Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159239 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adisa Umari Yoniton
"Peran dan perilaku asam organik pada pelindian bijih nikel lateritik diamati dalam eksperimen berikut sebagai alternatif dari proses pelindian asam anorganik, HPAL (High-Pressure Acid Leaching). Eksperimen dilakukan dengan menggunakan dua tahapan (sequensial), yaitu pelindian elemen besi menggunakan asam oksalat (C2H2O4) dan diikuti dengan pelindian nikel dan kobalt menggunakan asam sitrat (C6H8O7). Secara spesifik, efek dari beragamnya suhu pelindian, konsentrasi asam organik, dan waktu pelindian telah diamati. Dengan ini, memperoleh konklusi bahwa suhu dan waktu sangat mempengaruhi proses pelindian. Meningkatkan suhu pelindian hingga 90 oC dapat menghilangkan 49% besi dan hanya memulihkan 3% nikel dan 8% kobalt. Hasil eksperimen juga membuktikan bahwa semakin lama waktu pelindian, maka pemulihan nikel dan kobalt semakin tinggi dan selektif. Sementara itu, pada konsentrasi asam organik yang tinggi, pemulihan nickel dan kobalt tidak terlalu efektif. Data eksperimen dianalisa menggunakan XRF/XRD dan ICP-OES.

The role and behaviour of organic acids in the leaching of nickel laterite ore were investigated in the following experiments as an alternative to the leaching process of inorganic acids, HPAL (High-Pressure Acid Leaching). Experiments were carried out using two steps (sequential); firstly, leaching of iron using oxalic acid (C2H2O4) and followed by leaching of nickel and cobalt using citric acid (C6H8O7). Specifically, the leaching parameters such as temperature, organic acid concentration, and leaching time were observed. The experiment concluded that temperature and time have greatly impact on the leach process. Increasing the leaching temperature to 90 oC with 1 M of oxalic acid concentration can remove 49% of iron with only 3% nickel and 8% cobalt were recovered. The experimental results also prove that longer leaching time resulted in higher and more selective nickel and cobalt recovery. Meanwhile, at a high concentration of citric acid, the recovery of the nickel and cobalt were not very effective. Experimental data were analysed using XRF / XRD and ICP-OES. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Prihatno
"Laterit mengandung klorit, piroksen, talc, kuarsa, olivin dan amfibol. Laterit memiliki kadar Ni2 . Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi ion Ni2 dari laterit menggunakan heap leaching asam sulfat. Setelah dilakukan heap leaching 25 gram laterit menggunakan 500 mL variasi asam sulfat, didapatkan konsentrasi asam sulfat optimum Hasil heap leaching berwarna hijau kekuningan karena adanya [Fe H2O 6]3 dan [Ni H2O 6]2 . Kadar Fe3 dipisahkan dengan penambahan asam fitat. Kemudian dilakukan ekstraksi cair-cair dengan penambahan salisilaldoksim.

Laterite containing chlorite, pyroxene, talc, quartz, olivine and amphibole. Laterite content Ni2 . In this research, Ni2 extraction of laterite heap leaching using sulfuric acid. After 25 grams of laterite heap leaching using variation of 500 mL sulfuric acid, obtained optimum sulfuric acid concentration. Results heap leaching has yellowish green color because solution contain Fe H2O 6 3 and Ni H2O 6 2 . Number of Fe3 separated by addition of phytic acid. Then did liquid liquid extraction by salicylaldoxime addition."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S66680
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fariz Ramdani
"Nikel adalah salah satu logam terpenting pada kehidupan sehari-hari. Nikel digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti plating dan katoda baterai. Stok nikel sulfida, yang memiliki kadar nikel lebih tinggi, menipis menyebabkan ekstraksi dari nikel laterit yang memiliki kadar nikel lebih rendah untuk dikembangkan. Asam sitrat dapat digunakan sebagai reagen leaching dengan suatu mekanisme reaksi. Metode Permukaan Respon dilakukan untuk mendapatkan titik optimum. Rancangan CCD menentukan besar faktor berupa suhu dan rasio solid-liquid yang akan diaplikasikan pada eksperimen leaching. Kadar nikel didapat melalui AAS dan XRF untuk menghitung besar respon yaitu leaching efficiency. Data dari faktor dan respon diolah dengan Design-Expert 13 untuk mendapatkan model optimisasi. Model optimisasi digunakan untuk mendapatkan titik optimum suhu dan rasio solid-liquid. Pada penelitian ini, didapatkan kenaikan antara suhu dan leaching efficiency dari 11,75% pada suhu 35,86°C dan 17,57% pada 64,14°C dan terdapat penurunan antara rasio solid-liquid dan leaching efficiency dari 21,38% pada rasio 5,86 g/L dan 21,38% pada 34,14 g/L. Selain itu, tidak didapatkan titik optimum suhu dan rasio solid-liquid karena model yang didapat adalah model linear dan rentang data yang belum cukup.

Nickel is one of the most important metals in our daily lives. Nickel is used for many applications such as plating and cathode for batteries. The decreasing reserve of nickel sulphide ore, which has high-grade nickel, causing extraction of nickel laterite ore, low-grade nickel, to be developed. Citric acid can be used as a leaching reagent with a reaction mechanism. CCD Design can be used to determine the value of factor which is temperature and solid-liquid ratio which will be applied onto the leaching experiment. Nickel content is obtained using AAS and XRF to calculate the value of response which is leaching efficiency. Data gathered from factor and response is processed using Design-Expert 13 to determine its optimization model. Optimization model is used to calculate the optimum point for temperature and solid-liquid ratio. On this research, it is obtained that increasing temperature also increases leaching efficiency from 11,75% at 35,86°C into 17,57% at 64,14°C and increasing solid-liquid ratio decreases leaching efficiency from 21,38% at 5,86 g/L to 21,38% at 34,14 g/L. The optimum point for temperature and solid-liquid ratio can’t be calculated due to the determined model is linear model and data range which isn’t sufficient."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adeline Hyansalem Wicaksono
"Indonesia merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia dengan deposit bijih laterit yang signifikan. Namun, pengolahan bijih laterit masih menghadapi tantangan dalam pemisahan logam bernilai tinggi dari pengotor. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis mixed nickel oxalate dari larutan pelindian bijih laterit menggunakan asam sulfat melalui proses presipitasi bertahap, yang melibatkan natrium karbonat dan asam oksalat. Proses penelitian diawali dengan pelindian bijih laterit menggunakan larutan asam sulfat (H₂SO₄) 2 M pada suhu 90°C dengan variasi waktu pelindian selama 3, 4, dan 5 jam. Larutan hasil pelindian kemudian diproses lebih lanjut melalui presipitasi tahap pertama menggunakan natrium karbonat (Na₂CO₃) hingga pH 4 untuk memisahkan besi, diikuti presipitasi tahap kedua menggunakan asam oksalat (C₂H₂O₄) hingga pH 1–2 untuk menghasilkan mixed nickel oxalate. Produk yang dihasilkan dianalisis menggunakan X-ray Diffraction (XRD), X-ray Fluorescence (XRF), dan Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectroscopy (ICP-OES) untuk mengkarakterisasi struktur kristal, komposisi kimia, dan kandungan logam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimal untuk presipitasi nikel diperoleh pada waktu pelindian 5 jam, dengan kemurnian produk yang tinggi dan pengotor yang minimal.

Indonesia is one of the largest nickel producers in the world, with significant laterite ore deposits. However, processing laterite ore still faces challenges in separating high value metals from impurities. This research aims to synthesize mixed nickel oxalate from the sulfuric acid leach solution of laterite ore through a stepwise precipitation process involving sodium carbonate and oxalic acid. The study begins with leaching laterite ore using 2 M sulfuric acid (H₂SO₄) at 90°C with varying leaching times of 3, 4, and 5 hours. The resulting leach solution is further processed through a first precipitation step using sodium carbonate (Na₂CO₃) to raise the pH to 4-5, separating iron. This is followed by a second precipitation step using oxalic acid (C₂H₂O₄) to adjust the pH to 1–2, producing mixed nickel oxalate. The synthesized product was characterized using X-ray Diffraction (XRD), X-ray Fluorescence (XRF), and Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectroscopy (ICP-OES) to determine its crystal structure, chemical composition, and metal content. The results showed that the optimal conditions for nickel precipitation were achieved at a leaching time of 5 hours, producing a high-purity product with minimal impurities."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Aprialdi
"Nikel laterit merupakan sumber bahan tambang yang sangat penting karena menyumbang 40% produksi nikel dunia. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki sumber cadangan nikel laterit terbesar. Perlakuan proses reduksi pada bijih nikel dapat meningkatkan selektivitas logam nikel. Pengolahan bijih nikel laterit hasil reduksi dapat dilakukan melalui teknik hidrometalurgi dengan atmospheric leaching (pelindian asam atmosferik). Perilaku pelarutan mineral saat proses pelindian dapat diketahui dengan cara studi elektrokimia. Akan tetapi, studi elektrokimia untuk bijih nikel laterit masih sangat jarang dilakukan sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk mempelajari perilaku bijih nikel laterit hasil reduksi saat dilakukan proses pelarutan menggunakan asam sulfat dengan konsentrasi sebesar 1 M, 2 M, 4 M, dan 6 M. Selain itu.
Penelitian ini juga bertujuan untuk menghubungkan hasil metode studi elektrokimia terhadap perilaku nikel laterit hasil reduksi yang dilakukan proses pelarutan. Prosedur penelitian ini meliputi preparasi sampel, karakterisasi sampel, preparasi larutan, serta studi elektrokimia yang terdiri dari Open Circuit Potential (OCP), Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS), dan Linear Sweep Voltammetry (LSV).
Hasil yang didapatkan menunjukkan adanya perbedaan perilaku pada tiap pelarutan, namun sampel selalu mengalami pasivasi. Semakin tinggi konsentrasi asam sulfat, laju korosi yang didapatkan semakin besar dan mempercepat pembentukan lapisan pasif pada permukaan sampel.

Laterite nickel is a very important source of mining material as it accounts for 40% of world nickel production. Indonesia is one of the countries that has the largest source of reserves of laterite nickel. The processing of roasted nickel ore can be carried out through hydrometallurgical techniques by atmospheric acid leaching. Mineral dissolution behavior during leaching process can be known by electrochemical studies. However, electrochemical studies for roasted laterite nickel ore were still very rarely carried out. This research needs to be studied when roasted laterite nickel ore is dissolved using sulfuric acid with a composition of 1 M, 2 M, 4 M, and 6 M.
Other than that, this research also aims to link the results of the electrochemical study method against behavior of laterite nickel which carried out by dissolution process. The procedure of this study such as sample preparation, sample characterization, dissolution preparation, and electrochemical studies consisting of Open Circuit Potential (OCP), Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS), Linear Sweep Voltammetry (LSV).
The results showed difference behavior on each dissolution. Passivation was formed on the surface of samples. Corrosion rate increased as concentration of sulfuric acid was upgraded and accelerating the formation of passive layer on the surface.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maretha Putri Ayu
"Seiring dengan berkembangan teknologi di bidang automotif, penggunaan katalis logam merupakan salah satu hal yang penting karena dapat mempercepat reaksi dan dapat membantu memacu reaksi siklohidrogenasi serta reaksi lainnya seperti pembentukan aromatik. Akibat dari penggunaan katalis tersebut maka limbah katalis hasil proses Catalytic Continuous Reforming sangat banyak ditemukan.
Salah satu logam yang banyak digunakan sebagai katalis dalam proses CCR adalah logam kobalt dengan penambahan logam palladium sebagai promotor. Logam kobalt sebagai bahan dasar utama yang terkandung dalam katalis CCR bila dibiarkan dibuang menjadi limbah akan sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Untuk meminimalisir bahaya tersebut maka diperlukan perolehan kembali logam kobalt dari limbah katalis CCR dengan metode leaching.
Dalam penelitian ini digunakan asam sitrat 0,8 M dengan 2% H2O2 pada kondisi operasi 75oC selama 1,5 jam dapat menghasilkan logam Co 77,78%. Setelah proses leaching dilakukan, untuk mendapatkan logam kobalt dengan kemurnian yang lebih baik maka dilakukan proses ekstraksi cair-cair dengan pH 3,5 dan konsentrasi ekstraktan Cyanex 272 sebesar 0,1 M diperoleh logam Co sebesar 77,80% dari total kobalt hasil leaching.

The usage of metal catalyst is important alongside with recent technology development on automotive sector. Metal catalyst is used to fasten any reaction, such as triggering cyclohydrigenation reaction and aromatics forming. These process, which known as catalytic continous reforming (CCR), produce a lot of catalysts waste.
One of metal catalyst that used in large amount on CCR process is cobalt added by palladium as a promotor. Cobalt, which is used as the main component in CCR catalyst, will be dangerous for health and environment if directly thrown away as a waste. For reducing those danger, cobalt is reused by recovering it from CCR catalyst using leaching method.
In this research, 0.8 M citric acid with 2% H2O2 is used at temperature 75°C within 1.5 hours. This methods could recover 77.78% cobalt from CCR. Purification process is done by liquid-liquid extraction with Cyanex 272 0,1 M at pH 3,5 to gain cobalt with higher purity up to 77.80% of total cobalt from leaching.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faizinal Abidin
"Sulfidasi Selektif bijih nikel laterit jenis limonitik dengan kandungan Fe, Ni, Co dan Mg masing - masing 59,00%, 0,97%, 0,05% dan 1,02% telah dilakukan dengan menambahkan 4% batubara lignite sebagai reduktor dan sulfur sebagai agen sulfidasi dengan variasi penambahan sebesar 0% dan 5% berat. Bijih nikel, batubara dan sulfur dengan ukuran partikel < 149 µm yang telah dicampur dan dibentuk pelet kemudian diroasting menggunakan muffle tube furnace pada temperatur 1000oC selama 60 menit dengan laju pemanasan 10oC/menit. Pendinginan dalam furnace dengan mengalirkan gas N2 sampai temperatur kamar tercapai. Pelet hasil roasting dihaluskan menggunakan pulverizer sampai ukuran partikel < 74 µm diikuti atmospheric leaching menggunakan asam sulfat pada temperatur 50oC selama 60 menit dengan variasi konsentrasi sebesar 1, 2, 4 dan 6 M. Penambahan sulfur 5% mengakibatkan ekstraksi nikel dan kobalt dalam lixiviant menjadi lebih rendah dibandingkan dengan 0% sulfur. Dalam 6 M asam sulfat dihasilkan ekastraksi Ni dan Co masing - masing sebesar 0,20% dan 6,91% pada pelet bijih nikel roasting tanpa sulfur. Eksraksi Ni dan Co dalam lixiviant turun menjadi 0,11% dan 3,34% ketika pada pelet bijih nikel roasting dengan 5% sulfur. Kenaikan konsentrasi asam sulfat cenderung menurunkan ekstraksi Ni dan Co dalam lixiviant tetapi tidak terlalu signifikan. Nikel dan kobalt yang terekstraksi dalam lixiviant relatif sangat kecil, karena umpan yang dileaching mengalami reverse leaching. Penambahan sulfur pada proses roasting pelet bijih nikel menghambat terbentuknya olivine. Fasa - fasa yang tebentuk setelah roasting pada kedua jenis pelet bijih nikel roasting relatif sama yaitu  magnetite (Fe3O4) dan olivine [(Fe,Mg)2SiO4], dengan fasa dominan adalah magnetite. Fasa akhir yang terbentuk pada residu hasil leaching pada kedua jenis pelet adalah magnetite. Penambahan sulfur juga memiliki peran penting dalam aglomerasi metalik yang terlihat pada perbandingan morfologi residu hasil leaching.

Selective sulfidation of limonitic laterite nickel ore with Fe, Ni, Co and Mg content of 59.00%, 0.97%, 0.05% and 1.02% respectively by adding 4% lignite coal as reducing agent and sulfur as a sulfidizing agent with additional variations of 0% and 5% by weight. Nickel ore, coal and sulfur with a particle size of <149 µm which has been mixed and formed by pellets are then roasted using a muffle tube furnace at a temperature of 1000oC for 60 minutes, heating rate is 10oC/minute. Cooled in the furnace by flowed N2 to ambient temperature. Roasted pellets were grinded by pulverizer to particle size <74 µm followed by atmospheric leaching with 1, 2, 4 and 6 M sulfuric acid at 50oC for 60 minutes. Addition of 5% sulphur were shown nickel and cobalt extraction lower compared to 0% sulfur. Nickel and cobalt extraction at 6 M sulfuric acid respectively  0.20% and 6.91% on nickel ore pellets roasted without sulfur. The extraction of Ni and Co in the lixiviant dropped to 0.11% and 3.34% on nickel ore pellets roasted with 5% sulfur. Increasing sulfuric acid concentration tends to decrease the extraction of Ni and Co in the lixiviant but not significant. Nickel and cobalt extracted in the lixiviant are relatively very small, because ore feeds be through reverse leaching.  Addition of sulphur in the nickel ore pellet roasted process inhibits the formation of olivine. The phases formed after roasting in both types of nickel ore pellets are roasted relatively the same, magnetite (Fe3O4) and olivine [(Fe,Mg)2SiO4], dominant phase is magnetite. The final phase formed on the residue from leaching on both types of pellets is magnetite. Addition of sulphur also has an important role in metallic agglomeration seen in the comparison of morphological residues after leaching."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T54354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cika Ramadini
"Energi yang besar diperlukan untuk menghasilkan feronikel melalui proses pengolahan bijih nikel laterit. Pengolahan bijih nikel laterit kadar rendah akan menjadi tidak ekonomis. Saat ini, reduksi selektif dianggap sebagai proses yang potensial untuk menghasilkan nikel berkadar tinggi dalam pembuatan feronikel dan mulai banyak dilakukan penelitian untuk mendapatkan metode reduksi selektif yang ekonomis. Pada penelitian ini digunakan natrium sulfat, natrium karbonat, dan natrium klorida sebagai aditif dengan variasi dosis 5, 10, dan 15 berat. Batu bara antrasit dari Padang digunakan sebagai reduktor pada penelitian ini sebanyak 5 berat. Reduksi dilakukan pada variasi temperatur 950, 1050, dan 1150oC selama 60 menit. Proses separasi magnetik basah dengan kekuatan magnet 500 Gauss dilakukan pada tahapan setelah reduksi selektif untuk memisahkan konsentrat feronikel yang bersifat magnetik dan tailing pengotor yang bersifat non-magnetik. Karakterisasi bijih laterit hasil reduksi dilakukan menggunakan X-ray Diffraction XRD , mikroskop optik, dan Scanning Electron Microscope SEM yang dilengkapi Energy Dispersive X-ray Spectroscopy EDS . Konsentrat dan tailing hasil separasi magnetik diidentifikasi menggunakan X-ray Fluororescene XRF . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada penambahan 15 berat aditif dengan variasi temperatur reduksi, terlihat bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada kadar nikel yang dihasilkan dari proses separasi magnetik. Kadar nikel optimum didapatkan pada temperatur reduksi 1150 C dengan nilai 15,06 untuk penambahan aditif natrium sulfat; 2,18 untuk penambahan aditif natrium karbonat; dan 2,27 untuk penambahan aditif natrium klorida. Pada reduksi selektif yang dilakukan pada temperatur reduksi 1150 C selama 60 menit dengan variasi penambahan persentase berat aditif, terlihat bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada kandungan nikel. Dosis aditif optimum untuk masing-masing aditif diperoleh pada penambahan 15 berat.

The extraction process of lateritic nickel ores to produce ferronickel required high energy. It will not be economical to process low grade lateritic nickel ores. Nowadays, selective reduction process is being a potential process to produce high grade nickel from low grade nickel ores and there are many reasearches to gain an economical method of this process. The recent work used sodium sulfate, sodium carbonate, and sodium chloride as additives with the variative dossage of 5, 10, and 15w.t. Antrachite coal from Padang used as reductant with the dossage of 5w.t. The reduction was done with variation reduction temperature of 950, 1050, and 1150oC for 60 minutes. Wet magnetic separation process was done afterwards to separate the magnetic particle feronickel as concentrate and the non magnetic particle gangue as tailing. It was done by 500 Gauss of magnet. The caracterization of reduced ore had been done using X ray Diffraction XRD, optical microscope, and Scanning Electron Microscope SEM completed by Energy Dispersive X ray Spectroscopy EDS. Concentrate and tailing of magnetic separation process had been observed by X ray Fluororescene XRF . The results of the recent work shows that the addition of 15w.t. of additive with the variation of reduction temperature obtained significantly increasing of nickel grade from magnetic separation process. The optimum nickel grade from the reduction temperature of 1150 C are 15,0625 for the addition of sodium sulfate, 2,1855 for the adition of sodium carbonate, and 2,2695 for the addition of sodium chloride. The result of selective reduction process at the reduction of temperature of 1150 C for 60 minutes with variation of additive dossage shows that the optimum dossage for each additive is 15w.t. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairina Shauma Amanati
"

Pada industri terutama industri pengolahan minyak bumi, katalis yang banyak digunakan adalah katalis berbasis nikel salah satunya NiO/Al2O3. Di Pertamina Balongan RU VI untuk proses hydrotreating, limbah katalis yang dihasilkan mencapai angka 1000 ton per tahunnya. Padahal limbah katalis ini merupakan salah satu isu lingkungan karena termasuk kedalam golongan limbah B3. Kandungan nikel yang terdapat dalam limbah katalis hydrotreating mencapai angka 72438,59 mg/kg dan hal ini menyebabkan perlunya tindakan perolehan kembali atau recovery. Selain untuk kepentingan lingkungan, logam nikel juga dikategorikan berharga dengan harga per kilogramnya sebesar Rp 239.132. Metode yang dilakukan untuk memperoleh kembali logam nikel dari limbah yaitu dengan proses leaching dan dilanjutkan dengan ekstraksi cair-cair, karena metode ini dikenal sebagai metode yang efektif dalam me-recovery logam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses leaching mencapai nilai optimum dengan menggunakan asam sitrat 1.5 M dan suhu 80°C selama 2 jam dengan persentase leaching sebesar 82,06%. Sedangkan kondisi optimum yang diperoleh dari proses ekstraksi cair-cair menggunakan 40% LIX 84-ICNS, rasio fasa ekstraktan/fasa internal: 1/1, pH 7 dan kecepatan pengadukan 750 rpm selama 10 menit mampu menghasilkan persentase ekstraksi sebesar 89,29%


In industry, especially in oil and gas industry, catalyst is widely used in order to enhance the process and optimize the production. One of the commonly used catalyst nickel-based catalyst, which is NiO/Al2O3. In Pertamina RU VI Balongan, this catalyst is used for the hydrotreating process, and it annually generates 1000 tons per year. This catalyst is being one issues since nickel is categorized as B3 waste. The nickel contained in hydrotreating spent catalyst is 72438,59 mg/kg and this led us the need to recover nickel metal from catalyst waste. In addition, nickel is also considered as valuable metal with a price per kilogram of Rp 239,132. The effective method used to recover nickel metal from waste is by leaching and continued with liquid-liquid extraction. The results showed that the leaching process reached the optimum value by using 1.5 M citric acid and 80°C for 2 hours resulting a leaching percentage of 82.06%. While the optimum conditions obtained from the liquid-liquid extraction process using 40% LIX 84-ICNS, the extraction phase / internal phase: 1/1, pH 7 and stirring speed of 750 rpm for 10 minutes were able to produce an extraction percentage of 89,29%.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naufal Muhadzib Rafif
"ABSTRAK
Bio Metal-organic Framework (MOF) adalah bahan berpori yang terbentuk dari kombinasi ion logam dan ligan organik. Asam sitrat adalah senyawa organik lemah yang dapat ditemukan dalam daun dan buah jeruk. MOF memiliki banyak fungsi, salah satunya bertindak sebagai bahan adsorben. Kami telah mensintesis dan mengkarakterisasi MOF menggunakan logam kromium nitrat dan ligan asam sitrat. Sintesis dilakukan melalui metode reaksi hidrotermal menggunakan KOH dan Etanol serta dengan rasio logam terhadap ligan 0.6:1; 1:2; 1:2.5 dan 1:3. Sintesis dilakukan pada temperatur puncak 120 oC selama 30 menit dan ditahan pada temperatur tersebut selama 48 jam. Karakterisasi MOF dilakukan dengan Brunauer-EmmettTeller (BET), X-ray difraksi (XRD), scanning electron microscope (SEM), analisis termogravimetri (TGA), dan analisis Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR). Pengujian BET dilakukan dengan variasi kondisi degasing dan menggunakan empat material dengan perbandingan molar logam dan ligan yang berbeda-beda. Dalam percobaan ini diperoleh luas permukaan paling besar 49m2/g. Pengujian adsorpsi dilakukan pada temperatur 27oC, 40oC dan 55oC dengan variasi tekanan 10, 15, 20, 30, dan 40 bar. Hasil adsorpsi paling besar terjadi pada temperatur 27oC pada tekanan 40bar. Korelasi adsorpsi dilakukan dengan menggunakan persamaan Langmuir, Toth, dan Dubinin-Astakhov. Persamaan Dubinin-Astakov dengan nilai deviasi paling rendah (8%) digunakan untuk perhitungan panas adsorpsi. Semakin tinggi temperatur adsorpsi, semakin tinggi panas adsorpsi yang dihasilkan. Semakin besar jumlah adsorbat yang terserap, panas adsorpsi yang dihasilkan semakin rendah. Dengan semakin rendahnya nilai panas adsorpsi, maka semakin rendah juga biaya regenerasi material tersebut dan semakin tinggi nilai penghematan energi pada proses adsorpsi.

ABSTRACT
Bio Metal-organic framework (MOF) is a porous material formed from a combination of metal ions and organic ligands. Citric acid is a weak organic compound that can be found in citrus leaves and fruit. MOF has many functions, one of which acts as an adsorbent material. We have synthesized and characterized MOF based on metal chromium nitrate and citric acid ligands. Synthesis is carried out through the hydrothermal reaction method using KOH and Ethanol as well as with a ratio of metals to ligands of 0.6:1; 1:2; 1:2.5 and 1:3. Synthesis was carried out at a peak temperature of 120oC for 30 minutes and held at that temperature for 48 hours (Material B). MOF characterization was carried out with Brunauer-Emmett Teller (BET), X-ray diffraction (XRD), scanning electron microscope (SEM), thermogravimetric analysis (TGA), and Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) analysis. BET characterization is done by varying the degassing conditions and using four materials with different metal and ligand molar ratio. In this experiment, the largest surface area was 49m2/g. Adsorption testing is carried out at temperatures of 27oC, 40oC and 55oC with pressure variations of 10, 15, 20, 30, and 40 bar. The highest adsorption results occur at 27oC at a pressure of 40bar. The adsorption correlation was performed using the Langmuir, Toth, and Dubinin Astakhov equations. The Dubinin-Astakov equation with the lowest deviation (8%) is used to calculate the heat of adsorption. The higher the adsorption temperature, the higher the adsorption heat produced. The greater the amount of adsorbate absorbed, the lower the heat of adsorption produced. The lower isosteric heat adsorption value, the lower regeneration cost and high efficiency energy in adsorption process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>