Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174970 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raissa Richka Jonah
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji keberlakuan hukum jaminan atas benda virtual yang dewasa ini telah diberikan status hukum sebagai objek dari hukum benda pada umumnya. Sebagai objek dari hukum benda, maka seharusnya benda virtual juga dapat digunakan sebagai objek dari perjanjian penjaminan utang. Penelitian ini berusaha memahami apakah benda virtual dapat digunakan sebagai objek jaminan dalam sistem hukum Indonesia, memahami pengaturan virtual property di Amerika Serikat berdasarkan kasus digunakannya nama domain dan storefront dalam dunia virtual sebagai objek jaminan oleh perusahaan penjual peralatan musim dingin bernama eSnowshoes, mengetahui lembaga jaminan apakah yang tepat untuk dibebankan pada benda virtual dalam sistem hukum Indonesia, serta bagaimana kreditur dapat melakukan eksekusi atas benda virtual yang menjadi jaminan apabila debitur berada dalam keadaan wanprestasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan, perbandingan hukum, dan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benda virtual memiliki peluang untuk menjadi objek jaminan dalam sistem hukum Indonesia tetapi terdapat tantangan seperti metode valuasi yang belum jelas dan status kepemilikan benda virtual yang tidak melindungi hak pengguna dunia virtual atas benda virtual yang diciptakannya. Sementara pengaturan mengenai benda virtual di Amerika Serikat belum jelas karena inkonsistensi putusan pengadilan. Kemudian lembaga yang paling tepat untuk dibebankan atas benda virtual di Indonesia adalah fidusia karena benda virtual dapat dikategorikan sebagai benda bergerak tidak berwujud. Dengan demikian, proses eksekusinya juga dapat dilakukan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia.

ABSTRACT
The purpose of this study is to examine the application of Guarantee Law on virtual property which has been a legal status as an object of Property Law in general. As an object of the Property Law, virtual property should be used as object of a loan guarantee agreement. This study seeks to understand whether virtual property can be used as collateral in Indonesian legal system, to understand virtual property arrangements in the United States based on the case of domain name and storefront in virtual world used as collateral by winter equipment sales company called eSnowshoes, to find out which security rights in Indonesian legal system to be imposed on virtual property, as well as how creditors can execute virtual property that is used as collateral if the debtor is in the event of default. The method used in this study is juridical-normative with statute approach, comparative approach, and case approach. The results showed that there is an opportunity for virtual property to be used as collateral in Indonesian legal system but there are challenges such as unclear valuation methods and the ownership status of virtual property that do not protect the rights of virtual world users over the virtual property they have created. Meanwhile, the regulation of virtual property in the United States is unclear because of inconsistencies in court decisions. The most appropriate security right to be imposed on virtual property in Indonesia is fiduciary because virtual property can be categorized as intangible movable property. Thus, the execution process can also be carried out as regulated in Law No. 42 of 1999 on Fiduciary. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inggrid Yulia Ningsih
"Lembaga jaminan fidusia sudah sangat tua dan telah dikenal dalam hukum Romawi, lembaga ini dikenal dengan fiduciare eigendom overdracht. Lembaga ini timbul karena peraturan perundang-undangan yang mengatur gadai tidak dapat lagi mengakomodasi kepentingan masyarakat. Lembaga ini diakui oleh yurisprudensi Belanda tahun 1929. Dalam perkembangan yurisprudensi Indonesia dijumpai keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 1 September 1971 yang isinya menyatakan bahwa hanya benda-benda yang bergerak saja yang dapat dijadikan objek jaminan fidusia. Melihat prospek perkembangan dari lembaga ini kemudia pada tahun 1999 secara khusus dibuatlah Undang-Undang Nomor 42 tentang Jaminan Fidusia. Dalam Undang-Undang ini tidak hanya benda bergerak saja yang dapat dijadikan jaminan tetapi juga benda tak bergerak dengan perkecualian benda tersebut tidak dapat dijadikan jaminan dengan menggunakan Hak Tanggungan. Hal ini sebenarnya untuk mengantisipasi dari banyak orang yang mengalami kesulitan untuk mencari modal, dikarenakan tidak semua orang mempunyai benda yang bisa dijaminkan dengan lembaga jaminan yang lain selain fidusia.

The fiduciary warranty institutions already exist and has been known, in Rome Imperial at first, this isntitution known as fiduciare eigendom overdracht. This constitution came because of the constitution which role the forfeit cannot afford the society needs again. This isntitution already recognized in Netherlands jurisprudence in 1929. In their prosperity specially in Indonesia, in high court of justice on September 1, 1971 that only the movable things which can be the object of the fiduciary warrant. Seeing the prospect fiduciary waranty institutions, in 1999 as specific arranfe in number 42 constitution about fiducary warrant is not only arrange in movable things as a warranty but also for immovables with an exception, that things can?t be able to be guaranteed as using a task right. Actually to anticipated from many people which have a problem to have a money capital. Because not every person have a things to take a place as a guarantee thing in other place except the fiducias.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43061
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Kurniawati
"Pada dasarnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara jelas bagaimanakah penerapan hukum terhadap penyalahgunaan kewenangan Notaris dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Dalam hal Notaris telah mengembalikan jaminan Sertipikat kepada debitur tanpa sepengetahuan dan ijin kreditur, padahal hutang debitur kepada kreditur belum lunas dan telah lewatnya waktu pengembalian sebagaimana yang tercantum dalam Surat Pengakuan Hutang. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pihak kreditur dalam akta dalam kasus tersebut yang merasa dirugikan oleh Notaris X yang melakukan wanprestasi atau cidera janji, karena akibat perbuatan yang dilakukan Notaris tersebut pihak kreditur mengalami kerugian immateril karena kreditur tidak dapat menggunakan Kuasa Jual yang telah diberikan kepadanya apabila debitur tidak dapat melunasi hutangnya, sedangkan pihak debitur dan Notaris tidak dijatuhi hukuman apapun oleh pengadilan akibat perbuatannya.
Dalam kasus ini, Notaris telah menunjuk dirinya untuk menyimpan barang jaminan berupa Sertipikat tersebut, namun pada kenyataannya Notaris dirasa tidak bertanggung jawab karena telah mengembalikan jaminan Sertipikat tersebut kepada debitur tanpa sepengetahuan dan ijin kreditur padahal hutang debitur belum lunas kepada kreditur. Bentuk penelitian yang digunakan Penulis adalah metode penelitian kepustakaan atau penelitian hukum normatif, yakni menitikberatkan pada peraturan yang berlaku, referensi dan literatur serta pelaksanaan peraturan dalam prakteknya.
Dari hasil penelitian ini, perbuatan yang dilanggar Notaris diantaranya tidak bertindak amanah, tidak jujur, telah memihak dan tidak menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Dalam kasus ini Notaris tidak dapat bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya, padahal telah menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan, bahwa penerapan hukum terhadap penyalahgunaan kewenangan Notaris dalam menjalankan tugas dan kewajiban dan perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan serta perilaku Notaris yang menunjuk dirinya untuk menyimpan barang jaminan berupa Sertipikat tanah dalam kasus ini belum sesuai dengan peraturan yang berlaku (UUJN, Kode Etik Notaris, KUHPerdata).

Basically, this research conducted to clearly understand how the application of laws against abuse authority notary in implementing their duties and obligations. In terms of notary has returned the security certificates to debtor without permission and the knowledge of a creditors, even though debt of the debtors to the creditors has not paid off and the passing time of return as specified in Statement Letter of Indebtness. This research was also conducted to determine how the legal protection against creditors in the deed in such cases who feel aggrieved by The Notary X who performs event of defaults, as a result of acts committed Notary of the lenders suffered losses immaterial because creditors can not use Power Selling the has been given to him when debtors are not can pay off her debt, while The Debtors and The Notary not been sentenced by a court due to his actions.
In this case, The Notary has appointed himself to keep the collateral in the form of the Certificate, but in reality the Notary deemed not responsible for bringing back The Certificate of Guarantee to The Debtors without consent and the knowledge of creditors when a debtor has not paid off debts to creditors. Regarding the writing in this research using a form of normative legal research, which focuses on regulations, and literature references as well as the implementation of the regulations in practice.
The results of this research, what violated notary are not act mandate, dishonest, had followed and did not keep the interests of a party involved in legal action. In this case, notary cannot be responsible for what he had done, which had been causing loss for other people. Therefore it can be concluded, that the implementation of the law against abuse of authority Notaries in performing its duties and obligations related legal protection for the injured party and the behavior of notaries who refers to himself to keep the collateral in the form of Certificate of land in this case was not in accordance with applicable regulations (UUJN, Notary Code of Conduct, Civil code).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alamsyah Sandipa Mannaroy
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana penguasaan terhadap benda virtual (virtual property), dan untuk menganalisis hal tersebut dapat dilihat dari teori-teori serta konsep-konsep dari para ahli mengenai kebendaan dan penguasaan, serta perkembangannya. Konsep serta teori yang diambil tidak hanya yang ada pada sistem hukum civil law, yang mana sistem hukum tersebut merupakan sistem hukum yang dianut oleh hukum Indonesia, tetapi juga memasukkan konsep serta teori yang ada dan berkembang dalam sistem hukum common law, karena konsep dan teori mengenai benda virtual (virtual property) dan penguasaannya lebih banyak serta mendalam dibahas oleh para ahli dari negara yang menganut sistem hukum common law, sekaligus menjadi pembanding agar dapat kita ketahui bagaimana penguasaan terhadap benda virtual (virtual property) yang ada dalam sistem hukum common law dan bagaimana seyogyanya atau semestinya apabila ingin diterapkan dan diatur lebih jelas mengenai benda virtual (virtual property) dalam sistem hukum civil law yang dianut oleh Indonesia. Tetapi konsep dan teori yang dianalisis dan dibandingkan tidak hanya mengenai benda vitual (virtual property), dibandingkan juga mengenai konsep dan teori penguasaan itu sendiri antara sistem hukum common law dengan sistem hukum civil law. Serta disinggung pula mengenai perbedaan dari Virtual Property dan Digital Property yang mungkin apabila sekilas dilihat kedua hal tersebut adalah sama, namun sebenarnya tidak.

This study reviews on the possession and ownership of virtual property and analyses the concept as from perspectives of specialists’ theories of property and ownership, as well as the development. The selected concepts and the theories were not only taken from the system of civil law, which what Indonesia’s law is abiding to, but also were taken from the existing and developing system of common law. This is due to the more and deeper discussions of the concept and theory of virtual property and its ownership done by specialists whose countries abide the system of common law, as well as to link the capability of the ownership of virtual property by common law system to be implemented properly as by the civil law, which Indonesia abides to. In other words, the analyzed concepts and theories were not only respected only to the virtual property, but also were compared to the concepts and theories of the ownership based on common and civil law systems. This thesis also discusses the differences between virtual and digital property, which frequently mistaken as the equal concepts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S61265
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Andien Hanifa
"Penetapan PP No. 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif memuat ketentuan mengenai skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang memberikan sarana baru bagi pelaku ekonomi kreatif untuk menjaminkan kekayaan intelektual serta mendapatkan pembiayaan. Akan tetapi, dalam UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis tidak diatur mengenai bentuk penjaminan merek. Namun, penetapan PP No. 20 Tahun 2022 masih sangat baru maka penulis mengkritisi dan menganalisis pengaturan terkait penjaminan merek sebagai objek jaminan utang untuk memperoleh pembiayaan dengan membandingkan pengaturan dan penerapannya di Amerika Serikat. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif, dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yaitu PP No. 24 Tahun 2022, UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan Article 9 Uniform Commercial code kemudian menganalisis kelebihan dan kekurangan serta memberikan rekomendasi terkait implementasi pengaturannya. Hasil dari penelitian oleh penulis adalah merek sebagai jaminan utang dapat dibebankan atas jaminan fidusia dan implementasi harus memerhatikan penilaian kekayaan intelektual sebagai jaminan.

The stipulation of PP No. 24 of 2022 concerning the Implementation Regulations of Law No. 24 of 2019 concerning the Creative Economy contains provisions regarding intellectual property-based financing schemes that provide new means for creative economy actors to pledge intellectual property and obtain financing. However, Law No. 20/2016 on Trademarks and Geographical Indications does not regulate the form of brand collateral. Nevertheless, the stipulation of Government Regulation No. 20 of 2022 is still very new, hence the author criticizes and analyzes the regulation related to brand collateral as an object of debt collateral to obtain financing by comparing the regulation and its application in the United States. The research method in writing this thesis is juridical-normative, and uses library materials such as primary, secondary, and tertiary legal materials, namely PP No. 24 of 2022, Law No. 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees, and Article 9 of the Uniform Commercial code then analyzes the advantages and disadvantages and provides recommendations regarding the implementation of its arrangements. The result of the research by the author is that the trademark as debt collateral can be imposed on fiduciary guarantees and the implementation must pay attention to the valuation of intellectual property as collateral."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinto Hakim
"ABSTRAK
Salah satu fungsi hukum jaminan dalam masyarakat adalah tentang Jaminan Hutang. Jaminan Hutang secara umum adalah untuk membantu usaha daripada individu yang diperkirakan akan dapat menguntungkan baik untuk orang itu sendiri maupun untuk masyarakat.
Dalam masyarakat selalu diliputi oleh suatu hal yang tidak dapat dihindarkan yaitu yang berupa suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak atau lebih,berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut atas suatu prestasi dan satuIagi berkewajiban memenuhi pretasi tersebut.
Perhubungan tersebut adalah suatu perhubungan hukum yang berarti bahwa hak dan kewajiban para pihak dijamin oleh Hukum dan Undang-undang.
Bentuk perhubungan Hukum tersebut bermacam-macam, tetapi dalam materi skripsi ini akan di tinjau suatu perhubungan hukum yaitu Jaminan Hutang menurut Hukum Adat dan Hukum Perdata Barat di Indonesia. Dua macam Jaminan Hutang itulah yang memegang peranan penting dalam pembentukan Hukum Nasional kita.
Dari dua bentuk Jaminan tersebut akan terlihat suatu sisi atau suatu garis perbedaan aptara Hukum Timur dan Hukum Barat.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Ilysia Irfana Ampri
"Sebagai suatu negara yang kaya akan warisan budaya, Indonesia kerap mengembangkan ekonomi kreatif guna mendorong perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah yang secara bersamaan dapat memberikan kontribusi terharap perekonomian. Pada tahun 2019, subsektor ekonomi kreatif tersendiri telah menyumbang Rp1.153,4 Triliun atau 7.3% terhadap total PDB nasional. Melihat potensi para pelaku ekonomi kreatif, pemerintah memperkenalkan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang salah satunya adalah jaminan fidusia atas kekayaan intelektual melalui Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Meskipun jaminan fidusia atas kekayaan intelektual telah sebelumnya diatur melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2016 tentang Hak Cipta, hingga saat ini, belum terdapat penerapan atas konsep tersebut di Indonesia. Sedangkan, beberapa negara yang terkenal akan infrastruktur kekayaan intelektual yang dimilikinya sudah banyak menerapkan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual, seperti Inggris dan Singapura. Maka dari itu, penelitian ini membandingkan pengaturan serta penerapan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual di Indonesia, Inggris, dan Singapura guna memberikan rekomendasi agar jaminan fidusia atas KI dapat diterapkan secara masif dan menguntungkan para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis sebagai metode penelitian. Pada Skripsi ini, terdapat penemuan yang dapat dimanfaatkan guna mengoptimalkan penerapan dari jaminan fidusia berbasis kekayaan intelektual yakni diperlukannya langkah bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk menggerakkan perbankan dalam penerapan dari skema ini, memastikan bahwa para penilai memiliki kapabilitas untuk menghitung valuasi atas kekayaan intelektual, dan diperlukannya pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme eksekusi jaminan fidusia atas kekayaan intelektual.

As a country rich in cultural heritage, Indonesia realizes the potential of its creative economy in developing micro, small, and medium enterprises as well as the nation’s economy. In 2019, the creative economy sub-sector alone contributed IDR 1,153.4 trillion or 7.3% of the total national GDP. Seeing the potential of creative economy actors, the Indonesian government introduced “intellectual property-based financing schemes”, which consists of fiduciary guarantees for intellectual property as regulated through Government Regulation no. 24 of 2022, a derivative regulation from Law No. 24 of 2019 concerning the Creative Economy. Although fiduciary guarantees for intellectual property have previously been regulated through Law no. 13 of 2016 concerning Patents and Law No. 28 of 2016 concerning Copyright, until now, there has been no implementation of this concept in Indonesia. Meanwhile, several countries that are known for their intellectual property infrastructure have implemented fiduciary guarantees for intellectual property, such as the United Kingdom and Singapore. Therefore, this study compares the regulation and implementation of fiduciary guarantees for intellectual property in Indonesia, the United Kingdom, and Singapore to provide recommendations for Indonesia so that fiduciary guarantees for intellectual property can be implemented massively and benefit creative economy actors. This thesis uses a normative juridical approach with an analytical descriptive typology as a research method. In this thesis, there are findings that can be used to optimize the application of intellectual property-based fiduciary guarantees, namely the need for steps for the Financial Services Authority to mobilize banks in the implementation of this scheme, ensuring that appraisers have the capability to calculate valuations on intellectual property, and the need for more regulation further regarding the mechanism of execution of fiduciary guarantees on intellectual property assets."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Rostiana
"ABSTRAK
Perumahan sebagai salah satu kebutuhan primer manusia di satu pihak dan pengadaan perumahan di lain pihak, menyebabkan banyak timbulnya masalah dalam masyarakat. Karenanya perlu ada usaha untuk membantu terpenuhinya kebutuhan tersebut, terutama didalam hal pembiayaannya.
Sehubungan dengan upaya tersebut, didirikanlah P.T. Papan Sejahtera, suatu lembaga keuangan non Bank yang dikelola secara swasta dan bergerak dalam penyediaan dana bagi pemilikan rumah, dimana sasarannya adalah masyarakat berpenghasilan menengah.
Prosedur untuk mendapatkan kredit tersebut :
-Pemohon yang memenuhi syarat mengajukan permohonan.
-Jika dikabulkan, ia akan menerima SK (Surat Keterangan), berisi kelayakan kreditnya dan dapat memilih rumah.
-Setelah rumah disetujui dan down payment dibayar, terbit SPI (Surat Pernyataan).
-SPK (Surat Penegasan Kredit) yang berisi penentuan saat pencairan akan terbit, setelah semua syarat dipenuhi dan rumah slap dihuni,
-Pada saat pencairan, dibuat surat pengakuan utang dan penyerahan jaminannya.
Jaminan yang dibutuhkan dalam kredit pemilikan rumah ini ialah :
-Jaminan utama; berupa rumah dan tanah yang nantinya dihipo tikkan, sedangkan Jaminan pihak ketiga dan akta agunan dibutuhkan, sebelum sertifikat diserahkan kepada P.T. Papan Sejahtera.
-Jaminan tambahan; yaitu asuransi Jiwa dan asuransi kebakaran serta kuasa pemotongan gaji
Kesimpulan :
Dalam pemberian KPR ini, kreditur mempunyai Jaminan kuat, yaitu hipotik rumah dan tanah. Namun untuk menghemat biaya, sebaiknya pemasangan hipotik baru dilaksanakan, jika ada gejala debitur akan wanprestasi. Untuk Jaminan pendahuluan, sebaiknya jaminan pihak ketiga dibuat notariel."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adryan Adisaputra Tando
"Pengendalian polusi udara adalah salah satu bentuk perlindungan hak asasi manusia, terutama untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Pada dasarnya, upaya ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu berdasarkan pada perintah-dan-kontrol atau instrumen berbasis pasar. Pendekatan pertama dikritik karena dianggap efisien dalam hal biaya dan tidak memberikan insentif bagi pencemar, sedangkan pendekatan kedua dianggap sebaliknya. Salah satu bentuk instrumen berbasis pasar adalah sistem izin polusi yang dapat diperdagangkan. Di Indonesia, hal ini telah diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan dengan mengamanatkan Peraturan Menteri untuk mengatur hal-hal secara lebih rinci. Sayangnya, masih banyak peraturan yang berpotensi menghambat implementasi sistem perdagangan izin emisi dimulai dengan standar kualitas ambien yang tidak sesuai dengan tingkat kesehatan, penilaian lemah, dan kesalahpahaman denda administrasi.
Oleh karena itu, tesis ini mencoba memberikan solusi untuk masalah ini dengan melakukan penelitian yuridis normatif dan melakukan perbandingan dengan praktik di Amerika Serikat dalam Amandemen Undang-Undang Udara Bersih 1990 (CAAA) dengan nama Program Hujan Asam. Hasil Program Acid Rain dapat dikatakan berhasil karena mereka menciptakan kualitas udara yang lebih baik dan membutuhkan biaya yang lebih rendah. Berdasarkan hal ini dan dipandu oleh Program Hujan Asam di Amerika, diharapkan sistem perdagangan izin emisi di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan mendapatkan hasil terbaik.

Air pollution control is a form of protection of human rights, especially to get a good and healthy environment. Basically, these efforts are divided into two categories, namely based on order-and-control or market-based instruments. The first approach is criticized because it is considered efficient in terms of cost and does not provide incentives for pollutants, while the second approach is considered the opposite. One form of market-based instruments is a pollution permit system that can be traded. In Indonesia, this has been regulated by Government Regulation No. 46 of 2017 concerning Environmental Economic Instruments by mandating Ministerial Regulation to regulate matters in more detail. Unfortunately, there are still many regulations that have the potential to hamper the implementation of the emission permit trading system starting with ambient quality standards that are not in accordance with the soundness level, weak assessment, and misunderstanding of administrative fines.
Therefore, this thesis tries to provide a solution to this problem by conducting normative juridical research and making comparisons with practice in the United States in the Amendments to the Clean Air Act 1990 (CAAA) under the name of the Acid Rain Program. The results of the Acid Rain Program can be said to be successful because they create better air quality and require lower costs. Based on this and guided by the Acid Rain Program in America, it is hoped that the emissions permit trading system in Indonesia will run well and get the best results.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelica Janet Dosroha
"Dalam beberapa tahun terakhir, industri ekonomi kreatif Indonesia sedang mengalami perkembangan. Namun, terdapat salah satu persoalan yang dihadapi oleh pelaku ekonomi kreatif, yaitu minimnya infrastruktur pendukung, seperti terbatasnya akses ke pembiayaan. Berkaitan dengan pembiayaan, salah satu masalah yang menonjol adalah keengganan bank untuk menerima hak kekayaan intelektual sebagai jaminan. Pada dasarnya, kedudukan hak kekayaan intelektual untuk dijadikan jaminan telah diatur dalam undang-undang. Hak kekayaan intelektual dapat dijadikan sebagai jaminan fidusia. Namun, terdapat ketiadaan peraturan pelaksana dalam pengimplementasiannya. Untuk itu, dalam semangat memajukan industri ekonomi kreatif, Pemerintah menerbitkan PP 24/2022 yang mengatur mengenai skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual. PP 24/2022 memuat pranata pendukung hak kekayaan intelektual sebagai objek jaminan. Namun, kebijakan ini dianggap belum dapat diimplementasikan dikarenakan terkendala dalam beberapa aspek, antara lain lembaga penilai, standar valuasi, sistem administratif, dan regulasi teknis. Pengaturan mengenai kedudukan HKI sebagai objek jaminan juga dikenal di negara Amerika Serikat dan Korea Selatan, yang mana telah berhasil untuk diimplementasikan. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas dan menganalisis perbandingan pengaturan dan implementasi penilaian kekayaan intelektual sebagai objek jaminan pada negara Amerika Serikat dan Korea Selatan, yang dapat memberikan rekomendasi berupa langkah lanjutan untuk perbaikan pengaturan dan implementasi di Indonesia. Bentuk penelitian dari skripsi ini adalah yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif yang didukung oleh studi kepustakaan dan wawancara sebagai alat pengumpul data. Berdasarkan perbandingan dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan, dapat disimpulkan bahwa instrumen hukum dalam implementasi kekayaan intelektual sebagai objek jaminan belum diatur secara komprehensif, jelas, dan menyeluruh. Selain itu, implementasi kekayaan intelektual sebagai jaminan utang di Indonesia terkendala oleh lembaga penilai, standar valuasi, sistem administratif, dan regulasi teknis. Oleh karena itu, disarankan perbaikan dan pengambilan langkah lanjutan untuk merealisasikan pelaksanaan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan.

In recent years, Indonesia's creative economy industry has been on the rise. However, there is one problem faced by creative economy actors, namely the lack of supporting infrastructure, such as limited access to financing. Concerning financing, one of the prominent problems is the reluctance of banks to accept intellectual property rights as collateral. Regulatory-wise, the position of intellectual property rights to be used as collateral has been regulated in law. Intellectual property rights can be used as fiduciary guarantees. However, there is a lack of implementing regulations in its implementation. For this reason, in the spirit of advancing the creative economy industry, the Government issued PP 24/2022 which regulates intellectual property-based financing schemes. PP 24/2022 contains institutions that support intellectual property rights as collateral objects. However, this policy is deemed unable to be implemented due to constraints in several aspects, including assessment institutions, valuation standards, administrative systems, and technical regulations. Arrangements regarding the position of IPR as collateral objects are also known in the United States and South Korea, which have been successfully implemented. Therefore, this thesis will discuss and analyze the comparative arrangement and implementation of intellectual property valuation as collateral objects in the United States and South Korea, which can provide recommendations in the form of further steps to improve regulation and implementation in Indonesia. The research form of this thesis is juridical-normative with a descriptive research typology supported by literature studies and interviews as data collection tools. Based on comparisons with the United States and South Korea, it can be concluded that legal instruments in the implementation of intellectual property as collateral objects have not been regulated comprehensively, clearly, and thoroughly. In addition, the implementation of intellectual property as collateral for debt in Indonesia is constrained by appraisal institutions, valuation standards, administrative systems, and technical regulations. Therefore, it is recommended to improve and take further steps to realize the implementation of intellectual property as a guarantee object."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>