Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216075 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hersa Aranti
"Human value atau nilai yang penting bagi individu merupakan faktor mendasar yang dapat mempengaruhi individu tersebut dalam menilai suatu hal di kehidupannya. Penelitian ini ingin melihat hubungan antara human value (self-enhancement, self-transcendence, openness to change, dan conservation) dan kepuasan pernikahan pada generasi X sebagai generasi dengan angka perceraian yang lebih rendah dibandingkan dengan generasi Y di Indonesia. Di sisi lain, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hubungan tersebut dan merupakan faktor signifikan yang berkontribusi dalam kepuasan pernikahan adalah strategi resolusi konflik. Penelitian ini pun ingin melihat peran strategi resolusi konflik dalam hubungan antara human value dan kepuasan pernikahan. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah QMI (Norton, 1983), PVQ (Schwartz dkk., 2001), dan CRSI (Kurdek, 1994) dan teknik statistik multiple regression digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dari 225 partisipan (67 laki-laki, 188 perempuan, M=47,03, SD 5,403), ditemukan bahwa self-transcendence dan openness to change berkorelasi secara positif dengan kepuasan pernikahan, self-enhancement berkorelasi secara negatif dengan kepuasan pernikahan, dan interaksi antara positive problem solving dan conservation berkorelasi dengan kepuasan pernikahan.

Human value or values that are important for individuals are fundamental factors that can influence their assessment of a matter in their lives. This study wants to test the relationship between human values (self-improvement, self-transcendence, openness to change, and conservation) and marriage satisfaction in generation X as a generation with a lower divorce rate compared to generation Y in Indonesia. On the other hand, one of the factors that can influence this relationship and is a significant factor that contributes to marital satisfaction is a conflict resolution strategy. This study also wants to test the role of conflict resolution strategies in the relationship between human value and marital satisfaction. The research instruments used in this study were QMI (Norton, 1983), PVQ (Schwartz et al., 2001), and CRSI (Kurdek, 1994) and multiple regression technique were used to answer research questions. Of the 225 participants (67 men, 188 women, M = 47.03, SD 5.403), it was found that self-transcendence and openness to change have positive relationship with marital satisfaction, self-enhancement has negative relationship with marital satisfaction, while relationship between positive problem solving and conservation correlates with marital satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T55221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giffari Arsyad
"Pernikahan dianggap sebagai hubungan yang penting karena berfungsi sebagai penyedia cinta, keamanan, dan kebahagiaan bagi individu. Meski begitu, konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi pada eksplorasi faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pernikahan dan resolusi konflik dengan melihat perbedaan pada generasi X dan Y. Penelitian juga dilakukan untuk melihat efek moderasi perbedaan generasi pada hubungan keduanya. Uji independent sample t-test dan moderasi dilakukan kepada 787 partisipan yang telah menikah (217 generasi X dan 570 generasi Y) menggunakan kuesioner berisi 16 item CRSI (Conflict Resolution Style Inventory) untuk mengukur gaya resolusi konflik dan 6 item QMI (Quality of Marriage Index) untuk mengukur kepuasan pernikahan. Hasilnya, generasi Y ditemukan lebih sering menggunakan gaya conflict engagement dibandingkan dengan generasi X. Generasi X lebih sering menggunakan compliance dan memiliki kepuasan pernikahan lebih tinggi ketimbang generasi Y. Kemudian, perbedaan generasi tidak memoderatori hubungan gaya conflict engagement dengan kepuasan pernikahan, namun memoderatori hubungan gaya positive problem solving, compliance dan withdrawal dengan kepuasan pernikahan. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan generasi dapat berpengaruh pada resolusi konflik dan kepuasan pernikahan serta menjadi moderator pada hubungan keduanya meski memiliki pengaruh yang kecil.

Marriage is considered as an important relationship because it provides love, security, and happiness for individuals. Even so, conflict is something that cannot be avoided in marriage. This study aims to contribute to the study of factors that influence marital satisfaction and conflict resolution by looking at differences in generations X and Y. Research is also conducted to look for the moderating effects of generational differences between those variables. Independent sample t-test and moderation analysis were conducted on 787 participants (217 generation X and 570 generation Y) using a questionnaire containing 16 items of CRSI (Conflict Resolution Style Inventory) to measure conflict resolution styles and 6 items of QMI (Quality Marriage index) to measure marital satisfaction. Generation Y was found to use conflict engagement style more frequently than generation X. Generation X used compliance style more often and had higher marriage satisfaction than generation Y. Then, generational differences did not moderate the relationship between conflict engagement style and marriage, but moderated the relationship of positive problem solving, compliance and withdrawal style with marriage satisfaction. It can be concluded that the generational differences can result distinct conflict resolution style, marital satisfaction, and become a moderator for their relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Eryananda
"Kepuasan pernikahan berperan penting dalam kehidupan. Sebelum menjadi pasangan suami istri, individu memiliki faktor personal yang dibawa dan mempengaruhi dinamika pernikahan dan bagimana pandangan individu terkait pernikahannya. Penelitian ini akan melihat apakah human values sebagai faktor personal dapat secara signifikan mempengaruhi kepuasan pernikahan, lebih lanjut juga melihat apakah jenis strategi resolusi memoderasi pengaruh human values terhadap kepuasan pernikahan. Sebanyak 329 partisipan yang merupakan generasi Y dan sudah menikah selama 1 tahun terlibat dalam penelitian ini. Setiap partisipan diminta untuk mengisi Portrait Values Questioner (PVQ), Conflict Resolution Inventory (CRI) dan Quality Marriage Index (QMI).
Hasil penelitian ini menemukan bahwa human values merupakan prediktor yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan, dimana nilai self-enhancement dan openness to change memiliki hubungan negatif terhadap kepuasan pernikahan (B= -3.253, p.01; B=-1.802, p.01) sementara nilai selftranscendence (B=5.789, p.01) memiliki hubungan positif terhadap kepuasan pernikahan. Selain itu juga ditemukan jenis strategi resolusi positive problem solving memoderasi hubungan self-transcendence dan kepuasan pernikahan (B=-0.448, p05). Hasil penelitian ini bermanfaat untuk praktisi psikolog dan calon pasangan suami istri agar dapat mempertimbangkan peran human values dan melatih teknik positive problem solving. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan melibatkan pasangan atau pada populasi bercerai untuk melihat peran nilai dan strategi resolusi konfliknya.

Marriage satisfaction plays an important role in life. Before becoming a husband and wife, individuals have personal factors that are brought and influence the dynamics of marriage and how the individual views related to marriage. This study purpose to found out whether human values as a personal factor can significantly influence marital satisfaction, and also look at whether the type of conflict resolution strategy moderates the influence of human values on marital satisfaction. A total of 329 participants who were generation Y and had been married for at least a year were involved in this study. Each participant was asked to fill in the Portrait Values Questioner (PVQ), Conflict Resolution Inventory (CRI) and Quality Marriage Index (QMI).
The results of this study found that human values are a significant predictor of marital satisfaction, where self-enhancement and openness to change values have a negative relationship with marital satisfaction (B = -3,253, p .01; B = -1.802, p .01 ) while the value of self-transcendence (B = 5.789, p .01) have positive relationship with marital satisfaction. It also found positive problem solving strategies moderate the relationship between self-transcendence and marital satisfaction (B = -0.448, p .05). The results of this study are useful for practitioners and potential couples to consider the role of human values and practice positive problem solving techniques. Further research can be done by involving partners or divorced populations to see the role of values and conflict resolution strategies.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shintya Desmayanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui resolusi konflik, kepuasan pernikahan, dan hubungan gaya resolusi konflik dengan kepuasan pernikahan. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode kuantitatif. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur gaya resolusi konflik adalah Rahim Organizational Conflict Inventory-II (ROCI-II) yang terdiri dari gaya penghindaran, gaya dominasi, gaya akomodasi, gaya integrasi, dan gaya kompromi. Kepuasan pernikahan diukur dengan Comprehensive Marital Satisfaction Scale (CMSS).
Hasil penelitian dari 50 orang subjek menunjukkan bahwa mayoritas menggunakan gaya resolusi resolusi konflik yang konstruktif. Tingkat kepuasan pernikahan pada subjek pada level ratarata. Pada hubungan gaya resolusi konflik dan kepuasan pernikahan ditemukan hubungan yang signifikan pada gaya dominasi, akomodasi, dan gaya integrasi dengan kepuasan pernikahan. Sedangkan pada gaya resolusi konflik penghindaran dan gaya kompromi tidak ditemukan hubungan yang signifikan dengan kepuasan pernikahan.

The purpose of this research is to find out the conflict resolution, marital satisfaction, correlation between conflict resolution and marital satisfaction in working spouses in First Phase of Marriage. This research is using quantitative methods. Conflict resolution style are measured by Rahim Organizational Conflict Inventory-II (ROCI-II), that contains of avoiding style, dominating style, accommodating style, integrating style, and compromise style. Marital satisfaction are measured by Comprehensive Marital Satisfaction Scale (CMSS).
The result from 50 subjects shows that majority using constructive conflict resolution style. Subjects marital satisfaction be in average level. Correlation between conflict resolution style and marital satisfaction show significant correlation between dominating, accommodating, and integrating style and marital satisfaction. Meanwhile, there is no significant correlation between avoiding and compromise style and marital satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
303.6 SHI h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Renata Ratnasari
"Lima tahun pertama pernikahan merupakan periode yang membutuhkan penyesuaian diri.Dalam periode ini individu dan pasangan rentan mengalami konflik karena menghadapi berbagai perbedaan nilai, pandangan, persespi hingga kebiasaan. Kerentanan terhadap konflik berkontribusi menambah tekanan yang dialami oleh individu dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan pernikahan. Dalam periode penyesuaian ini, salah satu faktor protektif individu dalam menghadapi tekanan, yaitu mindfulness. Salah satu mekanisme yang menjembatani hubungan antara mindfulness dan penyesuaian pernikahan diduga melalui penerapan strategi konflik baik secara konstruktif maupun destruktif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah strategi konflik konstruktif maupun destruktif memediasi hubungan antara mindfulness trait dengan penyesuaian pernikahan. Partisipan penelitian berjumlah 150 orang (74% perempuan; M = 27,49, SD = 2,4). Penyesuaian pernikahan diukur melalui DAS, mindfulness diukur menggunakan MAAS, dan strategi konflik diukur melalui RPCS. Melalui analisis mediasi, ditemukan adanya hubungan mediasi antara mindfulness dan penyesuaian pernikahan secara penuh melalui strategi konflik konstruktif (a1b = 0,334; SE = 0,148; 95%; CI [0,06 , 0,65]) dan strategi konflik destruktif (a2b = 0,137; SE = 0,07; 95%; CI [0,03 , 0,30]). Hal ini menunjukkan  peran strategi konflik berbasis mindfulness khususnya, berkolaborasi dalam pemecahan masalah bersama pasangan dan penurunan reaktivitas emosi, berperan penting terhadap penyesuaian pernikahan di lima tahun pertama.  

The first-five years of marriage is a period that requires adjustment. In this period, individuals and spouse more likely to argue during this time because of differences  values, opinions, perceptions, and habits. The vulnerability of conflict increased the pressure on individuals attempting to adjust to married life. During the adjustment period with the spouse, one of the individual protective factors in dealing with pressure is mindfulness. One of the mechanisms bridging the relationship between mindfulness and marital adjustment is postulated to be through the application of conflict strategies both constructively and destructively. This study aims to see whether constructive or destructive conflict strategies mediate the relationship between the mindfulness and marital adjustment. There were 150 study participants (74% female; M = 27,49, SD = 2,4). Marital adjustment was measured through DAS, mindfulness was measured using MAAS, and conflict strategies were measured through RPCS. Through mediation analysis, it was found that there was a mediation relationship through a constructive conflict strategy (a1b1 = 0,334; SE = 0,148; 95%; CI [0,06 , 0,65]) and destructive conflict strategy (a2b2 = 0,137; SE = 0,07; 95%; CI [0,03 , 0,30]). This shows that the role of mindfulness-based conflict strategies, particularly collaboration in solving problems with the spouse and the decreasing emotional reactivity, play an important role in the marriage adjustment in the first five-years."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrishianie
"Kepuasan pernikahan merupakan pandangan subjektif, dimana pasangan merasa puas dan terpenuhi dalam hubungan pernikahan, serta prediktor pernikahan dapat berjalan stabil dan bertahan. Resolusi konflik dinilai menjadi prediktor penting pada kepuasan pernikahan pasangan. Konflik merupakan suatu hal yang normal dan alami dari kehidupan berkeluarga, bahkan individu dapat menggunakan konflik untuk membantu hubungan menjadi lebih berkualitas, apabila konflik dapat dikelola dengan baik. Adapun, kecenderungan umum atau pola respon untuk menghadapi konflik dalam berbagai situasi dikenal dengan istilah gaya resolusi konflik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan gaya resolusi dalam memprediksi kepuasan pernikahan diri sendiri maupun pasangan pada pasangan commuter marriage. Pemilihan commuter marriage sebagai fokus penelitian ini dikarenakan fenomena pasangan commuter marriage terus meningkat seiring perubahan zaman dan sudut pandang dalam pernikahan.
Responden penelitian ini berjumlah 66 pasangan suami-istri yang sedang menjalani commuter marriage. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini tergolong teknik convenience sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan kesediaan responden. Pengukuran kepuasan pernikahan menggunakan Couple Satisfaction Index (CSI) dan gaya resolusi konflik menggunakan Conflict Resolution Style Inventory (CRSI).
Analisis data menggunakan teknik Structural Equation modeling (SEM) menunjukkan hasil Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,00; Comperative Fit Index (CFI) = 1,00; dan Standarized Root Mean Square Residual (SRMR) = 0,0004. Hasil ini menunjukkan bahwa model fit, sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya resolusi konflik dinyatakan sebagai prediktor terhadap kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage.

Marital satisfaction is a subjective view, in which the couple feel satisfied and fulfilled in the marriage relationship, and the predictor of marriage stable and survive. Conflict resolution is considered to be an important predictor of partner marital satisfaction. Conflict is a normal and natural thing of marriage life, even individuals can use conflict to enriched the relationships, when conflict can be managed properly. The general trend or response pattern for dealing with conflicts in various situations is known as conflict resolution.
This study aims to determine the effect of conflict resolution styles in predicting of marital satisfaction in commuter marriage couple. The selection of commuter marriage as the focus of this research is due to the commuter marriage couple's phenomenon keeps increasing with the changing of time and point of view in marriage.
Respondents of this study consisted of 66 couples who are undergoing commuter marriage. Sampling used in this research pertained convenience sampling technique that is sampling based on the willingness of respondents. Measurement of marital satisfaction using Couple Satisfaction Index (CSI) and conflict resolution style using Conflict Resolution Style Inventory (CRSI).
Data analysis using Structural Equation modeling (SEM) technique showed Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0,00; Comperative Fit Index (CFI) = 1.00; and Standarized Root Mean Square Residual (SRMR) = 0.0004. These results indicate that the model fit, so it can be concluded that the conflict resolution style is a significant predictor of marital satisfaction in the commuter marriage couple.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Luthfi Khairunnisa
"Kepuasan perkawinan dan strategi resolusi konflik menjadi faktor penting yang menentukan perkawinan dapat bertahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan strategi resolusi konflik dalam memprediksi kepuasan perkawinan pada tiga kelompok durasi perkawinan yaitu perkawinan lima tahun pertama, perkawinan pada durasi 5-15 tahun dan perkawinan di atas lima belas tahun khususnya pada perempuan. Penelitian ini dikhususkan pada partisipan perempuan dalam tiga rentang waktu dikarenakan pada setiap durasi perkawinan memiliki konflik yang berbeda dan hal tersebut mempengaruhi kepuasan perkawinan. Selama melewati tahapan perkembangan keluarga, ternyata pria tidak mengalami perubahan pola kepuasan perkawinan, sementara perempuan mengalami perubahan di setiap fasenya. Responden penelitian ini berjumlah 651 perempuan yang sedang menjalani perkawinan pertama. Pengambilan sampel yang digunakan menggunakan teknik convenience sampling yaitu pengambilan berdasarkan kesediaan responden. Pengukuran kepuasan perkawinan mengunakan alat ukur Quality Marital Inventory (QMI) dan strategi resolusi konflik menggunakan Conflict Resolution Style Inventory (CRSI). Hasil penelitian dari 651 orang partisipan menunjukan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan perkawinan di ketiga kelompok durasi perkawinan. Terdapat perbedaan penggunaan strategi resolusi konflik dimana conflict engagement lebih sering digunakan oleh kelompok perkawinan lima tahun pertama dan compliance lebih sering digunakan pada kelompok perkawinan di atas lima belas tahun. Sedangkan untuk analisis regresi terkait prediksi antara strategi resolusi konflik dan kepuasan perkawinan, ditemukan bahwa strategi resolusi konflik positive problem solving, conflict engagement, withdrawl dapat memprediksi kepuasan perkawinan pada ketiga kelompok durasi perkawinan. Sedangkan strategi resolusi konflik compliance tidak dapat memprediksi kepuasan perkawinan di setiap kelompok.

Conflict Resolution Style Inventory (CRSI). The results of this study showed that there were no differences marital satisfaction in three categories duration of marriage. There are differences in use of conflict resolution strategies where conflict engagement is more often used in duration marriage less than five years and compliance is more often used in duration marriage over fifteen years. There is a significant correlation between positive problem solving, conflict engagement, and withdrawal to marital satisfaction. Meanwhile compliance no significant correlation between marital satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geraldus Ardhito Yudapratama
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara kualitas alternatif pasangan dan kepuasan perkawinan, serta keberadaan efek moderasi cinta di antara keduanya pada pasangan perkawinan campur. Partisipan dalam penelitian ini adalah para individu yang berusia minimal 21 tahun, dan menjalani hubungan perkawinan campur (WNI dengan WNA). Dari hasil uji korelasi pearson correlation dan teknik analisis moderasi PROCESS yang dilakukan kepada 90 partisipan (76 WNI dan 14 WNA), ditemukan bahwa kualitas alternatif terbukti memiliki korelasi negatif yang signifikan terhadap kepuasan perkawinan individu dalam perkawinan campur, r(90) = -0.38, p < .01. Dengan kata lain, individu akan merasa lebih puas dengan perkawinannya ketika ia tidak melihat bahwa orang lain sebagai alternatif cukup berkualitas. Selain itu, terdapat efek interaksi yang signifikan antara kualitas alternatif dan cinta terhadap kepuasan perkawinan (t = 2.63, p < .05). Artinya, dalam penelitian ini cinta terbukti memoderasi hubungan antara kualitas alternatif pasangan dan kepuasan perkawinan pada pasangan perkawinan campur.

ABSTRACT
This research is a correlational study that aims to look at the relationship between the quality of alternatives and marital satisfaction, and the moderating effect of love between the two in international marriages. Participants in this study were individuals who were at least 21 years old, and currently in an international marital relationship (Indonesian citizens with foreigners). From the results of the Pearson correlation test and the PROCESS moderation analysis technique conducted on 90 participants (76 Indonesian citizens and 14 foreigners), it was found that the quality of alternatives has a significant negative correlation on individual marital satisfaction in international marriages, r (90) = -0.38, p <.01. In other words, the individual will be more satisfied with their marriage when they do not see that the alternative has a suffiecient quality. In addition, there was a significant interaction effect between alternative quality and love on marital satisfaction (t = 2.63, p <.05). That is, in this study love is proven to moderate the relationship between the quality of alternatives and marital satisfaction in international marriage couples."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iga Febrinia
"Perkawinan campur diketahui sebagai perkawinan yang lebih rentan mengalami konflik perkawinan dikarenakan perbedaan latar belakang budaya yang mencakup nilai, sikap, cara pandang, dan perilaku. Konflik tersebut dapat memengaruhi kepuasan perkawinan. Kepuasan dalam perkawinan merupakan hal yang esensial karena berpengaruh terhadap kebahagiaan dan kesejahteraan  hidup secara keseluruhan. Diketahui terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kepuasan perkawinan yaitu komitmen dan trait extraversion. Penelitian korelasional ini bertujuan untuk mengetahui apakah extraversion dapat memoderasi hubungan komitmen dan kepuasan perkawinan. Dari data 90 individu yang berpartisipasi pada penelitian ini, ditemukan dua hasil penelitian. Pertama, terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen dan kepuasan perkawinan (r=0.527, p<0.01, two tails). Kedua, extraversion ditemukan dapat memoderasi hubungan komitmen dan kepuasan perkawinan (t=-2.37, p < 0.05). Oleh karena itu, dapat disimpulkan hubungan komitmen dan kepuasan perkawinan dapat diperlemah oleh tingkat extraversion yang dimiliki individu.

International marriage is known to be more susceptible for conflicts because of the differences in cultural background that consists of values, attitudes, point of view, and behaviors. These conflicts can influence marital satisfaction. Satisfaction in marriages is essential because it affects someone's life happiness and well-being overall. A few factors play a role in affecting individual's marital satisfaction, among which are commitment and trait extraversion. This correlational research intends to find out if extraversion moderates the relation of commitment and marital satisfaction. Gathered data from 90 participants on this research reveals two outcomes. First, there is a positive significant correlation between commitment and marriage satisfaction (r = 0.527, p < 0.01, two tails). Second, extraversion is found to be able to moderate the relation between commitment and marriage satisfaction (t = -2.37, p < 0.05). Therefore, it can be concluded that commitment and marriage satisfaction can be weakened by a low level of extraversion of an individual.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlia Alifiah
"Anak merupakan karunia bagi pasangan menikah, namun tidak jarang anak juga membawa beban bagi keluarga. Faktanya, kepuasan pernikahan cenderung menurun ketika pasangan memiliki anak. Kepuasan pernikahan yang menurun dapat kemudian menurunkan komitmen pernikahan, sehingga membuat pernikahan rentan terhadap perceraian. Pembagian peran dalam mengurus rumah tangga dan mengasuh anak kerap menjadi bahan perdebatan, terutama pada keluarga dual-earner. Pembagian peran yang tidak dipersepsikan adil dapat menurunkan kepuasan pernikahan. Perceived fairness diperlukan guna menjaga kualitas pernikahan dan mempertahankan pernikahan dalam jangka panjang. Penelitian ini meneliti peran mediasi kepuasan pernikahan dalam hubungan perceived fairness dengan komitmen pernikahan. Komitmen pernikahan diukur menggunakan Tripartite Theory of Commitment yang membagi komitmen menjadi komitmen personal, moral, dan struKtural. Sementara kepuasan pernikahan diukur menggunakan Quality of Marital Index dan perceived fairness diukur menggunakan Perceived Fairness Scale. Penelitian ini melibatkan 168 partisipan dengan karakteristik individu yang sedang dalam pernikahan pertama, memiliki anak, dan tinggal satu atap dengan pasangan dan anaknya. Data diperoleh melalui convenience sampling dengan cara menyebarkan poster penelitian melalui media sosial. Hasil menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan terbukti memediasi hubungan antara perceived fairness dengan komitmen pernikahan personal dan perceived fairness dengan komitmen pernikahan moral. Disisi lain, kepuasan pernikahan gagal memediasi perceived fairness dengan komitmen pernikahan struktural.

Children are a gift for married couples, but not infrequently children also carry a burden for the family. In fact, marital satisfaction tends to decrease when couples have children. Decreased marital satisfaction can lead to decrease in marital commitment, thus making marriages more vulnerable to divorce. The division of roles in household chores and child rearing is often a matter of debate, especially in dual-earner families. The division of roles that are not perceived as fair can reduce marital satisfaction. Perceived fairness is needed to maintain the quality of marriage and maintain commitment of marriage in the long term. This study examines the mediating role of marital satisfaction in the relationship between perceived fairness and marital commitment. Marital commitment is measured using The Tripartite Theory of Commitment which divides commitment into personal, moral, and structural commitments. Meanwhile, marital satisfaction was measured using the Quality of Marital Index and perceived fairness was measured using the Perceived fairness Scale. This study involved 168 participants with individual characteristics who are in their first marriage, have child/children, and live under the same roof with their spouse and children. Data were obtained through convenience sampling by distributing research posters through social media. The results show that marital satisfaction is proven to mediate the relationship between perceived fairness with personal marital commitment and perceived fairness with moral marital commitment. On the other hand, marital satisfaction failed to mediate perceived fairness with structural marital commitment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>