Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 224562 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irawati Puteri
"Skripsi ini menganalisis Putusan No. 5/Pid.Sus.Anak/2018/PN Mbn yang
menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara kepada korban perkosaan yang melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum. Hakim yang mengadili perkara tidak cukup memperhitungkan bahwa, korban adalah seorang anak, mengalami kehamilan akibat perkosaan inses, dan tidak dapat mengakses aborsi yang legal karena keterbatasan pengetahuan dan sumber daya. Hakim hanya menggunakan
batu uji berupa ketentuan prosedural mengenai aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan peraturan turunannya. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah posisi perempuan korban perkosaan dalam pengaturan aborsi di Indonesia dan implikasinya dari perspektif teori hukum feminis. Penulis menggunakan metode normatif empiris dan teori hukum feminis
dengan konsekuensi metodologis melihat permasalahan ini dari perspektif perempuan. Korban perkosaan terbentur kebuntuan legalitas formal untuk dapat mengakses aborsi yang aman. Korban perkosaan memiliki kecenderungan mengalami trauma pasca perkosaan sehingga sulit berinteraksi dan melaporkan perkosaan yang terjadi, cenderung tidak mengetahui gejala dan usia kehamilan, sehingga terlambat melakukan visum et repertum dan laporan yang dibutuhkan. Selain itu, fenomena victim blaming meletakkan kehamilan akibat perkosaan
sebagai takdir yang harus dijalani dan dipertanggungjawabkan oleh korban. Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan tentang aborsi di Indonesia belum dapat mengakomodasi kebutuhan dan pengalaman korban perkosaan. Terdapat batas usia kehamilan dan persyaratan birokratis untuk dapat melakukan aborsi. Selain itu, belum terdapat rumah sakit yang dapat menyelenggarakan aborsi secara legal. Sehingga diperlukan perubahan pengaturan usia kehamilan, pemangkasan prosedur birokratis, dan penetapan rumah sakit tertentu sebagai penyelenggara fasilitas layanan kesehatan yang dapat melakukan aborsi secara sehat, aman, dan legal.
This thesis analyzes Decision No. 5/Pid.Sus.Anak/2018/PN Mbn which gave 6 months imprisonment for a victim of rape who had an abortion that was not in accordance with prevailing laws. The Panel of Judges have failed to consider the facts that she is a child who had a pregnancy due to incest rapes and she could not access legal and safe abortion since she had limited knowledge and resources. The Panel of Judges limitedly used the formality and procedural provisions regarding
abortion as regulated in Law Number 36 of 2009 on Health and its derivative regulations. The main problem in this thesis is the position of women rape victim in the regulation of abortion in Indonesia and its implications from feminist legal theory perspective. The author uses empirical normative method and feminist legal theory by looking at this problem from women's perspective as the methodological consequence. Rape victim is hampered by a formal legality impasse to be able to
access safe abortion. In fact, rape victim has a tendency to experience trauma after the rape. Rape victim is often founded to be difficult to interact with. It is hard for a rape victim to report the rape that has been occured, the rape victim tend to not aware of the symptoms and age of pregnancy, therefore it is often too late to conduct visum et repertum and reports as required. In addition, the phenomenon of victim
blaming puts pregnancy due to rape as a destiny that must be accounted by the victim. Those whole things lead the victim to experience re-victimization and obstacles in proving the crime of rape that has befallen her. Research results find that, regulations of abortion in Indonesia have not been able to accommodate the needs and experience of rape victim. There are limitation based on age of
pregnancy and bureaucratic requirements to be able to conduct an abortion. In addition, there has been no hospital yet that can carry out legal abortion. It is necessary to amend the age of pregnancy limitation, trim the bureaucratic procedures, and establish certain hospitals as health services providers that can conduct healthy, safe, and legal abortion."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Noviani
"Pertolongan pertama adalah tindakan medis dasar yang tidak dapat dihindari oleh SDM Potensi BASARNAS ketika Operasi SAR dilakukan. Walaupun dikategorikan sebagai tindakan medis dasar, pertolongan pertama dapat menentukan hidup korban yang ditolong karena pertolongan pertama dilakukan dengan tujuan untuk mencegah korban mendapatkan cedera yang lebih parah atau bahkan meninggal. Namun hingga saat ini, belum ada aturan yang mengatur secara khusus mengatur mengenai tanggung jawab hukum atas tindakan medis dasar yang dilakukan SDM Potensi saat Operasi SAR. Penelitian ini akan mencoba menjawab tiga permasalahan, yaitu bagaimana pengaturan partisipasi relawan  saat bencana di Indonesia, bagaimana wewenang SDM Potensi atas tindakan medis yang dilakukan saat bencana, dan juga bagaimana pertanggungjawaban hukum atas tindakan medis yang dilakukan SDM Potensi kepada korban bencana. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan cara mengumpulkan data melalui studi pustaka serta wawancara dengan narasumber terkait dan hasilnya dipaparkan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan bahwa SDM Potensi tetap dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana maupun perdata apabila dalam upaya memberikan perawatan kepada korban bencana dilakukan tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, Standar Operasional Prosedur (SOP) pertolongan pertama, dan juga aturan yang berlaku.

First aid is a basic medical action that can’t be avoided by The Human Resource Potential (HR Potential) of BASARNAS during SAR Operation. Even though it is only categorized as a basic medical act, first aid can determine victims’ life because first aid is done to prevent them from getting more severe injuries or experiencing death. Despite there is no a specific regulation about basic medical action conducted by HR Potential of BASARNAS during SAR operations. This legal research focuses on answering three problems.  First, how  the legal rules in Indonesia regarding volunteer participation during disasters. Second, how is the authority of HR Potential for medical actions committed during the disaster. And last, how a HR Potential’s legal responsibilities in conducting medical actions against disaster victims. This research is performed using normative juridical method, the data are collected from library studies and interviews involving related respondents. The results will be presented descriptively. Based on these researches, it can be concluded that HR Potential of BASARNAS can still be held liable for criminal and civil liability if they give medical treatment to the disaster victims are not following with the competence owned, standard operational procedures (SOP), and rules."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Izzatii
"Skripsi ini menganalisa konflik antara hukum internasional dengan hukum internal dengan Konvensi Wina 1969. Isu yang diteliti dalam Skripsi ini adalah konflik yang dibahas dalam Kasus ECJ C-344/04 antara Konvensi Montreal 1999 dengan Regulation (EC) No. 261/2004 mengenai tanggung jawab pengangkut dalam hal keterlambatan angkutan udara. Pasal 27 Konvensi Wina 1969 diaplikasikan dalam hal ini karena Pasal ini mengatur mengenai konflik antara hukum internasional dengan hukum internal. Regulation (EC), mempertimbangkan karakteristik-karakteristiknya dan apabila dilihat dengan kacamata Global Governance, lebih cocok disamakan dengan hukum internal dibandingkan dengan hukum internasional. Konvensi Montreal 1999 telah menyatakan secara eksplisit bahwa dasar hukum untuk gugatan ganti kerugian atas keterlambatan angkutan udara adalah bersifat eksklusif, yang berarti dasar hukum untuk gugatan ganti kerugian hanya boleh berdasarkan Konvensi ini saja dan bukan instrumen hukum lain. Eksklusifitas inilah yang dilanggar oleh EU dengan membuat Regulation (EC) No. 261/2004. Kedua instrumen hukum ini mengatur hal yang sama yaitu tanggung jawab pengangkut dalam hal keterlambatan angkutan udara. Dengan demikian, ada konflik antara Konvensi Montreal 1999 dengan Regulation (EC) No. 261/2004.

This research analyzes conflict between international law and internal law using 1969 Vienna Convention. The issue highlighted in this research is the conflict between 1999 Montreal Convention and Regulation (EC) No. 261/2004 regarding air carrier`s liability in case of delay as decided by the ECJ in the Case C-344/04. Article 27 of 1969 Vienna Convention is applied since this Article regulates the conflict between international law and internal law. Regulation (EC), considering its characteristics and when it is viewed using Global Governance approach, is more appropriately determined as internal law rather than international law. 1999 Montreal Convention has explicitly stated that basis of claims for any damages arising out of delay is exclusive, meaning that this Convention is the only basis of claims for any damages arising out of delay and not any other legal instrument. This exclusivity has been breached by EU by making Regulation (EC) No. 261/2004. Both of these legal instruments are relating to the same matter, which is air carrier`s liability in case of delay. Therefore, there is a conflict between 1999 Montreal Convention and Regulation (EC) No. 261/2004."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S53155
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gardam, Judith Gail
London: Martinus Nijhoff, 1993
341.67 GAR n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Gracia Putri, auhtor
"Skripsi ini membahas tentang penerapan ketentuan aborsi dalam UU Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya bagi anak korban kekerasan seksual. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini akan menjelaskan pengaturan aborsi di Indonesia, mulai dari ketentuan dalam KUHP yang secara mutlak melarang praktik aborsi, hingga ketentuan dalam Undang-Undang Kesehatan yang memberikan pengecualian terhadap aborsi, khususnya bagi korban aborsi. kekerasan seksual. Penelitian ini juga membahas penerapan pengaturan dalam UU Kesehatan terhadap anak korban kekerasan seksual, berdasarkan kasus aborsi anak korban perkosaan dalam putusan Pengadilan Negeri Muara Bulian No. 5/Pid.Sus -Anak/2018/Pn. Mbn. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa meskipun UU Kesehatan telah memberikan pengecualian terhadap aborsi yang dilakukan karena perkosaan, namun ketentuannya tidak dapat memberikan perlindungan bagi anak yang menjadi korban kekerasan seksual karena ketentuan tersebut terlalu membatasi. UU Kesehatan juga tidak dapat melindungi anak dari aborsi yang tidak aman. (aborsi tidak aman), dan ketentuannya tidak dapat memenuhi hak atas kesehatan reproduksi anak, yaitu dalam hal kemudahan akses aborsi aman. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembenahan dan penyempurnaan ketentuan aborsi dalam UU Kesehatan agar lebih berperspektif korban, memberikan perlindungan bagi anak dan memberikan akses yang lebih besar kepada korban anak untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi.
This thesis discusses the application of abortion provisions in the Health Law and its implementing regulations for child victims of sexual violence. By using normative juridical research methods, this study will explain the regulation of abortion in Indonesia, starting from the provisions in the Criminal Code which absolutely prohibits the practice of abortion, to the provisions in the Health Law that provide exceptions to abortion, especially for abortion victims. sexual violence. This study also discusses the application of the regulations in the Health Law on children who are victims of sexual violence, based on the case of abortion of children who are rape victims in the decision of the Muara Bulian District Court No. 5/Pid.Sus -Anak/2018/Pn. Mbn. The results of this study state that although the Health Law has provided an exception for abortions carried out due to rape, its provisions cannot provide protection for children who are victims of sexual violence because the provisions are too restrictive. The Health Act also cannot protect children from unsafe abortions. (unsafe abortion), and its provisions cannot fulfill the right to reproductive health of children, namely in terms of easy access to safe abortion. Therefore, it is necessary to revamp and improve the abortion provisions in the Health Law to have a more victim perspective, provide protection for children and provide greater access to child victims to obtain reproductive health services."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romani, Carlos Fernandez de Casadevante
"These are norms generally characterized by a certain concept from the perspective of victims, as well as by the enumeration of a list of rights to which they are entitle to, rights upon which the international statute of victims is built. In reverse, these catalogues of rights are the states? obligations. Most of these rights are already existent in the international law of human rights. Consequently, they are not new but consolidated rights. Others are strictly linked to victims, concerning the following categories, victims of crime, victims of abuse of power, victims of gross violations of international human rights law, victims of serious violations of international humanitarian law, victims of enforced disappearance, victims of violations of international criminal law and victims of terrorism.
"
Berlin: Springer, 2012
e20400284
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
G. P. H. Haryomataram
Jakarta: Rajawali, 1984
341.6 HAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
G. P. H. Haryomataram
Jakarta: Bumi Nusantara Jaya, 1988
341.602 HAR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Rasya Nadhine
"Tulisan ini menganalisis perbandingan pengaturan terkait rokok dalam Undang-Undang Kesehatan dari masa ke masa beserta peraturan-peraturan pelaksananya. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Fokus utama penelitian ini adalah untuk memahami regulasi mengenai rokok yang berkembang serta implikasi dari setiap perubahan tersebut terhadap kesehatan masyarakat dan industri tembakau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan mengenai rokok di Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan mengatur zat adiktif secara umum tanpa menyebutkan rokok secara spesifik. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan memperkenalkan aturan yang lebih spesifik mengenai rokok, termasuk pembatasan pada iklan, promosi, dan kawasan bebas rokok. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memperluas cakupan regulasi dengan memasukkan rokok elektronik dan memperkenalkan aturan-aturan baru. Setiap perubahan regulasi membawa implikasi penting baik untuk kesehatan masyarakat, maupun bagi industri tembakau. Secara keseluruhan, penelitian ini menyimpulkan bahwa regulasi mengenai rokok di Indonesia telah berkembang menuju pendekatan yang lebih komprehensif dan berfokus pada kesehatan masyarakat. Meskipun demikian, tantangan dalam penegakan dan pengawasan tetap ada, terutama dalam menghadapi perkembangan baru seperti rokok elektronik. Upaya lebih lanjut diperlukan untuk menyeimbangkan antara perlindungan kesehatan dan dampak ekonomi pada industri tembakau.

This thesis analyzes how the comparison of smoking-related regulations in the Health Act from time to time along with its implementing regulations. This paper is prepared using the doctrinal method. The focus of this study is to understand how the regulation of smoking has developed and the implications of any changes to public health and the tobacco industry. The results show that the regulation of smoking in Indonesia has undergone significant development. Law No. 23 of 1992 on Health regulates addictive substances in general without mentioning cigarettes specifically. Law No. 36 of 2009 on Health introduced more specific regulations on smoking, including restrictions on advertising, promotion, and smoke-free areas. Law No. 17 of 2023 on Health expanded the scope of regulation to include electronic cigarettes and introduced new rules. Each regulatory change has important implications for both public health and the tobacco industry. Overall, this study concludes that smoking regulation in Indonesia has evolved towards a more comprehensive and public health-focused approach. Nonetheless, challenges in enforcement and supervision remain, especially in the face of new developments such as electronic cigarettes. Further efforts are needed to strike a balance between health protection and economic impact on the tobacco industry."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Easter Ludovika
"Aborsi adalah masalah yang selalu menuai pro dan kontra di berbagai masyarakat secara global. Bagian masyarakat menentang legalisasi praktik aborsi karena tindakan itu dianggap melanggar hak asasi manusia dengan merampas hak hidup janin. Namun, ada juga orang yang mendukung legalisasi praktik aborsi dengan argumen bahwa perempuan memiliki otonomi atau kontrol untuk tubuh mereka sendiri dan untuk demi hak-hak perempuan tentang kesehatan reproduksi. Di Indonesia, aborsi adalah dilarang dengan pengecualian tertentu, seperti aborsi karena alasan medis indikasi darurat dan aborsi yang disebabkan oleh pemerkosaan.
Esai ini akan membahas tentang legalisasi aborsi dari perspektif etika dan hukum. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekunder data, seperti hukum kesehatan dan peraturan pelaksanaan, Kode Indonesia Etika Medis, sastra, jurnal dan sebagainya. Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, ketentuan tentang aborsi diatur dalam Undang-Undang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya disebabkan argumen bahkan penolakan di dokter karena dianggap bertentangan dengan Kode Etik Medis Indonesia. Argumen berdasarkan perbedaan nilai atau perspektif yang diadopsi oleh masing-masing individu. Dalam menghadapi dilema etika itu, tenaga kesehatan profesional terutama dokter dipaksa untuk memberikan penilaian etis dan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang aborsi yang aman dan memastikan ketersediaan layanan aborsi hukum untuk masyarakat yang membutuhkan layanan itu.

Abortion is a problem that is always reaping the pros and cons in various societies globally. Parts of society oppose the legalization of the practice of abortion because of that action considered to violate human rights by depriving fetal rights of life. However, there are also people who support the legalization of the practice of abortion with the argument that women have autonomy or control for their own bodies and for the sake of women's rights regarding reproductive health. In Indonesia, abortion is prohibited with certain exceptions, such as abortion due to medical reasons indications of emergency and abortion caused by rape.
This essay will discuss about legalizing abortion from an ethical and legal perspective. This research uses the normative juridical method. The data source used in this study is secondary data, such as health laws and implementing regulations, Indonesian Code of Medical Ethics, literature, journals and so on. The data obtained will be analyzed using a qualitative approach.
Based on the results of the study, the provisions regarding abortion are regulated in the Health Act and its implementing regulations are caused by arguments and even rejection by doctors because they are considered to be in conflict with Indonesian Medical Ethics Code. Arguments based on differences values ​​or perspectives adopted by each individual. In the face of this ethical dilemma, health professionals, especially doctors, are forced to provide ethical judgments and morally responsible decisions. In addition, the government also needs to provide information to the public about safe abortion and ensure the availability of legal abortion services for people who need these services.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>