Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88989 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Desty Wahyuningsih
"ABSTRAK
Ketersediaan data wilayah Indonesia dengan nilai tutupan awal minimal harus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Pemrograman permintaan (programming request) data citra satelit area tertentu dapat dimanfaatkan untuk memperoleh data citra dengan nilai tutupan awan minimal. Persentase tutupan awan citra hasil perekaman dapat diminimalisir dengan rekomendasi waktu perekaman yang tepat. Rekomendasi waktu perekaman dihasilkan dari cloud coverassesment, dimana untuk melakukan cloud cover assesmentterlebih dahulu harus dilakukan deteksi awan pada citra satelit. Deteksi awan adalah proses memberi label pada setiap piksel dari suatu citra satelit yang menunjukkan piksel tersebut sesuai dengan awan atau tidak. Citra satelit SPOT-6/7 tidak memiliki kanal termal untuk mendeteksi awan yang memiliki suhu rendah. Metode Multi-Temporal Cloud Detection (MTCD) dapat digunakan untuk melakukan deteksi awan pada citra satelit SPOT-6/7."
Jakarta: Bidang Diseminasi Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN, 2018
520 IND 9:11 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Rizkiyanto
"Awan merupakan salah satu objek dalam citra satelit penginderaan jauh sensor optis yang keberadaanya sering kali mengganggu proses pengolahan citra penginderaan jauh. Deteksi awan secara akurat merupakan tugas utama dalam banyak aplikasi penginderaan jauh. Oleh karena itu, deteksi awan secara tepat khususnya pada citra satelit optis resolusi sangat tinggi merupakan suatu pekerjaan yang sangat menantang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi objek awan pada data citra satelit penginderaan jauh resolusi sangat tinggi. Penelitian ini menggunakan algoritma deep learning yaitu Convolutional Neural Network (CNN) dan segmentasi Simple Linear Iterative Clustering (SLIC) superpixel untuk mendeteksi objek awan pada citra satelit penginderaan jauh. Penelitian ini menggunakan SLIC untuk mengelompokkan citra ke dalam superpiksel. Penelitian ini juga merancang CNN untuk mengekstrak fitur dari citra dan memprediksi superpiksel sebagai salah satu dari dua kelas objek yaitu awan dan bukan awan. Penelitian ini menggunakan data citra satelit resolusi sangat tinggi Pleiades multispectral dengan resolusi 50 cm. Deteksi awan dilakukan dengan berbagai macam skenario. Hasilnya, metode yang diusulkan mampu mendeteksi objek awan dengan performa akurasi sebesar 91.33%.

Clouds are one of the objects in optical sensor remote sensing satellite images whose presence often interferes with the remote sensing image processing process. Accurate cloud detection is a key task in many remote sensing applications. Therefore, precise cloud detection, especially in very high-resolution optical satellite imagery, is a very challenging task. This study aims to detect cloud objects in very high-resolution remote sensing satellite imagery data. This study uses a deep learning algorithm, namely Convolutional Neural Network (CNN) and Simple Linear Iterative Clustering (SLIC) superpixel segmentation to detect cloud objects in remote sensing satellite images. This study uses SLIC to group images into superpixels. This study also designed a CNN to extract features from the image and predict the superpixel as one of two classes of objects, namely cloud, and non-cloud. This study uses very high-resolution Pleiades multispectral satellite imagery data with a resolution of 50 cm. Cloud detection is carried out in various scenarios. As a result, the proposed method can detect cloud objects with an accuracy performance of 91.33%."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donna Monica
"ABSTRAK
Keberadaan awan pada citra satelit optis dapat mengganggu proses pengolahan dan analisis interpretasi citra, terutama bagi Indonesia yang merupakan negara tropis yang sering tertutup awan sepanjang tahun. Oieh karena itu, perlu dilakukan klasifikasi awan sebelum pengolahan citra lebih lanjut. Artikel ini menawarkan metode lain untuk mengklasifikasi awan, yaitu Genetic algorithm initializing K--means (GAIK). GAIK merupakan metode pengelompokan data yang mengombinasikan metode K-means dengan algoritma genetika, dimana centroid-centroid yang digunakan pada metode K-means diperoleh dari hasil optimisasi algoritma genetika. Hash eksperimen pada citra Landsat-8 menunjukkan bahwa GAIK dapat digunakan untuk mengklasifikasi awan dengan hasil yang cukup baik."
Jakarta: Bidang Diseminasi Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN, 2018
520 IND 9:11 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Astika Saputra
"

Ancaman keamanan cyber berupa aktivitas Botnet merupakan salah satu ancaman berbahaya yang dihadapi oleh komunitas internet. Para peneliti telah mengusulkan sistem deteksi intrusi (IDS) yang bekerja dengan menggunakan algoritma machine learning sebagai solusi alternatif dari IDS yang menggunakan metode signature dan metode anomali untuk mendeteksi aktivitas Botnet.

Permasalahan yang dihadapi adalah sulitnya membedakan antara trafik normal dengan trafik Botnet. Perlu adanya pemilihan fitur dari data set jaringan sehingga trafik Botnet dapat dideteksi dengan akurat. Dalam penelitian ini diusulkan metode baru yang meningkatkan kinerja IDS dalam mendeteksi Botnet. Metode yang diusulkan adalah dengan menggabungkan dua metode statistik yaitu low variance filter yang dikombinasikan dengan Pearson Correlation Filter yang selanjutnya disebut dengan  Hybrid Pearson Correlation Filter (HPCF) untuk diterapkan dalam tahap  pemilihan fitur. Pemilihan fitur dengan metode yang diajukan yaitu HPCF (Hybrid Pearson Correlation Filter) terbukti dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari IDS. Efektivitas diukur dengan menggunakan metrik performasi. Dari hasil eksperimen offline maupun reatime detection, DT lebih unggul dari tujuh model ML lainnya. Model DT-15 merupakan kombinasi terbaik dengan performasi diatas 95% untuk offline detection, 99% untuk Real-time detection.

Pemilihan fitur juga berpengaruh terhadap efisiensi yang diukur dari waktu komputasi pembelajaran mode dan waktu komputasi deteksi di jaringan sebenarnya. Model DT-15 merupakan kombinasi terbaik dengan rata-rata waktu 6,3 detik untuk pembelajaran model (offline detection) and 350 detik untuk waktu deteksi di jaringan sebenarnya (Real-time detection).

Tantangan untuk membuat arsitektur IDS yang dapat beradaptasi dengan  tekonologi komputasi awan juga menjadi topik dalam penelitian ini. Perubahan dinamis dalam arsitektur komputasi awan membutuhkan kemudahan dan fleksibilitas didistribusikan dan dikonfigurasi, dan sarana transportasi data yang paling andal ke defense center. Selain itu teknologi komputasi awan secara signifikan meningkatkan volume, kecepatan, dan variasi data yang harus diproses di pusat pertahanan. Ini berarti bahwa defense center membutuhkan teknologi big data. Snort adalah sistem deteksi dan pencegahan intrusi jaringan berbasis signature yang populer dan berpengaruh di komunitas Internet. Kekurangan dari Snort adalah keterbatasannya dalam menempatkan sensor dengan defense center yang harus terhubung dalam satau sama lain dalam satu jaringan. Hal ini bertolak belangkang dengan kebutuhan dari teknologi komputasi awan. Pada penelitian ini digunakan referensi arsitektur lambda. Dalam pengembangannya arsitektur terbagi menjadi tiga bagian: data source, data collecting dan data serving. Untuk data source dikembangkan aplikasi docker yang didalamnya terdapat aplikasi Snort IDS. Sedangkan untuk collecting data ddigunakan protokol MQTT sebagai saluran pengirimannya. MQTT lebih unggul dalam kemampuan pengirimanya dengan message rate 12 kali lebih besar dan latensi 62 kali lebih rendah dibandingkan dengan protokol Kafka Pub/Sub. Secara keseluruhan penelitian menghasilkan arsitektur baru big data penerapan sistem deteksi intrusi jaringan berbasis Snort di lingkungan komputasi awan.  Aplikasi NIDS Snort yang dibangun dengan merujuk dari arsitektur yang telah dibangun dapat diakses di https://github.com/Mata-Elang-Stable/MataElang-Platform/wiki.


Cyber security threats in the form of botnet activities are one of the dangerous threats faced by the internet community. Researchers have proposed an intrusion detection system (IDS) that works using machine learning algorithms as an alternative solution to IDS that uses signature and anomaly methods to detect botnet activity.

The problem faced is the difficulty of distinguishing between normal traffic and Botnet traffic. There needs to be a selection feature from the network data set to detect Botnet traffic accurately. This study proposes a new method to improve IDS performance in detecting botnets. The proposed method combines two statistical methods, namely the low variance filter and the Pearson Correlation Filter, referred to as the Hybrid Pearson Correlation Filter (HPCF), to be applied in the feature selection stage. Feature selection with the proposed method, namely HPCF (Hybrid Pearson Correlation Filter), is proven to increase the effectiveness and efficiency of IDS. Effectiveness is measured using performance metrics. From the results of offline and real-time detection experiments, DT is superior to the other seven ML models. The DT-15 model is the best combination, with over 95% performance for offline detection and 99% for real-time detection.

The selection of features also affects the efficiency measured by the computational time of mode learning and the computational time of detection in the real network. The DT-15 model is the best combination, with an average time of 6.3 seconds for the learning model (offline detection) and 350 seconds for detecting in the real network (real-time detection).

Developing an IDS architecture that can adapt to cloud computing technology is also a topic in this research. Dynamic changes in cloud architecture require the flexibility of configuring and the most reliable means of data transportation for the defense center. In addition, cloud computing significantly increases the volume, speed, and variety of data that must be centralized in the defense center. So this means that the defense center needs big data technology. Snort is a signature-based network intrusion detection and prevention system that is popular and influential in the Internet community. The drawback of Snort is its limitation in placing sensors with central defenses that must be connected to a single network, which is contrary to the needs of cloud computing technology.

In this study,  we refer to lambda architecture, which consists of three parts: data source, data collecting and serving. A docker application for the data source is developed, including the Snort IDS application. Meanwhile, the MQTT protocol is used as the delivery channel for collecting data. MQTT is superior in its delivery capabilities, with a message rate of 12 times more significant and latency 62 times lower than the Kafka Pub/Sub protocol. Overall, the research resulted in a new big data architecture for implementing a Snort-based network intrusion detection system in a cloud computing environment. Our proposed design and implementation can be accessed at https://github.com/Mata-Elang-Stable/MataElang-Platform/wiki.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Andika
"Informasi keadaan cuaca di laut lepas merupakan hal penting yang menentukan keselamatan para nelayan dalam eksploitasi sumber daya kelautan. Dan dalam hal ini, awan merupakan parameter utama untuk menentukan kadar kestabilan di atmosfer. Langit yang bebas awan menandakan kondisi atmosfer Bumi yang cenderung stabil sedangkan keadaan langit mendung dengan bentangan awan yang cukup luas menandakan ketidakstabilan atmosfer. Melalui citra sensor satelite penginderaan jauh NOAA/AVHRR berupa sinyal APT, keadaan cuaca melalui pendeteksian dan pengklasifikasian tutupan awan dapat dilakukan.
Dalam skripsi ini, pengklasifikasian tutupan awan terbatas pada awan jenis cirrus, stratocumulus, dan cumulonimbus. Adanya awan cumulonimbus dengan bentangan awan yang cukup luas pada suatu daerah dapat diasumsikan sebagai keadaan cuaca yang buruk. Sehingga sebagai peringatan bahwa daerah tersebut mempunyai kecenderungan hujan lebat. Awan stratocumulus menandakan daerah tersebut cenderung hujan gerimis. Namun, sering kali awan ini merupakan tanda bahwa cuaca yang lebih buruk akan datang. Awan cirrus tidak membawa hujan, namun jika banyak terdapat awan cirrus di atmosfer merupakan tanda bahwa 24 jam ke depan akan terjadi perubahan cuaca.
Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data level 2 APT yang diterima oleh sistem penerima radio VHF dan diolah menggunakan perangkat lunak WxtoImg. Awan dideteksi menggunakan persamaan pendekatan regresi temperatur terhadap nilai kecerahan pixel. Persamaan diperoleh dengan mengambil titik-titik sampel pada data citra APT kanal 4. Setelah dipisahkan dari daratan dan lautan, awan diklasifikasikan berdasarkan tingkat kecerahan albedo yang dihitung dari data APT kanal 2.

Weather reports are one of the key factors to ensure the fishermen's safety during their activities in the sea. Cloud is a potential weather element and cloud coverage is the main parameter in determining the degree of stability of the atmosphere. A cloudless sky, for example, may suggest that the Earth's atmosphere is in a stable condition, while the massive grey clouds in the sky signifies the unstability of the atmosphere. Using the remote sensing satellite NOAA/AVHRR data extracted from the APT signal, the weather reports could be produced, while cloud cover classification could also be performed.
In this research, cloud cover is classified as one of the following types: cirrus, stratocumulus and cumulonimbus. The cumulonimbus clouds with a massive horizontal stretch in a particular area can be seen as a sign of bad weather. This observation may lead to a further conclusion that heavy rains will fall. On the other hand, the appearance of stratocumulus clouds indicates the sign of drizzle. The cirrus clouds, however, do not bring any rain droplets. Nevertheless, it is highly predicted that there will be a significant weather change in the next 24 hours.
The cloud data is extracted from the NOAA/AVHRR APT signal which is processed into level 2 data using WxtoImg. The raw data in the form of analog signal was received using a VHF receiver system. The cloud covers are then achieved using a regressive approximation equation which converted the pixel intensity into temperature. Equations are derived by taking sample points in the channel 4 image. Clouds are distinguished into those from lands and sea, and are classified based on the albedo in the channel 2.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40485
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizh Haidar
"ABSTRAK

Sistem pendeteksi kardiomegali dilakukan dengan memeriksa hasil citra radiografi toraks manusia. Pada bagian ekstraksi fitur, citra diproses menggunakan metode Discrete cosine transform. Pada sistem ini, digunakan DCT sebanyak 5 level. Hasil dari proses DCT akan digunakan sebagai input untuk proses selanjutnya, yaitu Learning vector quantization. Bagian klasifikasi menggunakan LVQ terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pelatihan dan bagian pengenalan. Bagian pelatihan merupakan bagian dimana sistem dilatih untuk mendapatkan bobot akhir. Bagian pengenalan merupakan bagian yang sistem gunakan untuk mengenali ada atau tidaknya kardiomegali dengan hasil pembelajaran dari bagian pelatihan. Sistem menunjukkan hasil akurasi pengujian yang cukup tinggi, yaitu 97,78% dimana dari 45 citra uji, 44 citra dapat diklasifikasikan dengan baik.


ABSTRACT

The detection system of cardiomegaly is conducted by processing human CXR, or chest X-Ray. In feature extraction, X-Ray images are processed using Discrete Cosine Transfom method. In this system, 5-Level DCT is applied. The result of feature extraction is used as input for the next method, which is Learning vector quantization. LVQ consists of two parts, which are the training part and the testing part. The training part is when the system is trained to obtain final weight. The testing part is where system recognizes and decides whether the CXR shows the indication of cardiomegaly based on the knowledge it obtained from the training part. The system shows high testing accuracy, which is 97,78% where 44 out of 45 X-Ray images have been well-diagnosed.

"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59878
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezika Damayanti
"Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman serelia atau tanaman biji-bijian yang menjadi bahan pangan utama terpenting setelah padi dan gandum di dunia. Komoditas jagung dinilai sangat penting karena memiliki fungsi multiguna sebagai bahan pangan, bahan baku industri, bahan pakan ternak dan bahan bakar nabati. Seiring dengan kebutuhan jagung yang kian naik dari tahun ke tahunnya, kekurangan produksi dalam pasokan jagung global dan kenaikan harga input jagung menjadi hal yang harus diperhatikan karena memiliki dampak yang serius. Salah satu ancaman utama bagi produksi jagung adalah penyakit daun jagung yang disebabkan oleh jamur, beberapa diantaranya adalah Gray leaf spot, Northern leaf blight, dan Common rust. Gray leaf spot, Northern leaf blight, dan Common rust dapat menyebabkan hilangnya hasil panen sekitar 50%-70% di beberapa daerah penghasil jagung di dunia. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko kegagalan produksi jagung adalah mengambil langkah-langkah pencegahan dengan pendeteksian dini pada penyakit daun jagung melalui citra digital. Pada penelitian ini, digunakan pendekatan deep learning dengan metode Convolutional Neural Network (CNN) arsitektur ResNet-50 yang merupakan salah satu metode yang paling baik dalam mengolah citra digital. Data yang digunakan adalah Maize or Corn Dataset oleh Smaranjit Ghose dan diambil dari Kaggle yang merupakan online database. Setelah itu, dilakukan tahapan mengolah data citra dengan melakukan preprocessing data yang bertujuan agar meningkatkan akurasi seperti mengubah ukuran dan melakukan flip horizontal kemudian rotasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Convolutional Neural Network ResNet-50 dengan menggunakan fungsi optimasi Adam dapat mendeteksi penyakit daun jagung dengan sangat baik. Hasil tersebut diperoleh dari 5 kali percobaan simulasi pada setiap skenario kasus yang menghasilkan rata-rata nilai training dan validation accuracy sebesar 98,68% dan 97,86%. Kemudian, rata-rata hasil accuracy testing, recall macro, recall micro, precision macro dan precision micro terbaik diperoleh dengan hasil masing-masing sebesar sebesar 97,49%, 97,13%, 97,53%, 96,69% dan 97,87%.

Maize (Zea Mays L.) is one of the cereal plants or grain crops that become an important food ingredient after rice and wheat in the world. Maize is also considered very important because it has a multi-purpose function as food, industrial raw materials, animal feed ingredients, and biofuels. Along with increasing demand for maize from year to year, lack of production for global maize supply and increase of maize price is one thing that needs more attention because it has a serious impact. One of the main threats to maize production is maize leaf disease that is caused by fungi, some of them are Gray leaf spot, Northern leaf blight, and Common rust. Gray leaf spot, Northern leaf blight, and Common rust can lead to reduced yields of about 50%-70% in some maize-producing areas. Therefore, one method that can be done to reduce the failure of maize production is taking preventive measures by detecting disease using digital images. This study uses deep learning methods by Convolutional Neural Network (CNN) ResNet-50 architecture, which is one of the best methods in processing digital images. The data used in this study is Maize or Corn Dataset by Smaranjit Ghose and taken from Kaggle which is an online database. After that, the stages of processing image data are carried out by preprocessing data to increase accuracies such as resizing and doing horizontal flips and rotations. The results showed that the Convolutional Neural Network ResNet-50 using the Adam optimization function could detect maize leaf disease very well. These results were obtained from 5 simulations experiments in each case scenario which resulted in an average value of training and validation accuracy of 98.68% and 97.86. Then, the average results of the best accuracy testing, recall macro, recall micro, precision macro, and precision micro were obtained with results of 97.49%, 97.13%, 97.53%, 96.69%, and 97,87%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferro Geraldi Hardian
"Deteksi objek merupakan permasalahan populer pada bidang computer vision yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mencari lokasi objek pada suatu citra. Performa metode-metode deteksi objek tentunya dipengaruhi oleh kualitas citra. Di sisi lain, pada kehidupan sehari-hari terdapat citra berkabut. Citra berkabut adalah citra yang diambil dalam kondisi berkabut. Kabut tersebut dapat menghamburkan sinar cahaya dan menyebabkan citra yang diambil mengalami penurunan kualitas. Dataset-dataset citra yang populer digunakan untuk deteksi objek juga biasanya mengasumsikan citra diambil pada kondisi tanpa kabut. Oleh karena itu kebanyakan metode deteksi objek pada umumnya tidak dapat berperforma dengan baik pada citra berkabut. YOLOv4 merupakan arsitektur deteksi objek state-of-the-art yang memiliki performa tinggi baik dari segi akurasi dan kecepatan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kapasitas YOLOv4 dengan citra yang berkabut dan juga mencari skenario pelatihan terbaik bagi YOLOv4 untuk mendeteksi objek pada citra berkabut. Skenario pelatihan yang diusulkan ada tiga, pelatihan hanya dengan citra tanpa kabut, pelatihan hanya dengan citra berkabut, dan pelatihan dengan kedua tipe citra. Pengujian dilakukan pada dataset Hazy Series dimana permasalahan utamanya adalah untuk mendeteksi satu buah objek Macbeth ColorChecker yang ada pada setiap citra. Hasil penelitian menunjukan bahwa kabut memiliki pengaruh yang besar pada model yang tidak dilatih dengan citra berkabut. Selain itu, ditunjukan bahwa model YOLOv4 yang dilatih dengan citra berkabut dan citra tanpa kabut memiliki performa terbaik, dengan akurasi 0,88 dan Intersection of Union (IOU) 0,71 untuk dataset Hazy.

Object detection is a well known problem in the computer vision field that aims to identify and locate objects in images. The performance of object detection methods is influenced by the quality of the images. However, in real world situations, it is possible to have hazy images. Hazy images are images that are taken in hazy conditions. Haze occurs because of scattering light in a medium that has micro-particles and causes the quality of the image to worsen. Well known object detection datasets also commonly assume that the images are taken in haze-free conditions. As a result, most object detection methods cannot perform well when faced with hazy images. YOLOv4 is a state-of-the-art object detection architecture that has high performance in both accuracy and speed. This research aims to test YOLOv4 capability in handling hazy images while also searching for the best training scenario for YOLOv4 to detect object in hazy images. There are three proposed training scenarios, they are training with only haze-free images, training with only hazy images and training with both. Evaluation is done on Hazy Series dataset where the main task is to detect one Macbeth ColorChecker object in each image. Research’s results indicate that haze has a big effect on models that are not trained with hazy images. They also indicate that the YOLOv4 model that is trained with both haze-free images and hazy images has the best performance, with an accuracy of 0,81 and Intersection of Union (IOU) of 0,71 for hazy images. "
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hansen Jonathan
"Electronic traffic law enforcement (ETLE) merupakan solusi yang diharapkan membantu mengurangi pelanggaran lalu lintas. Dengan ETLE, kemacetan akibat tindakan polisi untuk memberhentikan kendaraan langsung di tempat serta terjadinya tindakan suap dapat dihilangkan. Salah satu hal penting pada ETLE adalah identifikasi kendaraan pada citra atau video seperti pelat kendaraan, kondisi pengemudi dan lain sebagainya. Sebelum identifikasi, model harus mendeteksi terlebih dahulu mana bagian yang ingin diidentifikasi. Deteksi pelat mobil pada citra mobil merupakan salah satu tantangan yang berat. Penelitian ini dilakukan dengan data yang tergolong kecil, sehingga terlihat apakah model dapat berjalan dengan baik atau tidak. Analisis kinerja model dapat dilihat dari kurva yang dihasilkan model YOLOv7 beserta hasil uji yang dilakukan. Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan yang lebih baik dalam pengembangan dan peningkatan model deteksi objek yang efisien dan akurat di masa depan.

Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) is a solution that is expected to help reduce traffic violations. With ETLE, traffic jams due to police action stop vehicles right where they occur and acts of bribery can be eliminated. One of the important things in ETLE is vehicle identification on images or videos, such as vehicle plates, driver conditions, and so on. Before identification, the model must first detect which part it wants to identify. The detection of car plates on car images is a formidable challenge. This research was conducted with relatively small data, so it showed whether the model works well or not. An analysis of the performance of the model can be seen from the curves that are produced by the YOLOv7 model, along with the results of the tests that were carried out. The existence of this research is expected to provide better insight into the development and improvement of efficient and accurate object detection models in the future."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Riyanto
"Banjir di perkotaan merupakan bencana yang signifikan karena banyaknya penduduk yang terkena dampaknya. Dalam kebanyakan kasus, banjir terjadi bersamaan dengan hujan lebat, sehingga jika diamati dari satelit yang menggunakan sensor optik, daerah tersebut tertutup awan. Penelitan ini mengusulkan framework baru untuk klasifikasi banjir daerah perkotaan menggunakan sensor satelit penginderaan jauh Synthetic Aperture Radar (SAR) yang mempunyai kemampuan menembus awan. Framework ini dikembangkan untuk mengklasifikasi daerah banjir dengan mempertahankan variasi temporalnya. Studi kasus yang digunakan adalah wilayah Jakarta menggunakan metode 3D CNN multi-sensor pada data Sentinel-1 (S-1) multi-temporal dan curah hujan rata-rata Climate Hazard Infrared Precipitation Sensor (CHIRPS). Data terdiri atas 24 scene S-1 dengan polarisasi ganda VV dan VH antara bulan Maret 2019-Februari 2020 yang terdiri dari 20 citra co-polarized dan cross-polarized yang terdiri dari 2 citra co-event, 18 citra pre-event, dan 4 citra post-event sebagai testing data dan data curah hujan dari CHIRPS. Training dilakukan dengan menggunakan hyperparameter 150 epoch, batch size sebesar 100, learning rate sebesar 0,001 dan komposisi data set training/testing digunakan 80/20. Hasil pengujian 3D CNN memberikan rata-rata overall accuracy sebesar 70,3% dengan waktu pemrosesan 113 detik untuk setiap epoch. Dengan hasil tersebut metode 3D CNN diharapkan mampu membantu mengestimasi luas area banjir yang akurat dan mengidentifikasi daerah yang berpotensi mengalami banjir dalam rangka deteksi dini/pencegahan banjir kota-kota lain di masa mendatang.

Urban flooding is a significant catastrophe due to its widespread impact on the population. Typically, floods occur concurrently with heavy rainfall, rendering the affected area obscured by clouds when observed through optical sensors on satellites. To address this issue, a novel approach is proposed in this study, aiming to classify flooded urban areas using a remote sensing synthetic aperture radar (SAR) sensor on a satellite. Unlike optical sensors, SAR has the ability to penetrate clouds. The framework was developed by employing the 3D Convolutional Neural Network (CNN) method to preserve the temporal variability, which processed multi-temporal SAR data from Sentinel-1 (S-1) and average rainfall data from the Climate Hazards Infrared Precipitation Sensor (CHIRPS). The dataset used in this research comprised 24 S-1 scenes with Dual VV and VH polarization, covering the period between March 2019 and February 2020 divided into 2 co-event images, 18 pre-event images, and 4 post-event images, along with rainfall data from CHIRPS. The training phase employed hyperparameters of 150 epochs, batch size of 100, and learning rate at 0,001, with training/testing data split of 80/20. The 3D CNN achieved an average overall accuracy of 70.3%, with maximum accuracy at 71,4% and each epoch taking 113 seconds on average to process. These results demonstrate the potential of the 3D CNN method to accurately estimate the extent of flooding and identify areas at risk of flooding, thereby aiding early detection and flood prevention efforts in other cities in the future."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>