan Pasal 28G ayat (1) UUD NR1 1945 yang menyatakan bahwa pelindungan data pribadi adalah bagian dari Hak Asasi Manusia. Dalam implementasi PDP, diperlukan Profesi Penunjang Pelindungan Data Pribadi (PPDP) yang bertugas melakukan pengawasan tersebut secara berkala. Sedangkan, penerapan PPDP pun telah menjadi bagian regulasi Pelindungan Data Pribadi di 136 negara di dunia. Meski tingkat penerapan PPDP di berbagai negara memiliki perbedaan, tetapi hadirnya PPDP mampu menunjang pelaksanaan PDP. Di Indonesia, peran PPDP sudah diterapkan di beberapa perusahaan, lumrahnya terdapat di perusahaan multinasional atau perusahaan yang bergerak di bidang sistem informasi elektronik. Profesi penunjang ini pun menjadi salah satu materi muatan dalam Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP). Rumusan masalah yang diangkat penelitian ini ialah lingkup pengaturan PDP dalam perspektif global, pengaturan PDP berdasarkan hukum positif Indonesia, dan implementasi PPDP di Indonesia. Penelitian dilakukan secara kualitatif dan hasil penelitian menyarankan diperlukan Undang-Undang PDP yang mengatur Profesi Penunjang PDP secara terperinci, baik dari segi ruang lingkup, tugas dan peran, ataupun sertifikasi kompetensi.

In the last 3 (three) years, there have been frequent leaks of sensitive personal data involving government agencies and large companies in Indonesia. Personal data protection (PDP) and security of their privacy are a fundamental thing that need to be provided by state to every citizen. This is in accordance with Article 28G paragraph (1) of the 1945 Constitution NR1 which states that PDP is part of Human Rights. In the implementation of the PDP, a Personal Data Protection Supporting Professional or "PPDP)" is required to carry out such supervision on a regular basis. Meanwhile, the implementation of PPDP has also become part of the regulation of Personal Data Protection in 136 countries in the world. Although the level of implementation of PPDP in various countries has differences, the presence of PPDP can support the implementation of PDP. In Indonesia, the role of PPDP has implemented in several companies, usually in multinational companies or companies engaged in electronic information systems. This supporting profession has also become one of the content materials in the Personal Data Protection Bill (RUU PDP). The formulation of the problem raised by this research is the scope of PDP regulation in a global perspective, PDP regulation based on Indonesian positive law, and PPDP implementation in Indonesia. The research was conducted qualitatively, and results of the study suggest that a PDP Law is needed which regulates PDP Supporting Professionals in detail, both in terms of scope, duties, and roles, or competency certification."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arsya Shafa Ananda
"Data pribadi milik pengguna akan terkumpul dan tersimpan ketika menggunakan situs dan aplikasi dalam sistem elektronik, baik itu berupa sosial media, penyimpanan awan, bank digital, dan lain-lain. Data pribadinya pun dilindungi kerahasiaan serta keamanannya oleh Pengendali Data Pribadi dari situs serta aplikasi tersebut selama para pengguna itu masih hidup. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa para pengguna internet akan meninggal dunia dan meninggalkan data pribadinya yang tersimpan di sistem elektonik tersebut. Apabila hal ini terjadi, maka data pribadi milik pengguna tersebut dapat disalahgunakan dan dibocorkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian ini untuk mengkaji tentang pelindungan data pribadi setelah kematian yang tersimpan dalam sistem elektronik dengan melakukan perbandingan antara peraturan di Indonesia dengan negara di Eropa dan Asia serta meneliti bagaimana penerapan pelindungan data pribadi setelah kematian yang tersimpan dalam sistem elektronik. Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif. Hasil dari penelitian ini adalah Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi belum mengatur apakah data pribadi milik subjek data pribadi yang telah meninggal tetap dilindungi atau tidak. Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat beberapa tantangan yang dapat menghambat pengimplementasian peraturan ini. Selain itu, berdasarkan analisis peraturan-peraturan dari negara lain, diperoleh beberapa kebijakan terkait pelindungan data pribadi setelah kematian yang dapat diimplementasikan di Indonesia di masa depan.

Personal data from users will be collected and stored when they use sites and applications in electronic systems, whether in the form of social media, cloud storage, digital banking, and others. Their data is also protected confidentially and securely by the Data Controller of the electronic system as long as the users are still alive. However, it is undeniable that internet users will die and leave their data stored in the electronic system. If this happens, irresponsible people can misuse and leak the user's data. Therefore, this research was conducted to examine the protection of post-mortem data stored in electronic systems by comparing regulations in Indonesia with member states of the European Union and countries in Asia and studying how to implement the protection of post-mortem data stored in electronic systems. The research method used in this research is juridical-normative. The result of this research is that the Law No. 27 of 2022 on Personal Data Protection has not regulated whether personal data belonging to deceased personal data subjects are still protected. This study also found that several challenges could hinder the implementation of this regulation. In addition, based on an analysis of regulations from other countries, several policies related to protecting personal data after death were obtained, which could be implemented in Indonesia in the future."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzikrina Laili Kusumadewi
"Anak-anak tidak dapat dihindarkan dari penggunaan berbagai macam teknologi yang telah berkembang saat ini. Atas penggunaan teknologi tersebut, maka disertai pula dengan ancaman penyalahgunaan data pribadi seseorang yang mungkin akan muncul setelahnya. Ancaman tersebut cukup meresahkan, terutama bagi anak-anak yang dalam pandangan hukum dianggap sebagai individu yang tidak cakap. Sayangnya, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) tidak mengatur dan menjelaskan secara rinci perlindungan-perlindungan yang bisa anak dapatkan atas keamanan data pribadinya. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas tentang aturan anak, sanksi, dan ganti rugi dalam perlindungan data pribadi; ketentuan hak-hak anak; dan perbandingan implementasi. Tujuannya untuk memberikan penjelasan mengenai apa saja ketentuan yang telah diatur dan bagaimana pelaksanaannya di Indonesia, yang kemudian akan dibandingkan dengan ketentuan dalam General Data Protection Regulation (GDPR). Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, berdasarkan bahan kepustakaan hukum, dengan pendekatan komparatif atau perbandingan. Hasil yang di dapat adalah bahwa ketentuan untuk anak dalam UU PDP masih belum memadai untuk melindungi data pribadi anak secara tegas dan jelas, yang mana berbanding terbalik dengan ketentuan dalam GDPR. Akibatnya, tidak ada pengimplementasian yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pemerintah perlu membentuk dan mengesahkan undang-undang baru yang terfokus membahas mengenai perlindungan data pribadi anak.

Childrens are inseparable from using various kinds of technology. The use of this technology also has a negative impact, which is misuse of one's personal data. This threat is quite troublesome, especially for children, in the eyes of the law, that are considered as incompetent individuals. Unfortunately, Regulation Number 27/2022 concerning Personal Data Protection (PDP Law) does not regulate and explain in detail the protections that children can get for the security of their personal data. Therefore, this research will discuss child regulations, sanctions, and compensation in protecting personal data; child rights provisions; and the comparison of implementation. The aim is to provide an explanation of what provisions have been regulated and how they are implemented in Indonesia, which will then be compared with the provisions in the General Data Protection Regulation (GDPR). This study uses a juridical-normative method, based on legal literature, with a comparative approach. The result obtained is that the provisions for children in the PDP Law are still inadequate to protect children's personal data explicitly and clearly, which is inversely proportional to the provisions in the GDPR. As a result, there is no significant implementation in everyday life. Thus, the government needs to form and pass a new law that focuses on discussing the protection of children's personal data."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indira Nurul Anjani
"Data pribadi merupakan rangkaian informasi mengenai suatu individu dan akan terus melekat terhadapnya. Pelindungan data pribadi merupakan salah satu instrumen dalam menegakkan hak privasi suatu individu yang telah dijamin oleh Pasal 28G UUD 1945. Meskipun telah terdapat kewajiban hukum untuk melindungi, penggunaan data pribadi tidak lekang dari adanya risiko kegagalan pelindungan atau penyalahgunaan dan mengakibatkan pelanggaran hak privasi. Risiko ini pun tidak berhenti saat subjek data pribadi telah meninggal. Sebab, suatu data pribadi yang telah tersimpan tidak secara otomatis dapat terhapuskan melainkan terdapat syarat dan prosedur yang diberlakukan sebagaimana kebijakan privasi sistem elektronik dan ketentuan hukum yang berlaku. Terlebih, dampak dari pelanggaran atau kegagalan pelindungan data pribadi tersebut dapat membawa pengaruh ke pihak keluarga yang masih hidup. Namun, upaya pelindungan terhadap subjek data pribadi yang telah meninggal tidak merupakan ketentuan pokok dalam hukum pelindungan data pribadi seperti dalam GDPR atau UU PDP. Di sisi lain, PDP Prancis dan PDPA Singapura telah mengakui adanya kedudukan subjek data pribadi yang telah meninggal dan memberlakukan pelindungan terhadap subjek data pribadi yang meninggal dengan tujuan terhadap subjek data pribadi yang telah meninggal atau pihak keluarga. Oleh sebab itu, melalui metode penelitian yuridis normatif dengan metode analisis data studi komparatif Penulis melakukan analisis perbandingan negara yang telah memiliki regulasi mengenai pelindungan data pribadi atas subjek data pribadi yang telah meninggal serta terkait konsekuensi hukum yang terjadi. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa sejatinya Indonesia telah mengakui adanya ketentuan pelindungan tersebut melalui Pasal 439 KUHP dan Pasal 32 ayat (1) PM Kesehatan 24/2022. Akibatnya, diperlukan pengaturan pemberlakuan pemenuhan hak privasi dan pelindungan data pribadi terhadap subjek data pribadi yang telah meninggal secara komprehensif.

Personal data is a series of information about an individual and will remain associated with the individual. Personal data protection is one of the instruments in upholding the right to privacy of an individual that has been guaranteed by Article 28G of the 1945 Constitution. Regardless of the legal obligation to protect, the use of personal data is inevitable from the risk of failure or misuse of personal data and resulting in a violation of privacy rights. This risk does not stop even when the personal data subject is deceased. Since, personal data that has been stored in cyberspace cannot be automatically erased, there are terms and procedures that are applied as the privacy policy of the electronic system and applicable law. Moreover, the impact of a violation or failure to protect personal data can affect the family. However, the protection of deceased personal data subjects is not a fundamental provision in personal data protection, as in the GDPR or the PDP Law. On the other hand, the French PDP and Singapore PDPA have recognized the position of deceased personal data subjects and enacted the protection of deceased personal data subjects for the purpose of deceased personal data subjects or the family. Thus, through normative juridical research method with comparative study data analysis method the author conducts a comparative analysis of countries that have regulated the protection of personal data on deceased personal data subjects and related legal consequences. The outcome shows that Indonesia Regulations has recognized the existence of such protection provisions through Article 439 of the Criminal Code and Article 32 paragraph (1) MOH Regulation 24/2022. Therefore, it is necessary to comprehensively regulate the implementation of the fulfilment of the right to privacy and personal data protection for deceased personal data subjects."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risya Dameris
"Tesis ini membahas bagaimana ketentuan hukum yang mengatur perlindungan data pribadi secara global dan regional khususnya dalam penerapannya pada suatu transaksi elektronik di Indonesia khususnya OECD dan APEC ketentuan hukum yang mengatur perlindungan data pribadi secara global dan regional khususnya dalam penerapannya pada suatu transaksi elektronik khususnya OECD Guidelines 1980 dan APEC Privacy Frame Work 2004. Prinsip best practices berkembang dari prinsip Fair Information Principle menjadi OECD Guidelines, kemudia berkembang menjadi APEC Privacy Framework, dan kemudian menjadi EU-US Safe Harbor Principle yang merupakan alternatif penyelesaian terhadap persoalan pertukaran data lintas negara (cross border data flow) Untuk melakukan pertukaran data dalam rangka perdagangan internasional, Indonesia perlu menerapkan perlindungan data pribadi sesuai dengan prinsip best practices yang diakui di dunia internasional. Dalam rangka perdagangan internasional, perbedaan standar perlindungan data pribadi di suatu negara dapat menjadi suatu hambatan dalam transaksi elektronik. Oleh karena itu, perlu diupayakan adanya suatu standar perlindungan data pribadi yang dapat menjamin perlindungan terhadap data pribadi sehingga menimbulkan kepercayaan dari negara - negara khususnya memandang pengaturan perlindungan privasi dengan cara government rule yang dianut oleh Uni Eropa. Kebijakan Pemerintah dalam membuat call center pengaduan dan implementasi dari ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia terkait perlindungan data pribadi dalam persoalan Spamming SMS Broadcast masih belum cukup memadai dan penerapannya tidak dapat menghentikan penyelenggaraan SMS Broadcast yang melanggar hak privasi masyarakat. Hal tersebut dikarenakan peraturan yang ada yaitu Permenkominfo No. 01/PER/M.KOMINFO/01/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke Banyak Tujuan (Broadcast) tidak memenuhi prinsip-prinsip best practices, yaitu : Preventing Harm dan Accountability.

This thesis discusses how the legal provisions governing the protection of personal data globally and regionally especially in its application to an electronic transaction in Indonesia. This thesis describes some best practices that developed in international business practices, such as the OECD Guidelines Governing the Protection of Privacy and transborder Flows of Personal Data 1980; Convention for the Protection of Individuals with Regard to Automatic Processing of Personal Data 1985; United Nations Guidelines concerning Computerized Personal Data Files 1990; European Community Directive on the Processing of Personal Data and on The Free Movement of Such Data 1995; APEC Privacy Framework 2004. Nevertheless, the focus in the discussion of this thesis is the OECD Privacy Guidelines and APEC 1980 Frame Work 2004. To exchange data in international trade, Indonesia needs to implement the protection of personal data in accordance with the principles of best practices is recognized internationally. In order of international trade, the differences in standards of personal data protection in a country can become a barrier in electronic transactions. Therefore, it is necessary the existence of a personal data protection standards which can guarantee the protection of personal data, build trust of countries in particular minded privacy protection settings in a way government rule adopted by the European Union. Associated with the implementation of privacy protection, the number of SMS Broadcast circulating in the community to make the Government created a call center complaint and attempt to apply the provisions in force in Indonesia. Protection of personal data in Broadcast SMS Spamming issue is still not sufficient and the application is not able to stop the implementation of SMS Broadcast that violates the privacy rights of the public. That is because existing regulations are Permenkominfo No.01/PER/M.KOMINFO/01/2009 on Implementation and Delivery Services Premium Messaging Short Message Service (SMS) to Many Destinations (Broadcast) does not meet the principles of best practices, namely: Preventing Harm and Accountability."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T38678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Anifah
"Lahirnya era digital pada teknologi finansial ditandai dengan munculnya layanan keuangan berbasis teknologi yang dikenal dengan istilah Financial Technology atau fintech. Bentuk dasar fintech antara lain pembayaran (digital wallets, P2P payments), investasi (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending), pembiayaan (crowdfunding, micro-loans, credit facilities), asuransi (risk management), lintas-proses (big data analysis, predicitive modeling), infrastruktur (security). P2P lending merupakan suatu layanan yang disediakan oleh suatu perusahaan kepada masyarakat dengan tujuan pinjam meminjam uang secara online melalui website atau aplikasi yang dikelola oleh perusahaan tersebut. Dalam pelaksaaan timbul permasalahan terkait dengan perlindungan privasi dan data pribadi pengguna aplikasi dalam transaksi elektronik peer to peer lending. Hal ini dikarenakan belum adanya undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perlindungan data pribadi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekataan undang-undang, historis, dan konseptual. Guna mengantisipai hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan sebagai wasit industri keuangan telah mengeluarkan aturan pembatasan data yang dapat diakses, yakni Camera, Michrophone dan Location (CAMILAN), akan tetapi pelaksaannya masih timbul kendala terkait dengan pemberian sanksi terhadap pelanggar. Pengguna aplikasi yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, dan apabila ditemukan adanya unsur pidana, maka dapat membuat laporan polisi.

The birth of the digital era in financial technology was marked by the emergence of technology-based financial services known as Financial Technology or fintech. Basic forms of fintech include payments (digital wallets, P2P payments), investments (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending), financing (crowdfunding, micro-loans, credit facilities), insurance (risk management), cross-process (big data analysis, predictive modeling), and infrastructure (security). Peer to peer lending is a service provided by a company to the community with the aim of borrowing money online through a website or application managed by the company. In its implementation, problems arise regarding the protection of the privacy and personal data of the application users in peer to peer lending electronic transactions. This is due to the absence of laws specifically regulating the protection of personal data. This study uses the normative juridical method with a range of laws, historical, and conceptual. In order to anticipate this, the Otoritas Jasa Keuangan, as a referee in the financial industry has issued a regulation limiting data that can be accessed, namely camera, microphone and location (CAMILAN), but the implementation is still a problem related to sanctions against violators. Application users who feel disadvantaged can file a lawsuit, and if any criminal element is found, they can make a police report."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ishmah Naqiyya
"Perkembangan teknologi informasi dan internet dalam berbagai sektor kehidupan menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan data di dunia. Pertumbuhan data yang berjumlah besar ini memunculkan istilah baru yaitu Big Data. Karakteristik yang membedakan Big Data dengan data konvensional biasa adalah bahwa Big Data memiliki karakteristik volume, velocity, variety, value, dan veracity. Kehadiran Big Data dimanfaatkan oleh berbagai pihak melalui Big Data Analytics, contohnya Pelaku Usaha untuk meningkatkan kegiatan usahanya dalam hal memberikan insight yang lebih luas dan dalam. Namun potensi yang diberikan oleh Big Data ini juga memiliki risiko penggunaan yaitu pelanggaran privasi dan data pribadi seseorang. Risiko ini tercermin dari kasus penyalahgunaan data pribadi Pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica yang berkaitan dengan 87 juta data Pengguna. Oleh karena itu perlu diketahui ketentuan perlindungan privasi dan data pribadi di Indonesia dan yang diatur dalam General Data Protection Regulation (GDPR) dan diaplikasikan dalam Big Data Analytics, serta penyelesaian kasus Cambridge Analytica-Facebook. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersumber dari studi kepustakaan. Dalam Penelitian ini ditemukan bahwa perlindungan privasi dan data pribadi di Indonesia masih bersifat parsial dan sektoral berbeda dengan GDPR yang telah mengatur secara khusus dalam satu ketentuan. Big Data Analytics juga memiliki beberapa implikasi dengan prinsip perlindungan privasi dan data pribadi yang berlaku. Indonesia disarankan untuk segera mengesahkan ketentuan perlindungan privasi dan data pribadi khusus yang sampai saat ini masih berupa rancangan undang-undang.

The development of information technology and the internet in various sectors of life has led to an increase in data growth in the world. This huge amount of data growth gave rise to a new term, Big Data. The characteristic that distinguishes Big Data from conventional data is that Big Data has the characteristic of volume, velocity, variety, value, and veracity. The presence of Big Data is utilized by various parties through Big Data Analytics, for example for Corporation to incurease their business activities in terms of providing broader and deeper insight. But this potential provided by Big Data also comes with risks, which is violation of one's privacy and personal data. One of the most scandalous case of abuse of personal data is Cambridge Analytica-Facebook relating to 87 millions user data. Therefor it is necessary to know the provisions of privacy and personal data protection in Indonesia and which are regulated in the General Data Protection (GDPR) and how it applied in Big Data Analytics, as well as the settlement of the Cambridge Analytica-Facebook case. This study uses normative juridical methods sourced from library studies. In this study, it was found that the protection of privacy and personal data in Indonesia is still partial and sectoral which is different from GDPR that has specifically regulated in one bill. Big Data Analytics also has several implications with applicable privacy and personal data protection principles. Indonesia is advised to immediately ratify the provisions on protection of privacy and personal data which is now is still in the form of a RUU."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radian Adi Nugraha
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan pasal perlindungan data pribadi yang terdapat dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dikaitkan dengan praktik layanan komputasi awan yang saat ini sedang berkembang pesat. Kebutuhan komputasi awan diperkirakan akan mengalami peningkatan yang sangat besar di masa mendatang. Hal tersebut didorong makin banyaknya penggunaan perangkat yang terhubung ke internet dan membutuhkan akses layanan berbasis data secara real time. Sebagai sebuah jenis layanan yang masih tergolong baru di Indonesia, isu keamanan dan perlindungan data pribadi dinilai masih menjadi poin penting yang dikhawatirkan dalam adopsi komputasi awan di Indonesia, menyusul banyaknya kasus pembobolan data yang merugikan pengguna layanan berbasis media elektronik seperti telepon selular dan kartu kredit. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai konsep umum perlindungan data, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan data baik di dalam maupun luar negeri, tinjauan umum dari komputasi awan, analisis pasal 26 UU ITE dan tanggung jawab dari penyedia layanan komputasi awan terhadap data pribadi pengguna layanannya.

This paper discusses around the application of article about personal data protection that contained in Law No. 11 Year 2008 on Information and Electronic Transaction associated with the practice of cloud computing service that is growing rapidly nowadays. The need of cloud computing are predicted to get a huge increase in the future. It is driven more and more use of the devices that connected to the internet and require access to data-based services in real time. As a kind of the new service in Indonesia, the issue of security and personal data protection is still considered to be an important point of concern in the adoption of cloud computing in Indonesia, following a number of data leaked cases that adverse subject data of electronic media-based services such as mobile phones and credit cards. In this study will be discussed on the general concept of data protection, laws and regulations governing data protection both inside and outside the country, an overview of cloud computing, analysis of article 26 of Law of Information and Electroninc Transactions and responsibilities of providers of cloud computing services to the user's personal data from its services."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>