Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139135 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitriyani
"Treatment Planning System (TPS) merupakan kunci dalam keberhasilan pengobatan radioterapi eksternal, yang secara langsung berdampak pada kualitas rencana perawatan dan ketepatan perhitungan dosis dalam perencanaan. Keluaran dari hasil perencanaan pada TPS berupa kurva DVH. DVH menjadi acuan dalam melihat penyebaran dosis pada target maupun organ sehat. Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan antara DVH hasil dari TPS dengan DVH hasil dari perhitungan analitik. Perbandingan DVH dilakukan dengan langkah awal membuat objek simulasi berupa fantom virtual menggunakan program Matlab dengan berbagai bentuk geometri, yaitu bola, kubus, dan silinder. Perencanaan terhadap objek simulasi dilakukan dengan menggunakan TPS Eclispe. Dari hasil perencanaan dengan menggunakan TPS Eclispe dan hasil perhitungan analitik, diperoleh perbedaan nilai tertinggi terdapat pada objek simulasi kubus untuk penyinaran 1 lapangan, dan pada objek simulasi silinder pada penyinaran 4 lapangan. Sementara pada perbandingan nilai Dmaks dan Dmin, perbedaan terbesar terdapat pada nilai Dmin dengan penyimpangan tertinggi berada pada objek simulasi kubus dan silinder. Tidak terdapat nilai yang sama pada perencanaan ini untuk semua objek simulasi.

Treatment Planning System (TPS) is the key to success of external radiotherapy treatment, which directly impacts the quality of treatment planning and the accuracy of dose calculation in planning. The output of the planning results at the TPS consists of the DVH curve. DVH is the target in looking at the distribution of doses to target and organ at risk. In this study, an experiment was conducted between DVH results from TPS and DVH results from analytical calculation. DVH comparison is done with the initial step of making simulation objects using virtual phantoms using the Matlab program with various geometric shapes, namely are sphere, cube, and cylinder. Planning of the simulation object is done using Eclispe TPS. From the results of planning using TPS Eclispe and analytical calculation results, the value of the assessment of the cube simulation object is obtained for 1 field illumination, and for cylinder simulation objects in 4 fields irradiation. While in determining the value of Dmax and Dmin, the biggest difference is the value of Dmin with the highest deviation in the comparison object of the cube and the cylinder. There are no equal values in this plan for all simulation objects."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T55297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwandi
"Treatment Planning System (TPS) merupakan modalitas penting yang menentukan outcome radioterapi. TPS memerlukan input beam data yang diperoleh melalui komisioning yang panjang dan berpotensi terjadi kesalahan. Kesalahan pada tahap ini mengakibatkan terjadinya kesalahan sistematis yang berimplikasi pada kesalahan dosis yang diterima target tumor. Tujuan penelitian ini adalah melakukan verifikasi dosimetri TPS untuk mengetahui rentang deviasi antara dosis hasil perhitungan TPS dengan dosis hasil pengukuran di dalam fantom inhomogen. Penelitian menggunakan obyek uji berupa fantom CIRS model 002LFC yang merepresentasikan thoraks manusia dengan mensimulasikan seluruh tahapan radioterapi berkas eksternal. Fantom dipindai menggunakan CT Scanner, membuat dan mengevaluasi 8 kasus uji yang hampir sama dengan kondisi di praktek klinik, diujikan pada empat center radioterapi. Pengukuran dosis titik menggunakan bilik ionisasi 0,6 cm3. Dosis hasil perhitungan TPS dan dosis hasil pengukuran di fantom dibandingkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar deviasi pada seluruh kasus uji di keempat center radioterapi berada di dalam rentang toleransi dengan rata-rata deviasi pada center 1, 2, 3 da 4 berturut-turut sebesar -0.17 ± 1.59 %, -1.64 ± 1.92 %, 0.34 ± 1.34 % dan 0.13 ± 1.81 %. Besarnya deviasi di luar rentang toleransi umumnya ditemukan pada kasus uji menggunakan alat pembentuk berkas, menggunakan berkas tengensial dan pada material inhomogen. Dosis hasil pengukuran pada titik nomor 10 (material ekuivalen tulang) pada umumnya cenderung lebih tinggi daripada dosis hasil perhitungan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semua unit TPS menunjukkan performa yang baik. Algoritma Superposisi memiliki performa kurang baik dibandingkan dengan algoritma Konvolusi maupun Analytic anisotropic algorithm (AAA) dengan rata-rata deviasi berturut-turut sebesar -1.64 ± 1.92 %, -0.17 ± 1.59 % dan -0.27 ± 1.51 %.

The Treatment Planning System (TPS) is an important modality that determines radiotheraphy outcome. TPS requires input beam data obtained through a long commissioning and potentially error occured. Error in this step may result in systematic error which have implication to inacurrate dose in tumor target. The aim of this study to verify the TPS dosimetry to know deviation range between calculated and measurement dose in inhomogen phantom. This research used CIRS phantom 002LFC representing the human thorax and simulated all external beam radiotherapy stage. Phantom was scanned using CT Scanner and planned 8 test case that were similiar to those in clinical practice situation was made, tested in four centers of radiotheraphy. Dose measurement using 0,6 cc ionization chamber. Calculated and measured dose were compared.
The results of this study showed that generally, deviation of all test case at all four centers was within agreement criteria with average deviation about -0.17 ± 1.59 %, -1.64 ± 1.92 %, 0.34 ± 1.34 % dan 0.13 ± 1.81 %. The deviation out of tolerance commonly were found on test case using beam modifier, tangential incidence beam and at inhomogen material. Generally, measured dose at point 10 (bone equivalent material) tend to be larger than the calculated dose.The conclusion of this study was all TPS involved in this riset showed good performance. The Superposition algorithm showed rather poor performance than either Analytic Anisotropic Algoritm (AAA) and Convolution algorithm with average deviation about -1.64 ± 1.92 %, -0.17 ± 1.59 % dan -0.27 ± 1.51 % respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T45644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wiwid Wicaksono
"Simulasi Pengukuran Treatment Planning System (TPS) menggunakan software ISIS berbasis Operting system LINUX, dan Pengukuran Dosis menggunakan Pesawat Cobalt-60 dengan Detektor bilik Ionisasi farmer 2571 menggunakan Phantom Air berukuran 32 x 32 x 32 cm3 dosis Referensi sebesar 1 Gy pada kedalaman 5 cm dari permukaan. Teknik Source Axis Distance (SAD) pada jarak 80 cm dengan variasi Luas Lapangan 5 x 5 cm2, 10 x 10 cm2,15 x 15 cm2 (untuk lapangan terbuka), 15 x 10 cm2 (menggunakan wedge) dan Variasi kedalaman 2,5 cm, 5 cm, 10 cm, menghasilkan pengukuran distribusi dosis tidaklah beraturan, khususnya untuk posisi off axis, sehingga mutlak diperlukan simulasi pada TPS untuk perhitungan setiap dosis.

Treatment Planning System (TPS) measurement simulation uses LINUX based Operating System ISIS software, and Dosage Measurement of Cobalt-60 instrument with Farmer 2571 Ionization Chamber Detector uses the Phantom Air measuring 32 x 32 x 32 cm3 with 1 Gy reference dosage at 5 cm depth from surface. Source Axis Distance (SAD) technique at a distance of 80 cm with Field Size variations of 5 x 5 cm2, 10 x 10 cm2, and 15 x 15 cm2 (all for open field), and 15 x 10 cm2 (using wedge) and depth variations of 2.5 cm, 5 cm and 10 cm provides unconsider measurement then TPS Simulation very important every dosis calculation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
S28577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taqiyudin Fadhilah
"Prostat menjadi salah satu penyakit berbahaya yang mematikan bagi pria di dunia. Pengobatan menggunakan terapi radiasi menjadi salah satu pilihan utama pada kanker prostat. Metode 3DCRT dan IMRT digunakan dalam perencanaan terapi radiasi untuk kanker prostat dengan Linac sebagai modalitas penyinaran yang berenergi 6X dengan dosis per fraksi berjumlah 2,5 Gy dan fraksi yang digunakan berjumlah 30. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk verifikasi distribusi dosis radioterapi antara teknik 3DCRT dengan teknik IMRT untuk terapi kanker prostat dengan simulasi Monte Carlo menggunakan EGSnrc. 3DCRT menggunakan 4 lapangan dan IMRT menggunakan 5 lapangan untuk terapi. Hasil penelitian memperlihatkan transpor dosis yang bergerak untuk masing-masing lapangan dan terdistribusi pada organ target dan menunjukkan distribusi dosis pada PTV dan OAR (rectum dan bladder). Passing rate gamma index yang diperoleh untuk 3DCRT dan IMRT masing-masing sebesar 72,31 % dan 71,34% dimana masih belum mencapai passing rate yang ideal baik pada 3DCRT maupun IMRT.

Prostate is one of the most deadly diseases for men in the world. Treatment using radiation therapy is one of the main options for prostate cancer. The 3DCRT and IMRT methods are used in planning radiation therapy for prostate cancer with Linac as the radiation modality with 6X energy with a dose per fraction of 2.5 Gy and the fraction used is 30. The purpose of this study is to verify the radiotherapy dose distribution between the 3DCRT technique and the IMRT technique for the treatment of prostate cancer with Monte Carlo simulation using EGSnrc. 3DCRT uses 4 fields and IMRT uses 5 fields for treatment. The results showed that the dose transport moved for each field and was distributed to the target organ and showed the dose distribution on PTV and Organ at Risk (rectum and bladder). The passing rate gamma index obtained (72,31% for 3DCRT and 71,34% for IMRT) has not yet reached the ideal passing rate for both 3DCRT and IMRT."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Apriliani Syaridatul Mu`minah
"ABSTRAK
DSSuperDose v.1.0 merupakan sebuah in-house Treatment Planning System (TPS) yang dikembangkan oleh Laboratorium Fisika Medis dan Biofisika (LFMB) Universitas Indonesia sebagai suatu perangkat lunak perencanaan terapi pesawat teleterapi cobalt-60. Validasi in-house TPS menjadi parameter penting dalam prosedur jaminan kualitas suatu perangkat lunak perencanaan radioterapi. Verifikasi perhitungan manual, perbandingan dengan ISIS TPS, dan pengukuran dosis serap untuk berbagai kondisi berkas dilakukan terhadap tiga unit pesawat teleterapi cobalt-60. Pengukuran dosis serap dilakukan dengan teknik penyinaran SSD tetap, menggunakan detektor bilik ionisasi di titik pengukuran pada sumbu pusat berkas pada media fantom air. Pengolahan data dan evaluasi dilakukan berdasarkan rekomendasi IAEA dalam TRS 430. Performa in-house TPS optimal untuk memberikan perencanaan terapi teknik SSD tetap pada kondisi berkas terbuka dan penggunaan tray yaitu untuk kedalaman hingga 10 cm (≤ 10 cm), dan ukuran lapangan antara 5×5 hingga 20×20 cm2, sementara untuk penggunaan wedge adalah ukuran lapangan yang lebih kecil dari ukuran dimensi fisik wedge. Perhitungan waktu penyinaran oleh in-house TPS juga menunjukkan kesesuaian yang cukup baik terhadap perhitungan waktu penyinaran oleh ISIS TPS yaitu mencapai 96 %. Dengan demikian, in-house TPS ini sudah cukup akurat sebagai suatu perangkat lunak perencanaan terapi. Akurasi perhitungan in-house TPS dipengaruhi data masukan (input) berkas TPS yang digunakan sebagai basic beam data, dan algoritma perhitungan dalam TPS

ABSTRACT
DSSuperDose v.1.0 is an in-house Treatment Planning System (TPS) developed by Medical Physics and Biophysics Laboratory (LFMB) University of Indonesia as a treatment planning software for cobalt-60 teletherapy unit. Performance validation of TPS calculation is an essensial part in quality assurance (QA) of computerized planning systems for radiotherapy. Verification through manual calculations, comparison to ISIS TPS, and measurements of absorbed dose for varied beam conditions was performed with three teletherapy units. Absorbed dose were measured at central beam axis with an ionization chamber in water phantom. Data evaluation based on IAEA recommendation in TRS 430. In-house TPS gives optimal planning for open and tray beam conditions with depth of isocenter less than 10 cm (≤ 10 cm), and field size 5×5 until 20×20 cm2, while for wedge beam conditions with field size less than the physical size of wedge. Comparison of in-house TPS and ISIS TPS demonstrated a good match of 96 %. From the results, it is concluded that in-house TPS is accurate for treatment planning software of radiotherapy. Accuration of in-house TPS affected by basic beam datas, and calculation algorithm"
2015
S60175
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Evi Pratiwi
"Linac Elekta Versa HD memiliki mode khusus pada berkas elektron energi 6 dan 10 MeV yang disebut mode High Dose Rate Electron (HDRE). Berkas elektron mode HDRE dapat menghasilkan dosis serap sepuluh kali lebih besar dari mode standar pada energi yang sama. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran dosis serap ke air pada berkas elektron mode standar dan HDRE menggunakan protokol modifikasi kalibrasi dan protokol kalibrasi yang sudah banyak digunakan di seluruh dunia yaitu International Atomic Energy Agency Technical Report Series 398 (TRS-398) dan American Association of Physics in Medicine Task Group 51 (TG-51). Pada Institusi 1 digunakan detektor ionisasi silinder PTW 30013 dan detektor ionisasi plane-parallel PTW Roos yang dihubungkan dengan elektrometer PTW Unidos Romeo. Pada Institusi 2 digunakan detektor ionisasi silinder IBA FC65P, IBA CC13 dan detektor ionisasi plane-parallel IBA PPC40 yang dihubungkan dengan elektrometer IBA Dose 1. Modifikasi kalibrasi menggunakan detektor ionisasi silinder dan plane-parallel menggunakan faktor konversi kualitas berkas dari hasil perhitungan menggunakan Monte Carlo. Pada Institusi 1 (PTW 30013 dan PTW Roos), faktor koreksi ion rekombinasi pada mode HDRE lebih besar dibandingakan mode standar dengan diskrepansi 5,00 – 5,33% dan 4,52 – 5,06% sedangkan pada Institusi 2 (IBA FC65P, IBA CC13 dan IBA PPC40) secara berturut-turut memiliki diskrepansi 3,22 – 3,51%, 2,88 – 3,04% dan 0,77 – 0,87%. Faktor konversi kualitas berkas pada penelitian ini menunjukan nilai yang seragam yaitu > 1,00. Pada Institusi 1 (PTW 30013 dan PTW Roos) nilai rasio dosis antara modifikasi kalibrasi dan IAEA TRS-398 memperoleh nilai rasio dosis minimum pada 1,006 dan 1,000 sedangkan rasio dosis maksimum 1,019 dan 1,023. Institusi 2 (IBA FC65P, IBA CC13 dan IBA PPC40) memperoleh nilai rasio dosis minimum pada 1,009, 1,002 dan 1,010 sedangkan rasio dosis maksimum pada 1,023, 1,009 dan 1,030. Pada Institusi 1 rasio dosis antara modifikasi kalibrasi dan AAPM TG-51 memperoleh rasio dosis minimum pada 1,011 dan 0,994 sedangkan rasio dosis maksimum pada 1,016 dan 1,015. Pada Institusi 2 memperoleh rasio dosis minimum pada 1,000, 0,995 dan 1,003 sedangkan rasio dosis maksimum pada 1,008, 1,000 dan 1,022.

Elekta Versa HD linear accelerator has a special mode for electron beam of 6 and 10 MeV called High Dose Rate Electron (HDRE) mode. HDRE mode electron beam could generate an absorbed dose ten times greater than the standard mode electron beam at the same energy. In this study, electron beam output calibration will be measured in standard and HDRE mode using modified calibration protocol compared to calibration protocol widely used throughout the world, International Atomic Energy Agency Technical Report Series 398 (TRS-398) and American Association of Physics in Medicine Task Group 51 (TG-51). This study was performed using Elekta Versa HD Linear Accelerator electron beams with energies 6 and 10 MeV with standard and HDRE mode. Center 1 used PTW 30013 and PTW Roos connected to a PTW Unidos Romeo electrometer. Center 2 used IBA FC65P, IBA CC13 and IBA PPC40 connected to IBA Dose 1 electrometer. The modified calibration using cylindrical and plane-parallel chambers with updated based on Monte Carlo calculations. The dose ratio of the modified calibration, TRS-398 and TG-51 were comparing at the dose at the maximum depth. The recombination ion correction factor in HDRE mode is greater than standard mode in Center 1 (PTW 30013 and PTW Roos) have a discrepancy 5,00 – 5,33% and 4,52 – 5,06%, respectively. Center 2 (IBA FC65P, IBA CC13 and IBA PPC40) have a discrepancy 3,22 – 3,51%, 2,88 – 2,04% and 0,77 – 0,87%, respectively. Beam quality conversion factor in the modified calibration is a function of . The result of calculating the beam quality conversion factor for modified calibration in this study produced uniform value of > 1.00. The dose ratio between modified and TRS-398 protocol at Center 1 on PTW 30013 and PTW Roos has a minimum dose ratio at 1,006 and 1,000 and a maximum dose ratio at 1,019 and 1,023. Meanwhile, Center 2 on IBA FC65P, IBA CC13 and IBA PPC40 has a minimum dose ratio at 1,009, 1,002 and 1,010 and maximum dose ratio at 1,023, 1,009 and 1,030. The result of the dose ratio between the modified calibration and TG-51 protocols at Center 1 on PTW 30013 and PTW Roos has a minimum dose ratio at 1,011 and 0,994 and a maximum dose ratio at 1,016 and 1,015. Center 2 provided the result on IBA FC65P, IBA CC13 and IBA PPC40 has a minimum dose ratio at 1,000, 0,995 and 1,003 and a maximum dose ratio at 1,008, 1,000 and 1,022."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Faqih
"Terapi radiasi berperan dalam mengobati kanker dengan keberhasilannya bergantung pada penentuan dosis radiasi yang tepat untuk setiap pasien. Penelitian ini memperkenalkan sebuah metode yang menggunakan pembelajaran dan Convolutional Neural Network (CNN) dengan arsitektur VGGNet untuk meramalkan dosis radiasi yang optimal dalam perencanaan pengobatan. Dengan memanfaatkan kemampuan VGGNet dengan jaringan konvolusi dalam yang terkenal karena kesederhanaan dan kedalamannya, model dilatih pada data hasil terapi radiasi. Evaluasi kinerja model menunjukkan akurasi dalam prediksi. Bidang ini menyoroti potensi pemanfaatan teknik pembelajaran untuk mempersonalisasi dan meningkatkan pengobatan kanker terutama yang berkaitan dengan perencanaan dosis radiasi yang presisi. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada Perhitungan CI (Conformity Index) dan HI (Homogeneity Index). Pembangunan modelnya diawali dengan mengkondisikan data yang berasal dari MRCCC yang terdapat radiomic, dosiomic. Data dosiomic akan digunakan untuk mencari index tersebut, dengan membaca csv ke dalam environment model dan membangun modelnya sesuai tipe data yang terdapat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model VGGNet mencapai CI rata-rata 0,86 dan HI rata-rata 0,07. CI yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa distribusi dosis tidak sepenuhnya sesuai dengan volume target, sementara HI menunjukkan distribusi dosis yang cukup homogen dalam volume target. Metode yang menggunakan CNN dengan arsitektur VGGNet menunjukkan potensi besar dalam memprediksi dosis radiasi yang optimal dan meningkatkan personalisasi pengobatan kanker.

Radiation therapy plays a role in treating cancer with its success depending on determining the right radiation dose for each patient. This research introduces a method that uses learning and Convolutional Neural Network (CNN) with VGGNet architecture to forecast the optimal radiation dose in treatment planning. By utilizing the capabilities of VGGNet with deep convolutional networks that are well-known for their simplicity and depth, the model is trained on radiation therapy outcome data. Evaluation of the model performance showed accuracy in prediction. This field highlights the potential of utilizing learning techniques to personalize and improve cancer treatment especially with regard to precision radiation dose planning. This research will focus on the calculation of CI (Conformity Index) and HI (Homogeneity Index). The construction of the model begins with conditioning the data coming from MRCCC which contains radiomic, dosiomic. Dosiomic data will be used to find the index, by reading csv into the model environment and building the model according to the data type contained. The results showed that the VGGNet model achieved an average CI of 0,86 and an average HI of 0,07. CI less than 1 indicates that the dose distribution does not fully match the target volume, while HI indicates a fairly homogeneous dose distribution within the target volume. Methods using CNN with VGGNet architecture show great potential in predicting optimal radiation dose and improving the personalization of cancer treatment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rendra Dandi Sugandi
"Radioterapi merupakan pengobatan kanker yang menggunakan radiasi pengion untuk mematikan sel kanker tanpa akibat fatal pada jaringan sehat di sekitarnya untuk tujuan kuratif maupun paliatif. 3D-CRT menjadi salah satu teknik yang digunakan untuk penyinaran kanker dengan IMRT dan VMAT sebagai pengembangan teknik radiasi dengan memvariasikan modulasi lapangan dan gantry. Oleh karena itu, prosedur patient-specific quality assurance (PSQA) dibutuhkan untuk memverifikasi dosis perencanaan dengan dosis yang disampaikan ke pasien. PRIMO adalah program simulasi Monte Carlo yang dapat digunakan dalam verifikasi dosimetri plan treatment (TPS) radioterapi dengan cara menghitung distribusi dosis radiasi dan membandingkannya dengan hasil pengukuran. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa TPS dan membandingkan hasil perhitungan distribusi dosis TPS dengan simulasi PRIMO Monte Carlo. Perencanaan 3D-CRT, IMRT, dan VMAT dilakukan menggunakan Rando breast phantom pada TPS, kemudian distribusi dosis dibandingkan dengan hasil simulasi PRIMO untuk mendapatkan nilai HI dan CI, serta dapat mengevaluasi dose constraint pada OAR. Evaluasi dosimetrik dosis dari simulasi rekonstruksi pada volume target menghasilkan nilai HI sebesar 0,16 hingga 0,20 untuk perencanaan 3D, 0,08 hingga 0,40 untuk perencanaan IMRT dan 0,14 hingga 0,82 untuk perencanaan VMAT. Serta nilai CI sebesar 0,93 hingga 0,95 untuk perencanaan 3D, 0,81 hingga 0,99 untuk perencanaan IMRT dan 0,67 hingga 0,95 untuk perencanaan VMAT. Perbandingan antara TPS dan Monte Carlo menunjukkan bahwa PSQA yang dilakukan pada 3D-CRT memiliki deviasi HI dan CI yang lebih kecil daripada IMRT dan VMAT. Namun, terdapat penurunan HI dan CI yang signifikan pada simulasi perencanaan IMRT dan simulasi berkas Dynalog VMAT. Dosis yang diterima pada OAR masih berada dalam ambang batas penerimaan yang menandakan sparing yang baik pada jaringan sekitar. Untuk prosedur PSQA, teknik 3D-CRT masih menjadi yang paling aman karena tingkat kompleksitasnya yang lebih rendah dibandingkan dengan IMRT dan VMAT, namun tidak menutup kemungkinan bahwa distribusi dosis yang dihasilkan lebih merata.

Radiotherapy is a cancer treatment that uses ionizing radiation to kill cancer cells without fatal consequences to surrounding healthy tissue for curative and palliative purposes. The 3D-CRT is one of the techniques used for irradiation with IMRT and VMAT as an advanced radiation technique, where radiation doses are administered using variated beam modulation and gantry. Therefore, a patient-specific quality assurance (PSQA) procedure is needed to ensure the accuracy of the treatment plan. PRIMO is a Monte Carlo simulation program that can be used in the verification of radiotherapy treatment plan (TPS) by calculating and comparing the dose distribution with the measurement. This study aims to evaluate the performance of the TPS and compare the results of the TPS dose distribution calculation with the PRIMO Monte Carlo simulation. The planning of 3D-CRT, IMRT, and VMAT was carried out using Rando breast phantom at TPS, and then the dose distribution was compared with the results of PRIMO simulation to obtain HI and CI values and evaluate the dose constraint on OAR. Dosimetric evaluation of the dose from the reconstruction simulation at the target volume resulted in an HI value of 0.16 to 0.20 for 3D planning, 0.08 to 0.40 for IMRT planning, and 0.14 to 0.82 for VMAT planning. As well as a CI value of 0.93 to 0.95 for 3D planning, 0.81 to 0.99 for IMRT planning, and 0.67 to 0.95 for VMAT planning. The TPS and Monte Carlo comparison shows that the PSQA conducted on 3D-CRT has a smaller HI and CI deviation than IMRT and VMAT. However, there was a significant decrease in HI and CI in IMRT planning simulations and Dynalog VMAT file simulations. The dose received at OAR is still within the dose threshold tolerances, indicating good sparring in the surrounding tissues. For the PSQA procedure, the 3D-CRT technique is still the safest due to its lower level of complexity compared to IMRT and VMAT, but the resulting dose distribution may be more even."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>