Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122916 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Revani Fadhilah
"Tesis ini membahas dampak ekonomi Pembangunan PLT EBT di seluruh Indonesia terhadap ekonomi Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif menggunakan Data Tabel Input-Output Indonesia tahun 2010 untuk menghitung dampak ekonomi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan PLT EBT ini memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia, karena mampu menciptakan peningkatan output, nilai tambah bruto, dan pendapatan masyarakat.

Dampak ekonomi terhadap penciptaan output selama masa konstruksi kurun waktu 2014-2025 sebesar Rp. 152.028,12 miliar, peningkatan pendapatan masyarakat sebesar Rp. 10.423,41 miliar, dan penciptaan nilai tambah bruto sebesar Rp. 59.374,34 miliar.Sedangkan dampak ekonomi terhadap penciptaan output selama masa operasi kurun waktu 2016-2055 sebesar Rp. 1488.120,84 miliar, peningkatan pendapatan masyarakat sebesar Rp.47.052,87 miliar, dan penciptaan nilai tambah bruto sebesar Rp. 10.423,41 miliar.

i>This thesis discusses the impact of Renewable Energy Power Plant Development in Indonesia on Economy at Indonesia. This research is quantitative descriptive design using Data Input-Output Indonesia 2010 to measuring economic impact.

The results showed that the development of Renewable Energy Power Plant Development in Indonesia have a positive impact on the Indonesia economy, because it can create an increase in output, gross value added, and public revenue.

The economic impact of the creation of the output in construction phase amounting to Rp. 152.028,12 billion, increased public revenue amounting to Rp. Rp. 19.486,20 billion, and the creation of gross value added amounted to Rp. 59.374,34 billion. The economic impact of the creation of the output in operation phase amounting to Rp. 148.120,84 billion, increased public revenue amounting to Rp.10.423,41 billion, and the creation of gross value added amounted to Rp.47.052,87 billion."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T55127
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Kurniawan
"Investasi di bidang ketenagalistrikan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk menjamin tersedianya tenaga listrik dalam jumlah yang cukup yang dapat memenuhi permintaan pasokan. Dengan Kebijakan pemerintah dalam program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW yang tidak hanya bertujuan untuk mengatasi krisis listrik tetapi juga untuk mendorong perekonomian di Indonesia. Sumber daya primer yang melimpah di Indonesia khususnya batubara mencapai sebesar 104.9 milyar ton menjadi sumber energi utama penggerak pembangkit listrik 10.000 MW (PLTU) sehingga dapat menghasilkan energi yang dapat dijual sesuai dengan kapasitas masing-masing pembangkit.
Dengan menggunakan analisa model Inter Regional Input Output (IRIO) dapat diketahui hubungan antar sektor dan antar wilayah akibat adanya permintaan akhir sektor tertentu pada suatu wilayah sehingga dapat meningkatkan output dan pendapatan masyarakat. Dampak akibat pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW terhadap perekonomian Indonesia dari kurun waktu 2011 sampai tahun 2014 dilihat dari peningkatan output berturut-turut sebesar 0,51%, 1,31%, 1,97% dan 2,34% dari output awal sebesar Rp. 5.081,29 triliun, sedangkan peningkatan pendapatan berturut-turut sebesar 0.42%, 0,99%, 1,45% dan 1,72% dari pendapatan awal sebesar Rp. 825,92 triliun. Sekaligus memiliki disparitas yang cenderung mengecil pada tahun 2014.

Investment in the electricity sector is on every important factor to ensure the availability of electricity in sufficient quantities to meet rising demand. With Government policy in the acceleration of 10,000 MW power project, which not only aims to overcome the power crisis but also to stimulate the economy in Indonesia. Primary resources are abundant in Indonesia, especially for coal reached 104.9 billion tons to the main energy source driving the 10,000 MW power plant (power plant) so as to generate energy that can be sold in accordance with the capacity of each plant.
By using the analysis model of the Inter Regional Input Output (IRIO) can be determined the relationship between sectors and between regions due to there cent demand for a particular sector in a region so as to increase output and incomes. Impacts due to construction of 10,000 MW power plant on the economy of Indonesia from the period 2011 to 2014, seen from the increased output respectively by 0.51%, 1.31%, 1.97% and 2.34% of initial output of Rp. 5081.29 billion, while revenue increased respectively by 0:42%, 0.99%, 1.45% and 1.72% of the initial income of Rp. 825.92 trillion. Well have a disparity that tends to shrink in 2014.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T31827
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shofie Azzahrah
"Peningkatan emisi CO2 yang menyebabkan perubahan iklim yang membuat dunia Internasional dan Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi CO2. Sektor pembangkit listrik adalah sektor terbesar yang menghasilkan emisi CO2 sehingga perlu adanya pengurangan emisi CO2 di sektor pembangkit listrik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan apabila dilakukan investasi di beberapa sektor ketenagalistrikan yang dihasilkan dari energi terbarukan. Dengan menggunakan data SNSE, analisis dari penelitian ini dilakukan dengan subsitusi dari energi fosil menuju energi terbarukan dan komparasi energi terbarukan mana yang paling menguntungkan secara sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dampak ekonomi dari substitusi investasi dari energi fosil ke energi terbarukan ini adalah negatif dengan mengukur nilai Produk Domestik Bruto (PDB) secara keseluruhan. Namun secara sosial yang menggunakan indikator distribusi pendapatan dan tenaga kerja, investasi ini memiliki dampak positif. Sedangkan dampak lingkungan yang dihasilkan sangat signifikan dalam menurunkan emisi CO2. Untuk studi komparasi, secara ekonomi dan lingkungan, investasi paling menguntungkan apabila dilakukan investasi di PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi). Sedangkan secara sosial, lebih menguntungkan di PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) dan PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel).

Increasing of CO2 emissions that cause climate change had made the international and Indonesia agreed to reduce CO2 emissions. The power generation sector is the largest sector that produces CO2 emissions. There is a need to reduce CO2 emissions in the power generation. This study aims to look at the social, economic, and environmental impacts of investments in several power generation from renewable energy. Using Social Accounting Matrix (SAM) data, the analysis of this study was carried out with the substitution of fossil energy towards renewable energy and the comparison of which is the most beneficial socially, economically, and environmentally renewable energy in the power generation. The economic impact of investment substitution from fossil fuels to renewable energy is negative by measuring overall GDP. However, by using social indicators which calculate labor increasing and income distribution, this investment has a positive impact. On the other hand, it also reduce CO2 emission significantly. For comparative studies, the most beneficial economically and environmentally, is to invest in geothermal power plant. Meanwhile, it’s more profitable socially to invest in hydro and diesel power generation.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Safira Nur Sabrina
"Tarif energi baru dan terbarukan (EBT) adalah kebijakan yang paling umum dan biasanya digunakan di dunia untuk mendorong pengembang swasta memasuki pasar pembangkit listrik EBT. Namun di Indonesia, tarif EBT yang berlaku saat ini berdasarkan Permen ESDM No. 50/2017 dianggap tidak mencukupi menguntungkan bagi pengembang swasta karena tarif EBT berbasis biaya Pembangkit PLN berbasis daerah (BPP, Harga Pokok Produksi) yang kena flat dengan pembangkit bahan bakar fosil, yang saat ini cenderung lebih mahal rendah dibandingkan dengan biaya investasi pembangkit EBT. Karena itu Dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Fotovoltaik Karena kasusnya, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seperti apa struktur tarif tersebut EBT saat ini sesuai dengan kelayakan finansial dari potensi yang ada Pembangunan PLTS Fotovoltaik tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Pemodelan keuangan disimulasikan untuk dua skenario teknologi berbeda yaitu 1) PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa menggunakan sistem baterai dan 2) PLTS Fotovoltaik on-grid menggunakan sistem baterai. Adapun, hasilnya dari studi ini adalah struktur tarif EBT saat ini, hanya sesuai kelayakan finansial 60% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028 dalam skenario PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa sistem baterai. Sedangkan pada skenario PLTS Fotovoltaik menggunakan sistem baterai, Tarif EBT hanya sesuai dengan kelayakan finansial 24% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028.
ABSTRACT
Tarif energi baru dan terbarukan (EBT) adalah kebijakan yang paling umum dan biasanya digunakan di dunia untuk mendorong swasta memasuki pasar pembangkit listrik EBT. Namun di Indonesia, tarif EBT yang sesuai saat ini berdasarkan Permen ESDM No. 50/2017 respon tidak mencukupi menguntungkan bagi pengembang swasta karena tarif EBT berbasis biaya Pembangkit PLN berbasis daerah (BPP, Harga Pokok Produksi) yang kena flat dengan pembangkit bahan bakar fosil, yang saat ini cenderung lebih mahal dibandingkan dengan biaya investasi pembangkit EBT. Karena itu Dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Fotovoltaik Karena kasusnya, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seperti apa struktur tarif tersebut EBT saat ini sesuai dengan kelayakan finansial dari potensi yang ada Pembangunan PLTS Fotovoltaik tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019 -2028. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Pemodelan keuangan yang disimulasikan untuk dua skenario teknologi yang berbeda yaitu 1) PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa menggunakan sistem baterai dan 2) PLTS Fotovoltaik on-grid menggunakan sistem baterai. Adapun, hasilnya dari studi ini adalah struktur tarif EBT saat ini, hanya sesuai kelayakan finansial 60% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028 dalam skenario PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa sistem baterai. Sedangkan pada skenario PLTS Fotovoltaik menggunakan sistem baterai, Tarif EBT hanya sesuai dengan kelayakan finansial 24% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028.

Tariff policy is important to induce RE developers to enter the market of electricity power plants. In Indonesia, the developers face uncertainty in business they experienced several changes in tariff structure for the last two years. According to MEMR Regulation No.50/2017, the current tariff structure is not the ideal case since the tariff uses mixed energy generation cost per region as the basis instead of renewable energy generation cost. Therefore, using solar PV generation as the case,this study aims to examine how the current tariff structure fits the potential development of solar PV power plants based on RUPTL 2019-2028. This research will be conducted using financial modeling to look at two scenarios, which are 1) Solar Photovoltaic on-grid without a battery system, 2) Solar photovoltaic on-grid with a battery system. The result of this study is the current tariff structure is only fits 60% of the potential development of solar PV power plants based on RUPTL 2019-2028 in a scenario without battery system and 24% of the potential development of solar PV power plants based on RUPTL 2019-2028 in a scenario with a battery system. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Boanerges Desryanto
"Setiap tahunnya perekonomian Indonesia terus meningkat dan diiringi dengan bertambahnya konsumsi energi listrik. Dengan bertambahnya konsumsi energi listrik harus diimbangi dengan bertambahnya pembangkit listrik. Saat ini sebagian besar sumber energi listrik di Indonesia berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Indonesia merupakan negara dengan potensi energi terbarukan yang sangat besar. Hampir semua jenis energi terbarukan ada di Indonesia, mulai dari air, angin, surya, biomassa, biogas, dan juga panas bumi. Akan tetapi Indonesia belum dapat memaksimalkan penggunaanya untuk pembangkit listrik energi terbarukan.
Dengan rasio elektrifikasi yang belum mencapai 100% maka membuka kemungkinan untuk pihak swasta dalam menjalankan bisnis di bidang usaha penyediaan tenaga listrik. Untuk mendorong hal tersebut pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menerbitkan peraturan-peraturan yang dapat meningkatkan minat swasta agar berinvestasi. Peraturan tersebut mencakup kemudahan dalam mengurus izin investasi dan juga harga jual energi listrik yang didasarkan pada jenis dan lokasi pembangkit listrik.
Setiap wilayah memiliki potensi energi dan harga jual listrik yang berbeda-beda. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan untuk menentukan jenis pembangkit yang cocok di bangun di suatu wilyah berdasarkan potensi dan juga harga jual listriknya. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil, Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi yang payback period tercepat dibandingkan dengan provinsi lain yaitu selama 3,3 yang berasal dari PLTP. Hal tersebut disebabkan karena harga jual listrik yang mencapai Rp 2.677/kWh. Dan PLTBm merupakan jenis pembangkit listrik yang payback period paling lama, hingga 15,6 tahun apabila menggunakan harga jual listrik sebesar Rp 1.025/kWh sesuai dengan BPP pembangkitan nasional.

Each year Indonesian economy continues to increase and is accompanied by increasing consumption of electrical energy. With the increase in electricital consumption, it must be balanced with the increase in electricity generation. Today most of the electrical energy sources in Indonesia comes from fossil-fueled power plants. Indonesia is a country with enormous renewable energy potentialAlmost all types of renewable energy exist in Indonesia starting from water, wind, solar, biomass, biogas, and geothermal. However, Indonesia has not been able to maximize its use for renewable energy power plants.
With an electrification ratio that has not reached 100%, it opens the possibility for the private sector to conduct business in the electricity supply business. For this reason, the government represented by the Ministry of Energy and Mineral Resources has issued regulations that could increase private company intrest to invest. These regulations start from the ease of obtaining investment permits and also electricity selling price which is based on the type and location of the power plant.
Each region has different energy potential and selling prices. For this reason, a calculation is needed to determine the type of power plant that is suitable to be built in a region based on the potential and selling price of electricity. From the calculations, the results show that Nusa Tenggara Timur (NTT) is the province with the fastest payback period compared to other provinces,whisch is 3.3 years which comes from PLTP. This is due to the selling price of electricity which reached Rp. 2,677/kWh. And PLTBm is the type of power plant with the longest payback period, up to 15.6 years when using an electricity selling price of Rp. 1,025/kWh in accordance with the national generation BPP."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T54106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Adi Nugroho
"Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil yang berkontribusi pada peningkatan emisi karbon dan dampak lingkungan yang serius. Meskipun pemerintah telah berkomitmen untuk mencapai target nol emisi pada tahun 2060, namun pendanaan untuk mendukung transisi energi tetap menjadi tantangan besar. Sektor swasta, terutama lembaga keuangan, memainkan peran penting dalam mendukung proyek-proyek transisi energi melalui mekanisme inovatif seperti. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak penggunaan green bonds, dalam mendanai proyek pembangunan PLT EBT. Metodologi penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan data sekunder dari berbagai sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanpa adanya transisi energi, emisi CO2 dalam sektor pembangkit listrik akan terus meningkat hingga tahun 2060 dengan dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan. Biaya sosial dari emisi karbon (SCC) pada tahun 2060 mencapai triliunan rupiah. Berdasarkan analisis kelayakan investasi, pendanaan proyek energi terbarukan melalui green bonds memiliki tingkat pengembalian Ekonomi (EIRR) lebih tinggi dari biaya modal untuk jenis pembangkit PLTA dan PLTM. Sedangkan PLTS dan PLTB masih kurang layak karena faktor kurang optimal nya jenis pembangkit tersebut dalam menhasilkan laba pasca pembangunan. Selama fase konstruksi proyek energi terbarukan, peningkatan produksi berkontribusi pada pertumbuhan sektor produksi, peningkatan nilai tambah bruto (NTB), dan pendapatan masyarakat. Selama fase operasional dan komersial, penjualan listrik dan peningkatan permintaan berkontribusi secara signifikan pada NTB dan pendapatan rumah tangga. Penelitian ini menekankan pentingnya green bonds dalam mendukung pemerintah dalam mencapai target Nol Emisi tahun 2060 di Indonesia.
Indonesia still relies heavily on fossil energy which contributes to increased carbon emissions and serious environmental impacts. Although the government has committed to achieving a zero emissions target by 2060, funding to support the energy transition remains a major challenge. The private sector, especially financial institutions, plays an important role in supporting energy transition projects through innovative mechanisms such as green bonds. This research aims to evaluate the impact of using green bonds in funding environmentally friendly power source development projects. This research methodology is descriptive quantitative using secondary data from various sources. The research results show that without an energy transition, CO2 emissions in the power generation sector will continue to increase until 2060 with negative impacts on the environment and health. The social costs of carbon emissions (SCC) in 2060 will reach trillions of rupiah. Based on the investment feasibility analysis, renewable energy project funding through green bonds has a higher economic rate of return (EIRR) than the capital costs for hydroelectric and micro-hydroelectric power plants. Meanwhile, solar and wind powered are still not feasible due to the fact that these types of generators are less than optimal in generating post-development profits. During the construction phase of renewable energy projects, increased production contributes to the growth of the production sector, increased gross value added (NTB), and community income. During the operational and commercial phases, electricity sales and increased demand contribute significantly to NTB and household income. This research emphasizes the importance of green bonds in supporting the government in achieving the Zero Emissions target by 2060 in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Lukito Adi Nugroho
"Penelitian ini berupaya membahas peran Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI) dalam proses pembahasan RUU EBT pada tahun 2020. Untuk menjelaskan peranan tersebut, penulis akan terlebih dahulu menjelaskan dinamika pembahasan RUU EBT pada tahun 2020 dengan menggunakan dua aspek dalam teori Agenda Setting yang dikembangkan oleh Kingdon, yakni aliran permasalahan dan aliran kebijakan. Penulis kemudian berupaya mengulas peran HIMNI sebagai Policy Entrepreneur dalam aliran permasalahan pembahasan RUU EBT. Dalam skrpsi ini, penulis berhasil menemukan beberapa temuan. Penulis berhasil menjelaskan bahwa HIMNI bertindak aktif sebagai policy entrepreneur dalam aliran kebijakan pembahasan RUU EBT karena secara aktif melakukan tindakan pelunakan dan mengharapkan insentif bagi anggota mereka ketika proposal yang mereka tawarkan dapat diakomodasi oleh Komisi VII DPR RI dalam RUU EBT.

This research aims to discuss the role of the Indonesian Nuclear Society Association (HIMNI) in the drafting process of the New and Renewable Energy Bill in 2020. To explain this role, the author first explains the drafting process of RUU EBT in 2020 by using two aspects in the Agenda Setting theory developed by Kingdon: the problem stream and the policy stream. The author seeks to examine the role of HIMNI as a Policy Entrepreneur in the problem stream in the drafting process of the EBT Bill. In this thesis, the author managed to find several findings. Author has succeeded in explaining that HIMNI acts actively as a policy entrepreneur in the policy flow of the EBT Bill discussion because they expect incentives for its members' involvement when Commission VII DPR RI can accommodate the proposals they offer in the EBT Bill."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adit Hinantho
"ABSTRAK
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Babelan dengan luas lahan 54 hektar area.Total 18,02 hektar lahan rencana pengembangan penambahan pembangkit di masa depan didalam area PLTU memiliki potensi sebagai pembangkit listrik energi bersih dan terbarukan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari analisis akan kelayakan investasi dengan metode Capital Budgeting. Opsi pembangkit yang dipilih berdasarkan pertimbangan mempunyai porsi energi bersih dan terbaruka, meminimlaisir modifikasi infrastruktur dan penanganan bahan bakar. Didapatkan opsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bahan bakar campuran batubara dan Palm Kernel Shell (PKS) dan Pembangkit Listrik Biomassa (PLTBm) Palm Kernel Shell (PKS) dengan biaya investasi.PLTS sebesar US$ 2.680.920,96/MW dengan payback period ditahun ke 1, BCR 0,14, NPV US$ -624193,36, IRR -0,21, PI 0,98 Biaya investasi. PLTU bahan bakar campuran batubara dan palm kernel shell (PKS )sebesar US$ 940.419,74/MW dengan payback period di tahun ke 7, BCR 1,88, NPV US$ 96.820.090,27, IRR 8%, PI 1,74, discounted payback period ditahun ke 5,55. Biaya investasi PLTBm palm kernel shell (PKS) US$ 1.565.751,02/MW dengan payback period ditahun ke 11, BCR 0,21, NPV US$ -230.902.577,68, IRR -1%, PI -0,05, discounted payback period ditahun ke 9,94.

ABSTRACT
Babelan Coal-fired Power Plant with an area of ​​54 hectares of area. A total of 18.02 hectares of land planned for the future development inside the area of ​​the PLTU has the potential for clean and renewable energy power plant. This study aims to find an analysis of the analysis of investment with the Capital Budgeting method. The power plant options selected are considered to have a portion of clean and renewable energy, minimizing infrastructure modification and fuel handling. Options are Solar Power Generation (PLTS), Co-firing coal and biomass palm kernel shell (PKS) Power Plant (PLTU) and Palm Kernel Shell (PKS) Biomass Power Plants (PLTBm) with an investment cost for PLTS US $ 2.680.920,96/MW with a payback period in the first year, BCR 0.14, NPV US $ -624193.36, IRR -0.21, PI 0.98 Investment costs for co-firing coal and biomass palm kernel shell (PKS) US $ 940,419.74/MW with a payback period in year 7, BCR 1.88, NPV US $ 96,820,090.27, IRR 8%, PI 1.74 , discounted payback period in the year 5.55. Investment costs for PLTBm palm kernel shell (PKS) US $ 1,565,751.02/MW with a payback period in the 11th year, BCR 0.21, NPV US $ -230,902,577.68, IRR -1%, PI -0.05 , discounted payback period in the year 9.94."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Santhani
"Pembangunan PLTN di Indonesia dan dunia masih menjadi kontroversi, hal ini disebabkan oleh keamanan dan keselamatan PLTN yang masih diragukan. Kecelakaan nuklir di Chernobyl pada tahun 1986 dan kejadian bencana PLTN Fukushima tahun 2011 menunjukan standar keselamatan dan kemanan yang sangat ketat pada kontruksi dan pengoperasian, ternyata tidak dapat menghindari bencana kebocoran radioaktif. International Atomic Energy Agency IAEA adalah badan yang mengawasi perkembangan energi nuklir di dunia, terutama negara berkembang.
Pada tahun 2009 IAEA telah melakukan evaluasi kesiapan Indonesia dalam pembangunan PLTN pertama, berdasarkan evaluasi tersebut menyimpulkan bahwa dari 19 kriteria yang telah ditetapkan hampir semua isu area infrastruktur dapat ditindaklanjuti untuk membuat keputusan selanjutnya berlanjut ke Fase II, kecuali komitmen negara, manajemen dan keterlibatan stakeholder. Dalam penelitian ini, Penulis akan menganalisa kembali 19 multikriteria yang ditetapkan IAEA untuk pembangunan PLTN pertama di Indonesia berdasarkan kondisi saat ini.
Berdasarkan hasil penelitian, Indonesia belum siap membangun PLTN pertama, terutama pada kriteria komitmen negara, keselamatan, keamanan, perencanaan kedaruratan serta keterlibatan stakeholder. Namun apabila Indonesia menganggap PLTN sangat mendesak untuk dibangun, perlu ada upaya yang dilakukan untuk memenuhi standar IAEA yaitu komitmen tegas Pemerintah, pemilihan lokasi dan teknologi yang tepat, komitmen perlindungan keamanan dan keselamatan, peningkatan SDM, pengelolaan limbah radioaktif, keterbukaan informasi dan sosialisasi nuklir, subsidi serta penyiapan dana keadaan darurat.

There is still a controversy about the development of nuclear power that shows concern for its security and safety aspects. The catastrophic nuclear accident happened in Chernobyl 1986 and Fukushima 2011 suggested that a very strict safety and security standard on construction and operation apparently could not prevent radioactive leak disaster. International Atomic Energy Agency IAEA is the organization that oversees the development of nuclear energy in the world, especially developing countries.
In 2009, IAEA has conducted an assessment on Indonesia 39 s readiness for its first nuclear power plant. The assessment concluded that 19 nuclear infrastructure issues, Indonesia still has pending issues on state commitment, management and stakeholder involvement. In this study, the author would like to reanalyze the 19 nuclear infrastructure issues which set by the IAEA for Indonesia rsquo s first nuclear power plant based on Indonesia current conditions.
The study itself suggests that Indonesia is unlikely to be ready to build the plant. This is due to numerous unmet nuclear infrastructure standards, especially in state commitment, management, safety, security, emergency planning and stakeholder involvement aspects. However, if the construction of nuclear power plant is urgently needed, the government has to make efforts to meet IAEA standards in several aspect, such as state commitment, proper location and technology selection, security and safety protection, human resource development, radioactive waste management, information disclosure and nuclear socialization, subsidies and preparation of emergency funds.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T51630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>