Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155427 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faiz Agung Baskoro
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran tentang bagaimana tekanan di kehidupan sehari-hari, coping agama, dan stress-related growth terjadi pada pemeluk Syiah di Indonesia. Tekanan yang dimaksud disini adalah (1) tekanan akibat status minoritas, (2) tekanan akibat tindakan para pengikutnya sendiri, (3) tekanan akibat kesalahpahaman dan kurangnya pemahaman dari pemeluk agama mayoritas, (4) tekanan akibat tuntutan dari agama atau komunitas keagamaan, dan (5) tekanan akibat kebencian dan penolakan. Metode fenomenologi digunakan dalam penelitian ini. Partisipan diajak untuk mendeskripsikan seluruh pengalaman subjektifnya terhadap tekanan-tekanan tersebut. Beberapa partisipan melaporkan bahwa mereka mengalami suatu perkembangan kualitas diri setelah mengalami tekanan-tekanan tersebut, yaitu perkembangan filosofi hidup (contoh: memiliki prioritas baru yang lebih positif), perkembangan spiritual (contoh: memiliki ikatan spiritual yang lebih kuat), dan perkembangan sumber daya pribadi (contoh: memiliki etos kerja yang lebih baik). Hal ini hanya terjadi pada partisipan yang menggunakan problem-focus coping dan coping agama, yaitu menggunakan keyakinan agama untuk merekonstruksi pengalaman stressful secara lebih positif. Mereka memiliki suatu kedekatan emosional dan spiritual dengan pembimbing spiritual dan tokoh-tokoh suci yang mereka cintai sebagai suatu sumber inspirasi spiritual khususya ketika menghadapi tekanan.

ABSTRACT
This study aimed to describe how the daily life stressful experience, religious coping, and stress-related growth occurred in Indonesian Shiite. The stressful experience referred to this study are (1) stress due to minority status, (2) stress due to the actions of their own followers, (3) stress due to misunderstanding and lack of understanding of the majority religion, (4) stress due to demands from religion or religious communities, and (5) stress due to hatred and rejection. Phenomenological method used in this study. Participants were invited to described their entire subjective experienced regarding these stresses. Some participants reported that they experienced a development of self-quality after experiencing these stresses, namely the development of a philosophy of life (e.g. having a new positive priority), spiritual development (e.g. having a stronger spiritual bond), and the development of personal resources (e.g. having a better work ethic). These only happens to participants who use problem-focus coping and religious coping, that is, using religious beliefs to reconstruct the stressful experiences in more positive way. They have an emotional and spiritual closeness with spiritual guides and sacred figures whom they love as a source of special spiritual inspiration when faced with stressful situation.
"
2020
T55171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Maulana Wildani
"Gangguan menstruasi terjadi akibat disregulasi hormon yang terjadi dalam tubuh dan memberikan dampak pada wanita usia produktif, termasuk mahasiswi kedokteran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan menstruasi, dan stress psikologis merupakan salah satu penyebabnya. Beberapa studi menunjukkan bahwa mahasiswi kedokteran rentan mengalami tingkat stress yang tinggi, dan hal tersebut berhubungan dengan kejadian gangguan menstruasi. Terdapat sedikit studi yang membahas mengenai hubungan antara gangguan menstruasi dengan tingkat stress pada populasi mahasiswi kedokteran di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mencari prevalensi gangguan menstruasi pada mahasiswi kedokteran dan hubungannya dengan tingkat stress. Kuesioner dibagikan untuk mengumpulkan data cross-sectional dari subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subjek dibagi menjadi populasi klinik dan preklinik, dan data akan dibagi menjadi data karakteristik subjek, parameter menstruasi, dan juga parameter nyeri haid. Terdapat proporsi yang besar terhadap tingkat pendarahan abnormal (59.0%) dan nyeri haid (67.0%). Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stress dan tingkat kehilangan darah (p = 0.049). Studi analisis data menunjukkan hubungan bermakna antara stress psikologis dengan gangguan menstruasi yang ditandai dengan tingkat pendarahan abnormal.

Menstrual disorder happens as hormonal dysregulation occurred inside the body and it affects women in productive age, including medical students. There are many factors that influence the occurrence, and psychological stress is one of them. Studies shows that medical students are prone to high level of stress, and it correlates with the occurrence of menstrual disorder. There are few researches that discuss correlation between menstrual disorder and level of stress on Indonesian medical students’ population. This study aims to find the prevalence of menstrual disorder among female medical student and its correlation with psychological stress. Questionnaire were distributed to collect cross-sectional data from subjects who had fulfilled inclusion and exclusion criteria. Subjects will be divided into clinical and preclinical population and the data will be classified into subjects’ characteristics, menstruation parameters, and dysmenorrhea parameters. There are large proportions of subjects who experienced abnormal blood loss (59.0%) and dysmenorrhea (67.0%). There was significant association between level of stress and amount of blood loss (p = 0.049). Study data analysis showed statistically significant association of psychological stress with menstrual disorder that is marked by abnormal blood loss."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutari Hayuning W.P.
"In Indonesian Marriage Law under Law number I year 1974 have stipulated that for the legal marriage is comply under the religion's norms of the parties and existing regulations. The case on inter-religians marriage can be percepted from the article 2 section I of the law the couple ought to conduct under their's religion norms. Ana' genera! thought in differents religions norms have also restricted inter-religions marriage. This explanation then will also effective to all Indonesian citizen?s whom have got their married in foreign country. The author suggested that the most favour ways to do is by change his/her religion to same of their couple's religion to solve this problem."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-2-(Apr-Jun)2006-219
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Cokro
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2465
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Sjarief
"ABSTRAK
lsyu yang menyertai pembicaraan mengenai agama pada abad keduapuluh ini adalah
adanya kebangkitan agama-agama besar seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha, di
berbagai penjuru dunia. Hal ini tengah hangat dibicarakan oleh para pakar ilmu
sosial yang diantaranya ditulis oleh futurolog John Naissbitt dan Patricia Aburdene
(1987) dalam bukunya yang terkenal Megatrends 2000. Dikatakannya bahwa di
penghujung abad kedua puluh dan di awal milenium ketiga agama-agama besar
dunia masih berdiri dengan tegak sejak ribuan tahun lalu, dan bahkan para
penganutnya mendirikan bermacam-macam institusi keagamaan yang memiliki
struktur yang mapan. (Naisbitt & Aburdene, l990). Sosiolog Richard Schaffer
(1994) juga menyatakan bahwa agama-agama besar pada era modem telah
terbentuk dalam beberapa kelompok keagamaan baru (seperti , sekte atau aliran)
yang mempunyai organisasi, dan merupakan denominasi (turunan) dari agama
induknya sebagai cara mereka untuk lebih menjamin kesinambungan ajaran maupun
untuk perekrutan penganut baru.
Suatu fenomena yang menyertai pencarian spiritual manusia dan kebangkitan
agama-agama dunia ini, diantaranya adalah dengan adanya fenomena konversi
agama atau biasa juga dikenal dengan perpindahan agama. Dari adanya tren tentang
kebangkitan agama itu, telah menarik perhatian para pakar studi agama untuk
menelaah proses-proses yang terjadi dalam konversi agama (Rambo, 1993). Selain
tentang prosesnya, yang menarik dari konversi agama ini adalah bahwa menurut
Paloutzian (1996), kebanyakan usia individu yang melakukan konversi agama
adalah pada usia remaja hingga dewasa muda. Rambo (1993) juga menyatakan
bahwa di Amerika Serikat dan Eropa Barat, kelompok-kelompok keagamaan telah
menarik sekitar ribuan pengikut baru dari golongan usia muda, baik lelaki maupun
wanita.
Hasil penelitian Rambo tentang proses konversi agama ini telah dihimpun dalam
buku yang berjudul Understanding Religious Conversion. Dalam buku tersebut
Rambo (1993) mancoba memberikan pemahaman tidak hanya faktor psikologis
yang menyertai proses konversi agama pada individu, tetapi juga mencoba untuk
mengaitkan serta mengeksplorasi konteks dimana perubahan itu terjadi. Hubungan sosial, dan lingkungan tempat dimana potential convert (individu yang melakukan
konversi) berada, adalah hal-hal yang mempengaruhi dan juga dipengaruhi oleh
proses konversi agama yang terjadi. Oleh karena itu menurut Rambo, konversi
dilihat sebagai proses yang kompleks, bertahap dan membutuhkan waktu.
Dari perspektif yang holistik ini, Rambo telah menghasilkan suatu model proses
konversi yang dinamakannya systemic stage model (model tahapan sistemik), dan
terbagi dalam tujuh tahap, yaitu : context, crisis, quest, interaction, encounter,
commitment, dan consequences.
Dari kerangka teori systemic stage model tentang proses konversi agama yang
diungkapkan oleh Rambo (1993), penulis ingin melihat apakah tahapan proses
konversi ini juga berlaku pula pada konversi agama dalam agama Islam dan Kristen,
pada individu usia dewasa yang penulis temui.
Sehubungan dengan hal itu, maka pendekatan penelitian konversi agama dalam
agama Kristen dan Islam, pada individu usia dewasa muda, cocok dengan
menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis, yaitu pendekatan penelitian
yang lebih berusaha untuk mengungkapkan makna, definisi maupun deskripsi dari
berbagai kejadian bagi individu yang mengalaminya.
Dari pendekatan kualitatif ini, tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian
ini adalah tipe penelitian studi kasus yang berusaha untuk mengungkap berbagai
keunikan dari suatu kasus secara menyeluruh dan mendetail, dan bukan bertujuan
untuk membuat peramalan atau pun pembuktian. Alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian studi kasus ini adalah dengan melakukan wawancara
mendalam terhadap subyek yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sehingga
penelitian ini menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif dari data
transkrip wawancara. (Poerwandari, 1998).
Dari penelitian tentang proses konversi agama terhadap empat subyek ini, secara
umum penulis mengambil kesimpulan bahwa memang kerangka teori konversi
agama yang dikemukakan oleh Rambo (1993), berlaku pula pada konversi agama
keempat individu tersebut. Walaupun begitu, tidak semua tahap atau proses konversi
agama yang dikemukakan Rambo (1993) dalam teorinya, terjadi pada subyek yang
diteliti. Dan juga lebih jauh lagi, bahwa tahapan konversi yang ada pada teori
Rambo tidak persis sama tata urutan maupun detailnya dengan tahap konversi yang
dilalui oleh subyek penelitian tersebut.
Penelitian lanjutan maupun penyempurnaan-penyempurnaan pada penelitian
sejenis, dibutuhkan untuk dapat memberikan gambaran yang lebih dalam mengenai
fenomena konversi agama ini. Metodologi penelitian maupun kerangka teori yang
dipakai dalam meneliti femonena konversi agama ini, adalah hal-hal yang menurut
peneliti paiing signifikan untuk dapat menguak fenomena ini dengan lebih
sempurna dan obyektif.

"
2000
S2984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Haryo H
"Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka perkawinan harus berdasarkan hukum agama masing-masing pihak. Agama merupakan dasar dari suatu perkawinan. Karena UU Perkawinan tidak mengatur secara eksplisit mengenai perkawinan campuran antar pemeluk agama yang berbeda, maka timbul permasalahan mengenai hal ini.
Menurut Hukum Perkawinan Islam, perkawinan pemeluk agama Islam dengan agama lain pada dasarnya merupakan larangan, kecuali dengan wanita ahli kita dengan syarat-syarat tertentu. Di kalangan para ahli hukum Islam terdapat perbedaan mengenai hal ini. Apakah pada masa sekarang hal itu dapat dilakukan.
Pendapat ahli hukum berdasarkan UU Perkawinan Tahun 1974 tentang perkawinan campuran antar pemeluk agama berbeda juga berbeda. Ada yang mengatakan bahwa hal itu dibolehkan, dilarang dan ada yang mengatakan terdapat kevakuman hukum.
Untuk mengkaji hal itu, penulis mencoba untuk mengetahui bagaimana gambaran umum dari pendapat masyarakat Islam terhadap perkawinan campuran antar pemeluk agama yang berbeda.
Penelitian ini menggunakan "purposive sampling" sebagai metode penarikan sampel untuk dapat mewakili masyarakat Jakarta Selatan.
Dari hasil penelitian ditemukan kecenderungan bahwa masyarakat di wilayah Jakarta Selatan sebagian besar (70 ~) tidak setuju dengan perkawinan antar agama, dengan prosentase tertinggi ada pada tingkatan umur 41-50 (100%) dan pada tingkatan "masyanakat umum" dengan prosentase 90%.
Sebagian besar juga menyatakan bahwa perkawinan antar agama tidak sesuai dengan yang mereka anut (99%), di mana hal ini menunjukan pengetahuan mereka tentang agama (dalam hal ini agama Islam) dinilai sudah mencukupi.
Pengaturan perkawinan campuran antar agama dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menurut sebagian besar masyarakat di wilayah Jakarta Selatan sebaiknya diatur lebih jelas lagi.
Bahwa jika dilihat dari hasil penelitian yang menyatakan setuju dengan perkawinan campuran antar agama adalah pada tingkatan usia 20 - 30 Tahun, hal ini merupakan indikasi dari masuknya pengaruh-pengaruh Barat yang mereka anggap sebagai pola hidup modern, yang kebanyakan hanya memikirkan kesenangan dunia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Salman
"ABSTRAK
Kekerasan atas nama agama kembali mengemuka di Tanah Air. Kali ini kekerasan tersebut menimpa kelompok minoritas Muslim Syiah di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Fenomena menguatnya intoleransi atas nama agama kepada kelompok minoritas seakan terus meningkat sebagaimana dilaporkan sejumlah lembaga pemantau hak asasi manusia. Dalam berbagai publikasi tersebut dikatakan bahwa negara absen dalam perlindungan kepada kelompok minoritas tersebut. Untuk itulah dalam menjamin aktualisasi kebebasan agama dan keyakinan perlu peningkatan peran dan aktivisme masyarakat sipil (civil society), khususnya organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) yang berbasis agama.
Dalam penelitian ini ingin dilihat bagaimana peran OKP Berbasis Agama dalam perlindungan terhadap hak-hak kelompok minoritas Syiah di Sampang (seperti hak untuk eksis, perlindungan identitas, kesetaraan dan nondiskriminasi, serta partisipasi). Apa saja bentuk dan praktik peran yang dijalankan, sejauh mana tantangan dan hambatan yang dihadapi. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif analistis, dimana peneliti berusaha menguraikan objek penelitian secara deskriptif, hasilnya kemudian diinterpretasikan secara analistis. Penelitian ini dikerjakan sejak April hingga Juni 2013 di Jakarta, Bangil (Pasuruan), Malang, Sidoarjo, Surabaya dan Sampang.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar OKP berbasis agama melakukan perlindungan sesuai dengan kemampuannya. Mulai dari yang sederhana seperti pengakuan terhadap eksistensi Syiah, pengecaman atas praktik kekerasan yang mereka alami, bantuan kemanusiaan, upaya advokasi dan pendampingan hingga soal rintisan upaya rekonsiliasi yang integratif dengan basis kearifan lokal dan keterlibatan semua stakeholders yang ada di Kabupaten Sampang. Hanya OKP Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang memberikan perhatian lebih dalam perlindungan terhadap komunitas Syiah di Sampang, sesuai garis instruksi dari pusat hingga daerah. Kendati mereka juga mengalami sejumlah dilema seperti harus berkonflik dengan keluarga besar Nahdliyyin (Kiai) maupun terancam secara fisik oleh keterlibatan para preman (blater) dan elite politik lokal.

ABSTRACT
Violence in the name of religion re-emerged in Indonesia recently. This time the violence befall minority Shiite Muslims in Sampang, Madura, East Java. Strengthening phenomenon of intolerance in the name of religion to minority groups as reported as increasing number of human rights monitoring agency. In various publications is said that the country missed the protection of minorities. To ensure that the actualization of freedom of religion and belief and the need to increase the role of civil society activism (civil society), especially the youth community organizations (OKP) is based on religion.
In this study wanted to see how the role of religion in OKP-based protection of the rights of minority Shia group in Sampang (such as the right to exist, identity protection, equality and non-discrimination, and participation). What are the forms and practices of the role of the run, the extent of the challenges and obstacles faced. The method used is descriptive qualitative analytical approaches, researchers tried to decipher where the object of study is descriptive, analytical results are then interpreted. This research was carried out from April to June 2013 in Jakarta, Bangil (Pasuruan), Malang, Sidoarjo, Surabaya and Sampang.
The results showed the majority of faith-based OKP doing protection according to his ability. Ranging from as simple as a recognition of the existence of Shiites, denouncing the use of violence they experienced, humanitarian assistance, advocacy and assistance to the pilot about the integrative reconciliation efforts with the local knowledge base and involvement of all stakeholders in the district of Sampang. Only Indonesian Islamic Students Movement (PMII) which gives more attention to protecting the Shiite community in Sampang, appropriate instruction line from the center to the regions. Although they also experienced a number of dilemmas such as having a large family conflict with nahdliyyin (Kiai) or physically threatened by the involvement of the thugs (blater) and the local political elite."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raymond Rayendra Elven
"ABSTRAK
Thesis ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk itu, dilakukan analisis terhadap data panel dari 33 provinsi di Indonesia mulai tahun 2006 sampai 2015. Analisis empiris pada thesis ini melibatkan dua metode estimasi: 1 Ordinary Least Squares OLS dengan Fixed Effects Model, dan 2 Generalized Method of Moments GMM . Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio investasi sebagai akumulasi persediaan physical capital, tingkat pendidikan sebagai akumulasi persediaan human capital, pertumbuhan penduduk, desentralisasi, dan perdagangan memiliki dampak positif yang signifikan terhadap pendapatan per kapita. Selanjutnya, pengeluaran pemerintah dan proporsi penganut agama Islam memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap pendapatan per kapita. Disisi lain, proporsi penganut agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik tidak memiliki pengaruh terhadap pendapatan per kapita.

ABSTRACT
This paper identifies the determinants of economic growth in Indonesia. To accomplish this, panel data for 33 provinces in Indonesia, for the years of 2006 through 2015, were analyzed. The empirical analysis involved two estimation methods 1 Ordinary Least Squares OLS with a Fixed Effects Model, and 2 Generalized Method of Moments GMM . The results reveal that investment ratio as the stock of physical capital, education level as the stock of human capital population growth, decentralization, and trade across the provinces have a significant positive impact on the income per capita. Government expenditures and the proportion of adherents to the Islam religion have a significant negative influence on the income per capita. However, the proportion of adherents to the Protestant and the Catholic religions do not affect the income per capita."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Rifai
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara agama dan perilaku pemakaian jenis kontrasepsi, suatu kajian yang dalam pengamatan penulis masih jarang dilakukan orang di Indonesia. Penelitian ini bersumber kepada data SPI 1987, dan dipilih DKI Jakarta sebagai daerah penelitian, dengan pertimbangan Jakarta memiliki keragaman sosial-budaya dan agama yang cukup variatif.
Permasalan pokok yang dikaji terbatas pada hubungan antara agama, status sosial-ekonomi dan demografi dengan pemakaian jenis kontrasepsi. Pembahasan terhadap hubungan antara agama dengan pemakaian jenis kontrasepsi dilakukan dengan cara membagi responden menjadi dua kelompok yaitu kelompok responden Islam dan kelompok responden non Islam. Jenis alat kontrasepsi juga dikelompokkan menjadi kontrasepsi efektif (IUD, Susuk dan Kontap), kontrasepsi kurang efektif (Pil, Suntik dan kondom), dan kontrasepsi tradisional (Jamu, Pijat, Senggama terputus dan Pangtang berkala).
Teori yang menjadi dasar analisis dalam penelitian ini ialah proposisi teologi khusus dan proposisi karakteristik yang diajukan oleh Goldschider. Proposisi teologi khusus menyatakan bahwa perilaku fertilitas merupakan fungsi dari ajaran agama, sedang proposisi karakteristik menyatakan bahwa perbedaan perilaku antar kelompok agama merupakan akibat dari perbedaan karakteristik sosial-ekonomi dan demografi dari kelompok agama yang bersangkutan. Kedua proposisi ini digunakan secara serempak dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan dengan cara mengamati persentase dalam tabel silang untuk melihat kecenderungan, Chi-Square untuk melihat signifikansi hubungan dan Koefisien Kontingensi untuk melihat keeratan hubungan.
Dari analisis terhadap hubungan antara kelompok responden berdasarkan afiliasi agama dengan pemakain Janis kontrasepsi sebelum. mempertimbangkan variabel sosial-ekonomi dan demografi ditemukan bahwa terdapat perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi antara kelompok responden Islam dan kelompok responden non Islam; kelompok responden Islam cenderung memakai kontrasepsi kurang efektif dan kelompok responden non Islam cenderung memakai kontrasepsi efektif. Namun setelah variabel sosial-ekonomi dan demografi dipertimbangkan terlihat perbedaan itu melemah. Karena itu adanya perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi tersebut kemungkinan berkaitan dengan dua hal:
a. Aturan-aturan dalam masing--masing agama yang berkaitan dengan pemakaian kontrasepsi. Dalam Agama Islam tidak semua cara kontrasepsi yang dimasyarakatkan program KB dapat pakai oleh ummat Islam. Ada cara kontrasepsi yang dilarang yaitu IUD, vasektomi dan tubek tomi. IUD dilarang karena cara pemasangannya harus dengan melihat aurat besar wanita sedang sterilisasi dilarang karena mematikan fungsi reproduksi dan dilakukan dengan cara merusak organ tubuh suami atau isteri. Cara kontrasepsi yang diperbolehkan dalam Islam adalah: pil, suntik, kondom, senggama terputus, salep, diaphragma dan pantang berkala (cara-cara tersebut masuk katagori jenis kontrasepsi kurang efektif menurut BKKBN). Di kalangan non Islam boleh dikatakan tidak ada larangan yang tegas dalam hal pemakaian jenis kontrasepsi yang dimasyarakatkan oleh program KB, kecuali Katholik. Agama Khatolik pada dasarnya hanya membolehkan pantang berkala berdasarkan Humanae vitae yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI, tetapi dalam pelaksanaanya di Indonesia MAWI memberikan kelonggaran, sehingga pemeluk Khatolik dapat memakai kontrasepsi modern berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Alasan pertama ini didukung pula oleh adanya bukti bahwa hubungan antara agama dengan pemakaian jenis kontrasepsi tetap ada setelah dikontrol dengan variabel pendidikan isteri/suami, status bekerja, umur dan media.
b. Akibat dari perbedaan karakteristik sosial-ekonomi dan demografi antara responden Islam dan responden non Islam. Alasan kedua ini didukung oleh adanya bukti bahwa hubungan antara agama dengan pemakain jenis kontrasepsi menjadi tidak berarti lagi setelah dikontrol dengan variabel AMH (pada katagori jumlah anak lima atau lebih), pekerjaan suami (pada jenis pekerjaan suami profesional), dan variabel pendidikan-umur (pada katagori umur 35+ dan berpendidikan SMP+ ). Sedang pada katagori lainnya tetap menunjukkan adanya perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi menurut kelompok agama. Jadi perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi menurut kelompok agama menjadi tidak berarti lagi di kalangan responden dengan karakteristik sebagai berikut:
· berumur 35 tahun ke atas dan berpendidikan SMP+
· mempunyai anak lima atau lebih
· jenis pekerjaan suami profesional
Tidak adanya perbedaan itu diperlihatkan dengan kecenderungan pemakaian kontrasepsi efektif baik pada kelompok responden Islam maupun non Islam. Kemungkinan yang bisa diterangkan mengenai temuan ini ialah bahwa pada kelompok responden dengan jumlah anak lima atau lebih kontrasepsi efektif telah menjadi kebutuhan, karena jumlah anak yang dipunyai telah dirasa cukup dan ingin menghentikan kelahiran baru. Demikian juga pada kelompok responden dengan jenis pekerjaan profesional kontrasepsi efektif telah menjadi kebutuhan karena tuntutan status sosialnya dan pada kelompok responden yang berumur tua serta berpendidikan SMP atau lebih kemungkjnan karena mereka mampu lebih rasional dalam menerima dan menanggapi ajaran agama.
Kesimpulan yang diperoleh sesudah mempelajari hubungan antara variabel sosial-ekonomi dan demografi dengan pemakaian jenis kontrasepsi adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan
Pendidikan menunjukkan hubungan yang positif dengan pemakaian jenis kontrasepsi artinya semakin tinggi pendidikan cenderung memakai kontrasepsi efektif. Hal itu dikarenakan pendidikan dapat memperluas pengetahuan mengenai alat kontrasepsi, mengetahui keuntungan yang diperoleh dengan memakai kontrasepsi, meningkatkan kecermatan dalam memilih alat kontrasepsi yang dibutuhkan dan juga kemampuan untuk mengetahui akibat sampingan dari masing-masing alat kontrasepsi.
Dari analisis hubungan antara pendidikan dan pemakaian jenis kontrasepsi pada masing-masing kelompok agama dapat disimpulkan bahwa di kalangan responden Islam pendidikan isteri lebih kuat menampakkan hubungannya dengan pemakaian jenis kontrasepsi dari pada pendidikan suami. Sebaliknya di kalangan responden non Islam pendidikan suami lebih kuat memperlihatkan hubungannya dengan pemakaian jenis kontrasepsi daripada pendidikan isteri. Kemungkinan yang bisa diterangkan mengenai temuan ini ialah bahwa di kalangan rersponden non Islam kesadaran akan pentingnya KB tidak hanya di kalangan isteri tetapi juga di kalangan para suami, sehingga para suami juga ikut mengambil peran dalam ber KB termasuk memilih Jenis kontrasepsi yang akan dipakai, hal mana
tidak terjadi di kalangan responden Islam.
b. Umur
Umur menunjukkan hubungan yang berarti dengan pemakaian jenis kontrasepsi, karena umur mempengaruhi kebutuhan alat yang diinginkan. Pada umur muda (umur 34 tahun kebawah) cenderung memakai kontrasepsi kurang efektif seperti pil, suntik dan kondom. Ini diduga karena mereka masih ingin menunda kelahiran atau masih ingin menambah anak lagi dikemudian hari, sehingga memilih jenis kontrasepsi yang mudah dihentikan penggunaannya. Sedang pada umur tua (35 tahun atau lebih) cenderung memakai kontrasepsi efektif, karena anak yang dipunyai telah dirasa cukup dan ingin menghentikan kelahiran baru, maka mereka memilih kontrasepsi seperti IUD, susuk dan sterilisasi, karena selain efektif dalam mencegtah kehamilan juga tidak merepotkan.
Hubungan umur dengan pemakaian jenis kontrasepsi pada masing-masing kelompok agama adalah sebagai berikut: di kalangan responden Islam umur memperlihatkan adanya hubungan positif dengan pemakaian jenis kontrasepsi, sedang di kalangan responden non Islam variabel umur kurang memperlihatkan adanya hubungan positif dengan pemakaian jenis kontrasepsi, karena pada Umur muda sudah memperlihatkan kecenderungannya dalam memakai kontrasepsi efektif. Ini diduga pada kelompok umur muda dari kalangan responden non Islam telah bisa menerima program KB dengan dua anak, sehingga cenderung membatasi jumlah anak dengan memakai kontrasepsi efektif.
c. Pekerjaan
Faktor bekerja atau tidaknya responden tidak menunjukkanadanya perbedaan yang berarti dalam pemakain jenis kontrasepsi. Sebaliknya ditemukan perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi menurut jenis pekerjaan suami; responden dengan jenis pekerjaan suami profesional cenderung memakai kontrasepsi efektif dan responden dengan jenis pekerjaan jasa dan pekerja kasar cenderung memakai kontrasepsi kurang efektif. Dengan demikian pekerjaan suami lebih dominan dalam menampakkan hubungan dengan pemakaian jenis kontrasepsi daripada status bekerja responden sendiri. Gambaran yang serupa juga ditemukan di Yogyakarta yang melaporkan bahwa macam alat kontrasepsi yang dipakai lebih menampakkan hubungan dengan status pekerjaan suami dari pada pekerjaan isteri. Hal itu dikarenakan pekerjaan suami lebih mencerminkan status sosial keluarga dan si isteri akan terdorong untuk mengikuti norma-norma yang berkaitan dengan status suaminya.
Analisis pada masing-masing kelompok agama diperoleh kesimpulan sebagai berikut: di kalangan responden Islam bekerja atau tidaknya seorang ibu memperlihatkan perbedaan dalam pemakaian jenis kontrasepsi, sedang di kalangan responden non Islam bekerja atau tidaknya seorang ibu tidak mempunyai hubungan dengan pemakaian jenis kontrasepsi.
Begitu juga dengan pekerjaan suami, di kalangan responden Islam perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi menurut jenis pekerjaan suami menunjukkan perbedaan yang berarti. Sedang di kalangan responden non Islam kurang mengesankan adanya perbedaan
pemakain jenis kontrasepsi menurut jenis pekerjaan suami.
d. Jumlah Anak Masih Hidup
Jumlah anak masih hidup mempunyai hubungan dengan pemakain jenis kontrasepsi baik di kalangan responsden Islam maupun responden non Islam. Kecenderungan pemakain kontrasepsi efektif di kalangan responden Islam baru terlihat ketika jumlah anak yang dipunyai mencapai lima atau lebih, sedang pada kelompok responden non Islam kecenderungan pemakain kontrasepsi efektif sudah terlihat pada jumlah anak 3-4 orang anak. Hal ini berkaitan dengan besarnya jumlah anak yang diinginkan, di mana proporsi yang menginginkan jumlah anak lebih dari empat lebih besar di kalangan responden Islam dari pada di kalangan responden non Islam.
e. Media
Semakin banyak media massa yang dimanfaatkan oleh responden maka cenderung memakai kontrasepsi efektif, ini ditemukan di kalangan responden Islam maupun di kalangan responden non Islam, namun keeratan hubungan itu lebih kuat terlihat dikalangan responden Islam daripada di kalangan penganut Agama non Islam.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudita Trisnanda
"Ketidakjelasan muncul terkait keabsahan perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik yang perceraiannya tidak didaftarkan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Dapat dikatakan, bahwa pasangan suami istri yang tidak mendaftarkan perceraiannya pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil masih terikat perkawinan yang sah, walaupun telah mendapatkan putusan pengadilan. Permasalahan menjadi semakin kompleks, manakala pasangan suami istri tersebut ingin melakukan perkawinan kembali dengan pasangannya terdahulu. Penelitian menggunakan bahan hukum primer berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan menurut hukum negara dan agama Katolik serta mengenai perjanjian kawin. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan wawancara dengan romo dan hakim. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian dianalis secara kualitatif. Perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik pada perceraian yang tidak didaftarkan dalam hal terjadi perkawinan kembali tetap sah, kecuali pasangan suami istri tersebut telah membatalkan terlebih dahulu. Notaris selaku pembuat perjanjian kawin juga hendaknya memberikan penyuluhan hukum terkait pentingnya pendaftaran perceraian, dimana dalam perkawinan tersebut diikuti dengan perjanjian kawin.

Unclear status prenuptial agreement arise in catholic marriage if the divorce is not registered in civil registrar. In Indonesia, divorce will be legalized if the couple register their divorce in the civil registrar after the judge grant their request on court proceeding. However, complex situation arise whenever the couple want to do remarriage since catholic does not allow divorce. Furthermore, the notary as the one who create the prenuptial agreement should give clear understanding on legal consequences after creating prenuptial agreement in relation to catholic and Indonesian marriage.A critical question posed in this scene is, does the remarriage process legal under Indonesian law? Does the prenuptial agreement still valid? To answer those questions The research will based on primer sources of law which are indonesia marriage law and catholic marriage law; and secondary sources of law which are books & interview with Churchmans and judges. In addition to that. The research method will based on qualitative approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>