Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38338 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jennie Dianita Sutantio
"ABSTRAK
Keterlambatan diagnosis gangguan spektrum autisme (GSA) masih menjadi masalah kesehatan anak di seluruh dunia hingga saat ini. Tenaga kesehatan yang kompeten dalam diagnosis GSA masih terbatas di pusat kesehatan tersier yang seringkali sulit dijangkau. Penggunaan telemedicine sebagai alat diagnosis dengan berbagai metode mulai diteliti; namun keterbatasan aplikasi menyebabkan telemedicine belum digunakan secara luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas aplikasi telemedicine menggunakan rekaman video yang direkam dengan protokol khusus dibandingkan dengan observasi langsung terhadap aktivitas pasien dalam menegakkan diagnosis GSA. Sebanyak 40 subyek berusia 18-30 bulan yang datang dengan keluhan keterlambatan bicara atau perilaku acuh dan mendapat skor M-CHAT-R lebih dari dua mengikuti penelitian ini. Hasil rekaman video menurut protokol khusus dinilai berdasarkan kriteria GSA menurut DSM-5, kemudian subyek dinilai menurut kriteria yang sama pada observasi langsung. Tingkat kesesuaian diagnosis pada kedua metode mencapai 82,5%. Sensitivitas rekaman video dalam diagnosis GSA mencapai 91,3% (IK 95% 79,7% sampai 100%) dan spesifisitas 70,6% (IK 95% 48,9% sampai 92,2%). Nilai duga positif mencapai 80,7% (IK 95% 65,6% sampai 95,9%), sedangkan nilai duga negatif 85,7% (IK95% 67,4% sampai 100%). Rasio kemungkinan positif adalah 3,1 (IK 95% 1,47 sampai 6,5), sedangkan rasio kemungkinan negatif adalah 0,16 (IK 95% 0,03 sampai 0,47). Berdasarkan hasil di atas, telemedicine berbasis rekaman video cukup baik dalam mendiagnosis GSA, meskipun spesifisitas tidak tinggi. Pada kasus yang meragukan, observasi langsung tetap perlu dilakukan.

ABSTRACT
Delayed diagnosis of autism spectrum disorder (ASD) remains as a persisting child health problem throughout the world until now. Competent professionals in diagnosing ASD are limited in tertiary health care centers which are usually hard to access. The use of telemedicine as a diagnostic tool using various methods has been investigated; however, application limitations cause the telemedicine has not widely used. This study aimed to evaluate the effectiveness of telemedicine using video recording with special protocol compared to direct observation of patient s activities in diagnosing ASD. We included forty subjects aged 18-30 months old with chief complaints of delayed speech or ignoring behavior and M-CHAT-R score more than two. Video records guided by special protocol were assessed using DSM-5 criteria of ASD and the subjects were assessed using the same criteria during direct observation. Diagnostic agreement between the two methods was 82.5%. The sensitivity of video recording in diagnosing ASD was 91.3% (95% CI 79.7% to 100%), while the specificity was 70.6% (95% CI 48.9% to 92.2%). The positive predictive value was 80.7% (95% CI 65.6% to 95.9%), while the negative predictive value was 85.7% (95% CI 67.4% to 100%). The positive likelihood ratio was 3.1 (95% CI 1.47 to 6.55), while the negative likelihood ratio was 0.16 (95% CI 0.03to 0.47). Based on the results, telemedicine using video recording is effective for diagnosing ASD, despite its low specificity. In uncertain cases, direct observation is still need to be done. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Sulistyowati
"Latar Belakang: Gangguan Spektrum Autisme (GSA) adalah gangguan neurodevelopmental yang terdiri atas gangguan komunikasi, interaksi sosial serta adanya perilaku restriktif dan repetitif. Hal ini dapat menyebabkan masalah dalam kemampuan adaptif anak sehingga menghambat anak dalam melakukan kemampuan dasar aktivitas harian, seperti makan, mandi, melepas dan memakai baju, dan lain-lain. Penggunaan video-modeling merupakan salah satu metode intervensi yang dikembangkan beberapa tahun terakhir untuk melatih kemampuan aktivitas harian pada anak GSA. Nemun demikian, hingga saat ini belum ada penelitian mengenai penggunaan video-modeling aktivitas mandi pada anak GSA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan imitasi sequence aktivitas mandi sebelum dan sesudah pengggunaan video-modeling aktivitas mandi pada anak GSA. Metode: Disain penelitian ini adalah kuasi eksperimental (pre-post test analysis) dengan subjek penelitian adalah anak usia 6-10 tahun yang telah didiagnosis GSA oleh SpA konsultan neurologi anak yang datang ke Klinik Anakku Check My Child (CMC) Kayu Putih, Klinik Anakku BSD Serpong, Pondok Pinang, Depok dan Bekasi, serta Sekolah Anakku Pulomas pada periode April-Juni 2023. Subjek dikumpulkan dengan metode consecutive sampling. Besar sampel yang dibutuhkan untuk power 80%, derajat kemaknaan 5%, effect size 0,6 serta perkiraan drop out 20% adalah 33 subjek. Penelitian diawali dengan pembuatan video-modeling berupa animasi kegiatan mandi serta checklist penilaian kegiatan mandi berdasarkan 20 sequence kegiatan aktivitas mandi pada video tersebut. Pemaparan video dilakukan minimal 1x/hari selama 4 minggu. Subjek dengan frekuensi pemaparan <75% akan dieksklusi dari analisis. Penilaian dilakukan berdasarkan checklist aktivitas mandi dengan memberikan poin 1 untuk setiap sequence aktivitas yang mandi yang dilakukan subjek tanpa adanya instruksi verbal dan prompt motorik. Nilai pre-test adalah hasil penjumlahan penilaian checklist aktivitas mandi sebelum paparan video-modeling, sedangkan nilai post-test diambil setelah proses intervensi selama 4 minggu. Hasil: Dari 35 subjek yang mengikuti awal penelitian, hanya tersisa 29 anak (82,8%) yang menyelesaikan penelitian hingga 4 minggu. Sebagian besar subjek (94,2%) berusia 6-8 tahun dengan perbandingan laki dan perempuan sebesar 5:1. Nilai median kemampuan aktivitas mandi anak GSA sebelum dan sesudah penggunaan video-modeling adalah 3 (0-10) dan 6(1-17), pada skala 20. Terdapat perbedaan nilai yang bermakna (nilai p< 0,0001) antara perbedaan nilai sebelum dan sesudah penggunaan video-modeling, dengan nilai median selisih 3 (-4 – 13), pada skala 20. Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara nilai imitasi sequence aktivitas mandi pada anak GSA sebelum dan sesudah penggunaan video-modeling. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan kemaknaan nilai tersebut secara klinis.

ackground: Autism Spectrum Disorder (ASD) is a range of neurodevelopmental disorders characterized by impaired communication, social interaction and the presence of stereotypic and repetitive behavior. It may affect children's adaptive behaviour which consequently hinder them in carrying out basic daily living skills, such as eating, bathing, grooming, etc. Video-modeling is one of the newest intervention methods for the last decades to train daily living skills among individuals with ASD. However up to now there is scarce evidence for using video-modeling to improve bathing skills in children with ASD. This study aims to evaluate the difference of sequence imitation skills in bathing activity before and after using video-modeling of bathing in children with ASD. Method: The design of this study was a pre-post test analysis. The subjects are children aged 6-10 years who had been diagnosed as GSA by a pediatric neurology consultant and attended the Anakku Clinic Check My Child (CMC) Kayu Putih, Anakku Clinic BSD Serpong, Pondok Pinang, Depok, Bekasi, as well as Anakku Pulomas School within period of April until June 2023. The sampling method was consecutive sampling method. It required total of 33 subjects for 80% power, 5% significance level, 1 point of effect size along with pre-estimated 20% drop out. Firstly, we formulated an animation video-modeling of bathing activity along with its checklist evaluation instrument. The checklist consisted of 20 sequences shown in video-modeling of bathing. Subjects were mandated to watch the video-modeling minimum once a day for duration of 4 weeks. Subjects with the video exposure less than 75% were excluded from the analysis. The evaluation was conducted by adding 1 point for each sequence activity performed by ASD child, without any verbal instructions nor motoric prompts. Pre-test score is the sum of the bathing activity checklist before subject was exposed with the video-modeling, meanwhile the post-test score was taken after 4 weeks intervention period of video-modeling. Result: Among 35 subjects attended in the beginning of the study, only 29 children (82.8%) completed the study for 4 weeks. Most of the subjects (94.2%) were aged 6-8 years with a male and female ratio of 5:1. Median score of ASD childrens’ bathing activity before and after the video-modeling exposure is 3 (0–10) and 6 (1–17), on a scale of 20. The pre- and post-test difference is statistically significant which gives result of 3 point of difference (-4–13), on a scale of 20. Conclusion: There is a statistically significant difference between the sequence imitation skills of bathing activity in ASD children before and after using video-modeling. Further research is needed to determine the clinical significance of this value."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetyo Adhy Nugroho
"Konsep distance learning dalam e-learning memiliki arti pembelajaran jarak jauh dengan bantuan teknologi informasi dan telekomunikasi. Konsep ini diaplikasikan untuk penyediaan kelas maya secara online, yaitu layanan belajar mengajar secara langsung dari jarak jauh dengan media video conference melalui internet. Perkuliahan yang berlangsung dengan tempat dan jadwal tertentu dapat diikuti oleh peserta kuliah yang berada jauh dari kelas secara real time.
Pada skripsi ini, dirancang suatu aplikasi video conference berbasis web untuk kegiatan perkuliahan yang dapat diikuti oleh mahasiswa melalui media internet. Penyampaian materi kuliah oleh dosen dilayani dengan menggunakan live video streaming dua arah. Aplikasi video conference dirancang untuk dapat digunakan maksimal oleh enam pengguna dari enam tempat yang berbeda. Dengan demikian enam lokasi tersebut dapat melakukan tatap muka dan berkomunikasi secara interaktif dari jarak jauh. Aplikasi dibuat dengan teknologi berplatform Flash yang mampu menjalankan konsep video streaming dua arah.
Dalam pengembangannya teknologi ini menggunakan Real Time Messaging Protocol (RTMP) untuk membangun koneksi persisten berbasis protokol TCP. Selain itu, platform Flash juga dapat diterapkan untuk membangun user interface aplikasi video conference yang berbasis web. Unjuk kerja aplikasi diuji coba dengan parameter response time dan throughput.
Pengujian dilakukan dengan variabel penambahan jumlah client. Dari hasil pengujian diketahui bahwa rata-rata response time aplikasi adalah 0,0702 detik. Hasil pengujian throughput memberikan rekomendasi bahwa kebutuhan bandwidth minimum pada streaming server adalah 4,6732 Mbps, sedangkan pada client adalah 0,6812 Mbps.

On the e-learning term, a concept of distance learning means a long distance learning program which is provided by information technology and telecommunication. This concept is applied for facilitating online virtual class, a learning program service with internet-video conference media support that is executed directly from one to another place. This online virtual class shall be followed by class participant even they stay in a distant place, technically, by the real time.
A construction is being a focus for this research, which uses internet as a media support to carry out a class. The lecturer presents their teaching content by using. This application is constructed to be applied by most six users from six different places. Therefore, the six different places shall to do face-to-face communicate to each other interactively even from a far-away place. This web-based video conference is built using technology that could run the two-way video streaming concept.
On the development, this technology uses Real Time Messaging Protocol (RTMP) to build TCP protocol-based persistent connection. Further, Flash-platform also can be applied to build a user interface, as a web-based video conference application. The application performance is tested by response time and throughput parameter.
The trial test is done by using client amount adding variable. This trial shows that the application average response time reaches 0.0702 seconds. Meanwhile, a recommendation is given by the throughput trial test result that the minimum bandwidth required to the streaming server must be 4.6732 Mbps, though 0.6812 Mbps must be applied to the client.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S40356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deffy Maryati
"

Latar Belakang: Perawatan gigi pada anak Gangguan Spektrum Autisme (GSA) sering menimbulkan stres karena kesulitan dalam berkomunikasi. Untuk mengurangi stres anak GSA, komunikasi verbal ditingkatkan dengan sarana pembelajaran seperti modul pedagogi visual dan video modeling. Alfa amilase saliva merupakan salah satu biomarker stres yang terdapat dalam saliva. Tujuan: Mengetahui perbedaan tingkat stres anak GSA dengan intervensi Modul Pedagogi Visual dan Video Modeling Berkunjung ke Dokter Gigi melalui analisis kadar alfa amilase saliva. Metode Penelitian: Subjek penelitian sebanyak 18 anak usia 6-10 tahun dengan GSA ringan, dibagi dalam 2 kelompok intervensi, yaitu kelompok Modul Pedagogi Visual (MPV) dan Video Modeling (VM) Berkunjung ke Dokter Gigi. Pengukuran kadar alfa amilase saliva dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Hasil: Pada kedua kelompok Kadar Alfa Amilase Saliva sesudah intervensi menunjukkan penurunan. Analisis statistik dengan uji Mann-Whitney U-test menunjukkan terdapat perbedaan tidak bermakna (p >0,05) pada penurunan tingkat stres antara kelompok dengan intervensi MPV dan VM Berkunjung ke Dokter Gigi. Kesimpulan: MPV dan VM Berkunjung ke Dokter Gigi menurunkan tingkat stress anak GSA.

Kata kunci: Alfa amilase, Gangguan Spektrum Autisme, Saliva, Pedagogi


Background: Dental treatment in children with Autism Spectrum Disorder (ASD) often causes stress because of difficulty in communicating. To reduce stress for ASD children, verbal communication is enhanced with learning tools such as visual pedagogy modules and video modelling. Salivary alpha amylase is one of the stress biomarker found in saliva. Objective: To determine the differences in stress levels of ASD children with the intervention of the Visual Pedagogy Module and Video Modelling Berkunjung ke Dokter Gigi through the analysis of salivary alpha amylase levels. Methods: Subjects were 18 children aged 6-10 years with mild ASD, divided into 2 intervention groups, namely The Visual Pedagogy Module (VPM) and Video Modeling (VM) Berkunjung ke Dokter Gigi group. Measurement of salivary alpha amylase levels was carried out before and after intervention. Result: In both groups the alpha amylase levels of saliva after the intervention showed a decrease. Statistical analysis using The Mann-Whitney U-test showed that there was no significant difference (p>0.05) in the reduction in stress levels between the VPM and VM Berkunjung ke Dokter Gigi intervention groups. Conclusion: VPM and VM Berkunjung ke Dokter Gigi reduce the stress levels of ASD children.

Keywords : Autism, alpha amylase, saliva, pedagogy

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Azzahra Rhamadita
"Latar belakang: Gangguan Spektrum Autisme (GSA) merupakan kelainan neurodevelopmental yang mempengaruhi beragam kelompok kondisi yang berhubungan dengan perkembangan otak. Individu dengan GSA biasanya memiliki kebiasaan buruk oral yang menyertai kondisinya. Kebiasaan ini menyebabkan insidensi yang lebih tinggi dalam peningkatan overjet dan hubungan molar kelas II. Oleh karena itu, edukasi mengenai maloklusi harus diberikan dan disediakan oleh pengasuh. Tujuan: Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan orang tua mengenai maloklusi pada anak GSA. Metode: Studi cross-sectional pada 42 orang tua dengan anak GSA pada Desember 2023 menggunakan kuesioner dari berisi 22 pertanyaan pengetahuan mengenai maloklusi dan pertanyaan terkait sosiodemografi dan sosioekonomi orang tua. Hasil: Berdasarkan penilaian tingkat pengetahuan orang tua mengenai maloklusi anak GSA, didapatkan bahwa 59,5% orang tua memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan 40,5% lainnya memiliki tingkat pengetahuan yang buruk. Kesimpulan: Mayoritas orang tua memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai maloklusi. Berdasarkan usia, tingkat pendidikan, pengalaman, dan tingkat sosioekonomi, orang tua memiliki tingkat pengetahuan mengenai maloklusi yang baik pada kategori usia dewasa paruh baya (35,7%), pendidikan tinggi (45,2%), tidak memiliki pengalaman yang berkaitan dengan maloklusi (42,8%), dan sosioekonomi tinggi (47,6%).

Background: Autism Spectrum Disorder (ASD) is a neurodevelopmental disorder that affects various groups of condition related to the development of the brain. Individuals with ASD usually have bad oral habits that comes along with their condition. These habits cause higher incidence of the increase of overjet and class II molar relationship. Therefore, education about malocclusion needs to be given and provided by the caregiver. Objective: To know parent’s level of knowledge regarding malocclusion on children with ASD. Methods: A cross-sectional study of 42 parents of ASD children in December 2023 using an online questionnaire that consist of 22 questions about parent’s knowledge on malocclusion and questions regarding sociodemographic and socioeconomic. Results: Based on the assessment of parent’s knowledge about malocclusion in children with ASD, it was found that 59,5% of the parents have good knowledge and the other 40,5% have bad knowledge. Conclusion: The majority of parents of children with ASD have a good level on knowledge about malocclusion. Based on parent’s age, education, experience that is related to malocclusion, and socioeconomic status, parents have good knowledge on middle-aged adults (35,7%), high education (45,2%), no experience related to malocclusion (42,8%) and, high socioeconomic class (47,6%)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Marwati
"ABSTRAK
Studi ini membahas tentang pengembangan potensi kenyamanan visual individu dengan gangguan spektrum autisme pada sebuah ruang tenang yang bertujuan untuk meringankan perilaku dan emosi maladaptif. Perilaku dan emosi yang maladaptif memiliki keterkaitan yang erat dengan gangguan proses sensorik yang umumnya dimiliki oleh individu dengan gangguan spektrum autisme. Dengan pengoptimalan kenyamanan visual sensorik pada sebuah ruang tenang, diharapkan perilaku dan emosi maladaptif yang sedang dialami seseorang bisa berangsur berkurang. Studi ini dilakukan dengan tinjauan literatur, dan studi kasus pada sekolah yang menyediakan layanan pendidikan khusus, yaitu Sekolah Mandiga, dan layanan pendidikan inklusi, yaitu Lazuardi Cordova GIS (Global Islamic School). Delapan subyek penelitian dengan rentang usia anak-anak hingga dewasa muda terlibat dalam penelitian ini dengan empat subyek pada masing-masing lokasi. Analisis kondisi eksisting ruang tenang dilakukan dengan didukung oleh pengamatan langsung dan simulasi software pencahayaan DIALux evo 8.1. Untuk melakukan pengamatan terhadap perilaku dan emosi subyek penelitian dalam ruang tenang eksisting, dilakukan penilaian yang berdasarkan pada 12 perilaku dan emosi aktif pada instrumen Aberrant Behavior Checklist-Irritability (ABC-I). Penilaian dilakukan pada perilaku dan emosi subyek saat sebelum dan setelah masuk ke dalam ruang tenang dalam setiap rentang waktu 5 menit hingga subyek sudah tenang dan diperbolehkan keluar. Dengan ruang tenang yang memiliki penyebaran intensitas cahaya yang merata, empat subyek penelitian pada Sekolah Khusus menunjukkan penurunan perilaku dan emosi maladaptif sejak lima menit pertama. Sementara itu, subyek pada Sekolah Inklusi, dengan ruang tenang yang memiliki variasi penyebaran intensitas cahaya, menunjukkan perubahan yang beragam. Dua dari empat subyek mengalami kenaikan tingkat masalah perilaku dan emosi, satu subyek tidak menunjukkan perubahan, dan satu lainnya mengalami penurunan masalah. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa subyek penelitian cenderung memilih area yang dekat dengan pandangan keluar dan menjauhi cahaya dengan intensitas berlebih. Usulan intervensi desain ruang tenang yang diusulkan dikembangkan dari tiga pertimbangan utama, yaitu (1) memberikan kenyamanan visual sesuai kebutuhan sensorik individu dengan gangguan spektrum autisme, (2) memenuhi kebutuhan ruang sebagai ruang yang dapat memberikan efek tenang, dan (3) mengantisipasi terjadinya perilaku dan emosi yang membahayakan diri. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan lebih lanjut mengenai ruang bagi individu dengan gangguan spektrum autisme sehingga tercipta lingkungan inklusif dan berkelanjutan.

ABSTRACT
This study discusses the potential of optimizing the visual comfort of individuals with autism spectrum disorder (ASD) in a quiet room. This study aims to propose an architectural intervention that may relieve maladaptive behavior and emotions in autistic users. Maladaptive behavior and emotions have a close relationship with sensory processing disorder that are generally owned by individuals with autism spectrum disorder. It is expected that maladaptive behavior and emotion that are being experienced by a person can gradually diminish by optimizing visual sensory comfort in a quiet room. This study was supported by literature review and case studies in two schools that provide special education services, namely Sekolah Mandiga, and inclusive education services, namely Lazuardi Cordova GIS (Global Islamic School). Eight respondents, ranged in the age of children to young adults were involved in this study, with four respondents on each school. Analysis of the existing condition of the quiet room is supported by observation and simulation through the lighting software DIALux evo 8.1. To observe the behavior and emotion of respondents in the existing quiet room, an assessment based on 12 active behaviors and emotion on the Aberrant Behavior Checklist- Irritability (ABC-I) instrument. Assessments were carried out on the respondents behavior and emotion at the time before and after entering the quiet room for every 5 minutes until the respondent was calm and allowed to leave the room. Four respondents at the Special School, which had quiet room with evenly distributed light, showed a decrease in maladaptive behavior and emotion since the first five minutes of entering the quiet room. Meanwhile, in a quiet room that had variations of light intensity, respondents at the Inclusion School showed various changes. Two out of four respondents experienced an increase in the level of maladaptive behavior and emotion, a respondent showed an unchanged level, while the other experienced a decrease. The result also showed that the respondents exhibit the tendency to choose an area that is close to the outside view and far from the excess light. The proposed quiet room design intervention is a development based on three main considerations, which are (1) providing visual comfort according to the sensory needs of autistic individuals, (2) meeting the room requirements as a space that provide a quiet effect, and (3) anticipating the occurrence of behavior and emotion that may harm. It is hoped that this research may become a reference in the further development of spaces that are dedicated for autistic individuals to make an inclusive and sustainable environment for individual with autism spectrum disorder."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Murdianto
"Tuntutan akan kemudahan dan kepraktisan pengguna akan keberadaan sistem data dan informasi, khususnya media digital, yang dapat diakses secara mobile setiap saat memacu terus berlangsungnya pengembangan teknologi. Hal ini tampak dengan semakin mudahnya ditemui berbagai perangkat mobile, seperti telepon selular, PDA (Personal Digital Assistant), tablet PC notebook, pada kehidupan sehari-hari.
Aplikasi video streaming melalui teknologi Bluetooth adalah sebuah alternatif yang menarik untuk dikembangkan. Teknologi Bluetooth menawarkan fitur wireless mobile yang cukup baik dan efisien, baik dari sisi biaya maupun konsumsi daya, serta dapat menyediakan koneksi secara real time pada jarak jangkauan layanan hingga 100 meter. Teknologi ini beroperasi pada frekuensi 2,4 GHz. Teknologi ini telah banyak dijumpai di sebagian besar perangkat mobile.
Pada skripsi ini, dilakukan perbandingan kinerja obex dan RFCOMM untuk rancang bangun aplikasi dan sistem pada sisi PC server. Aplikasi dibangun berbasiskan Java dengan menggunakan J2SE (Java Standar Edition) dan IDE Netbeans 5.5.1. Protokol yang dipakai menggunakan RFCOMM dan Obex. Uji coba membandingkan kinerja kedua protokol tersebut berdasarkan kemampuan menemukan divais bluetooth lain disekitarnya dan kinerja keduanya dalam hal melakukan transfer file. Hasil kinerja ini menunjukan protokol RFCOMM lebih baik daripada protokol Obex diukur berdasarkan waktu pencarian divais bluetooth lainnya. Sedangkan untuk transfer file kinerja Obex lebih baik ketimbang RFCOMM.

The high increasing of computer's computing power supports the usage of very efficient video compression technologies therefore can be transmitted into network via several methode, including wireless streaming. Video streaming is a video access services which has been transmitted real-time and continuously, without must download a whole file before. Video encode, compression, and fragmentation are principal process that should be through.
Bluetooth is the promising wireless technology for electronic and mobile devices. Speed data rate up to 732 kbps allow not only transmission of the web and e-mail, but also audio/video conferencing dan streaming of live shows.There are not many research yet have been done about video streaming over Bluetooth, and for the further this is an opportunity and challenge for the researcher to develop it.
This final project focuses on implementation and communication systems of video streaming application using Bluetooth connection on client side, especially user interface at smartphone. This service is given by computer server to client (smartphone). Application is designed dan developed using Java 2 Micro Edition (J2ME) platform and Netbeans Mobility 5.5.1 as Integrated Development Environment (IDE). The protocol that is use for this project is RFCOMM and Obex. The comparison for the two protocol is based by their perfomance on service discovery and file transfer. The performance show that the RFCOMM is better than Obex on service discovery. But for transfer file data the Obex is much better that RFCOMM.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40477
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irenia Tamany
"Pada penelitian ini dilakukan kepada pada Anak dengan Gangguan Spektrum Autisme (GSA) yang mempunyai tujuan untuk mengetahui perbedaan penurunan tingkat stress yang diintervensi video modeling dan modul pedagogi visual berkunjung ke dokter gigi melalui analisis kadar immunoglubulin A saliva. Studi ini merupakan penelitian cross- sectional-eksperimental klinis dan laboratoris dilakukan pengambilan saliva sebelum dan setelah intervensi untuk diukur kadar salivary immunoglobulin A (SIgA). Subjek adalah 16 anak GSA berusia 6-10 tahun yang telah memiliki diagnosa dari dokter anak atau psikiater, tidak memiliki kelainan pada penglihatan dan pendengaran, maupun pernah menjalani koreksi pada penglihatan dan pendengaran sehingga tidak mengganggu kemampuan melihat dan mendengar, dapat mengikuti instruksi sederhana, belum pernah berkunjung ke dokter gigi. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi Video modeling dan kelompok intervensi Modul PV-BDG, masing-masing kelompok terdiri dari 8 anak GSA. Analisis data menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk. Terdapat kenaikan kadar SIgA setelah intervensi Video PV- BDG. Rata-rata kadar SIgA setelah intervensi Video modeling dan modul PV-BDG adalah 35,35±22,67 dan -38,67±11,07. Video modeling lebih efektif dalam menurunkan stress pada saat perawatan gigi yang diukur dari perubahan kadar salivary immunoglobulinA

The research is conducted on children with Autism Spectrum Disorder (ASD) with aim is to determine the difference of stress level reduction which intervened by video modeling and the module of ”Pedagogi visual berkunjung ke dokter gigi” through analyis of salivary Immunoglobulin A level. This study is a cross-sectional- experimental and laboratory research that carried out salivary collection before and after the intervention to obtain the level of Salivary Immunoglobulin A (SIgA). The subjects are 16 children with ASD aged 6-10 years old who have had diagnosed by pediatrician or psychiatrist, neither have any abnormalities in vision and hearing nor have undergone correction in vision and hearing, so that they can follow simple instructions. They should also have never been visited the dentist before. Subjects are divided into 2 groups, they are the video modeling intervention group and the PV-BDG Module intervention group. Each group consists of 8 children with ASD. The data analysis utilizes Shapiro-Wilk normality test. It is found that SIgA level is increased after PV- BDG video intervention. The average level of SIgA after intervention of video modeling and PV-BDG module are 35.35±22.67 and -38.67±11.07. It is concluded that video modeling method is more effective in reducing stress level in dental care as measured by the changes of salivary Immunoglobulin Alevel."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Meilany
"Latar Belakang. Anak dengan Spektrum Gangguan Autisme (SGA) seringkali mengalami gangguan gerak halus, yang dapat menimbulkan hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari serta mengganggu performa sekolah. Hingga saat ini belum ada data mengenai prevalens maupun gambaran gangguan gerak halus pada anak SGA di Indonesia, termasuk dampaknya terhadap performa sekolah.
Tujuan. Mengetahui prevalens gangguan gerak halus anak SGA, mengetahui gambaran gangguan gerak halus anak SGA, mengetahui dampak gangguan gerak halus terhadap performa sekolah anak SGA.
Metode. Penelitian analitik potong lintang dilakukan sejak bulan Januari sampai Mei 2014. Subjek anak SGA didapatkan dari Klinik Anakku CMC Kayu Putih. Subjek pada kelompok kontrol dari sebuah sekolah swasta yang telah dilakukan matching usia dan jenis kelamin dengan kelompok SGA. Terhadap subjek penelitian dilakukan pemeriksaan keterampilan gerak halus dengan BOT-2 dan penilaian performa fungsional sekolah melalui pengisian kuesioner SFA oleh guru atau terapis.
Hasil. Subjek penelitian pada kelompok SGA dan kelompok kontrol masing- masing berjumlah 43 anak. Prevalens gangguan gerak halus pada kelompok SGA sebesar 91%. Jumlah subjek pada kelompok SGA yang mengalami gangguan gerak halus pada komposit fine manual control dan manual coordination, serta subtes fine motor precision, fine motor integration, manual dexterity, dan upper- limb coordination lebih besar dibanding kelompok kontrol, dengan median skor kelompok SGA yang lebih rendah pada semua komposit/subtes dibandingkan dengan kelompok kontrol. Terdapat hubungan bermakna antara gangguan gerak halus kelompok SGA dengan performa fungsional sekolah.
Simpulan. Prevalens gangguan gerak halus anak SGA pada penelitian ini adalah 91%. Gangguan gerak halus yang dialami anak SGA berdasarkan pemeriksaan dengan BOT-2 mencakup komposit fine manual control dan manual coordination, serta subtes fine motor precision, fine motor integration, manual dexterity, dan upper-limb coordination. Pada anak SGA, gangguan gerak halus berhubungan dengan gangguan pada performa fungsional sekolah.

Background. Children with Autism Spectrum Disorders (ASD) often have fine motor impairment, which may present barriers in performing their daily activities and interfere with their school performance. Until now there has been no data on the prevalence and description of fine motor impairment in children with ASD in Indonesia, including its impact on the children’s school performance.
Objective. To determine the prevalence of fine motor impairments in children with ASD, to provide the description of fine motor impairments in children with ASD, and to determine the impact of fine motor impairments on the school performance of children with ASD.
Method. A cross-sectional analytic study conducted from January to May 2014. Subjects were children with ASD from Klinik Anakku CMC Kayu Putih. Subjects in the control group were students from a private school matched by age and sex with the ASD group. Fine motor examination was performed using BOT-2 and assessment of school functional performance was conducted through SFA questionnaires filled by teachers or therapists.
Result. There were 43 subjects each on ASD and control groups. Prevalence of fine motor impairments in children with ASD in this study was 91%. The number of subjects in the ASD group having fine motor impairement on the fine manual control and manual coordination composites, as well as fine precision motors, motors fine integration, manual dexterity, and upper-limb coordination subtests are greater than the control group, with median score of all the composites/subtests lower on ASD group compared to that in the control group. There was a significant correlation between fine motor impairments in ASD children with their school function performance.
Result. Prevalence of fine motor impairments in children with ASD in this study was 91%. Fine motor impairments experienced by children with ASD based on examination using BOT-2 covers fine manual control and manual coordination composites, as well as fine precision motors, motors fine integration, manual dexterity, and upper-limb coordination subtests. In children with ASD, fine motor impairment was associated with disturbances in the school function performance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bahrudin
"Skripsi ini membahas tentang pengolahan koleksi rekaman video di Pusat Dokumentasi Jogja TV. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi pengelolaan koleksi rekaman video di pusat dokumentasi tersebut dan kekhasan dari sistem yang diterapkan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan desain studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara dengan beberapa informan. Hasil penelitian ini menyarankan agar perlu adanya upgrade dari sistem yang diterapkan dan pengindeksan subyek yang terawasi oleh sebuah authority control untuk memudahkan proses temu kembali informasinya.

This undergraduate thesis discusses about the processing of video recording collections in Pusat Dokumentasi Video Jogja TV. The objectives are identificating management video recording collections in there and special characteristic of the system has been applied. This is a qualitative-descriptive research with case study design. Data were collected by observation and interview with the related informants. The result was suggesting for upgrading the system has been applied and need for being a subject indexing that controlled by the authority control. It will make an easy way for the information retrieval process."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52940
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>