Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173373 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Metta Dewi
"Latar Belakang: Inflamasi pada kehamilan normal disebabkan oleh oksidatif stress yang disebabkan oleh produksi radikal bebas dan peningkatan biomarker inflamasi, seperti IL-6. 830 wanita meninggal setiap harinya karena hamil dan melahirkan, diantaranya 15% disebabkan oleh komplikasi pada kehamilan seperti preeklampsia. Preeklampsia merupakan sebuah sindrom yang muncul pada kehamilan, terutama pada trimester ketiga, dan terasosiasi dengan inflamasi yang berlebihan. Sebagai antioksidan, vitamin C diduga berperan menurunkan stress oksidatif pada kehamilan dan persalinan, sehingga menurunkan tingkat kematian ibu, sehingga dilakukan penelitian untuk mencari hubungan antara asupan vitamin C dan kadar IL-6 sebagai biomarker dari inflamasi. Metode: Penelitian berdesain potong- lintang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Magunkusumo pada 40 orang ibu hamil trimester ketiga dikelompokkan menjadi preeklampsia dan non-preeklampsia. Subjek diwawancara menggunakan semi-kuantitatif food frequency questionnaire yang diolah dengan NutriSurvey untuk asupan vitamin C, dan ELISA untuk kadar IL-6. Data diuji distribusinya dengan uji normalitas Shapiro-Wilk, kemudian dilakukan analisis univariat dengan uji T tidak berpasangan, Mann-Whitney, dan Chi-square; serta bivariat dengan uji korelasi Spearman. Analisis dilakukan dengan SPSS for Windows ver. 20. Hasil: Hasil yang tidak signifikan ditunjukkan pada usia subjek dan usia gestasi terhadap preeklampsia dan non- preeklampsia dengan p=0,545 dan p=0,34. Asupan vitamin C yang ditunjukkan oleh subjek preeklampsia sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non-preeklampsia dengan median sebesar 76,37(28,05–396,88) mg dan 68,87(8,57–198,53) mg dengan p=0,358. Sedangkan, kelompok preeklampsia menunjukkan kadar IL-6 yang lebih tinggi dibandingkan kelompok non-preeklampsia [15,8(2,2–67,4) pg/ml vs 6,8(1,8–43,5) pg/ml] dengan perbedaan yang tidak signifikan. Uji korelasi non-parametrik menunjukkan tidak adanya asosiasi yang signifikan antara vitamin C dan kadar IL-6 (p=0,361; r= -0,147). Selain itu juga, tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna antara asupan vitamin C dan kadar IL-6 untuk setiap kelompok dengan r= -0,143 dan -0,198 secara berturut-turut. Pembahasan: Tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara asupan vitamin C dan kadar IL-6 pada ibu hamil trimester ketiga pada penelitian ini. Hasil ini dapat disebabkan oleh asupan vitamin C pada subjek yang kurang (<85 mg) pada kedua kelompok dan juga inflamasi pada trimester ketiga yang meningkat. Selain itu, penelitian ini hanya meneliti hubungan asupan vitamin C dengan kadar IL-6, sedangkan peran melawan stress oksidatif dan inflamasi melibatkan seluruh antioksidan, baik eksogen maupun endogen. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antioksidan lainnya dengan IL-6 sangat disarankan.

Background: Inflammation in pregnancy is primarily caused by systemic oxidative stress due to production of free radicals and increased levels of inflammatory biomarkers such as IL-6. Every day, 830 women associated with pregnancy and childbirth die globally, approximately 15% of which is caused by prenatal complications such as preeclampsia. Preeclampsia is a syndrome developed during pregnancy which occurs mostly on the third trimester and is strongly associated with inflammation. As an antioxidant, vitamin C could potentially play a role in reducing oxidative stress in either pregnancy or delivery, thus decreasing mortality rate. Therefore, a research to investigate the relationship between vitamin C intake and levels of IL-6 as a biomarker of oxidative stress was conducted. Methods: A cross-sectional study done in Cipto Mangunkusumo National General Hospital. 40 women in third trimester pregnancy are then grouped into preeclampsia and non- preeclampsia, and surveyed via Food Frequency Questionnaire and NutriSurvey for vitamin C, as well as ELISA assay for IL-6 expression. All data was firstly analyzed using Shapiro- Wilk normality test, then analyzed univariately using unpaired T-test, Mann-Whitney, and Chi-square; bivariate analysis was conducted with Spearman correlation test. All analysis was done using SPSS software ver. 20. Results: There is no significant difference shown between mean age and gestational age of the preeclampsia and non-preeclampsia group with p=0.545 and p=0.34 respectively. Subjects in the preeclampsia group were shown to consume vitamin C slightly higher than the non-preeclampsia with median values of 76.37(28.05–396.88) mg and 68.87(8.57–198.53) mg respectively with p=0.358. On the other hand, the preeclampsia group expressed higher level of IL-6 than the non-preeclampsia [15.8(2.2–67.4) pg/ml vs 6.8(1.8–43.5) pg/ml] with no significant difference. A nonparametric correlation test showed no significant association between vitamin C (p=0.361; r = -0.147) and total IL-6 level. There was also no significant difference between vitamin C consumption and IL-6 level for each group with r= -0.143 and -0.198 respectively. Discussion: There was no significant association between vitamin C intake and IL-6 level on third trimester pregnancy women (p= 0.361). This result could be caused by inadequate intake of vitamin C in both groups and the increase of inflammation on the third trimester. In addition, this study only examined association between vitamin C and IL-6 level, while role of neutralizing oxidative stress and inflammation involved both endogenous and exogenous antioxidants. Therefore, further research should be considered to study vitamin C alongside the other antioxidants level and IL-6 level."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremy Rafael Tandaju
"Latar Belakang: Anemia adalah kondisi sel darah merah yang tidak cukup untuk menunjang kebutuhan fisiologis. Pada kehamilan, anemia cenderung terjadi pada trimester kedua dan ketiga serta menimbulkan komplikasi bagi ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Konsumsi vitamin A pada kehamilan masih kurang populer, padahal berguna untuk menolong pertumbuhan dan perkembangan sel serta memediasi metabolisme besi.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara status asupan vitamin A dan status anemia pada ibu hamil trimester ketiga.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang komparatif, dilakukan selama Agustus–Oktober 2018 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dengan total 57 subjek yang merupakan ibu hamil pada trimester ketiga dengan usia di atas 18 tahun. Untuk menyamakan jumlah subjek per kelompok, dilakukan simple random sampling menjadi 44 subjek dengan 22 subjek masing-masing pada kelompok anemia dan non-anemia. Status asupan vitamin A diukur menggunakan food frequency questionnaire semi-kuantitatif dengan bantuan database NutriSurvey dan status anemia diukur dengan uji konsentrasi hemoglobin menggunakan metode flowcytometry. Analisis statistik dilakukan dengan SPSS 20.0 untuk iOS dengan uji komparatif tidak berpasangan.
Hasil: Berdasarkan uji T tidak berpasangan, usia rerata pada kelompok anemia (31,6 7,1) tidak berbeda dibandingkan dengan kelompok non-anemia (31,2 6,4) (p>0,05). Berdasarkan uji chi-square tidak terdapat perbedaan usia gestasi secara statistik antara kelompok anemia dan non-anemia (p>0,05), namun terdapat perbedaan klinis (>10%) di mana usia gestasi kelompok >36 minggu memiliki prevalensi 15,2% lebih tinggi dibandingkan kelompok <36 minggu. Didapati bahwa 36 (81,8%) subjek tidak mendapatkan asupan vitamin A yang cukup. Uji Fischer menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan status asupan vitamin A antara kelompok anemia dan non-anemia (p>0,05).
Pembahasan: Tidak terdapat hubungan antara usia dan usia gestasi dengan status anemia. Akan tetapi, usia gestasi memiliki perbedaan klinis akibat peningkatan intensitas inflamasi seiring dengan usia gestasi yang menua. Tidak terdapat hubungan antara status asupan vitamin A dan status anemia. Hal ini disebabkan oleh peran vitamin A sebagai faktor pertumbuhan sehingga tetap membutuhkan komponen pembangunnya seperti zat besi, asam folat, dan kobalamin. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian yang mempelajari status asupan vitamin A dan nutrisi lainnya dan hubungannya dengan anemia pada ibu hamil di populasi umum
Background: Anemia is condition in which red blood cells not adequate to support physiological needs. Anemia in pregnancy tends to occur in second–third trimester and serves complications both for mother and her child. Vitamin A is helpful for helping iron metabolism and cell differentiation and proliferation, but still considered unpopular.
Aim: Acquire information about relation between vitamin A dietary status and anemia status on third semester pregnant woman.
Method: This is a comparative cross-sectional research, conducted on August–October 2018 in Cipto Mangunkusumo National General Hospital, with total 57 subjects which are third trimester pregnant mothers aged more than 18 years old. Simple random sampling was done in-order to equalize number of subjects in two groups, into 22 subjects on each of anemia and non-anemia group. Vitamin A dietary status was measured with semi-quantitative food frequency questionnaire with the help of NutriSurvey database and anemia status was measured by hemoglobin concentration with flowcytometry method. Statistical analysis was done using SPSS 20.0 for iOS with unpaired comparative test.
Results: Based on unpaired t-test, mean age on anemia group (31.6 7.1) is not different compared to non-anemia group (31.2 6.4) (p>0.05). Based on chi-square test there is no difference of gestation age between anemia and non-anemia group (p>0.05), however there is clinical difference (>10%) in which gestation age group of >36 weeks has prevalence of 15.2% higher compared to gestation age group of <36 weeks. This research found that 36 (81.8%) subject did not get adequate intake of vitamin A, where as Fischer test shown there is no difference of vitamin A dietary status between anemia and non-anemia group (p>0.05).
Discussion: There is no relation between maternal age and gestational age towards anemia status. However, gestational age has clinical difference as results of increase of inflammation incident with aging of gestational age. There is no relation between vitamin A dietary status and anemia status, which explained by vitamin A role as growth factor which still need the building blocks of erythrocyte such as iron, folic acid, and cobalamin. Thus, further research should study link between vitamin A and other nutrients dietary status towards anemia status on pregnant mothers on general population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Zuainah Saswati
"Serat asbes yang terinhalasi masuk ke dalam alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan produksi reactive oxigen spesies (ROS) yang dapat memicu terjadinya reaksi inflamasi. Interleukin 6 merupakan penanda reaksi inflamasi akibat pajanan serat asbes. Vitamin C dan E merupakan antioksidan yang bekerja sebagai scavenger ROS. Vitamin C juga dapat menghambat aktivitas faktor transkripsi NFқB. Vitamin E selain dapat menghambat aktivitas faktor transkripsi JAK/STAT3 dan NFқB, juga dapat menghambat aktivitas COX2 dan LOX5.
Penelitian potong lintang di sekretariat serikat buruh pabrik asbes X Kabupaten Karawang bulan Oktober 2014 dilakukan untuk menilai korelasi asupan vitamin C, E dengan kadar interleukin 6 pada pekerja pabrik asbes. Lima puluh dua pekerja pabrik asbes berhasil menyelesaikan protokol penelitian. Hasilnya menunjukkan tidak terdapat korelasi bermakna (p >0,05) antara asupan vitamin C dengan kadar IL-6 dan antara asupan vitamin E dengan kadar IL-6. Terdapat korelasi positif antara kadar vitamin C dengan kadar IL-6 (r = 0,31) dengan p <0,05, namun tidak terdapat korelasi antara kadar vitamin E dengan kadar IL-6.

Asbestos fibers that are inhaled into the alveoli cause increased production of reactive oxygen species (ROS) which may trigger inflammation reaction. Interleukin 6 (IL-6) is a marker of inflammation reaction caused by asbestos fibers exposure. Vitamin C and vitamin E are antioxidants acting as ROS scavengers. Vitamin C can also inhibit the activity of transcription factor NFқB. Vitamin E can inhibit the activities of transcription factors JAK/STAT3 and NFқB as well as the activities of COX2 and LOX5.
A cross-sectional sudy at a labor union secretariat in Karawang Regency in October 2014 was conducted to evaluate the correlations between intakes and levels of vitamin C and vitamin E and level of IL-6 in asbestos factory workers. Fifty two asbestos factory workers finished the study. The result showed no significant correlation between vitamin C intake and IL-6 level or between vitamin E intake and IL-6 level. There was a moderate positive correlation between vitamin C level and IL-6 level (r = 0.31, p <0.05), but there was no correlation between vitamin E level and IL-6 level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyan Hari Kurniawan
"Tesis ini bertujuan mengetahui kadar vitamin D dan zinc serum pasien preeklamsia berat dan hamil normal, mengetahui hubungan antara kadar vitamin D dan zinc dengan kejadian preklamsia berat, dan prevalensi preeklamsia berat di RSCM. Penelitian ini merupakan observasional potong lintang. Subyek penelitian adalah perempuan hamil yang menjalani persalinan di Kamar Bersalin RSCM pada Januari sampai dengan April 2014. Terdapat 22 subyek kelompok preeklamsia berat dan 22 subyek kelompok hamil dengan tekanan darah normal. Hasil penelitian didapatkan rerata kadar vitamin D dan median kadar zinc lebih rendah pada kelompok preeklamsia berat dibandingkan hamil normal, namun tidak berbeda bermakna. Kadar vitamin D dan zinc tidak berhubungan bermakna dengan kejadian preklamsia berat, dengan p=0,689 dan 0=0,517. Prevalensi hipertensi dalam kehamilan di RSCM adalah 31,07%, dengan rincian sebagai berikut: hipertensi kronik, hipertensi gestasional, preeklamsia ringan, preeklamsia berat, preeklamsia berat superimposed, sindrom HELLP, dan eklamsia gravidarum adalah 0,54%, 2,14%, 1,96%, 17,14%, 3,21%, 4,64%, dan 1,44%.

The purpose of this investigation was to examine the maternal plasma level of vitamin D and zinc in cases of severe preeclampsia compare to normal pregnancy, to know association between level of vitamin D and zinc and severe preeclampsia, and to know prevalence of severe preeclampsia in Cipto Mangunkusumo. This is a cross sectional observational study. Subjects were pregnant women who gave birth in delivery room Cipto Mangunkusumo Hospital in between January and April 2014. There are 22 subjects in severe preeclampsia group and 22 subjects in normotensive pregnancy. Subject with severe preeclampsia were noted to have lower maternal vitamin D and zinc level to normotensive pregnancy with not significant statistically (p 0,689 and p 0,517). Prevalence of hypertension in Cipto Mangunkusumo hospital is 31,07% which is contain of: chronic hypertension 0,54%, gestational hypertension 2,14%, mild preeclampsia 1,96%, severe preeclampsia 17,14%, superimposed severe preeclampsia 3,21%, HELLP syndrome 4,64%, and eclampsia 1,44%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Andriamuri Primaputra
"Latar Belakang. Pasien yang mengalami sepsis dan syok sepsis akan mengalami disfungsi organ akibat reaksi radikal bebas dengan sel endotel mikrovaskular sehingga menyebabkan tingkat morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Kondisi difungsi organ dapat diukur melalui perubahan kadar Interleukin-6 (IL-6), C-Reactive Protein (CRP), dan skor Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) yang terjadi pada pasien-pasien tersebut. Pemberian asam askorbat yang memiliki kemampuan sebagai free radical scavenging, diharapkan dapat menurunkan proses peradangan atau inflamasi sehingga terjadi perbaikan fungsi organ. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pemberian asam askorbat 6 gram secara intravena terhadap perubahan kadar IL-6, CRP, dan skor SOFA pada pasien sepsis dan syok sepsis di ruang perawatan intensif.
Metodologi. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain uji acak terkontrol, tersamar tunggal yang dilakukan terhadap pasien usia 18-65 tahun dengan diagnosis sepsis atau syok sepsis dalam perawatan 24 jam pertama masuk intensive care unit (ICU) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo-Jakarta dan ICU RSUP H. Adam Malik-Medan sejak bulan Juli sampai dengan Desember 2019. Sebanyak 49 subyek dirandomisasi menjadi dua kelompok. Kelompok perlakuan (n=23), yang menerima vitamin C 1,5 gram per 6 jam selama 3 hari, dan kelompok kontrol (n=26), yang tidak menerima vitamin C tersebut. Pemeriksaan kadar IL-6, kadar CRP, dan skor SOFA dilakukan pada jam ke-24, 48, dan 72.
Hasil. Tidak terdapat perubahan bermakna pada kadar IL-6 (P=0,423), CRP (P=0,080), dan skor SOFA (P=0,809) antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Kesimpulan. Pemberian asam askorbat 6 gram secara intravena tidak memberikan perubahan bermakna terhadap kadar IL-6, CRP, dan skor SOFA pada pasien sepsis dan syok sepsis di ruang perawatan intensif.

Background. Septic and septic shock patients will have organ dysfunctions due to free radical reaction with microvacular endothelial cells, thus morbidity and mortality rate will increase in these conditions. Those organ dysfunctions can be measured through the changes of Interleukin-6 (IL-6) levels, C-Reactive Protein (CRP) levels, and Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) scores. The administration of ascorbic acid has a feature known as free radical scavenging. The feature is expected to reduce the inflammatory rate in the organs and to improve the functions. This study was aimed to analyze the intravenous administration effect of 6 grams of ascorbic acid towards the changes of Interleukin-6 levels, C-Reactive Protein levels, and SOFA scores in septic and septic shock patients in intensive care unit
Methods. This was a single blind randomized controlled clinical trial study on patients aged 18-65 years old with septic and septic shock conditions in the first 24 hour care in intensive care unit (ICU) Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital-Jakarta and H. Adam Malik Hospital-Medan from July to December 2019. In total, 49 subjects were included in the study and randomized into two groups. Intervetion group (n=23) received 1.5 gram/6 hours of vitamin C in three days consecutively, whereas the control group (n=26) did not receive the vitamin C. Measurements of IL-6 levels, CRP levels, and SOFA scores were performed in the 24th, 48th, and 72th hour.
Results. There were no significant changes of IL-6 levels (p=0.423), CRP levels (p=0.080), and SOFA scores (p=0.809) between the two groups.
Conclusion. The intravenous administration of 6 grams of ascorbic acid did not significantly affect the changes of Interleukin-6 levels, C-Reactive Protein levels, and SOFA scores in septic and septic shock patients in intensive care unit.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isa Rosalia Ruslim
"Hipovitaminosis D selama masa kehamilan dapat menimbulkan komplikasi selama kehamilan dan pada janin. Selain itu data mengenai status vitamin D pada ibu hamil terutama trimester 1 di Indonesia masih terbatas. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar kalsidiol serum pada ibu hamil trimester 1 dan korelasinya dengan asupan vitamin D dan skor paparan sinar matahari.
Penelitian ini menggunakan metode studi potong lintang pada ibu hamil sehat usia 20-35 tahun dengan usia kehamilan <12 minggu. Hasil penelitian menunjukkan rerata usia subyek 27,36+3,91 tahun dengan median usia kehamilan 9 minggu. Sebagian besar subyek berpendidikan tinggi (68,1%), status bekerja (70,2%) dengan pendapatan >UMP (59,6%) dan rerata IMT 23,74+3,83 kg/m2. Asupan lemak, protein, dan kalsium subyek
Median skor paparan sinar matahari adalah 14 (0-42) dengan median lama paparan 17,41 (0-85,71) menit. Terdapat perbedaan bermakna antara kadar kalsidiol serum dengan kelompok lama paparan sinar matahari 5-30 menit dan >30 menit (p=0,033). Rerata kadar kalsidiol serum 39,26+10,25 nmol/mL (insufisiensi) dengan 100% subyek memiliki kadar kalsidiol serum < 80 nmol/L yang menggambarkan keadaan hipovitaminosis D.
Tidak terdapat korelasi antara kadar kalsidiol serum dengan skor paparan sinar matahari (r=0,087; p=0,562), dan asupan vitamin D (r=-0,049; p=0,745). Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian adalah seluruh ibu hamil trimester 1 di Jakarta mengalami hipovitaminosis D sehingga perlu segera diatasi melalui konseling dan edukasi gizi.

Vitamin D deficiency could be related to several complications to pregnancy`s outcomes, both for mother and fetus. Besides, there is limited data regarding to vitamin D status among pregnant women in Indonesia especially during the first trimester. Therefore this study was performed to determine serum calcidiol on the first trimester of pregnancy and its correlation to vitamin D intake and sun exposure score.
The methode in this study was cross-sectional study among healthy pregnant women aged 20-35 years old on their first trimester of pregnancy. Average age of the subjects was 27.36±3.91 years old with median gestational age of 9 weeks. Most of the subjects was well educated (68.1%), working (70.2%) with monthly income equal and more than the province minimum salary (59.6%), and with BMI average of 23.74±3.83 kg/m2. Mostly the subjects had fat, protein, and calcium intake below its RDA with the average intake of 44.49±22.22 g/day; 45.07±19.35 g/day; 661.93±405.91 mg/day, respectively. Vitamin D intake was mostly below its RDA with a median of 2.9 mcg/day and ranged from 0.3 to 15.6 mcg/day.
The median score of sun exposure score was 14 that ranged from zerro to 42, with a median for its duration of 17.41 minutes that ranged from zerro to 85.71 minutes. In this study, there was significant differences between serum calcidiol and sun exposure duration in 5-30 minutes and more than 30 minutes groups (p=0,033). As the main finding, it reveals that the average of serum calcidiol was 39.26±10.25 nmoL/mL or classified as insufficient where all of the subjects (100%) had serum calcidiol less than 80 nmol/L (hypovitaminosis D).
However, there were no significant correlations between serum calcidiol with sun exposure score and vitamin D intake (r=0.087 and p=0.562; r=-0,049 and p=0.745, respectively). In conclusion, all of the pregnant women in Jakarta, especially in their first trimester had low vitamin D status. Therefore, intervention is needed, i.e. through prenatal counselling and nutrition education regarding to natural sources of vitamin D.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Luther Holan Parasian
"Vitamin D adalah salah satu mikronutrien yang penting bagi manusia terlebih lagi pada ibu hamil. Di beberapa Negara kekurangan vitamin D menjadi masalah yang terabaikan terutama di negara Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Ibu hamil yang kekurangan vitamin D dapat berisiko lebih tinggi untuk mengalami pre eklampsia. Pada bayi yang lahir dari ibu yang mengalami kekurangan vitamin D dapat lahir dengan berat badan yang rendah dan kedepannya dapat mengalami gangguan pada organ penting seperti otak dan tulang. Oleh karena itu, pencegahan harus dilakukan sedini mungkin dari trsimester pertama. Namun terbatasnya fasilitas untuk mengukur tersebut mendorong untuk mencari tahu faktor yang berperan penting dalam kadar vitamin D seperti asupan harian.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross-sectional. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2013 sampai 2014 dengan subjek ibu hamil trimester pertama yang tinggal di Jakarta.
Metode penelitian menggunakan pengukuran 25-hidroxivitamin D terstandar untuk memperoleh kadar vitamin D dalam darah subjek serta food-frequency questionnaire (FFQ) untuk mengetahui asupan harian vitamin D subjek. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan piranti lunak SPSS for Windows 20.0 lalu dianalisis dengan uji Spearman. Didapatkan bahwa persentase subjek hipovitaminosis vitamin D adalah sebesar 43,5% (27 orang, n = 62) dan seluruh subjek memiliki asupan vitamin D harian yang rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya korelasi antara asupan harian vitamin D dengan kadar 25-hidroxivitamin D. Banyak faktor lain yang mempengaruhi misalnya adalah sinar matahari.

Vitamin D is one of the important micronutrients for humans especially pregnant women. In some countries, deficiency of vitamin D is one of neglected health problem, especially in South-East countries including Indonesia. Pregnancy women with deficiency vitamin D may be higher risk for having preeclampsia. In infants born from mother who have deficiency vitamin D may be born with low birth weight. Some important organs development will interference such as brain and bone. Therefore, prevention from deficiency vitamin D should be conducted as early as possible from first trimester pregnancy. But there are limitation in vitamin D measurement facilities so these research purpose is to elaborate the others factor that influencing vitamin D in blood and the most important factor is diet vitamin D. These research aims to determine whether a correlation between vitamin D intake and value of vitamin D in blood.
Running a cross-sectional study design, this research uses secondary data from a former research by Faculty Medicine of University Indonesia conducted in 2013 ? 2014 with pregnant women living in Jakarta.
The research method comprised a 25-hydroxyvitamin D measurement and the usage of food-frequency questionnaire (FFQ) to obtain subject's vitamin D in blood and vitamin D intake respectively. Using SPSS for Windows 20.0 software, data is then analyzed by Spearman, resulting 43.5% (n = 62) of subjects being hypovitaminosis D (<10 ng/mL) and the whole subjects receiving under the boundary value of vitamin D (12 mcg/day).
This research shows that no correlation could be found between vitamin d intake and value of vitamin D in blood.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadiati Rabbani
"

Hepatitis imbas obat termasuk salah satu efek samping serius dari Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang dapat menurunkan kepatuhan pasien tuberkulosis dalam menjalani pengobatan sehingga dapat meningkatkan risiko kegagalan pengobatan atau berkembang menjadi resistensi obat. Salah satu mekanisme hepatitis imbas obat adalah terjadinya stres oksidatif akibat pembentukan metabolit reaktif, terganggunya rantai respirasi mitokondria, dan menurunnya pool enzim antioksidan yang dapat dipicu oleh OAT. Vitamin C merupakan antioksidan potensial yang diketahui memiliki efek protektif pada kerusakan hati akibat obat. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara asupan vitamin C dengan kejadian hepatitis imbas OAT pada pasien tuberkulosis paru. Studi potong lintang dilakukan di RSUP Persahabatan pada bulan Februari – Maret 2024. Sebanyak 108 pasien yang memenuhi kriteria menjadi subjek penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara kuesioner sosiodemografi, pengukuran antropometri, penilaian asupan vitamin dengan SQ FFQ, dan data hasil laboratorium fungsi hati subjek dalam 1 bulan terakhir. Proporsi hepatitis imbas obat pada pasien TB paru di penelitian ini sebesar 6.5%. Mayoritas subjek berjenis kelamin laki-laki (54.6%) dan memiliki nilai tengah usia 41 tahun. Sebagian besar berstatus gizi BB kurang (40.7%), dengan tingkat pendidikan tamat sekolah menengah (73.1%), dan pendapatan kurang (72.2%). Sebanyak 40.7% memiliki penyakit penyerta, 4.6% berstatus positif HIV, 43.5% mengonsumsi obat lain bersama dengan OAT, 52.8% tidak merokok, dan 7.4% subjek mengonsumsi alkohol. Lebih dari separuh subjek berada pada fase pengobatan intensif (56.5%) dan memiliki status bakteriologis positif (50.9%). Umumnya subjek tidak mengonsumsi suplemen vitamin C (85.2%). Sebagian besar pasien memiliki asupan vitamin E dan C yang rendah (97.2% dan 63.0%) dengan nilai tengah asupan sebesar 1.20mg/hari dan 66.65mg/hari. Tidak terdapat hubungan antara asupan vitamin C dengan kejadian hepatitis imbas OAT (OR 3.77 IK 95% 0.44-32.55, nilai p 0.256). Tidak terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hepatitis imbas OAT pada penelitian ini.


Drug-induced hepatitis is one of the serious side effects of anti-tuberculosis drugs (ATD) that can reduce patient compliance in tuberculosis treatment, thus increasing the risk of treatment failure or developing drug resistance. One of the proposed mechanisms is the occurrence of oxidative stress due to the formation of reactive metabolites, disruption of the mitochondrial respiration chain, and decreased antioxidant enzyme pools that can be triggered by ATD. Vitamin C is a potential antioxidant that is known to have a protective effect on drug-induced liver damage. This study aims to find the relationship between vitamin C intake and the incidence of ATD-induced hepatitis in pulmonary tuberculosis patients. A cross-sectional study was conducted at Persahabatan General Hospital from February to March 2024. A total of 108 patients who met the criteria became research subjects. Data were collected using sociodemographic questionnaire interviews, anthropometric measurements, assessment of vitamin intake with the SQ FFQ, and data on the subject's liver function laboratory results in the last 1 month. The proportion of drug-induced hepatitis in pulmonary TB patients in this study was 6.5%. The majority of subjects were male (54.6%) and had a median age of 41 years. Most of them had poor nutritional status (40.7%), with completed secondary school education (73.1%), and low income (72.2%). A total of 40.7% had comorbidities, 4.6% were HIV positive, 43.5% took other drugs along with ATD, 52.8% did not smoke, and 7.4% of subjects consumed alcohol. More than half of the subjects were in the intensive phase (56.5%) and had positive bacteriological status (50.9%). Many subjects did not take vitamin C supplements (85.2%). Most patients had low intakes of vitamins E and C (97.2% and 63.0%) with median intake values ​​were 1.20 mg/day and 66.65 mg/day. There was no relationship between vitamin C intake and the incidence of ATD-induced hepatitis (OR 3.77 95% CI 0.44-32.55, p value 0.256). There were also no factors that influenced the incidence of OAT-induced hepatitis in this study.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fandiar Nur Isdiaty
"Salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu adalah komplikasi kehamilan yang dapat muncul melalui tanda bahaya kehamilan. Pengetahuan ibu hamil dalam mengenali tanda bahaya dapat menjadi salah satu penentu perawatan kehamilan untuk mencegah komplikasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tanda bahaya kehamilan dengan perilaku perawatan kehamilan pada ibu hamil trimester III. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling dengan responden berjumlah 96 ibu hamil trimester III yang sedang melakukan kunjungan antenatal care di Puskesmas Cimanggis dan Puskesmas Sukmajaya.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara pengetahuan tanda bahaya kehamilan dengan perilaku perawatan kehamilan pada ibu hamil trimester III (p value: 0,135; α = 0,05). Peneliti memberikan rekomendasi kepada petugas kesehatan agar lebih memotivasi ibu hamil untuk merawat kehamilan dengan baik.

One of causes of high maternal mortality rate is obstetric complications which rise through obstetric danger signs. Women knowledge in recognizing danger signs can be one of the determinations of pregnancy care behavior to prevent further complications.
The aim of this study was to determine the relationship between knowledge of obstetric danger signs and pregnancy care behavior among third trimester pregnant women. This study used descriptive correlative design with cross sectional approach. Consecutive sampling used as sampling technique. Samples of this study were 96 third trimester pregnant women who attended antenatal care in Puskesmas Cimanggis and Puskesmas Sukmajaya.
This study showed that there was no statistically significant relationship between knowledge of obstetric danger signs and pregnancy care behavior among third trimester pregnant women (p value: 0,135; α = 0,05). This study recommended health care professional to motivate pregnant women in practicing better pregnancy care.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46242
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kieran Pasha Ivan Sini
"Latar Belakang: Preeklamsia digeneralisasikan sebagai gangguan multisimtomatik yang marak pada wanita hamil dengan usia kehamilan 20 minggu. Wanita berisiko mengalami preeklamsia jika mereka memiliki faktor termasuk riwayat keluarga atau gangguan hipertensi terkait kehamilan, dan penyakit ginjal kronis, nulipara, obesitas (IMT lebih dari> 35), riwayat keluarga preeklamsia, riwayat atau kehamilan multifetal saat ini, dan interval kehamilan 10 tahun dari kehamilan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan faktor risiko, semoga menjelaskan pencegahan dan metodologi baru untuk mengurangi risiko, atau mungkin mencegah kondisi tersebut muncul. Metode: Penelitian ini menggunakan rekam medis yang diperoleh dari tahun 2021 dimana rekam medis tersebut berasal dari fokus studi demografi yaitu Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan dianalisis melalui program SPSS. Data yang akan dikumpulkan terkait profil demografi dan factor risiko pasien meliputi usia pasien, risiko penyakit kardiovaskular yang terkonfirmasi, kehamilan sebelumnya, dan level pendidikan. Hasil: Studi ini menemukan bahwa ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok usia (c2(2) = 7.9, p = 0.019, Cramer's V = 0.152), riwayat penyakit kardiovaskular (c2(2) = 17.32, p < 0.001, Cramer's V = 0.226) dengan kejadian dari preeklampsia. Perbedaan yang signifikan secara statistik pada usia rata-rata juga diamati antara mereka yang menderita preeklampsia dan mereka yang tidak menderita preeklamsia (t(338) = 3,08, p = 0,002). Sementara itu, kehamilan sebelumnya (p = 0,296) dan level pendidikan (p = 0,614) secara statistik tidak berbeda signifikan dengan terjadinya preeklampsia di antara kedua kelompok sampel. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa usia, riwayat penyakit kardiovaskular merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap terjadinya preeklampsia.

Introduction: Preeclampsia is generalized as a multisymptomatic disorder that is prevalent within pregnancies of 20 weeks’ gestation. Women are at risk of preeclampsia if they have factors including a history of familial or pregnancy-related hypertensive disorder, chronic kidney disease, nulliparity, being obese (a BMI over >35), a family history of preeclampsia, history or a current multifetal pregnancy, and a pregnancy interval of 10 years from the previous pregnancy. This study aims to identify possible causes and risk factors, hopefully shedding light towards new preventions and methodologies to somewhat reduce risks, or possibly prevent the condition from ever emerging. Methods: This research uses medical records obtained from the year 2021, where the records originate from the Department of Obstetrics and Gynecology, RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo and later analyzed through SPSS. Data that will be collected relating to the patients’ demographic profiles and risk factors includes the age of the patient, confirmed risk of cardiovascular diseases, previous pregnancies, and educational level. Results: This study found that there are statistically significant differences between age groups (c2(2) = 7.9, p = 0.019, Cramer’s V = 0.152), history of cardiovascular disease (c2(2) = 17.32, p < 0.001, Cramer’s V = 0.226) with the occurrence of preeclampsia. A statistically significant difference in mean ages were also observed between those that had preeclampsia and those that did not (t(338) = 3.08, p = 0.002). Meanwhile, previous pregnancies (p = 0.296) and educational level (p = 0.614) was not statistically significantly different to the eventual occurrence of preeclampsia in between the two groups of samples. Conclusion: This study shows that age, history of cardiovascular disease, are significant risk factors towards the occurrence of preeclampsia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>