Ditemukan 131529 dokumen yang sesuai dengan query
Aritonang, Baharuddin
"Telah dilakukan kajian atas 5 putusan Makhamah Konsitusi yang menyangkut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kelima putusan itu adalah Putusan MK No.3/PUU-VI/2008, Putusan MK No.5/PUU-IX/2011, Putusan MK No.49/PUU-IX/2011, Putusan MK No.31/PUU-XI/2012, dan Putusan MK No.13/PUU-XI/2013. Putusan-putusan ini menyangkut peranan BPK memeriksa Wajib Pajak, BPK dalam menetapkan kerugian negara serta tentang masa jabatan anggota BPK. Beberapa putusan dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) di UUD NRI Tahun 1945. Putusan-putusan ini menjadikan materi Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1) dan Pasal 28 D ayat (3) sebagai pertimbangan hukum, tanpa memperhatikan keseluruhan materi UUD NRI Tahun 1945, khususnya Pasal 28J ayat (2). Kedepan, kasus seperti ini perlu diperhatikan oleh Makhaman Konstitusi."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2019
342 JKTN 12 (2019)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
"Keberadaan pasal-pasal tentang HAM dalam UUD 1945 membuktikan bahwa indonesia adalah negara hukum yang berkomitmen mengakui dan menghormati HAM. Dalam rangka memberikan perlindungan dan jaminan hak asasi manusia, UUD 1945 memberikan kewenangan uji materil kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Beberapa putusan MK dapat dijadikan bukti untuk menilai bahwa uji materil yang dilakukan MK adalah untuk melindungi dan memajukan HAM. MK tidak saja bertindak sebagai lembaga pengawal konstitusi (guardian of the constitution), melainkan juga sebagai lembaga pengawal tegaknya HAM. Melalui kewenangan uji materil yang dimilikinya, MK tampil sebagai lembaga penegak hukum yang mengawal berjalannya kekuasaan negara agar tidak terjebak pada tindakan sewenang-wenang dan melanggar HAM"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
M. Najib Ibrahim
"Tesis ini membahas tentang pembekuan dan pembubaran organisasi kemasyarakatan sebagai upaya perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan negara bagi hak asasi warga negara. Wacana pembubaran organisasi masyarakat ini muncul sebagai reaksi terhadap berbagai macam aksi kekerasan yang dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan. Sejauh ini, pembekuan dan pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia diatur melalui Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985, yang dinilai telah tidak sesuai lagi, karena dapat mengancam kebebasan berserikat dan tidak sesuai dengan prinsip negara hukum serta demokrasi. Oleh karena itu, pembekuan dan pembubaran organisasi kemasyarakatan tidak dilakukan oleh pemerintah, tetapi melalui proses peradilan. Proses peradilan yang dinilai berkompeten untuk memutuskan pembekuan dan pembubaran adalah Mahkamah Konstitusi, sesuai dengan fungsinya menafsirkan dan menjaga konstitusi.
This thesis discusses the deactivation and dissolution of civil society organizations as a means of protection, respect, and fulfillment of state for the rights of citizens. Discourse of the dissolution of this civil society organizations emerged as a reaction to the various acts of violence carried out by civil society organizations. So far, deactivation and dissolution of civil society organizations in Indonesia are regulated by Law Number 8/1985 on Civil Society Organizations and Government Regulation Number 18/1986 on the Implementation of Law Number 8/1985, which have been regarded as no longer appropriate, because it can threaten the freedom association and not in accordance with the rule of law and democracy. Therefore, deactivation and dissolution of civil society organizations is not done by the government, but through the judicial process. Judicial process is considered competent to decide on clotting and dissolution of the Constitutional Court, in accordance with its function to interpret and to guardian of the constitution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28610
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Qurrata Ayuni
"Kekuatiran bahwa Pasal-Pasal mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) akan memberikan dominasi individualistis-liberal pada masyarakat Indonesia ditengahi oleh hadirnya Pasal 28J UUD 1945. Pasal ini memberikan landasan konstitusional untuk dapat melakukan pembatasan HAM menggunakan undang-undang berdasarkan pertimbangan HAM orang lain, moral, agama, keamanan dan ketertiban umum. Menggunakan pendekatan historis dan normatif, tulisan ini akan membahas mengenai konsep dan klausul pembatasan HAM dalam sejumlah konstitusi di Indonesia yakni; UUD 1945 (naskah asli), konstitusi RIS, UUDS 1950 dan UUD NRI 1945 pasca amandemen. Melalui tulisan ini akan ditemukan bahwa pembatasan HAM secara tegas dan tersurat sudah dapat ditemukan sejak lahirnya Konstitusi RIS 1949 yang diserap dari Pasal pembatasan HAM dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM). Teks pembatasan HAM kemudian disempurnakan melalui Pasal 28J UUD 1945 pada amandemen kedua UUD NRI 1945 pada tahun 2000."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2019
342 JKTN 12 (2019)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
"Pemberlakuan asas retroaktif dalam UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM merupakan kehendak pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang sudah menjadi duri dalam daging pemerintah Indonesia sejak zaman pemerintahan Soeharto. Kasus kekerasan seperti Timor Timur dan Tanjung Priok merupakan kasus-kasus pelanggaran HAM yang perlu diselesaikan.
"
JUKE 4:2 (2005/2006)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
KAJ 5:1 (2000)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Judianti G. Isakayoga
Jakarta: Murai Kencana, 2011
323 JUD m
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
"MKRI adalah badan pemerintah baru yang dibentuk berdasarkan perubahan ketiga UUD NRI 1945. Sesuai dengan itu maka artikel ini membahas tentang fungsi seyogyanya yang mendasari kewenangan MKRI dalam menguji konstitusionalitas undang-undang. Sesuai dengan isu tersebut maka artikel ini berargumen bahwa MKRI harus diposisikan sebagai human rights court manakala menjalankan kewenanganya untuk menguji konstitusionalitas undang- undang. Fungsi MKRI sebagai human rights court menjustifikasi eksistensinya dan juga mempreskripsi prinsip operasionalnya. Hal ini bermakna bahwa dalam menguji konstitusionalitas undang-undang MKRI seyogyanya memajukan perlindungan HAM melalui judical policy dan interpretasi konstitusinya"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Irdham Riyanda
"DPRD sebagai bagian dari pemerintahan daerah mendapat anggaran yang bersumber dari APBD. Untuk meningkatkan kinerja DPRD, Pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah yang mengatur protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD. Pokok permasalahannya adalah apakah Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2006 (PP Nomor 37 Tahun 2006) dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 (PP Nomor 21 Tahun 2007) bertentangan dengan undang-undang yang terkait? Serta bagaimana dampak kedua peraturan pemerintah tersebut terhadap kondisi keuangan daerah?
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder. PP Nomor 37 Tahun 2006 dalam Pasal 14D bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan, UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pasal 14B PP Nomor 21 Tahun 2007 bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2004. Ditetapkannya Penyelidikan dan..."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22149
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
JK 8:5 (2011)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library