Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 247164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yohanes Alda
"ABSTRAK
Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional dan sistem pembayaran INA-CBGs merupakan hal baru dalam sistem kesehatan di Indonesia, dan merupakan sistem pembayaran utama yang dilakukan oleh RSUPN CM pada saat ini. Penggunaan PPK sebagai standar pelayanan kedokteran masih merupakan hal yang baru di Indonesia dan belum pernah dievaluasi penggunaanya. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara jenis pembedahan, kepatuhan menggunakan PPK terhadap kendali mutu dan kendali biaya. Dari 82 sampel yang didapat, didapatkan 54,9% dilakukan tatalaksana dengan laparoskopi dan 45,1% dengan laparotomi, sedangkan dari sisi kepatuhan menggunakan PPK hanya didapatkan 25,6% kasus ditalaksana sesuai dengan PPK yang ada. Rentang perbedaan pembiayaan yang dikeluarkan RSUPN CM dan yang dibayarkan BPJS cukup besar dengan median persentase yang dibayarkan hanya 75% atau dengan kerugian yang dialami oleh RSUPN CM mencapai Rp 5.160.954,-. Rerata lama perawatan untuk laparoskopi adalah 3 hari dan untuk laparotomi adalah 4 hari, komplikasi hanya didapatkan pada 1 kasus dan tidak ada mortalitas pada periode penelitian ini. Dari hubungan antara jenis pembedahan dan kendali biaya tidak didapatkan hubungan yang signifikan dengan nilai p 0,503, sedangkan hubungan antara jenis pembedahan dan kendali mutu didapatkan bahwa bedah laparoskopi 36 kali lebih besar memiliki risiko lama perawatan tidak sesuai (p<0,001), secara umum dapat diartikan bahwa pada tindakan laparoskopi terdapat risiko sebesar 32 kali kendali mutu akan tidak sesuai jika dibandingkan dengan tindakan laparotomi. Sedangkan dari hubungan antara kepatuhan menggunakan PPK dengan kendali biaya didapatkan kepatuhan menggunakan PPK yang baik tidak berhubungan dengan kendali biaya yang sesuai, begitu juga kepatuhan menggunakan PPK yang tidak baik tidak berhubungan dengan kendali biaya yang tidak sesuai. Hal yang sama juga didapatkan pada hubungan antara kepatuhan menggunakan PPK dan kendali mutu. Secara keseluruhan dari 82 kasus yang ditangani, hanya terdapat 3 (3,7%) kasus yang ditangani dan memiliki kesesuaian kendali mutu juga kendali biaya dan sebagian besar atau 48 kasus (58,5%) memiliki kendali biaya dan mutu yang tidak sesuai. Dapat disimpulkan bahwa jenis pembedahan berhubungan dengan kendali mutu dan kendali biaya, sedangkan kepatuhan menggunakan PPK tidak berhubungan dengan kendali mutu dan kendali biaya.

ABSTRACT
The implementation of National Health Coverage and INA-CBGs system payment is recently adapted in health care system in Indonesia and the main payment system in RSUPN CM. The implementation of clinical pathway is also newly adapted in Indonesia and never been evaluated for its use. This research aim to find the correlation between the type of surgery, adherence to clinical pathway with quality and cost control. From 82 samples, 54,9% underwent laparoscopy and 45,1% laparotomy, only 25,6% samples had good clinical pathway adherence. The median percentage of difference between the cost and the payment received by RSUPN CM is 75% with median loss of Rp 5.160.954,- per patient. The mean for length of stay for laparoscopy is 3 days and for laparotomy is 4 days, only 1 major complication and no mortality recorder during this research. There was no significant correlation between type of surgery and cost control (p=0,503) but we found a significant correlation between type of surgery and quality control, the relative risk for unsuitable length of stay for laparoscopy was 36 (p<0,001). As we evaluated for the correlation with quality control and laparoscopy, there was 32 times relative risk for unsuitable quality control compared to laparotomy. The adherence to clinical pathway was not correlated with cost control, good clinical pathway adherence was not correlated with good quality control and bad clinical pathway adherence was not correlated to bad quality control as well. The same result also applied to the correlation of adherence to clinical pathway and quality control. Overall from 82 samples only 3 (3,7%) that has good quality and cost control, 48 samples (58,5%) has bad quality and cost control. We conclude that the type of surgery was correlated with quality and cost control, the adherence to clinical pathway was not correlated with quality and cost control."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Finna Hardjono
"Latar Belakang: Tindakan pembedahan atau operasi merupakan tindakan yang sangat berkaitan erat dengan bidang obstetri dan ginekologi. Masing-masing kasus akan bervariasi dan memiliki resiko dan jenis komplikasi tersendiri. Sistem pelayanan di RSCM saat ini telah mengalami perubahan pengaturan menjadi sistem Dokter Penanggung Jawab Pelayanan(DPJP) sejak tahun 2009. Belum ada penelitian di Indonesia yang menyimpulkan bagaimana pengaruh sistem DPJP terhadap angka komplikasi pembedahan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidens kasus komplikasi dalam tindakan pembedahan obstetri dan ginekologi di RSCM pada masa sebelum dan sesudah DPJP.
Metode: Penelitian dekriptif observasional ini dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo sejak Desember 2017 hingga Februari 2018. Data sebelum sistem DPJP yaitu tahun 2007-2008 dan sistem DPJP yaitu tahun 2010-2011. Data tindakan pembedahan dijabarkan secara deskriptif dan insiden morbiditas diolah dengan analisis bivariat.
Hasil: insidens terjadinya komplikasi pembedahan di RSCM pada masa sebelum versus sesudah DPJP adalah sebesar 2,7% versus 1,01%. Perubahan sistem menjadi DPJP di RSCM mempunyai resiko komplikasi yang lebih rendah yaitu sebanyak 22 dan pada sesudah DPJP menjadi 18 kasus bermakna secara statistik dengan nilai (p<0,05) dengan OR 0,41. Pada kasus ginekologi, sistem DPJP bermakna secara statistik (p<0,05) dengan nilai OR 0,23. Untuk onkologi tidak ada perbedaan bermakna, morbiditas pada kelompok pra DPJP sebesar 4,1% dan pada DPJP sebesar 2% dengan nilai p 0,07. Dari jenis pembedahan laparotomi, system DPJP bermakna secara statistik (p<0,05) dengan nilai OR 0,41.
Kesimpulan: Perubahan sistem menjadi DPJP di RSCM mempunyai resiko komplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan sistem sebelum DPJP.

Background: Background:Surgery is an action that is closely related to obstetrics and gynecology. Each case will have various risks and types of complications. The service system at RSCM has changed its settings to become a Service Responsible Doctor (DPJP) system since 2009. There has been no research in Indonesia about the correlation between the DPJP system with rate of surgical complications.
Aims: To determine the incidence of complications in obgyn surgery at the RSCM before and after the DPJP.
Methods: This observational descriptive study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital from December 2017 to February 2018 before the DPJP (2007-2008) and after DPJP (2010-2011). Surgical action data are described descriptively and the incidence of morbidity is processed by descriptive bivariate analysis.
Result: the incidence of surgical complications at the RSCM before and after the DPJP was 2.7% versus 1.01%. The system change to DPJP at the RSCM has a lower risk of complications compared to the system before DPJP that is as much as 22 and after the DPJP to 18 cases statistically significant with the value (p <0.05) with OR 0.41. In gynecological cases DPJP system reduces the number of complications (p <0.05) with an OR value of 0.23. No significant differences in the oncology case, pre-DPJP group was 4.1% and the DPJP was 2% with a p value of 0.07. in Laparotomy technique the DPJP system was statistically significant (p <0.05) with an OR value of 0.41.
Conclusion: The new DPJP system in RSCM has alower risk of complications compared to the system before DPJP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Lestari Avriyani
"ABSTRAK
Latar Belakang : Hubungan antara endometriosis dan nyeri pelvik telah banyak diketahui, namun penjelasan tentang mengapa hal ini bisa terjadi masih belum jelas diketahui. Dapat ditemukan keluhan nyeri hebat pada penderita endometriosis ringan, namun sebaliknya, dijumpai pula penderita endometriosis derajat berat tanpa keluhan nyeri berarti.Tujuan : Penelitian ini bertujuan mencari hubungan antara tampilan susukan endometriosis dan karakteristik nyeri pelvik.Metode : Rancangan penelitian ini menggunakan desain studi retrospektif dengan metode analisis korelasi antara dua variabel numerik. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data retrospektif rekam medis dari 131 pasien yang dilakukan laparoskopi atas indikasi endometriosis dari tahun 2012-2016.Hasil: Endometriosis minimal terdapat pada 2 pasien, endometriosis ringan pada 3 pasien, endometriosis sedang di 26 pasien, dan endometriosis berat pada 104 pasien. Berdasarkan tampilan makroskopik, endometriosis ovarium terdapat pada 92,4 , endometriosis peritoneal 82,4 , ESD 40,5 , dan adenomiosis pada 19,1 . Terdapat korelasi positif bermakna antara skor ASRM total, subskor kista endometriosis, endometriosis superfisial, obliterasi kavum douglas, dan adhesi adneksa dengan VAS dismenorea r=0,303; 0,187; 0,203; 0,278; 0,266, p

ABSTRACT
Background Controversies on relationship between endometriosis stage, adhesion, lesion type, and severity of pelvic pain remains for years, eventhough clinical experience have connected those with severity of pelvic pain.Objective To evaluate the association between ASRM score in endometriosis and pelvic pain in a group of women with endometriosis.Methods A total of 131 patients with pelvic pain who conduct laparoscopy for diagnosis and therapy of endometriosis, have pain symptoms 3 months, and absense of pelvic anomalies. Dysmenorrhea, deep dyspareunia, dyschezia, dysuria, and chronic pelvic pain were evaluated using 10 point visual analogue scale. The data was collected by assessing the medical record and retrospective analysis was performed. Disease stage according to American Society of Reproductive Medicine, presence of adhesion, lesion type Deep Infiltrating Endometriosis DIE or without DIE , and severity of pain symptoms were analyzed by Spearman analysis. Different VAS between DIE vs non DIE group was analyzed by Mann Whitney analysis.Results Minimal endometriosis was present in 2 patients, mild in 3, moderate in 26, and severe in 104. Based on the macroscopic appearance, ovarian endometriosis accounts for 92,4 , peritoneal endometriosis 82,4 , DIE was 40,5 , and adenomyosis was 19,1 . Stage IV endometriosis accounts for 79.4 . Based on the macroscopic appearance, ovarian endometriosis accounts for 92.4 , peritoneal endometriosis 82.4 , DIE was 40.5 , and adenomyosis was 19.1 . There was significant correlation between total ASRM, ovarian endometriosis, peritoneal lesion, Douglas pouch obliteration, adnexal adhesion score and VAS dysmenorrhea r 0.303 0,187 0,203 0,278 0,266, p"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toki Himawati
"LATAR BELAKANG. Problem yang sangat mendasar dalam pemberian layanan kesehatan adalah
masalah pembiayaan kesehatan. Untuk itu pemerintah membuat skenario pembiayaan kesehatan melalui. Jaminan Kesehatan Nasional, yang pada hakekatnya merupakan lembaga asuransi untuk mengcover pembiayaan layanan kesehatan. Pelaksananya adalah Badan Pengelola Jaminan Kesehatan, sedangkan dasar pengenaan tarif untuk klaim ke BPJS oleh rumah sakit menggunakan Indonesian Case Base Groups
(INA CBG`s). Pada titik inilah mulai muncul persoalan bagi rumah sakit, dimana banyak layanan kesehatan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien, biayanya jauh diatas paket INA CBG`s yang sudah ditetapkan (overbudget). Apabila ini yang terjadi maka rumah sakit akan mengalami defisit. Salah satu kebijakan yang paling tepat untuk mengatasi overbudget adalah dengan kendali mutu kendali biaya, yang instrumennya adalah clinical pathway.
METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Informan dipilih secara bertingkat sebanyak 35 orang, mulai dari Pemegang Saham, Direksi, Komite Medik, DPJP, Pemberian Asuhan Pelayanan dan Coder.
HASIL PENELITIAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum informan setuju dengan penerapan clinical pathway, karena dapat meningkatkan mutu pelayanan, adanya kepastian prosedur dan dapat mengatasi overbudget, namun para DPJP sebagian besar enggan untuk menerapkan clinical pathway karena menganggap membatasi ruang gerak mereka, bertentangan dengan keilmuan dan profesionalitas, serta nerupakan alat BPJS untuk mengekang tindakan medis yang dilakukan DPJP.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada Rumah Sakit Urip Sumoharjo untuk menyusun dan mengimplementasikan clinical pathway sebagai alat kendali mutu kendali biaya.

BACKGROUND. A very basic problem in providing health care is the issue of health financing. To that end, we create a health financing scenario through the National Health Insurance, which is essentially an insurance agency to cover healthcare services, conducted by government hospitals or all Indonesian citizens. The health insurance management agency is implemented by BPJS Health, while the pricing of charges for claims to BPJS by hospitals uses Indonesian Case Base Groups (INA CBG`s). It is at this point that problems arise for hospitals, where many health services and medical measures are provided to patients, cost far above the over-budgeted INA CBG`s package. If this happens then the hospital will suffer losses, because it must cover the difference of less than the cost of claims paid by BPJS. One of the most appropriate policies to overcome the over budget is the quality control of cost control, the instrument is clinical pathway, so that the hospital can perform service functions well and quality without experiencing financial loss.
METHOD. This research was conducted at Urip Sumoharjo Hospital Bandar Lampung, using qualitative research method, that is seeing social reality that happened as it is. The informants were chosen in 35 stories, from Shareholders, Board of Directors, Medical Committee, DPJP, Provision of Care Services and Coder.
RESULT. The results showed that in general the informants agreed with the implementation of clinical pathway, because it can improve the quality of service, the certainty of procedures and can overcome the budget. Based on the results of this study suggested to Urip Sumoharjo Hospital to arrange and implement clinical pathway as a tool of quality control of cost control."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zwesty Viera Putri Rimba
"ABSTRAK
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Selain terjadi gangguan metabolisme gula, pasien DM juga mengalami gangguan metabolisme lipid, disertai kenaikan berat badan sampai terjadinya obesitas, dan gejala hipertensi. Kadar kolesterol total yang tinggi (>240 mg/dL) pada pasien DM tipe 2 menaikkan risiko penyakit koroner. Penelitian ini menggunakan survai cross-sectional analitik untuk mendapatkan hubungan nilai kolesterol total dengan DM tipe 2, pada pasien DM tipe 2 yang berobat di poliklinik IPD RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2010. Hasilnya yaitu hanya 13,9% subyek yang berusia di atas 54 tahun dan memiliki nilai kolesterol tinggi, dan hanya 12% subyek yang perokok dan memiliki nilai kolesterol tinggi. Pada kelompok kolesterol total tinggi, proporsi wanita 17,6% sementara pria 11,1%. Rerata gula darah puasa pada kelompok kolesterol tidak tinggi dan yang tinggi yaitu 189,0 (114-411) dan 185,0 (130-559). Rerata gula darah 2 jam post-prandial pada kelompok koresterol tidak tinggi dan yang tinggi yaitu 290,0 (178-582), dan 306,6 (SD 78,9).

Abstract
Diabetes mellitus (DM) is a group of metabolic diseases with characteristic hyperglycemia due to abnormalities in insulin secretion, insulin action, or both. In addition to disruption of sugar metabolism, diabetic patients also experience impaired lipid metabolism, accompanied by weight gain until the occurrence of obesity, and hypertension symptoms. High total cholesterol levels (> 240 mg/dL) in patients with type 2 diabetes increase the risk of coronary disease. This study used cross-sectional analytic survey to get a total cholesterol value the relationship with type 2 diabetes, in patients type 2 diabetes who seek treatment at polyclinics IPD Cipto Mangunkusumo in 2010. The result is only 13.9% of subjects over the age of 54 years and have high cholesterol values, and only 12% of subjects who smoked and had high cholesterol values. In the group of high total cholesterol, the proportion of women 17.6% while in men 11.1%.The mean fasting blood sugar of
?not high cholesterol group? and ?high cholesterol group? is 189.0 (114-411) and 185.0 (130-559). The mean blood glucose 2 hours post-prandial of ?not high cholesterol group? and ?high cholesterol group? is 290.0 (178-582) and 306.6 (SD 78.9)."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Virnanto Buntarja
"Latar belakang: Giant Cell Tumor of Bone (GCT tulang) adalah tumor tulang primer yang bersifat jinak-agresif dan dapat bermetastasis. Rentang usia pasien GCT tulang adalah antara 13 sampai 69 tahun. Tumor ini sering ditemukan di bagian distal femur, distal radius, dan proximal tibia. Berdasarkan tipe tulang, GCT tulang sering ditemukan pada ujung tulang panjang. Namun, GCT tulang juga dapat ditemukan pada tipe tulang lainya. Pada beberapa keganasan tulang, seperti osteosarcoma, terdapat korelasi antara usia dengan lokasi tumor. Namun, untuk GCT tulang korelasi ini masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya korelasi usia dengan lokasi pada GCT tulang
Metode: Peneliti mengambil data rekam medis pasien GCT tulang di RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo dari tahun 2016 sampai 2020. Kemudian, data usia dengan lokasi (topografi dan tipe tulang) dianalisis menggunakan tabel baris kolom.
Hasil: Pada kelompok usia 10-39 tahun ditemukan 52 kasus pada tulang apendikular dan 1 kasus pada tulang axial. Pada kelompok usia 40-69 tahun ditemukan 29 kasus pada tuang apendikular dan 4 kasus pada tulang axial. Korelasi antara usia dan lokasi topografis tidak bermakna (p>0.05). Pada kelompok usia 10-39 tahun ditemukan 49 kasus pada tipe tulang panjang dan 4 kasus pada tipe tulang lainnya. Pada kelompok usia 40-69 tahun, ditemukan 27 kasus pada tulang panjang dan 6 kasus pada tipe tulang lainnya. Korelasi antara usia dengan lokasi tipe tulang tidak bermakna (p>0.05).
Kesimpulan: Tidak ada hubungan bermakna antara usia dengan lokasi tumor (topografi dan tipe tulang) pada kasus GCT tulang

Introduction: Giant cell tumor of bone (GCTB) is a primary bone tumor with benign- aggressive behavior and capacity to metastasize. The age range for GCTB is 13 to 69 years old. GCTB is commonly in distal femur, distal radius, and proximal tibia. Based on bone type, GCTB is frequently found on meta epiphyseal site of long bone. Although, some GCTB can be found on other bone type such as flat bone, short bone, and irregular bone. In some bone neoplasms, like osteosarcoma, there is a correlation between age and tumor site. Unfortunately for GCTB, this correlation is still unknown. This study aims to determine the correlation between age and tumor site of GCTB
Method: Medical record of patients with the diagnosis of GCTB in RSUPN dr.Cipto Mangukusumo from 2016 to 2020 is included in this study. Age at diagnosis and tumor site (topographically and bone type) of patient are analyzed using cross tabulation. Result: For age group 10-39 years old, there are 52 cases of GCTB in appendicular skeleton and one case in axial skeleton. For age group 40-69 years old there are 29 cases of GCTB in appendicular skeleton and 4 cases in axial skeleton. The correlation between age and tumor topographic site is statistically not significant (p > 0.05). For the bone type, there are 49 cases of GCTB in long bone and 4 cases in other bone type for age group 10- 39 years old. For age group 40-69 years old, there are 27 cases of GCTB in long bone and 6 cases in other bone type. The correlation between age and bone type is statistically not significant (p> 0.05)
Conclusion: There are no significant correlation between age and tumor site (topographically and bone type) in GCTB
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Claresta Viano
"Manajemen Pelayanan Pasien merupakan peran yang dijalankan oleh case manager, agar tercipta pelayanan yang bermutu dengan biaya yang efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran case manager terhadap kendali mutu dan kendali biaya pasien rawat inap bedah dengan penjaminan JKN di RS UI tahun 2022. Penelitian menggunakan pendekatan sistem menurut Donabedian dan teori KARS. Kendali mutu dilihat dari LOS, tingkat kepuasan pasien, kepatuhan penerapan clinical pathway, kepatuhan visit dokter, serta penundaan operasi elektif. Kendali biaya dilihat dari selisih klaim dan tagihan RS dan formulasi biaya tindakan. Pada penelitian ini, data kuantitatif diambil dari data sekunder melalui data rekam medis pasien, hasil telaah dokumen dari berkas tagihan pasien, tarif INA-CBG’s, data laporan operasi, dan data Komite Mutu Rumah Sakit. Data diolah dengan Ms. Excel dan didapatkan tiga (3) tindakan terbanyak yaitu odontektomi, SC, dan AV shunt. Studi kualitatif, dilakukan dengan Focus Group Discussion untuk mendapatkan formulasi pembiayaan tindakan dan wawancara mendalam. Didapatkan hasil peran case manager di RS UI sudah mengalami perbaikan dibandingkan tahun 2021, kinerja case manager sudah baik berdasarkan selisih klaim, pengendalian LOS, tingkat kepuasan pasien, tingkat kepatuhan visit dokter, dan tingkat kepatuhan terhadap clinical pathway. Hanya tingkat penundaan operasi elektif di RS UI masih belum tercapai target.

Patient Service Management is carried out by case manager to create quality services with efficient cost. This study aims to evaluate the role of case managers on quality and cost control of surgical inpatients with JKN assurance at the UI Hospital in 2022. This study uses the concept of Donabedian and KARS theory. Quality control is seen from LOS, patient satisfaction, compliance clinical pathway, compliance doctor visits, and delays in elective surgery. Cost control is seen from the difference between INA-CBG's claims and hospital bills and cost formulations. Secondary data were collected from medical record and document review. The data were processed with Ms. Excel. The three common                                                       procedures conducted with FGD and interviews to find out the role of case managers. It was found that the role of the case manager at UI Hospital had improved compared to 2021. Case manager's performance is good based on the difference in overall surgical patient klaims, LOS control, the level of patient satisfaction, the level of compliance with doctor visits , the level of compliance with the clinical pathway. Only the level of delay in elective surgery at UI Hospital has not reached the target."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendro Anthonious Sunjaya
"Latar Belakang: Kista dan tumor odontogenik merupakan aspek yang sering dibahas dan cukup penting dalam bidang bedah maupun patologi oral dan maksilofasial. Secara radiografi gambaran kista dentigerous, odontogenic keratocyst (OKC), dan ameloblastoma unikistik memiliki kemiripan berupa lesi radiolusen unilocular. Pada hasil pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaaan hematoksilin eosin ketiga lesi ini dapat dibedakan, namun banyak ahli patologi yang mengalami misdiagnosa dikarenakan kemiripannya. Calretinin merupakan protein pengikat kalsium yang sudah banyak digunakan untuk penanda keganasan pada jaringan tubuh manusia, dikarenakan perannya dalam apoptosis sel yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel. Tujuan: untuk melihat dan membandingkan ekspresi Calretinin pada kista dentigerous, OKC, dan ameloblastoma unikistik. Metode: 34 blok parafin kista dentigerous, OKC dan ameloblastoma unikistik didapatkan secara consecutive sampling dari data rekam medik di Divisi Bedah Mulut RSCM yang telah dilakukan konfirmasi hasil histopatologinya di Departemen Patologi Anatomi RSCM selama periode 2015- 2019. Seluruh sampel dilakukan pemeriksaan imunohistokimia menggunakan antibodi Calretinin. Hasil: didapatkan 13 sampel kista dentigerous (38,2%), 6 sampel OKC(17,6%), dan 15 sampel ameloblastoma unikistik(44,2%). Yang terintepretasi positif Calretinin sebanyak 1 sampel kista dentigerous (2,9%) dan 11 sampel ameloblastoma unikistik(32,3%), namun tidak ada sampel OKC (0) yang terintepreatsi positif. Secara statistik dengan uji chi-square didapati hasil berbeda bermakna(p=0,001) dengan odd ratio (OR) sebesar 49,5 antara kelompok ameloblastoma unikistik dan kelompok bukan amleoblastoma unikistik. Kesimpulan: Calretinin terekspresi pada kista dentigerous dan ameloblastoma unikistik dengan persentase yang berbeda, namun tidak pada OKC. Calretinin dapat dijadikan penanda spesifik untuk ameloblastoma unikistik.

Background: Odontogenic cysts and tumors are aspects that often discussed and quite important in the field of either oromaxillofacial surgery or pathology. Radiographically, the dentigerous cyst, odontogenic keratocyst (OKC), and unicystic ameloblastoma have a similar appearance in the form of unilocular radiolucent lesions. As a results of histopathological examination with hematoxylin eosin staining, these three lesions can be distinguished, however, many pathologists are misdiagnosed because of their similarity. Calretinin is a calcium binding protein that has been widely used for markers of malignancy in human tissues, due to its role in cell apoptosis which causes cell proliferation. Objective: This study aims to observe and compare Calretinin expression in dentigerous cysts, OKC, and unicystic ameloblastoma. Methods: 34 paraffin blocks of dentigerous cysts, OKC and unicystic ameloblastoma were obtained by consecutive sampling from medical record data in RSCM, Oral Surgery Division which had confirmed histopathological results at the Department of Anatomical Pathology RSCM during the period 2015-2019. All samples were subjected to immunohistochemical staning using Calretinin antibodies. Results: 13 samples of dentigerous cysts, 6 samples of OKC, and 15 samples of unicystic ameloblastoma were obtained. The positive interpretation of Calretinin was 1 sample of dentigerous cyst and 11 samples of unicystic ameloblastoma. Conclusion: Calretinin was expressed in dentigerous cysts and unicystic ameloblastoma with different percentages, but not in OKC. Calretinin can be used as a marker for unicystic ameloblastoma"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Riani
"

Latar Belakang : Malnutrisi sering ditemukan pada pasien kanker ovarium dengan prevalensi 67% dan dapat memperburuk luaran pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi malnutrisi dan hubungan antara malnutrisi dengan lama rawat inap dan faktor pembedahan pada pasien kanker ovarium yang menjalani prosedur tersebut di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Metode : Penelitian analitik observational dengan desain potong lintang pada 59 pasien yang menjalani pembedahan selama bulan Juli 2018-Maret 2019. Status malnutrisi dinilai dengan metode Patient-Generated Subjective Global Assessment dan faktor pembedahan yang dinilai mencakup durasi pembedahan, besar tumor, dan perdarahan selama pembedahan.

Hasil : Prevalensi malnutrisi pasien kanker ovarium 78% dengan malnutrisi sedang 42,4% dan malnutrisi berat 35,6%. Rerata lama rawat inap 8 hari dan setelah dilakukan analisis didapatkan hubungan yang bermakna antara status malnutrisi dengan lama rawat inap, besar tumor, dan perdarahan selama pembedahan.

Kesimpulan : Prevalensi malnutrisi pada pasien kanker ovarium cukup tinggi dan dapat memperpanjang lama rawat inap dan meningkatkan jumlah perdarahan saat pembedahan.

Kata kunci:

Kanker ovarium, malnutrisi, lama rawat inap, faktor pembedahan.


Introduction : Malnutrition could be easily found in ovarian cancer with prevalence 67% and responsible for patient’s outcome worsening. The objective of this study was to identify malnutrition prevalence and correlation between malnutrition status and length of stay and surgical factors in ovarian cancer patients undergo surgery at National Hospital Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Method: A cross sectional study conducted with 59 patients undergo surgery during July 2018-March 2019. The nutritional status was classified as well-nourished and moderate/severe malnutrition, according to the Patient-Generated Subjective Global Assessment and surgery factors including length of surgery, size of tumor, and blood loss during surgery.

Results: The prevalence of malnutrition was 78%, being classified as moderate in 42,4% and severe in 35,6%. Median of length of stay was 8 days. After statistical analysis, malnutrition was associated with length of stay , size of tumor, and blood loss during surgery.

Conclusion: There was observed a high prevalence of malnutrition in ovarian cancer and could lengthen length of stay and increase blood loss during surgery.

Keywords:

Ovarian cancer, malnutrition, length of stay, surgical factor.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>