Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fajar Sumirat
"ABSTRAK
Kesenjangan wilayah di Indonesia dipandang relatif masih cukup tinggi, khususnya kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Di samping itu juga terdapat kesenjangan antara wilayah desa dan kota. Kesenjangan pembangunan antara desa kota maupun antara kota kota perlu ditangani secara serius untuk mencegah terjadinya urbanisasi, yang pada gilirannya akan memberikan beban dan masalah sosial di wilayah perkotaan. Pada dasarnya kesenjangan pembangunan antarwilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu wilayah. Terjadinya ketimpangan antarwilayah ini berimplikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antarwilayah, yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara akibat kecemburuan masyarakat terutama yang berasal dari daerah dengan tingkat kesejahteraan lebih rendah. Pelaksanaan otonomi daerah pada dasarnya bertujuan agar daerah terdorong untuk kreatif dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya dalam melakukan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing masing daerah. Bila hal ini dapat dilakukan, maka proses pembangunan daerah secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat pula dikurangi."
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas, 2019
330 BAP 2:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sutanto Hambali
"Otonomi daerah merupakan suatu thema yang sedang dan cukup popular oleh berbagai kalangan mulai dari tingkat pemerhati, pengambil kebijakan serta masyarakat umum pada akhir abad dan awal millenium kedua. Perhatian besar atas thema tersebut karena adanya tuntutan redefinisi perencanaan pembangunan yang telah dilaksanakan selama lebih kurang 32 tahun masa orde baru. Salah satu esensi otonomi daerah yang juga mendapat perhatian penting adalah peranan langsung pemerintah didalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah (termasuk Daerah Kabupaten Banggai). Peranan langsung itu adalah memberikan pelayanan serta pemberian stimulus terhadap perekonomian yang dibutuhkan oleh masyarakat melalui dukungan dana pembangunan daerah. Dampak lain atas upaya pemerintah pusat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat adalah adanya tuntutan masyarakat agar pusat-pusat pelayanan semakin dekat dengan masyarakat. Konsekuensi atas tuntutan itu bagi daerah-daerah yang memiliki wilayah yang luas diperlukan pemekaran sebagian wilayah, baik pada level pemerintahan tingkat desa, kecamatan, kabupaten, kota bahkan tingkat propinsi. Salah satu daerah yang dimekarkan di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah adalah wilayah administrasi Kabupaten Banggai yang dibagi menjadi Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Hal ini membawa perubahan orientasi perencanaan pembangunan bagi daerah yang dimekarkan baik induk maupun pecahannya.
Permasalahannya, pertama, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Banggai dengan data terbatas di bidang perencanaan telah optimal dalam upaya mendukung peningkatan kinerja perencanaan pembangunan daerah, baik untuk kondisi sebelum dan sesudah wilayah dimekarkan dan kemungkinannya apabila otonomi diberlakukan. Kedua, apakah kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan tersebut diatas menjadi stimulus bagi peningkatan kinerja perekonomian daerah Kabupaten Banggai. Untuk melihat perkembangan perekonomian kedua Daerah Kabupaten Banggai dilakukan berbagai analisis, baik analisa struktur perekonomian daerah, laju pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan masyarakat, metode location untuk mencari sektor-sektor keunggulan daerah, analisa shift share untuk menghitung perubahan pertumbuhan regional, teori economic base digunakan mengkalkulasi multiplier daerah, ratio APBD terhadap PDRB guna melihat peranan pemerintah daerah dan metode program linear untuk menilai kinerja kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang diterapkan dalam kurun waktu tahun 1993 sampai tahun 1997.
Berdasarkan ukuran-ukuran tersebut diatas, untuk wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kondisi perekonomiannya adalah ; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan '93 untuk tahun 1993 sebesar Rp. 327.786 juta meningkat menjadi Rp. 431.741 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,14 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 47,53 % dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,40 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pada tahun 1993 sebesar Rp. 832.219 meningkat juga menjadi Rp. 1.002.619 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 184.272 orang, mengalami kenaikan menjadi 194.980 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, sampai tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedang memakai data tenaga kerja, make keunggulan daerah tahun 1993 terletak pads sektor pertanian, sektor penggalian, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian dan sektor bangunan. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,7145 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,6425 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa bacarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 103.915 juta, share propinsi (R) senilai Rp. 131.549,5 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 27.634,5 jut& Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan lebih banyak dipeng rubi oleh perekonomian propinsi atan daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan den dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubahan pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 10.708 orang, share propinsi (R) sebanyak 48.404 orang dan shift share kabupaten sebanyak 37.696 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan dalam jangka waktu tersebut lebih banyak diisi dari luar daerah. Parameter lain yang digunakaa untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APED terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 4,57 % meningkat menjadi 8,76 % pada tahun 1997.
Dengan menggunakan parameter yang sama, untuk wilayah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan gambaran perekonomiannya adabah; perkembangan nilai tambah bruto berdasarkan harga konstan 93 untuk tahun 1993 sebesar Rp 236.781 juta meningkat menjadi Rp. 314.034 juta pada tahun 1997, dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 7,32 %. Kontribusi sektoral terbesar masih disumbangkan oleh sektor pertanian yang mencapai angka 46,69 % dan terns mengalami peningkatan hingga tahun 1997 menjadi 48,09 %. Dengan menggunakan harga konstan yang sama, nilai pendapatan per kapita masyarakat pads tahun 1993 sebesar Rp. 923.899 meningkat juga menjadi Rp. 1.120.879 di tahun 1997 dengan penduduk yang bekerja pada tahun 1993 sebanyak 113.350 orang, mengalami kenaikan menjadi 133.940 orang tahun 1997. Sektor-sektor unggulan dengan menggunakan data out put daerah pads tahun 1993 berada di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, sedang pada tahun 1997 keunggulan daerah tinggal sektor pertanian dan sektor bangunan. Sedang memakai data tenaga kerja, maka keunggulan daerah tahun 1993 terletak pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor listrik dan air bersih, sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian untuk tahun 1997 sisa unggul disektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor angkutan dan komunikasi. Hal ini dicerminkan oleh multiplier daerah dari nilai 1,8333 kali tahun 1993 mengalami penurunan hingga menjadi 1,7314 kali tahun 1997. Kajian atas perubahan pertumbuhan daerah dari tahun 1993 sampai tahun 1997 digambarkan bahwa besarnya total perubahan pertumbuhan daerah (G) sebesar Rp. 77.235 jute, share propinsi (R) senilai Rp. 95.026,7 juta dan nilai shift share (S) sebesar Rp. 17.773,7 juta. Hal ini berarti bahwa perekonomian daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan lebih banyak dipengaruhi oleh perekonomian propinsi atau daerah kabupaten lain di dalam propinsi Sulawesi Tengah, walaupun secara sektoral pertumbuhan dari dalam daerah didapat dari sektor penggalian dan sektor bangunan. Kalau menggunakan data tenaga kerja maka perubaban pertumbuhan tenaga kerja dari tahun 1993 sampai tahun 1997 sebanyak 20.590 orang, share propinsi (R) sebanyak 29.775 orang dan shift share kabupaten sebanyak - 9.185 orang, artinya tenaga kerja yang bekerja di daerah Kabupaten Banggai sesudah dimekarkan dalam jangka waktu tersebut mengalami kekurangan tenaga kerja sebanyak 9.185 orang. Parameter lain yang digunakan untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mendorong perekonomian daerah yang digambar oleh proporsi APBD terhadap PDRB, dimana pads tahun 1993 hanya sebesar 6,31 % meningkat menjadi 12,04 % pada tahun 1997.
Kebijakan perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai dalam Repelitada VI yang diterapkan adalah memprioritaskan percepatan pembangunan pedesaan, pembangunan transportasi khusunya prasarana jalan, pembangunan sektor pendidikan, pembangunan sektor kesehatan dan pembangunan aparatur pemerintah daerah. Sedang kebijakan pengeluaran pembangunan daerah pada tahun anggaran 1997 / 1998 adalah mengacu pada skala prioritas pembangunan daerah, pengentasan kemiskinan melalui peningkatan bantuan langsung, peningkatan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat, dan peningkatan kualitas aparatur pemerintah daerah melalui pendidikan teknis maupun fungsional serta menambah kelengkapan saran dan prasarana aparatur pemerintah daerah.
Karena itu perhatian atas penelitian ini, selain kajian analisis kondisi perekonomian Daerah Kabupaten Banggai diatas, juga dilakukan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah. Didalam analisis yang kedua ini dipergunakan metode program linear dengan penyelesaian berbagai bentuk problemnya memakai software komputer ABQM. Terkait dengan analisis kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah adalah sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang diterapkan selama ini. Sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah sampai scat ini masih mengacu pada Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D) dengan pola bottom up dan top down planning. Dalam implementasinya poin ini secara ringkas menyerap berbagai usulan rencana kegiatan masyarakat dari level pemerintahan paling bawah (desa), kemudian diusulkan berdasarkan prioritas kepada tingkat pemerintahan diatasnya. Setelah semua proses dari bawah selesai, maka pemerintah pusat mengalokasikan dana atas berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan secara proporsional kepada daerah-daerah (mekanisme lengkap lihat bagan 4.01).
Mekanisme perencanaan yang demikian memang telah cukup komprehensif mengakomodasikan berbagai kepentingan perencanaan dari masyarakat, dunia usaha dan pemerintah, tetapi masih terdapat berbagai hal yang menjadikan implementasinya kurang berjalan baik ; pertama, diperlukan kualitas tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu, kedua, sistem dan mekanisme perencanaannya hanya dapat dimengerti secara komprehensif oleh birokrat sampai level pemerintahan kabupaten, ketiga, manajemen usulan rencana kegiatan dikelompokkan dalam program yang sauna untuk semua level pemerintahan, keempat, tidak adanya ruang publik (public hearing) yang jelas pada saat usulan rencana memasuki proses penganggaran, kelima, bagi daerah-daerah dengan Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS) relatif kecil akan sangat tergantung kepada pemerintah pusat, keenam, diperlukan proses sosialisasi program yang kontinue sebelum implementasi kegiatan dilaksanakan.
Konsekuensi yang harus diterima atas implementasi proses perencanaan diatas adalah, pertama, kualitas usulan rencana kegiatan dari masyarakat tidak memenuhi standar perencanaan, kedua, usulan rencana dari masyarakat tidak mencerminkan kebutuhan tetapi hanya sebatas keinginan, ketiga, masing-masing level pemerintahan dimungkinkan terjadinya duplikasi kegiatan sehingga tidak menunjukkan level of authority (dekonsentrasi, decent l asi dan medebewind), keempat, masyarakat, pemerintah tingkat bawah (desa, kecamatan) kurang mengetahui jenis-jenis kegiatan apa raja dan lokasinya dimana terhadap implementasi kegiatan pembangunan pemerintah tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, sehingga ada kecenderungan menimbulkan konflik atas penetapan lokasi pada saat kegiatan dilaksanakan? kelirna, khusus bagi Kabupaten Banggai dengan kontribusi PADS hanya berkisar 3 % - 5,5 % selang waktu TA. 1993/1994 -1997/1998 dari total penerimaan APBDnya, maka sifat ketergantungan kepada pemerintah pusat sangat besar sekali, keenain, proses sosialisasi yang tidak jelas alas semua kegiatan pembangunan yang dilaksanaknn oleh semua level pemerintahan (kabupaten, propinsi dan pusat).
Berdasarkan analisis kondisi perencanaan pengeluaran pembangunan daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai pada tahun anggaran 1997/1998, menunjukkan bahwa dana pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 37.808.753.000 dialokasikan dengan prioritas sektor maupun program yang dibelanjai dengan besaran alokasi dana adalah, pertama sektor transportasi, meteorologi dan geofxsika (56,17 %) melalui program rehabilitasi pemeliharaan jalan dan jembatan, program peningkatan jalan dan jembatan serta program pembangunan jalan dan jembatan, kedua, sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Malta Esa, pemuda dan olah raga (10,74 %), lewat program pembinaan pendidikan dasar, program pembinaan pendidikan tinggi, program operasi dan perawatan fasilitas pendidikan dan kebudayaan, serta program pendidikan kedinasan, ketiga, sektor perumahan dan pemukiman (9,41 %) dengan program penyehatan lingkungan pemukiman, program penyediaan dan pengeloaaan air bersih, dan program penataan kota, keempat sektor pembangunan daerah dan transmigrasi (5,96 %) melalui program pembangunan desa, program pembangunan desa tertinggal, dan program pengembangan kawasan khusus, kelrma, sektor keselahteraan sosial, kesehatan, peranan wanita anak dan remaja (4,80 %), lewat program penyuluhan kesehatan, program pelayanan kesehatan dan rujukan rumah sakit, program pelayanan kesehatan masyarakat, program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, program perbaikan gizi dan program peranan wanita. Kemudian disusul oleh sektor aparatur negara, dan pengawasan (4,57 %), sektor pertanian dan kehutanan (3,40 %) serta tiga belas sektor lainnya (4,95 %). Dengan jumlah program yang terdanai sebanyak 59 buah dari total program sebanyak 146 buah.
Bila pola kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 37.808353.000 care mengalokasikannya menggunakan analisis program linear, maka out put opiimalnya menunjukkan bahwa prioritas sektor yang akan dikembangkan adalah sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (68,405 %), dengan program-program seperti tersebut dalam alinea sebelum ini, sektor transportasi meteorologi dan geofisika (31,464 %), sektor tenaga kerja (0,057 %), sektor pertambangan dan energi (0,034 %), sektor industri (0,013 %), sektor sumber days air dan irigasi (0,013 %), sektor keamanan dan ketertiban (0,011 %), serta sektor kependudukan dan keluarga sejahtera (0,003 %). Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa sumber dana yang langkah atau terbatas jumlahnya adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana bersumber clan bantuan Dati II komponen umum (block grant). Hal ini memberikan gambaran bahwa kebutuhan dana pengeluaran pembangunan yang bersumber dari sifat dana block grant cukup sensitif bagi pelaksanaan pembangunan daerah Kabupaten Banggai. Kondisi ini semakin memperjelas tingkat ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin tinggi.
Menghadapi kondisi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, dimana secara signifikan berpengaruh langsung terhadap besarnya sumber penerimaan pendapatan daerah sehingga somber dana pembangunan alokasinya juga berkurang dan program yang dikelola bertambah karena beban kewenangan yang diserahkan semakin banyak. Hasil perhitungan menunjukkan, total sumber dana yang dapat dialokasikan untuk pengeluaran pembangunan daerah sebesar Rp. 31.029.738,000,-. Out put simulasi program linear menunjukkan bahwa sektor-sektor yang menyebabkan penyelesaian optimal adalah sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa (46,27 %), sektor perdagangan, pengembangan usaha daerah, keuangan dan koperasi (19,18 %), sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga (13,92 %), sektor transportasi, meteorologi dan geofisika (13,20 %) serta sektor aparatur negara dan pengawasan (7,43 %). Dengan demikian program-program seperti program penyelengaraan otonmi daerah, program pembinaan politik dalam negeri, program pengembangan perdagangan dan sistem distribusi, program pengembangan dan pembinaan usaha daerah, program penyehaaan modal pemerintah daerah, program penerimaan keuangan daerah, program pembinaan kekayaan daerah, program pembinaan usaha kecil, program peningkatan prasarana dan sarana aparatur negara, program peningkatan efisiensi aparatur negara, program pendidikan dan peiatihan aparatur negara serta program pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan ditambah program-program dari sektor transportasi dan sektor pendidikan yang telah disebutkan terdahulu akan semaldn krusial untuk diperhatikan. Di samping itu hasil simulasi menunjukkan bahwa sumber dana pembangunan yang langkah lagi-lagi adalah alokasi dana bidang fisik dan prasarana serta bidang ekonomi yang berasal dari bantuan Dati II komponen umum (block grant).
Melihat semua kondisi diatas, dimana pemrograman pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, beban urusan semakin meningkat, kebutuhan dana pembangunan semakin meningkat, sumber dana relatif terbatas, tingkat ketergantungan sangat besar, masyarakat tak memiliki ruang koreksi terhadap perencanaan pengeluaran pembangunan, perekonomian daerah hanya unggul disektor pertanian dan sektor bangunan Kalau ini terns berlanjut maka implikasi yang akan dihadapi pemerintah daerah, adalah kreativitas pemerintah daerah dalam menyusun program pembangunan berdasarkan kondisi daerah lemah, tuntutan masyarakat akan pelayanan dimungkin tidak terlayani dengan balk, kebutuhan dana pembangunan memnngkinan tidak tercukupi, masyarakat menjadi terbebani dalam pembiayaan pembangunan, konflik kepentingan didalam pengalokasian dana semaldn meningkat, pengembangan sektor basis kemungldnan terabaikan, dan secara keseluruhan didalam jangka panjang memungldnkan kredibilitas pemerintah daerah semakin menurun dimata masyarakat daerah.
Dengan demikian kondisi perekonomian dan kebijakan perencanaan pengeluaran pembangunan daerah Kabupaten Banggai dapat disimpulkan Panama, kondisi perekonomian wilayah Kabupaten Banggai sebelum dimekarkan kontribusi terbesar dikembangkan oleh bagian wilayah sesudah dimekarkan, basis perekonomian wilayah sebelum dan sesudah dimekarkan berada disektor pertanian, serta kondisi perekonomian wilayah sesudah dimekarkan lebih baik dibandingkan wilayah sebelum dimekarkan. Kedua, implementasi sistem perencanaan bottom up dan top down planning menyebabkan pemrograman pengeluaran pembangunan sama untuk semua level pemerintahan, pemerintah daerah kurang kreativ membuat program yang mencerminkan kondisi masyarakat daerah, kontrol publik yang kurang selama proses penganggaran berlangsung, dan diperlukan tenaga-tenaga perencana yang memiliki kualifikasi tertentu. Ketiga, seyogyanya selama ini pemerintah daerah memprioritaskan pengembangan program-program yang berada disektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Matta Esa, pemuda dan olah raga, sektor tenaga kerja, sektor pertambangan dan energi, sektor industri, sector sumber daya air dari irigasi, sektor keamanan dan ketertiban serta sektor kependudukan dan keluarga berencana. Hal ini terlihat bahwa sektor yang dikembangkan secara relatif meningkatkan kapasitas sumber daya manusia daerah. Disamping itu, karena pemerintah daerah sumber dananya terbatas maka kebutuhan bantuan sumber dana dari pemerintah pusat cukup besar tetapi yang memiliki sifat bantuan umum moral (pemerintah pusat menyediakan dana sedang pemerintah daerah bebas mengalokasikan ke sektor mana saja). Keempat, menyikapi pemekaran wilayah dan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah selain mengembangkan program dikedua sektor diatas ditambah lagi dengan mengembangkan program-program pads sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan dan sektor politik, hubungan luar negeri, penerangan, komunikasi dan media massa& Karma masih terlihat langkahnya sumber dana bantuan umum make bagi daerah Kabupaten Banggai untuk mengurangi tingkat ketergantungan pembiayaan ini sudah hams melakukan upaya yang lebih komprehensif dan terpadu didalam mencari sumber-sumber penerimaan baru serta mengefektifkan sumber penerimaan yang telah berjalan.
Untuk itu berbagai solusi alternatif yang dapat direkomendasikan adalah sebagai berikut ; pertama, dalam rangka pembangunan ekonomi daerah, make Pemerintah dan Masyarakat Daerah Kabupaten Banggai perlu memperhatikan indikator pembangunan ekonomi, baik bersifat umum dan khusus. Pemerintah Daerah memprakarsai tersedianya data indikator-indikator ekonomi yang dapat diakses masyarakat secara bebas dan terpadu. Selain itu pembangunan ekonomi diarahkan kepada pengembangan jenis usaha yang berbasis disektor pertanian sebagai keunggulan daerah. Kedua, untuk mewujudkan pola perencanaan pengeluaran pembangunan daerah, Pemerintah Pusat seyogyanya merubah pemrograman pengeluaran pembangunan yang mencerminkan tanggung jawab masing-masing level pemerintahan, memberikan peluang kepada daerah untuk mengembangkan program program yang mencerminkan kondisi daerah, bagi daerah mengkaji lebih lanjut jenis program yang menjadi tanggung jawab daerah dan memberikan ruang publik bagi masyarakat daerah didalam proses penganggaran pembangunan daerah (usulan penulis began 5.02). Ketiga, pada saat kondisi tingkat ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi kepada pemerintah pusat, maka pemerintah daerah seyogyanya memacu kegiatan pembanguan infrastruktur daerah dan pengembangan sumber daya manusia khususnya bidang pendidikan. Selain itu perlu juga memperhatikan pengembangan industri, peningkatan kualitas tenaga kerja, pengembangan pertambangang dan stabilitas daerah. Keempat, menyikapi kondisi wilayah yang dimekarkan dan mengantisipasi pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah daerah perlu mengkaji lebih intensif berbagai jenis-jenis kegiatan yang sangat mendukung pengembangan program-program pada sektor perdagangan, pengembangan dunia usaha, keuangan daerah dan koperasi, sektor aparatur negara dan pengawasan serta sektor politik, hubungan luar negeri (antar daerah), komunikasi dan media massa. Disamping meningkatkan terns pengembangan kegiatan-kegiatan sektor pendidikan dan sektor transportasi. Kegiatan-kegiatan yang diprioritaskan lebih difokuskan pada upaya-upaya pengembangan industri dan dunia usaha daerah, peningkatan pendapatan daerah, peningkatan kualitas aparatur pemerintah dan penguatan institusi politik maupun budaya masyarakat lokal."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T2336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwan
"Adanya perbedaan tingkat pembangunan di berbagai daerah dalam suatu negara dapat disebabkan karena adanya perbedaan dalam hal kepemilikan terutama ketidaksamaan dalam hal potensi yang dimililki daerah diantaranya adalah potensi sumber daya, baik sumber daya alam ataupun sumber daya manusia, infrastruktur, dan sebagainya Perbedaan kepemilikan tersebut menyebabkan ketimpangan antar daerah bahkan semakin melebarnya jurang antar daerah satu dengan daerah lainnya. Apalagi kepemilikan sumber daya yang adat tersebut belum dikelola secara optimal sehingga antar daerah satu dengan daerah lainnya nampak jelas perbedaan tingkat pembangunan antara lain perbedaan tingkat pendapatan per kapita, prasarana dan sarana ekonomi dan sosiai, struktur kegiatan ekonominya dan sebagainya.
Mengacu pada perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat kesenjangan perekonomian antar daerah kabupaten/kota melalui indeks Willianson, menganalisa pengaruh variabel-variabel ekonomi yang mempengaruhi kesenjangan perekonomian antar daerah di Propinsi Lampung seperti jumlah investasi, jumlah tenaga kerja, sumbangan dan faktor-faktor lainnya dan menganalisa pengaruh perubahan variabel kebijakan terhadap kondisi kesenjangan petekonomian antar daerah di masa yang akan datang.
Studi ini menggunakan model ekonometrika dengan model persamaan simultan yang terdiri dari 11 persamaan yang meliputi 8 persamaan struktural dan 3 persamaan identitas. Jumlah seluruh variabel adalah 19 dengan variabeI endogen 11 buah dan variabel eksogen sebanyak 8 buah. Dari hasil estimasi model, sebanyak 3 persamaan mempunyai koefisien determinasi (R2) berkisar antara 0,70 hingga 0,92 dan 4 persamaan mempunyai koefisien determinasi (R2) berkisar antara 0,62 hingga 0,69. Bila dilihat dari nilai F hitung berkisar antara 15,8039 hingga 246,845, dan nilai Durbin Watson berkisar airtara 1,695 hingga 2,258.
Daya validasi model dengan melihat nilai koefisein U-Theil hampir 85 per= mempunyai nilai koefisien U-Theil di bawah satu, hal berarti sebagian besar model dapat dipergunakan atau valid untuk dilakukan simulasi baik simulasi maupun proyeksi.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa telah teijadi kesenjangan perekonomian antar daerah kabupaten/kota di Propinsi Lampung yang diperlihatkan oleh besarnya nilai indeks Willianson antara 4 kabupaten/kota. Selain itu tingkat kesenjangan dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja, jumlah sumbangan yang diterima daerah, jumlah investasi yang masuk ke daerah tersebut dan adanya dummy krisis. Dari ke-4 variabel tersebut jumlah tenaga kerja lebih resposif terhadap tingkat kesenjangan dibandingkan variabeI yang lain. Hal ini akan semakin besar bila dalam suatu daerah tersebut telah terjadi aglomerasi tenaga kerja.
Dari hasil proyeksi dari tahun 2000-2005 terhadap model persamaan simultan menunjukkan bahwa semua variabel endogen mengalami pertumbuhan yang meningkat untuk semua skenario kecuali variabel pendapatan per kapita mengalami penurunan pada tahun 2001 skenario moderat di Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Utara.
Hasil proyeksi variabel target menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan dipengaruhi tenaga kerja, sumbangan, jumlah investasi dan adanya dummy krisis tahun 1997-1998 menghasilkan hasil proyeksi yang meningkat Hal ini berarti daerah kabupaten/kota harus berupaya seoptimal mungkin untuk meningkatkan taraf pembangunan di daerahnya agar tidak tertinggal jauh dibandingkan daerah lainnya dengan berbagai upaya seperti menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi, perizinan yang mudah dan sebagainya terutama agar para investor mau datang menanamkan investasi di daerah. Akibat lebih lanjut ketertinggalan antar daerah dapat dikurangi/diperkecil."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1636
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Parjono Widodo
"Penyelamatan arsip sebagai bukti otentik bukan semata-mata untuk memperpanjang usia fisik dan kandungan informasinya, tetapi juga agar arsip tersebut dapat didayagunakan untuk kepentingan masyarakat luas. Dalam fungsi kultural pengelolaan arsip dirancang untuk memberikan bukti-bukti otentik sebagai upaya mengenal jati diri bangsa.
Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengungkap upaya pelaksanaan kebijakan penyelamatan arsip sebagai bukti otentik seiring dengan pemberdayaan otonomi daerah, jika ditinjau dalam perspektif ketahanan budaya. Data penelitian dikumpulkan melalui pengamatan dokumen, wawancara dengan para informan yang terlibat dalam pengambilan keputusan di lembaga-lembaga maupun pihak-pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam objek tersebut dan terkait dengan upaya pemberdayaan otonomi daerah. Teknik analisa data yang digunakan adalah content analysis dimulai dengan menelaah seluruh data yang dituangkan dalam bentuk narasi deskriptif.
Hasil analisis dan interpretasi yang dilakukan diperoleh kesimpulan: (I) Kebijakan penyelamatan arsip sebagai bukti otentik membentuk model inkremental yang memerlukan integrasi dan variasi dari kebijakan yang telah ada sebelumnya, serta terfokus kepada visi arsip sebagai simpul pemersatu bangsa, dengan misinya untuk melestarikan memori kolektif bangsa, karena itu keotentikan arsip bukanlah prioritas dalam kegiatan penyelamatan arsip tetapi prioritas ditujukan kepada arsip-arsip yang informasinya berdampak luas dan berarti bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan; (2) Implementasi penyelamatan arsip yang dilakukan selama ini telah dilaksanakan secara kontinyu dan bertahap, namun langkah pendekatan 'policy' yang bersifat reaktif terhadap suatu peristiwa (terutama ketika periode sebelum berlakunya Undang-Undang Kearsipan) lebih baik dari langkah pendekatan hukum (ketika berlakunya Undang-Undang Kearsipan), terbukti dari khazanah arsip yang berhasil diselamatkan memperlihatkan jati diri bangsa Indonesia semasa kolonial lebih terungkap dibanding ketika masa kemerdekaan dan pembangunan; (3) Upaya kebijakan penyelamatan arsip sehubungan dengan otonomi daerah, di satu sisi memberi peluang keleluasaan kepada setiap daerah untuk melengkapi memori kolektif daerahnya, namun kendala yang menyangkut kelembagaan dan SDM yang tidak teratasi berakibat tidak dimilikinya memori kolektif daerahnya sehingga memupuskan pengenalan jati diri daerahnya; (4) Dalam perspektif ketahanan budaya, fungsi strategis penyelamatan arsip sebagai bukti otentik melalui pendekatan budaya mewujudkan adanya keterkaitan antara khasanah arsip sebagai warisan budaya terhadap keutuhan wilayah, sehingga mengintegrasikan kemajemukan tiap-tiap daerah dalam satu simpul Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Analysis of Archives Safety as Authentic Evidence in Cultural Resilience Perspective; Study of Local AutonomyArchives safety as authentic evidence is not just to prolong the age of physical information but also the archives can be used for public interest. In cultural function the management of archives was designed to produce authentic evidences as effort to recognize nation identity.
This study use descriptive qualitative method by means to describe the effort of archives safety policy as authentic evidences to escort the empowerment of local autonomy. The data used was collected by document observation and interview to the informants in institutions involved in the decision making in the effort of empowerment local autonomy. Data analysis technique used content analysis with narration descriptive.
Conclusion of the result of analysis and interpretation are: (l) The policy of archives safety as authentic evidence to make incremental model that need integration and variation from former policy, and focus to the vision that archives as tie the unity of nations, with the mission to preserve the collective memory of nation. That is why authenticity of archives is not priority in archives safety but to the archives that information give wide impact and meaningful to nationality; (2) Implementation of archives safety that had been done before was done continuously and step by step, but the step with policy approach and reactive to an action (especially in period before the archive law) is better than law approach (when archive law active). It was prove from the archive collection that have been saved that show identity of Indonesian at colonial era is better than developing era; (3) Effort in archives safety policy concerning in local autonomy, in one side give a chance to every region to complete collective memory of its region. But obstacle with institution and human resources give impact that is not collective memory in every to vanish recognition local identity; (4) In perspective cultural resilience, strategically function of archives safety as authentic evidence by cultural approach, create a tie between archives collection as cultural heritage to the unity of territory to integrate the diversity every region in a tie of United of Republic of Indonesian."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T10814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesia is the biggest archipelago country,Unfortunately, the result of national development has not yet evenly distributed to remote Islands along the borderlines
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Prakoso Bhairawa Putera
"ABSTRAK
Kekuatan sistem ekonomi berlandaskan pengetahuan dan daya saing dapat
diketahui dari keberadaan kebijakan iptek dan inovasi yang diterbitkan negara
tersebut. Tesis ini memberikan kontribusi dalam memahami kebijakan terutama
dari sisi konten. Kebijakan iptek dan inovasi selama periode 2000 ? 2011 dibedah
menggunakan analisis isi dengan kerangka sistem inovasi. Hasil analisis
menunjukkan sebagian besar kebijakan nasional kurang berpihak pada
pengembangan (riset), difusi, dan penerapan teknologi di daerah. Akan tetapi pada
tingkat daerah terutama Provinsi Jawa Timur dan Sumatera Selatan dukungan
kebijakan cenderung lebih baik, khususnya Sumatera Selatan menunjukkan
keberpihakan terhadap pengembangan sistem inovasi. Keberadaan kebijakan iptek
dan inovasi di Indonesia cenderung tidak beraturan, kondisi semacam ini berbeda
dengan kebijakan iptek dan inovasi di Brazil dimana regulasi yang ada secara
historis terbangun dengan baik dimulai dengan kemunculan dan penguatan
kelembagaan, dukungan program kapasitas iptek dan inovasi, dan penguatan
sistem inovasi nasional yang kemudian menjadi kekuatan sistem iptek dan inovasi
di negara tersebut. Hasil penelitian ini pun berhasil mengungkap adanya
fenomena kemunculan dukungan kepemimpinan daerah sangat memengaruhi
kebijakan iptek dan inovasi di daerah tersebut, bahkan ada sejumlah regulasi yang
diterbitkan secara nasional yang menuntut untuk dibuatkan pengaturan di tingkat
daerah tetapi tidak ditindak lanjuti oleh kepemimpinan daerah tersebut.

ABSTRACT
Power of economic system based on science and competitiveness can be
identified by its science, technology and innovation published by its country. This
thesis contributes to understand the policy especially from its content. The
science, technology and innovation during 2000-2011 period will be studied using
content analysis with the framework of innovation system. The outcome shows
that most of the national policy less takes side to regional development (in
research), diffusion, and technology application. However, in regional level,
support for the policy tends to be better than in the national level, especially in
South Sumatera region. Indonesia?s Science, Technology, and Innovation Policy
tend to be not well organized, this is contrast with Brazil?s, and they were
historical well organized. They started with the organizational emergence and
empowerment, support of the science, technology and innovation program, and
then become the power of science, technology and innovation system in that
country. This research also discovered a phenomenon that the Science,
Technology, and Innovation Policy was greatly affected by its regional support
and leadership. There are even a number of regulations that had been issued
nationally but demands to be made in form of regulation at the regional level, but
still not followed up by the authority of the regions."
2012
T30648
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"The article alims to describe the development of urbanization which is increasing at fast pace in Indonesia
.."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Martini Lestari
"PENDAHULUAN
Latar Belakang
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut BPK menggunakan suatu Standar Audit Pemerintahan (SAP) dan Panduan Manajemen Pemeriksaan (PMP) untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Proses pemeriksaan sejak tahap perencanaan hingga evaluasi harus sesuai dengan SAP dan PMP dengan harapan dihasilkan kualitas hasil pemeriksaan yang baik.
Kualitas pemeriksaan yang balk tentunya didukung oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sumber daya manusia, materialitas temuan dan proses pemeriksaan itu sendiri. Faktor kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari tingginya tingkat pendidikan dan pengalaman seseorang dalam melakukan pemeriksaan. Kemudian faktor materialitas dapat diwakiii oleh variabel nilai nominal temuan atau persentase penyimpangan terhadap total nilai yang diperiksa. Sedangkan variabel yang digunakan dalam faktor proses pemeriksaan adalah penerapan standarisasi pemeriksaan dalam kegiatan pemeriksaan.
Dari ketiga faktor tersebut, untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia dibutuhkan data dari seluruh perwakilan BPK karenanya dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk membahasnya sedangkan bila melihat dari materialitas temuan, dibutuhkan data akurat dari hasil pemeriksaan yang jumlahnya juga banyak. Untuk proses pemeriksaan cukup dibutuhkan standar pemeriksaan yang digunakan BPK dan datanya dapat diperoleh di kantor pusat, karenanya akan lebih efisien bila melihat dari sudut pandang ini.
Selanjutnya akan dibahas mengenai faktor proses pemeriksaan karena melalui proses dapat diketahui apakah standar pemeriksaan yang digunakan BPK sudah dilaksanakan oleh pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan. Tahap-tahap yang ditetapkan dalam standar pemeriksaan seharusnya dilalui oleh setiap tim pemeriksa yang akan melakukan pemeriksaan. Apabila standar pemeriksaan diterapkan sebagaimana mestinya, kualitas pemeriksaan seharusnya baik.
Dari sampel data Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun Anggaran 2000 masih terdapat temuan yang tidak material, yaitu dengan persentase nilai nominal temuan terhadap total nilai yang diperiksa kurang dari 10%. Ini menunjukkan bahwa kualitas pemeriksaan masih belum maksimal.
Untuk mengetahui penyebabnya dapat dilihat dari sudut pandang proses pemeriksaan. Berdasarkan data di atas, penerapan standar pemeriksaan dalam kegiatan pemeriksaan kemungkinan masih terdapat kelemahan. Kelemahan tersebut dapat terjadi pada tahap-tahap yang harus dilalui oleh tim pemeriksa. Dengan mengevaluasi setiap tahapan kegiatan pemeriksaan diharapkan dapat diketahui dimana terdapat kelemahan tersebut sehingga dapat diperbaiki. ]uga melalui perbandingan dengan standar pemeriksaan beberapa negara dapat diperoleh masukan untuk menyempurnakan standar pemeriksaan BPK."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : sekretariat Dewan kelautan indonesia, 2009
387.2 IND a (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1981
S8380
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>