Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ilma Ramadhani
"ABSTRAK
Dalam hubungan media dan demonstrasi, media memainkan peran yang dapat berpengaruh dalam menentukan keberhasilan gerakan sosial ini. Hal ini bergantung pada cerita yang ditonjolkan dalam pemberitaan demonstrasi. Apabila media merepresentasikan demonstrasi dengan menyajikan cerita seputar kerusuhan, betrok, dampak buruk, dan menjauh dari isu utama demonstrasi, maka hal ini dapat menyebabkan delegitimasi pada demonstrasi. Hal ini sesuai dengan temuan Douglas McLeod mengenai yang menjelaskan bagaimana media lebih cenderung memfokuskan pada kerusuhan, bentrok, dan aspek negatif dalam demonstrasi. Hal tersebut terjadi, karena cerita yang bersifat negatif atau menakutkan memenuhi kriteria, yang menguntungkan bagi media. Selain berdampak pada keberhasilan, liputan media yang sedemikian rupa juga dapat mengkonstruksi realita yang berdampak pada pemetaan apa yang dianggap sebagai masalah dan dan berpengaruh pada bagaimana demonstrasi dimaknai. Menggunakan metode analisis isi kualitatif dengan perangkat analisis framing Entman, penelitian ini akan mengeksplorasi bagaimana masalah ini terjadi pada CNN Indonesia dalam memberitakan demonstrasi mahasiswa penolakan revisi UU KPK & RKUHP. Hasil analisis pada 22 video pemberitaan demonstrasi menunjukkan bahwa framing CNN Indonesia mendukung temuan Douglas McLeod mengenai protest paradidengan penekanan pada aspek di luar isu utama demonstrasi, dan menggambarkan demonstrasi sebagai masalah dan hal yang negatif.

ABSTRACT
In media relations and demonstrations, media play a role that can influence the success of this social movement. This depends on the story highlighted in the demonstration coverage. If the media represent a demonstration by presenting stories about riots, bureaucracy, adverse effects, and moving away from the main issue of the demonstration, then this can cause delegitimization of the demonstration. This is consistent with Douglas McLeod's findings on the protest paradigm which explains how the media are more likely to focus on riots, clashes, and negative aspects of demonstrations. This happens, because stories that are negative or scary meet the news value criteria, which are beneficial for the media. In addition to having an impact on success, media coverage in such a way can also construct realities that have an impact on the mapping of what is considered a problem and affect how demonstrations are described. By using a qualitative content analysis method on the Entman framing analysis tool, this study will explore how this problem occurs with CNN Indonesia in reporting student demonstrations against the revision of the KPK & RKUHP Law. The analysis of 22 demonstration reporting videos shows that CNN Indonesia's framing, supports Douglas McLeod's findings on the 'protest paradigm' with an emphasis on aspects outside the main issue of the demonstration, and describes the demonstration as a problem and negative."
2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizh Manarul Hidayat
"Tulisan ini membahas wacana argumentatif dalam ceramah para ulama Indonesia tentang hukum demonstrasi. Argumen tersebut dibagi menjadi dua sudut pandang, yaitu argumen prodemonstrasi dan argumen kontrademonstrasi. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan perbedaan unsur-unsur argumentasi yang dibangun oleh para ulama dalam pendapatnya tentang hukum demonstrasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Sumber data yang digunakan berasal dari video-video ceramah dalam laman YouTube dengan tiga kriteria: 1) video berdurasi tidak lebih dari 10 menit, 2) video bermuatan argumentasi pro atau kontra demonstrasi, dan 3) ceramah itu disampaikan oleh ustaz asal Indonesia. Atas dasar itu, dipilih enam video yang dibagi menjadi tiga ceramah prodemonstrasi dan tiga ceramah kontrademonstrasi. Setelah itu, video-video tersebut ditranskripsi dengan teknik ortografis untuk dijadikan sebagai data analisis. Teori yang digunakan untuk menganalisis data adalah teori Toulmin (2013). Hasil penelitian ini adalah ditemukan perbedaan penyampaian klaim serta sumber data dan pembenaran yang dijadikan sebagai landasan penetapan hukum Islam. Klaim dalam pendapat prodemonstrasi cenderung bersifat tersirat secara logis. Data dan pembenaran yang digunakannya berasal dari sumber sekunder hukum Islam, yaitu urf dan mashlahah mursalah. Sementara itu, klaim dalam pendapat kontrademonstrasi bersifat lugas dengan data dan pembenaran yang berasal dari Al-Qur’an dan sunah/hadis Nabi.

This paper discusses the argumentative discourse in the lectures of the Indonesian ulemas about the law of demonstration. The argument is divided into two points of view, that is the pro-demonstration argument and the counter-demonstration argument. The purpose of this study is to describe the differences in the elements of argumentation developed by the ulemas in their opinion about the law of demonstration. The method used in this research is qualitative method. The source of the data used comes from video lectures on the YouTube page with the following criteria: 1) videos are about 10 minutes long, 2) videos containing pro-demonstration or counter-demonstration arguments, and 3) the lectures are delivered by Indonesian ulemas. On that basis, six videos were selected which were divided into three pro-demonstrations and three counter-demonstrations. After that, the videos were transcribed using orthographic techniques to be used as data analysis. The theory used to analyze the data is the theory of Toulmin (2013). The results of this study are found differences in the submission of claims as well as sources of data and warrant that are used as the basis for determining Islamic law. Claims in pro-demonstration opinions tend to be logically implied. The data and the warrant it uses come from the second source of Islamic law, namely urf and marshalah mursalah. Meanwhile, the claims in the counter-demonstration opinion are straightforward with data and warrant derived from the Qur'an and hadith."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fabian Condo Wijaya
"Penelitian ini membahas pola penanganan demonstrasi omnibus law oleh Sat Brimob Polda Metro Jaya Tahun 2020. Sebagai aparat penegak hukum sebagaimana amanat dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, Polri memiliki tugas dan tanggungjawab untuk menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat. Dimana pada demonstrasi omnibus law ini, berpotensi menimbulkan kekacauan di masyarakat. Metode penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Data Primer pada penelitian ini didapatkan melalui wawancara langsung yang dilakukan kepada narasumber,data sekunder didapatkan melalui hasil penelitian jurnal tentang demonstrasi, buku-buku terkait serta dokumentasi yang terkait demonstrasi.Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa Pertama, Penanganan faktual dinamika demonstrasi omnibuslaw dilakukan dengan BKO dengan jumlah personel Korbrimob dan Satbrimob Polda yang melaksanakan tugas BKO berjumlah 6.688. Kedua, Pola penanganan Demonstrasi Omnibus Law Tahun 2020 yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya dilakukan dengan strategi-strategi yang dilakukan Sat brimob Polda Metro Jaya antara lain; meningkatkan kegiatan penggalangan, sambang dan silaturahmi dengan Tokoh-Tokoh. Menggunakan peran media massa melalui Humas Polri. Satuan Kewilayahan terus melakukan monitor, deteksi kantong-kantong massa Demonstrasi omnibus law. Ketiga, Faktor-faktor yang menjadi kendala Sat Brimob Polda Metro Jaya dalam penanganan Demonstrasi Omnibus Law Tahun 2020 antara lain; keterbatasan Sumber Daya Manusia, Metode Pengamanan yang tidak semua anggota pahami, minimalnya Sarana Prasarana

This research discusses the pattern of handling omnibus law demonstrations by the Mobile Brigade Unit of Polda Metro Jaya in 2020. As law enforcement officers as mandated in Law Number 2 of 2002 concerning the National Police, the National Police has the duty and responsibility to maintain security and order in society. Where this omnibus law demonstration has the potential to cause chaos in society. This research method uses qualitative research. Primary data in this research was obtained through direct interviews conducted with resource persons, secondary data was obtained through research results from journals about demonstrations, related books and documentation related to demonstrations. The results of this research explain that First, the factual handling of the dynamics of omnibuslaw demonstrations was carried out with BKO with The number of Korbrimob and Satbrimob Polda personnel carrying out BKO duties is 6,688. Second, the pattern of handling the 2020 Omnibus Law Demonstration which occurred in the jurisdiction of Polda Metro Jaya was carried out using strategies carried out by the Mobile Brigade Unit of Polda Metro Jaya, including; increase fundraising activities, meetings and friendships with prominent figures. Using the role of mass media through Police Public Relations. The Regional Unit continues to monitor and detect mass pockets of the omnibus law demonstration. Third, the factors that become obstacles for the Mobile Brigade Unit of Polda Metro Jaya in handling the 2020 Omnibus Law Demonstration include; limited human resources, security methods that not all members understand, minimal infrastructure."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Burhan Wijaya
"Penelitian ini mengungkap bahwa prajurit marinir yang di-BKO-kan (diperbantukan) ke Polri dalam menangani aksi mahasiswa (yang berubah menjadi aksi massa) sebetulnya mendapat tugas baru yang bertentangan dengan tugas pokoknya, sehingga mereka mengalami konflik peran. Deutsch (1973) menyatakan bahwa suatu konflik dapat terjadi kapanpun bila aktivitas yang saling bertentangan terjadi. Prajurit marinir besar kemungkinan pada awalnya merasa stres dengan tugas baru tersebut, seperti yang dikatakan oleh Kahn (1964) bahwa stres kerja dapat disebabkan karena terdapat hambatan dalam menjalankan peran pada pekerjaannya. Agar prajurit marinir tetap dapat melaksanakan tugasnya maka mereka melakukan perilaku coping. Lazarus (1991) mendefinisikan coping yang merupakan upaya kognisi dan perilaku yang khusus mengatur tuntutan-tuntutan internal atau eksternal yang dinilai individu sebagai situasi yang membebani. Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa pada saat prajurit marinir menjalankan tugas tersebut mampu melaksanakan dengan baik dan mendapat simpati dari masyarakat.
Peneliti menduga bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan prajurit marinir berhasil menjalankan tugasnya. Diduga terdapat 3 faktor yang berperan dalam keberhasilan tersebut, yaitu faktor identitas kelompok atau semangat korsa atribusi atau cara penanganan dan aktualisasi diri. Pada identitas kelompok, bahwa kelompok merupakan bagian dari individu dan adanya proses psikologis juga akan membentuk perilaku kelompok (Hogg & Abrams, 1990). Untuk atribusi, menurut Jones & Davis (1965) selalu terdapat prekondisi. Ada 2 kondisi yang spesifik, yang pertama aktor (dalam bertindak) harus memiliki pengetahuan perilaku yang diobservasi dan yang kedua memiliki kemampuan untuk menampilkannya. Sedangkan aktualisasi diri menurut Erich Fromm (1993) bahwa orang yang mampu mengaktualiasikan diri dengan baik salah satunya adalah mampu memberikan penghargaan yang tinggi terhadap dirinya dan mampu bersikap lebih menghargai pada orang lain, bukannya mengambil sikap yang bertentangan.
Pembuatan alat ukur diperoleh dari hasil elisitasi terhadap beberapa anggota marinir yang memenuhi persyaratan. Setelah dilakukan uji coba maka alat ukur yang digunakan adalah dalam bentuk kuesioner yang mengukur faktor identitas kelompok, atribusi dan aktualisasi diri. Sedangkan faktor standar keberhasilan diperoleh dari kuesioner yang dibuat oleh Tracy (1981).
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling, subyek adalah Brigade infanteri BS Marinir jakarta dan Brigade infanteri-1 Marinir Surabaya. Pemilihan sampel ini atas dasar asumsi bahwa pasukan infanteri seringkali diperbantukan menangani aksi unjuk rasa dan pasukan tersebut tergolong pasukan yang paling siap untuk diterjunkan di lapangan karena keberadaan mereka di garis paling depan. Jumlah sampel adalah 211 responden. Untuk mendapatkan faktor-faktor berdasarkan dugaan peneliti maka dilakukan analisis faktor. Sedangkan untuk menguji validitas dan reliabilitas item-item dalam kuesioner digunakan perhitungan internal consistency dan tehnik reliabilitas Cranbach Alpha, sedangkan untuk melihat masing-masing sumbangan variabel digunakan analisis regresi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya 4 faktor yang berperan memberikan pengaruh pada standar keberhasilan yaitu: faktor atribusi, identitas kelompok, eksistensi (aktualisasi diri) dan persepsi terhadap tugas. Adapun faktor yang memberikan sumbangan terbesar adalah atribusi dan identitas kelompok. Untuk penelitian berikutnya, disarankan membandingkan dengan aparat lain selain marinir agar dapat ditemukan dan ditegaskan faktor-faktor temuan lain yang lebih berperan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T9719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Putra Firdaus
"Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak setiap orang. Salah satu elemen dari hak tersebut adalah hak atas partisipasi. Namun, partisipasi masyarakat dalam mewujudkan hak atas lingkungan hidup yang baik kerap terancam oleh adanya Eco-Strategic Lawsuit against Public Participation (Eco-SLAPP), di mana pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh adanya partisipasi tersebut mengajukan gugatan perdata atau melakukan pelaporan tindak pidana sebagai upaya untuk membungkam masyarakat. Sebagai antitesis dari Eco-SLAPP, timbul konsep Anti Eco-SLAPP, yakni ketentuan hukum yang hadir dengan tujuan untuk melindungi masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Indonesia telah memiliki ketentuan Anti Eco-SLAPP yang diejawantahkan melalui Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun, penjelasan Pasal 66 UU PPLH menyebutkan bahwa ketentuan tersebut ditujukan untuk melindungi korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Frasa “cara hukum” mengindikasikan seolah-olah hanya masyarakat yang menempuh mekanisme litigasi yang dilindungi oleh Pasal 66 UU PPLH. Padahal, terdapat beberapa kasus di mana masyarakat yang memperjuangkan lingkungan hidup melalui cara non-litigasi khususnya demonstrasi menjadi korban Eco-SLAPP. Skripsi ini meneliti mengenai apakah demonstrasi dapat atau telah dilindungi oleh Pasal 66 UU PPLH. Dalam menyusun skripsi ini, penulis melakukan studi kepustakaan, melakukan wawancara terhadap beberapa narasumber dan melakukan analisis terhadap beberapa putusan perkara Eco-SLAPP yang melibatkan demonstrasi. Penelitian ini menemukan bahwa yang dimaksud dengan “cara hukum” dalam penjelasan Pasal 66 UU PPLH adalah cara-cara yang sesuai dengan koridor hukum dan tidak terbatas pada mekanisme litigasi saja. Penelitian ini juga menemukan bahwa dalam praktiknya belum terdapat keseragaman interpretasi dan implementasi dari Pasal 66 UU PPLH. Namun, dalam praktiknya, Pasal 66 UU PPLH telah digunakan untuk melindungi korban Eco-SLAPP yang melakukan demonstrasi. Beberapa putusan bahkan mengakui bahwa perbuatan korban Eco-SLAPP memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, tetapi bukan merupakan tindak pidana.

The right to a good and healthy environment is every person’s right. One of the elements of this right is the right to participation. However, public participation in realizing environmental rights is often threatened by the existence of Eco-Strategic Lawsuit against Public Participation (Eco-SLAPP), in which parties who feel disadvantaged by such participation file civil lawsuits or report criminal acts as an effort to silence the public. As the antithesis of Eco-SLAPP, the concept of Anti Eco-SLAPP arises, namely legal provisions that exist with the aim of protecting people that are fighting for the right to a good and healthy environment. Indonesia already has an Anti Eco-SLAPP provision which is embodied through Article 66 of Law Number 32 of 2009 on Environmental Protection and Management (UU PPLH). However, the elucidation of Article 66 of UU PPLH states that this provision is intended to protect victims and/or reporters who took legal action due to environmental pollution and/or damage. The phrase “legal action” indicates as if only the public that fights for the environment through litigation mechanism that are protected by Article 66 of UU PPLH. That is an issue because there are several cases where people who fights for the environment through non-litigation mechanism such as demonstration that become victims of Eco-SLAPP. This thesis examines whether demonstrations can be or have been protected by Article 66 of UU PPLH. In writing this thesis, the author have conducted a literature study, conducted interviews with several informants, and conducted an analysis of decisions on several Eco-SLAPP cases involving demonstrations. This study found that “legal means” in the elucidation of Article 66 of UU PPLH refers to methods that are in accordance with the law and are not limited to litigation mechanisms. This study also found that in practice, there are several interpretation and implementation to Article 66 of UU PPLH. However, in practice, Article 66 of UU PPLH has been used to protect Eco-SLAPP victims that held demonstrations to fight for the environment. Several decisions even acknowledged that the Eco-SLAPP victim’s actions fulfilled the elements of the crime charged, but were not criminal acts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Ariyanto,author
"ABSTRAK
Sebagai seorang polisi yang bertugas melindungi, mengayomi dan
menegakkan hukum dalam masyarakat maka polisi haruslah dapat menunjukkan
perilaku yang baik dalam masyarakat. Seperti halnya dalam menangani unjuk rasa,
polisi harus mampu menerapkan aturan yang sesuai di dalamnya. Jumlah unjuk rasa
yang tinggi dan juga belum tercapainya pemahaman akan demokrasi yang benar
menyebabkan sering terjadi bentrokan antara polisi dengan mahasiswa yang
berunjuk rasa. Polri sebenarnya telah memiliki suatu prosedur tetap dalam
penanganan unjuk rasa. Penelitian ini lebih difokuskan kepada sikap polisi terhadap
perilaku agresif dalam unjuk rasa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan sikap polisi
sabhara perintis terhadap perilaku agresif mahasiswa yang berunjuk rasa di Jakarta.
Dimana sikap yang timbul bisa berupa sikap unfavourable, favourable maupun
netral. Penelitian ini juga ingin melihat pengaruh perbedaan usia dan tempat tinggal
terhadap sikap polisi terhadap perilaku agresif mahasiswa yang berunjuk rasa di
Jakarta.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat
kecenderungan sikap yang unfavourable dari polisi sabhara perintis terhadap
perilaku agresif mahasiswa yang berunjuk rasa di Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari
nilai rata-rata kelompok yang diperoleh berada di atas 2,5. Juga ditemukan bahwa
tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari perbedaan usia terhadap sikap polisi
sabhara perintis terhadap mahasiswa yang berunjuk rasa di Jakarta. Demikian pula
ditemukan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari perbedaan tempat
tinggal terhadap sikap polisi sabhara perintis terhadap mahasiswa yang berunjuk
rasa di Jakarta."
2002
S3075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artini. S
"ABSTRAK
Dalam era reformasi, pers sebagai medium berupaya menyampaikan informasi seakurat mungkin, agar masyarakat dapat memahami berbagai persoalan di lingkungannya.
LKBN Antara, sebagai kantor berita nasional yang secara struktural administralif berada di bawah Sekretariat Negara, dan secara kordinatif berada di bawah Departemen Penerangan, namun secara operasional harus berdiri sendiri, mempunyai tugas dan fungsi sebagai agenda setter.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran kredibiitas berita Antara sebagai agenda setter, dengan cara membandingkannya dengan dua harian terkemuka yakni Kompas dan Republika dalam mengangkat isu kontroversial kasus PT Freeport Indonesia (15 Oktober - 6 Noverrnber 1998).
Sebagai landasan teori untuk melihat permasalahan ini dipilih konsep-konsep yang relevan yakni agenda setting, agenda building dan intermedia agenda setting, gatekeeping, serta kredibilitas berita . Perspektif yang digunakan adalah struktural fungsional yang melihat pers, masyarakat dan pemerintah sebagai suatu sistem yang saling berkait dan isi media sebagai bentuk pelayanan pers kepada masyarakat dalam upaya mewujudkan suatu harmonisasi.
Analisis data yang dipakai adalah deskriplif kualitatif dengan unit analisis kredibilitas berita yang dilihat dari substansi berita, fairness penyajian, pemilihan sumber berita dan kontinuitas berita sebagai dimensi kredibiitas berita.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa empat dimensi kredibilitas berita Antara ketika mengangkat isu kontroversial kasus PT Freeport Indonesia, dibandingkan dengan dimensi yang sama dengan dua surat kabar terkemuka yakni Kompas dan Republika , maka tampak kredibilitas berita Antara masih Iemah, karena arah pemberitaan tidak konsisten dengan agenda media. Selain itu, struktural internal di redaksi serta siruktural di luar organisasi juga ikut berperan dalam proses keredaksian di LKBN Antara.
Agenda media yang tidak jelas akan mengakibatkan ketidakkonsistenan suatu arah pemberitaan sehingga banyak berita yang tenggelam begitu saja.
Dengan demikian, dimensi kredibilitas berita tidak hanya akurat, seimbang, dan berkedalaman saja, tapi juga harus konsisten dengan agenda media sehingga citra media pun akan menjadi kuat untuk merekat perhatian khalayak.
Pada tahapan inilah, agenda media yang satu akan menjadi agenda media lainnya juga (agenda setter). Arah pemberitaan yang konsisten ini merupakan prasyarat kantor berita sebagai agenda setter.
Dalam peliputan kasus yang sama, di mana Kompas dan Republika sebagai koran terkemuka dijadikan sebagai pembanding untuk melihat kredibilitas berita Antara, ternyata juga mengutip Antara. Ini menunjukkan berita-berita Antara sebenarnya memiliki kredibilitas sebagai agenda setter."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henri Subiakto
"Pers yang fungsi utamanya sebagai sarana penberitaan, mempunyai konsekuensi isi yang disajikan agar senantiasa menggambarkan realitas yang terjadi di masyarakat. Tapi dalam prakteknya, pers berada pada posisi yang sulit ketika dihadapkan kuatnya hegemoni negara melalui elit-elitnya, yang merambah ke berbagai aspek sosial politik, termasuk sebagai pembuat berita (news maker), dan sumber berita yang acapkali menentukan definisi realitas. Jadinya, kemandirian pers mengungkap berita menjadi pertanyaan yang menarik. Apakah pers dalam menjalankan fungsinya mengungkap dan mendefinisikan realitas itu bertumpu pada kemampuan dan visinya sendiri, ataukah sudah tunduk kapada kekuatan elit negara yang hegemonik tadi?
Melalui penelitian dengan metode analisis isi pada peraberitaan di Harian Kompas dan Republika, pernasalahan di atas dicoba dijawab. Kemandirian pers yang diteliti itu khususnya menyangkut kemandirian dalam mengungkap isu-isu kemasyarakatan yang pada akhir-akhir ini memang kebetulan banyak menenuhi agenda pemberitaan.Persoalan konflik tanah, perburuhan, pencemaran lingkungan, korupsi dan kolusi, demokratisasi, SARA, dan isu-isu kemasyarakatan lain yang sejenis, menjadi fokus penelitian.
Hasilnya, kemandirian pers dalam mengungkap berita sifatnya fluktuatif. Terkadang pers dapat menampilkan beritanya dengan kemadirian yang tinggi, terutama pada isu yang tidak sensitif, dan jenis tertentu yang memang menyangkut kepentingan yang mendasar, seperti persoalan tanah, perburuhan dan pencemaran lingkungan. Tapi pada kesempatan lain, pers terpaksa kompromi dengan kekuatan politis yang ada di luar diri mereka. Pada isu-isu yang sensitif menurut "kacamata" elit penguasa, definisi realitasnya lebih banyak ditentukan oleh sumber informasi yang berasal dari elit negara. Jadinya, kemandirian pers dalam mengungkap berita, bukan sekadar persoalan ketersediaan atau keterbatasan sumber daya dan perangkat peralatan yang dimiliki. Tapi persoalan kemandirian pemberitaan akhirnya lebih berkait dengan persoalan iklim politik. Yaitu siapa yang mempunyai posisi yang dominan dalam sistem politik tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suratna
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola hubungan antara pers dengan Lembaga Legislatif. Bagaimana pers sebagai salah media komunikasi massa dalam era reformasi ini melakukan fungsi kontrol atas DPR-RI Bagaimana tanggapan DPR-RI terhadap pers, dan bagaimana pengelolaan manajemen Humas Sekretarait Jenderal DPR RI sebagai mediator antara pers dan DPR-RI.
Kerangka pemikiran dari penilitian ini adalah bahwa pers sebagai salah satu media komunikasi massa memiliki fungsi informasi, hiburan, pendidikan dan kontrol sosial. Fungsi kontrol sosial pers ini sangat terkait dengan pelaksanaan kelembagaan pemerintahan termasuk DPR-RI. Pers dan DPR adalah merupakan sub sistem dari sistem politik, sehingga Dinamika hubungan kedua institusi tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi politik yang sedang berlangsung. Reformasi telah mengubah wajah demokrasi Indonesia termasuk Pers dan DPR. Pers lebih bebas dalam melakukan aktifitas jurnalistiknya sementara itu hubungan antar lembaga tinggi negara lebih ditengarai adanya parliament heavy. Adanya penguatan fungsi dua lembaga tersebut menyebabkan kedua hubungan menjadi menarik untuk diamati.
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan wawancara mendalam. Wawawancara dilakukan terhadap informan yang terdiri dari anggota DPR-RI, kelompok pers dan kelompok masyarakat.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pers di era reformasi diwarnai dengan semangat kebebasan yang sangat luar biasa. Hal ini disebabkan oleh karena adanya tuntutan perkembangan demokrasi. Pers Indonesia saat ini sedang mencari jati diri. Hal ini menyebabkan pers tidak mudah untuk diatur oleh siapapun, termasuk dewan. Saat ini belum jelas bentuk pers Indonesia.
Selain itu, Pers Indonesia yang baru saja bebas dari tekanan pemerintah dalam melakukan aktifitas jurnalistiknya merasa bahwa saat ini tidak ada suatu institusi yang dapat mengontrol pers. sehingga pers Indonesia saat ini merasa bebas untuk melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Pers di era reformasi ini lebih suka menyerang siapa saja, hanya mengambil segi-segi negatif dari Dewan, dan tidak menempatkan isu tidak secara prosposional. Namun fungsi kontrol pers terhadap DPR-.RI dirasakan belum effektif. Hal ini disebabkan karena DPR di dalam era reformasi ini juga memiliki kekuasaan yang luar biasa.
Ristriksi politik yang mempengaruhi kehidupan pers, di era reformasi ini relatif sudah tidak dirasakan oleh pers. Namun Penyelesaian sengketa masyarakat dengan pers melalui lembaga peradilan yang mengacu pada KUHP, dirasakan sangat merugikan pers. Sementara ristriksi ekonomi yang berupa pertimbangan bisnis perusahaan pers mempengaruhi kebijakan redaksi.
Peran Bagian Pemberitaan dan Penerbitan (Humas) DPR RI dirasakan belum mampu membantu meningkatkan citra positif DPR-RI. Hal ini disebabkan karena kurang terbangunnya hubungan yang baik antara wartawan yang ada di DPR dengan Bagian Pemberitaan dan Penerbitan. Selain itu masih rendahnya kreatifitas Bagian Pemberitaan dan Penerbitan dalam membangun citra, lambannya kinerja staf karena mental pegawai masih diwarnai sebagai seorang birokrat, jumlah personil yang terbatas, kurang jelasnya otoritas kewenangan, serta anggaran yang belum memadai.
x + 108 halaman + Lampiran
Daftar Pustaka : 30 buku (Tahun 1971 s.d. 2003) + 2 Artikel."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roos Anwar
"ABSTRAK
Tesis ini berusaha untuk menggambarkan bagimana peran pers Indonesia dalam pembangunan melalui penampilan informasi pembangunannya; sebagaimana diharapkan oleh pemerintah di negara-negara Dunia Ketiga, agar media massa dapat menjalankan fungsi sebagai: penyampai informasi, memberikan pendidikan sekaligus hiburan serta melakukan kontrol sosial demi kepentingan masyarakat.
Khususnya, pers sebagai suatu institusi sosial tidak dapat melepaskan diri dari masyarakat, karena pers berada dan berperan ditengah-tengah masyarakat. Pers dan masyarakat merupakan lembaga yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
Sebagai lembaga masyarakat, pers dipengaruhi dan dapat mempengaruhi lembaga-lembaga masyarakat lainnya_ Demikian pula hubungannya dengan pemerintah, pers tidak dapat melepaskan diri dari lingkup kekuasaan pemerintah yang bersangkutan. Itu sebabnya, mengapa sistim kemasyarakatan dan sistim politik sangat menentukan corak serta sepak terjang maupun tingkah laku pers.
Dalam studi ini, peneliti memilih dua Surat kabar masingmasing mewakili harian pemerintah dan harian independen, yaitu harian Suara Karya dan harian Suara Pembaruan. Sampel penerbitan berjumlah 30 penerbitan per media yang mewakili periode penerbitan bulan September, Oktober dan Nopember 1990.
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode analisis isi, dimana dari penampilan informasi kedua harian, Suara Karya dan Suara Pembaruan, ingin dilihat sampai sejauh mana kedua harian tersebut berperan sebagai pers pembangunan. Berita pembangunan yang disajikan dibagi dalam lima kategori; yaitu bidang pendidikan, pertanian, ekonomi, industri dan kesehatan. Dianalisis pula kategori berita pembangunan menurut bentuk penulisannya, dengan melihat frekuensi dan muatan isi (volume) berita pembangunan yang disajikan melalui halaman muka surat kabar dan halaman lainnya.
Studi ini ingin juga melihat sampai sejauh mana harian pemerintah maupun harian independen berani menampilkan tajuk rencana yang bersifat kritik (tidak mendukung) terhadap usaha pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah maupun tajuk rencana yang bersifat mendukung.
Dari data yang berhasil dikumpulkan, terlihat bahwa baik harian pemerintah maupun harian independen memuat sama besar berita pembangunan, berdasarkan frekuensi maupun volume (sentimeter kolom). Kedua media juga ternyata memberikan perhatian yang besar terhadap sektor ekonomi baik yang dimuat melalui halaman muka maupun halaman lainnya. Jika dilihat dari bentuk penulisan beritanya, berita langsung (straight news) dan karangan khas (feature) menempati posisi pertama dan kedua.
Dilihat dari isi berita pembangunan yang ditampilkan melalui tajuk rencanya, justru surat kabar independen lebih banyak mendukung kebijakan pembangunan pemerintah dibandingkan dengan harian pemerintah.
Sehingga dengan perkataan lain, ternyata pers pemerintah dan pers independen menurut studi ini, dalam menjalankan perannya sebagai pers pembangunan boleh dikatakan tidak lagi terikat oleh orientasi ideologis yang melatar belakangi masing-masing surat kabar tersebut.
Khusus untuk harian Suara Karya, peneliti melihat baik dari hasil studi maupun dari pengamatan sehari-hari, telah terjadi perubahan peran yang relatif cukup besar didalam melakukan kontrol sosial di era tahun 1990-an ini. Sedangkan untuk harian Suara Pembaruan, fungsi kontrol sosialnya tetap berjalan konsisten sesuai dengan misi yang diembannya."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>