Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49585 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bahira Khansa Nabilah
"Pendahuluan: Skizofrenia dapat mengganggu interpretasi ekspresi wajah sehingga berdampak negatif terhadap kehidupan pasien. Interpretasi ekspresi emosi wajah dipengaruhi oleh etnis dan budaya. Belum tersedia instrument interpretasi ekspresi wajah berdasarkan budaya Indonesia. Penelitian ini bertujuan melakukan standardisasi Instrumen Ekspresi Emosi Wajah Versi Indonesia di antara orang sehat. Metode: Mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia yang memenuhi kriteria inklusi diminta untuk memilih jenis, valensi, dan arousal emosi dari 69 foto wajah yang divalidasi oleh psikiater. Foto wajah merupakan foto wajah dari sepuluh aktor yang menampilkan secara acak 7 jenis emosi dasar (netral, bahagia, sedih, marah, terkejut, jijik, takut). Hasil: Seratus enam mahasiswa kedokteran dengan rerata usia adalah 20 (18-22) tahun memiliki skor BAI (Beck Anxiety Inventory) yaitu 16.18±9.3 dan skor BDI (Beck Depression Inventory) yaitu 16 menginterpretasikan ekspresi emosi wajah dari 69 foto wajah untuk memperoleh nilai standar (rerata konsistensi, skor valensi dan arousal) dan confusion matrix Instrumen Ekspresi Emosi Wajah Versi Indonesia. Rerata konsistensi tiap jenis emosi yaitu senang (86.5%), terkejut (84.2%), marah (76.5%), netral (75.9%), jijik (71.6%), sedih (58.4%), dan takut (50%). Skor valensi tiap jenis emosi yaitu senang (4±0.4), netral (3±0.3), terkejut (2.7±0.2), jijik (2.2±0.1), sedih (2.1±0.2), marah (2.1±0.2), dan takut (2). Skor arousal tiap jenis emosi yaitu senang (3.6±0.3), takut (3.5), sedih (3.4±0.2), marah (3.4±0.2), terkejut dan jijik (3.3±0.2), netral (2.9±0.4). selain itu, berdasarkan confusion matrix, jenis emosi yang sering membuat partisipan bingung adalah takut 50% dan jijik (32.1%). Kesimpulan: Instrumen Ekspresi Emosi Wajah Versi Indonesia memiliki nilai standar berupa rerata konsistensi, valensi, dan arousal; dan confusion matrix dari 7 emosi dasar yaitu netral, senang, sedih, marah, terkejut, jijik, dan takut."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Yanti Liliana
"ABSTRAK
Pengenalan emosi melalui analisis ekspresi wajah merupakan bidang riset kecerdasan buatan yang sedang berkembang serta memiliki banyak tantangan. Hal ini disebabkan karena emosi merupakan komponen penting dalam kehidupan manusia terutama dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga perlu dikembangkan sebuah sistem cerdas yang mampu mengenali emosi manusia. Permasalahannya adalah banyaknya variasi ekspresi wajah yang menunjukkan emosi manusia. Selain itu, manusia secara subyektif dapat mengekspresikan suatu emosi yang sama dengan beragam cara dan jenis pergerakan komponen wajah yang berbeda, bahkan ambigu antar jenis emosi. Psikolog mengkategorikan emosi menjadi dua kategori, yaitu emosi dasar dan emosi campuran. Penelitian pengenalan emosi dasar (marah, jijik, takut, senang, sedih, terkejut) telah banyak dilakukan, namun pengenalan emosi campuran merupakan tantangan yang belum banyak dieksplorasi karena kompleksitasnya yang tinggi. Kemunculan emosi campuran berbeda dari emosi dasar, karena emosi campuran merupakan kombinasi dari emosi dasar dalam suatu ekspresi wajah. Untuk mengatasi permasalahan subyektifitas dan ambiguitas ekspresi emosi, diperlukan pendekatan fuzzy dalam menganalisis linguistik komponen wajah untuk menentukan jenis emosi. Dalam penelitian ini, diajukan sebuah framework untuk pengenalan emosi berbasis konsep fuzzy emotion yang merupakan representasi pengetahuan pakar psikolog berbasis sistem fuzzy. Tiga tahap dalam framework pengenalan emosi berbasis konsep fuzzy emotion yaitu: ekstraksi fitur wajah dengan Active Appearance Model (AAM) dan analisis geometrik fitur komponen wajah; pemrosesan fitur tingkat tinggi dengan Fuzzy Facial Component Inference System (FFCIS); dan penentuan nilai emosi fuzzy emotion dengan Fuzzy Emotion Inference System (FEIS). Pengujian performa sistem memberikan hasil pengenalan terbaik pada dataset ekspresi wajah extended Cohn Kanade (CK+) dengan akurasi pengenalan linguistik komponen wajah 0.98, dan akurasi pengenalan emosi 0.90. Pengujian pengenalan emosi juga dilakukan menggunakan dataset Indonesian Mixed Emotion Dataset (IMED) yang menghasilkan akurasi pengenalan 0.87. Framework pengenalan emosi berbasis konsep fuzzy emotion berpotensi untuk diterapkan dalam berbagai permasalahan nyata seperti deteksi rasa sakit, deteksi stress, deteksi kebohongan, dan rekonstruksi animasi.

ABSTRACT
Emotion recognition through facial expression analysis is an emerging research in the area of Artificial Intelligence which is still facing many challenges. Emotions are an important component in human life, especially in an interaction and communication. Therefore, an intelligent system that is able to recognize human emotions needs to be developed. The problem is in the variation of facial expressions that displays human emotions. In addition, humans can subjectively express the same emotions in various ways with different facial component movements, even ambiguous between classes of emotions. Psychologist categorized emotion into two classes, basic emotion and mixed emotion. Basic emotion recognition research (anger, disgust, fear, happy, sadness, surprise) has been done a lot, but mixed emotion recognition is an open challenge that has not been widely explored due to the complexity of the problem. The appearance of mixed emotions is different from basic emotions; mixed emotion is a combination of basic emotions in a facial expression. To overcome the problem of subjectivity and ambiguity of emotion expression, a fuzzy approach is developed to analyze the facial components in determining the type of emotion. In this study, we propose a framework for fuzzy emotion recognition which is a representation of the expert psychologist knowledge based on fuzzy systems. Three stages in the fuzzy emotion recognition: facial feature extraction with Active Appearance Model (AAM) and geometric analysis of facial component features; high level feature processing with Fuzzy Facial Component Inference System (FFCIS); and fuzzy emotion recognition with Fuzzy Emotion Inference System (FEIS). System performance testing provided the best results on extended Cohn Kanade (CK+) facial expression dataset, with the accuracy of linguistic facial component recognition 0.98, and accuracy of fuzzy emotion recognition 0.90. Testing was also done using Indonesian Mixed Emotion Dataset (IMED) dataset which resulted in accuracy of 0.87. The fuzzy emotion recognition has a potential to be applied in various real problems such as pain detection, stress detection, lie detection, and animation reconstruction."
2019
D2638
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifki
"ABSTRACT
Pengenalan ekspresi wajah telah menjadi tantangan dalam ilmu digital selama bertahun-tahun. Dengan pertumbuhan baru-baru ini di dalam bidang machine learning, sistem pengenalan ekspresi wajah secara real-time dengan machine learning dapat berguna untuk sistem monitoring emosi untuk interaksi manusia-komputer (HCI). Model yang penulis ajukan dirancang dengan model Convolutional Neural Network (CNN) dan menggunakannya untuk melatih dan menguji gambar ekspresi wajah dengan TensorFlow. Sistem ini memiliki dua bagian, sebuah recognizer untuk validasi dan model pelatihan data untuk data training. recognizer berisi detektor wajah dan pengenal ekspresi wajah. Detektor wajah mengekstrak gambar wajah dari frame video dan pengenal ekspresi wajah mengklasifikasikan gambar yang diekstrak. Model pelatihan data menggunakan CNN untuk melatih data. Sistem pengenal juga menggunakan CNN untuk memantau keadaan emosi dari pengguna melalui ekspresi wajah mereka. Sistem ini mengklasifikasikan emosi dalam enam kelas universal, marah, jijik, senang, terkejut, sedih dan takut, ditambah dengan emosi netral.

ABSTRACT
The introduction of facial expressions has been a challenge in digital science for many years. With the recent growth in machine learning, a real-time facial recognition recognition system with machine learning can be useful for emotional monitoring systems for human-computer interaction (HCI). The model the author proposes is designed with the Convolutional Neural Network (CNN) model and uses it to train and test facial expression images with TensorFlow. The system has two parts, a recognizer for validation and a data training model for training data. The recognizer contains face detector and facial recognition. The face detector extracts the face image from the video frame and facial expression identifiers classify the extracted image. The data training model uses CNN to train data. The identification system also uses CNN to monitor the emotional state of the user through their facial expressions. This system classifies emotions in six universal classes, anger, disgust, pleasure, shock, sadness and fear, coupled with neutral emotions."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Pebiana
"ABSTRAK
Mengenali emosi dasar seseorang melalui analisa komponen wajah bukanlah hal yang
mudah. Untuk itu sampai saat ini penelitian pada bidang ini masih terus berkembang,
seperti penelitian ini yang terinspirasi dari pekerjaan yang telah dikembangkan lebih
dahulu oleh Dewiyanti (2018). Adapun kontribusi utama pada penelitian ini adalah
meningkatkan akurasi pengenalan komponen wajah menggunakan pendekatan yang
lebih mendalam dari ciri geometris yang sebelumnya digunakan yakni dengan
menambahkan beberapa definisi ciri lain seperti rasio jarak pada alis dalam, hidung
dan juga mata serta dengan menggunakan perhitungan tambahan dalam proses untuk
mendapatkan nilai eccentricity. Selain itu hal lain yang dilakukan adalah melakukan
training ulang AAM (Active Appearance Model) menggunakan dataset HELEN yang
lebih representatif sehingga mendapatkan model yang lebih baik. Disamping itu juga
dilakukan penambahan proses perbaikan kualitas citra sebelum proses fitting AAM.
Dengan menggunakan semua kombinasi tersebut pada sistem pengenalan komponen
wajah, penelitian ini mampu menghasilkan hasil akurasi yang lebih baik pada dataset
yang sama yakni CK+ dari akurasi penelitian sebelumnya oleh Dewiyanti (2018)
sebesar 97.99% menjadi sebesar 98.95% dan pada dataset lain seperti MUG dengan
akurasi sebesar 93.18% serta akurasi sebesar 94.58% untuk dataset IMED yang pada
penelitian sebelumnya belum diujicobakan.

ABSTRACT
Recognizing a person's basic emotions through facial component analysis is not easy
task. So until now research in this field is still evolving, like this research which is
inspired by research from Dewiyanti(2018). The main contribution of this research is
to improve the accuracy of recognition component of the face using an approach that
is more profound than characteristic geometric previously used by adding some other
features such as the ratio of the distance on inner eyebrows, nose and eyes as well as
using additional calculations in the process to get eccentricity value. Moreover, another
thing is retrained the AAM (Active Appearance Model) with HELEN dataset to get
more representative model. Beside that this research also put image preprocessing to
improve the image quality which carried out before the AAM fitting process. By using
all these combinations in recognition system of facial component, this study could yield
better accuracy in the dataset similar and CK + on the accuracy of previous studies by
Dewiyanti (2018) by 97.99% to 98.95% and on other datasets such as MUG with an
accuracy of 93.18 % and an accuracy of 94.58% for Imed dataset which in previous
studies has not been tested."
2019
T53729
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wava Carissa Putri
"Pembuatan dataset emosi wajah membutuhkan sumber daya dan waktu yang banyak. Salah satu solusi menyelesaikan permasalahan ini adalah menggunakan Generative Adversarial Network (GAN) untuk melakukan augmentasi data pada data emosi wajah. Namun, jumlah data yang terbatas membuat GAN belum dapat menghasilkan citra yang beragam. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah penggunaan energy function untuk membuat probability function yang lebih detail. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sebuah model dengan menggunakan EB-GAN dan attention untuk mengatasi masalah translasi gambar dengan emosi Neutral menjadi gambar dengan emosi dasar. Eksperimen yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk melakukan modifikasi terhadap arsitektur DINO dengan menambahkan attention untuk meningkatkan kualitas hasil translasi model. Hasil translasi model dievaluasi menggunakan emotion recognition untuk mengetahui akurasi emosi yang dihasilkan. Pada penelitian ini terlihat bahwa penggunaan attention tidak dapat meningkatkan akurasi DINO dikarenakan terdapat banyaknya fitur pembeda antar emosi yang tersebar pada wajah. Pada penelitian ini DINO pada dataset berwarna menghasilkan akurasi sebesar 96.78% dan DINO pada dataset grayscale menghasilkan akurasi sebesar 94.50%. Dalam pembuatan dataset baru, DINO menghasilkan akurasi sebesar 83% untuk dataset berwarna dan 85.6% untuk dataset grayscale.

Creating a facial emotion dataset requires a lot of resources. To solve this problem, previous research utilizes Generative Adversarial Networks (GANs) to create artificial data. However due to the limited number of available data, this would affect the GANs itself and would result in generating a less diverse data. One way to solve this problem is to use an energy function to create a more detailed probability function. This research aimed to create a model based on EB-GAN and attention to solve problems during translating a neutral image into an image with a basic emotion. This experiment uses a variation of EB-GAN for image translation, DINO, and modify its architecture by adding attention modules to improve the performance of the model during translation. The result of the experiments are evaluated using emotion recognition systems. This results show that the use of attention did not improve the performance of DINO. This is due the fact that each emotion have multiple features and the location of the features are scattered within a face. This experiment shows that DINO obtained the highest accuracy in both colored (RGB) and grayscale data. DINO obtains a 96.78% accuracy for colored (RGB) data and 94.50% for grayscale data. During the creation of new dataset, DINO obtained an accuracy of 83% for colored (RGB) data and 85.6% for grayscale data."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminah Ahmad Alaydrus
"Nyeri kronik seringkali menyebabkan penderitaan dan gangguan fungsi pada penderitanya dan menjadi faktor biopsikososial yang memengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri yang dialaminya. Keyakinan dan persepsi seseorang terhadap nyeri seringkali ditemukan dalam bentuk yang tidak adaptif seperti pemikiran katastrofik (pain catastrophizing). Pengalaman nyeri yang dialami oleh pasien dengan Artritis Reumatoid dihubungkan dengan adanya pemikiran katastrofik. Pain Catastrophizing Scale (PCS) adalah instrumen baku emas dalam mengidentifikasi pemikiran katastrofik pada pasien dengan nyeri hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan menguji kesahihan dan keandalan instrumen PCS versi Bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan secara potong lintang di Poli Reumatologi RSCM pada bulan Juni hingga Agustus 2022 dengan metode consecutive sampling (N=286). Proses penerjemahan instrumen melewati tahapan forward translation, penyesuaian dengan pemahaman masyarakat Indonesia dan back translation kemudian dilakukan uji kesahihan isi, kesahihan konstruk dan keandalan internal pada instrumen PCS versi Bahasa Indonesia. Uji kesahihan isi dari PCS didapatkan hasil rata-rata I-CVI=1, S-CVI=0.93 dan CVR=1. Hasil dari Confirmatory Factor Analysis pada model akhir didapatkan CMIN/df 3.011, CFI 0.962, GFI 0.932, RMSEA 0.084 dan AIC 204.517 yaitu hasil yang baik. Nilai keandalan interna sebesar 0.94. PCS dapat digunakan sebagai alat yang baik untuk mendeteksi adanya pemikiran katastrofik terhadap nyeri pada pasien yang berpotensi meningkatkan kejadian nyeri kronik.

Chronic pain has caused suffering and disability and known as a biopychosocial factor affecting one’s pain perception. One’s beliefs and perception about pain mainly found in non-adaptive form such as pain catastrophizing and associated with Pain experience in arthritis Rheumatoid patients. Pain Catastrophizing Scale (PCS) is a gold standard to identify catastrophizing in patient experiencing pain. This study aims to test validity and reliability of PCS Indonesian Version. This is a cross-sectional study conducted in Rheumatology Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital from June to August 2022 through consecutive sampling (N= 286). The instrumen was translated, adapted to Indonesian’s culture and back translated. The content validity, construct validity and reliabity test were done. Content validity of PCS shows I-CVI score 1, S-CVI score 0.93 and CVR score 1. CFA initial model was not fit and needed few modificiation. The final result shows CMIN/df, CFI, GFO, RMSEA and AIC score as follows, respectively, 3.011, 0.962, 0.932, 0.084 dan AIC 204.517 which concludes as great result. Internal reliability score is 0.94. Pain Catastrophizing Scale (PCS) instrument can be used as a valid and reliable intrument to detect catastrophizing in patient with pain which potentially increasing the risk of chronic pain."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradila Keiko
"Latar Belakang: Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang melakukan tindak pidana harus mendapatkan pemeriksaan Kesehatan Jiwa, salah satunya untuk menentukan kecakapan hukum seseorang untuk menjalani proses peradilan atau competence to stand trial (CST). Prinsip CST adalah pelaku kriminal harus memahami tuntutan terhadapnya dalam pengadilan dan membantu pengacaranya dalam pembelaan terhadap dirinya. Instrumen MacCAT-CA merupakan alat bantu pemeriksaan CST yang dapat memastikan psikiater mencakup area topik yang relevan secara konsisten serta memiliki sistem skoring yang terstandardisasi sehingga dapat membandingkan performa tersangka. Hingga saat ini, belum ada instrumen yang dapat menjadi alat bantu pemeriksaan CST di Indonesia sehingga perlu dilakukan adaptasi instrumen MacCAT-CA versi Bahasa Indonesia.
Metode: Studi ini merupakan uji kesahihan isi serta studi kualitatif yang melibatkan lima pakar hukum dan empat pakar psikiater forensik. Pengukuran kesahihan isi dilakukan dengan menggunakan item content validity index (I-CVI) dan scale content validity index (S-CVI). Data kualitatif penelitian ini adalah berupa pernyataan pakar yang disampaikan melalui focused group discussion (FGD) dan secara tertulis mengenai adaptasi butir-butir instrumen MacCAT-CA agar dapat disesuaikan dengan sistem hukum, latar belakang, serta budaya Indonesia. Pemadatan fakta dilakukan pada pernyataan pakar, kemudian diproses menjadi satu interpretasi (coding). Selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan fakta dan interpretasi yang sejenis.
Hasil: Sembilan butir instrumen MacCAT-CA memiliki nilai I-CVI 0,78 atau lebih, sementara 13 butir memiliki nilai I-CVI di bawah 0,78. Nilai S-CVI/UA dan S-CVI/Ave berturut-turut adalah 0,14 dan 0, 56. Berdasarkan analisis data kualitatif, diperlukan penyesuaian instrumen MacCAT-CA pada aspek hukum, tingkat kerumitan pertanyaan, serta penyesuaian nama serta situasi pada contoh kasus. Usulan pertanyaan untuk instrumen MacCAT-CA versi bahasa Indonesia mencakup profesi hukum, proses atau tahapan hukum, istilah hukum, pemahaman seseorang  mengenai tindakannya dan bahwa mereka bersalah, barang bukti maupun saksi, fakta-fakta yang dapat disampaikan di persidangan, dan pemahaman mengenai hal-hal yang dapat meringankan maupun memberatkan seseorang dalam pengadilan.
Kesimpulan: Hasil uji kesahihan isi menunjukkan bahwa perlu dilakukan modifikasi pada butir-butir instrumen MacCAT-CA agar sesuai dengan populasi di Indonesia. Modifikasi butir dapat dilakukan sesuai masukan yang diberikan oleh pakar pada penelitian selanjutnya.

Background: According to Law of The Republic of Indonesia Number 18 of 2014 on Mental Health, people with mental disorders who commit criminal acts must undergo a mental health examination, one of which is to determine competence to stand trial (CST). The principle of CST is the criminal must understand his charge and assist his legal counsel in defending him. The MacCAT-CA is a CST examination tool that can ensure psychiatrists to consistently cover relevant topics and have a standardized scoring system so that they can compare the performance of suspects. Until now, there is no instrument that can be used as a tool for CST examination in Indonesia. Thus, an adaptation of the MacCAT-CA for the Indonesian population is necessary.
Methods: This study involved five legal experts and four forensic psychiatrists. We evaluated the content validity of the MacCAT-CA using item content validity index (I-CVI) and scale content validity index (S-CVI). We also collected qualitative data through focused group discussions (FGD) and in writing regarding the adaptation of the MacCAT-CA items so that it can be adapted according to the legal system, background, and culture in Indonesia. Condensation of facts was carried out on expert statements, then processed into one interpretation (coding). Then, we collected facts and similar interpretations.
Results: Nine items have an I-CVI value of 0.78 or more, while 13 items have an I-CVI value below 0.78. The values of S-CVI/UA and S-CVI/Ave are 0.14 and 0.56, respectively. Based on qualitative data analysis, it is necessary to adjust the MacCAT-CA instrument on legal aspects, the level of complexity of the questions, as well as adjustments to the names and situations in the case example. The proposed questions for the Indonesian version of the MacCAT-CA instrument cover the legal professions, legal processes or stages, legal terms, a person's understanding of their actions and whether they are guilty or not, evidence and witnesses, facts that can be presented at trial, and understanding of things that can relieve or incriminate someone in court.
Conclusion: The results of the validity test indicate that it is necessary to modify the MacCAT-CA instrument to suit the Indonesian population. The experts’ input in this research can guide the adaptation of this instrument in further research.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Karolina Margareta Margono
"Pendahuluan: Nyeri kronik merupakan fenomena biopsikososial yang kompleks yang berlangsung lebih dari 3 hingga 6 bulan dengan intensitas nyeri yang persisten. Merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia.. Hasil penelitian multisenter 14 Rumah Sakit pendidikan yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI tahun 2002 didapatkan 4.456 kasus nyeri dimana 9,5% diantaranya adalah nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik dikenal sebagai salah satu kumpulan gejala yang sulit diidentifikasi dengan tatalaksana yang suboptimal.
Tujuan: Didapatkannya instrumen kuesioner painDETECT versi Indonesia yang valid dan reliabel.
Metode: Penelitian dengan menggunakan studi validasi transkultural ISPOR disertai analisis validasi kriteria dan uji reliabilitas konsistensi internal dan tes retes secara guided interview menggunakan kuesioner painDETECT.
Hasil: Didapatkan 150 sampel dengan nyeri kronik berdasarkan skor kuesioner painDETECT versi Indonesia, 75 pasien dengan nyeri nosiseptif, 42 pasein dengan nyeri campuran dan 33 pasien dengan nyeri neuropatik. Pada analisis validasi kriteria didapatkan korelasi tinggi dengan instrumen standar emas LANSS (r= 0,082,p<0,001), AUC 85,5%, sensitivitas 78,3% dan spesifisitas 78,7% dengan titik potong optimal ≥17. Pada uji reliabilitas konsistensi internal didapatkan nilai Alpha Cronbach 0,710 dan nilai reliabilitas tes retes 0,96.
Simpulan: Didapatkannya kuesioner painDETECT versi Indonesia yang valid dan reliabel dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang baik dalam menapis komponen nyeri neuropatik.

Background: Chronic pain is a complex biospsychosocial phenomena. Pain that lasting more than 3 to 6 months with persistence intensity. Representing one of the biggest health problem in the world. Based on the results of a multicentre study in 14 Education Hospital, PERDOSSI Pain Study Group conducted in 2002 found 4,456 pain cases in which 9.5% were neuropathic pain. Whereas neuropathic pain is known as one of the hardest to overcome which are often missed identified and causing a suboptimal treatment.
Objective: To develop an Indonesian version of PainDETECT Questionnaire (PDQ-Ina) and assess its validity and reliability.
Methode: Using ISPOR transcultural validation study and criteria validation analysis followed with reliability internal consistency test and test retest based on PDQ guided interview.
Result: There were 150 subjects with chronic pain. Divided in to 3 types of group based on Indonesian version PDQ scoring, 75 patients having nociceptive pain, 42 were mixed pain and 33 patients having neuropathic pain. Within validation criteria analysis there were high correlation between PDQ-Ina with LANSS instrument as gold standard (r= 0,082,p<0,001), AUC 85,5%, sensitivity 78,3% and specificity 78,7% with the optimal cut off point ≥17. The reliability of internal consistency Cronbach’s Alpha value were 0,710 and the test retest realibility were 0,96.
Conclusion: The Indonesian version of the PDQ is a valid and reliable scale and have a good sensitivity and specificity to be used to determine neuropathic component of chronic pain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Gracia Gani
"Bonding antara ibu dengan anak merupakan proses yang bersifat dinamik dan dua arah. Bonding berperan sangat penting pada masa awal kehidupan seorang anak. Bonding yang terbentuk akan mempengaruhi sikap pengasuhan ibu terhadap anak yang masih bergantung penuh pada dirinya. Bonding juga mempengaruhi perkembangan sensorik dan motorik anak. Dalam jangka panjang, gangguan bonding dapat menyebabkan berbagai gangguan emosi dan perilaku pada anak. Diperlukan alat ukur untuk menilai bonding antara ibu dengan anak, sehingga jika terdapat masalah maka dapat dilakukan intervensi segera.
Penelitian ini dilakukan untuk mengelaborasi kesahihan dan keandalan instrumen Mother-Infant Bonding Scale dalam Bahasa Indonesia. Kesahihan instrumen ini dalam Bahasa Indonesia baik, dibuktikan oleh uji validitas isi. Keandalan instrumen Mother-Infant Bonding Scale versi Bahasa Indonesia menurut nilai Cronbach?s alpha untuk keseluruhan butir instrumen adalah 0,4; untuk faktor lack of affection adalah 0,4; sedangkan untuk faktor anger and rejection adalah 0,5.

Bonding between a mother to her infant is a dynamic and bidirectional process, it play a very important role in the first days of life. Bonding create nurturing behavior of a mother to her infant that fully dependent to others to fulfill its need. Bonding also has important role in sensory motor development of the baby. In a long term, disorder of mother-infant bonding affect child?s emotional regulation and behavior. Assessment tools is needed to assess the quality of mother-infant bonding, so if there was problem, intervention should be done soon.
We did this research to evaluate validity and reliability of Mother-Infant Bonding Scale in Indonesian version. The validity of these instruments in Indonesian version tested with content validity by experts worth 1.00. Reliability of Mother-Infant Bonding Scale in Indonesian version according to Cronbach's alpha values for whole item is 0.4; for lack of affection factor is 0.4; whereas for anger and rejection factor is 0.2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>