Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101705 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muh Iqbal Romadhoni
"Era reformasi ditandai dengan adanya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang berdampak pada pesatnya perkembangan pembentukan lembaga-lembaga baru utamanya lembaga negara penunjang. Lembaga-lembaga tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan mulai dari undang-undang dasar hingga peraturan presiden. Hal ini dilakukan demi menyelenggarakan pemerintahan secara lebih efektif dan efisien apalagi ditambah dengan kompleksitas permasalahan suatu negara yang semakin rumit dan fungsi tersebut tidak dapat lagi dijalankan oleh lembaga yang ada sehingga dibutuhkan lembaga-lembaga baru untuk mengisi kekosongan tersebut. Salah satu dari lembaga-lembaga baru itu adalah Kantor Staf Presiden yang merupakan lembaga yang bertugas untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden dan Wakil Presiden. Meskipun demikian, pembentukan Kantor Staf Presiden menimbulkan pro kontra dari berbagai kalangan dari mulai adanya indikasi tumpang tindih hingga pemborosan anggaran. Indikasi tumpang tindih ini didasari atas banyaknya lembaga “penasihat” presiden yang sudah terlebih dahulu dibentuk sehingga hal tersebut berpotensi adanya pemborosan anggaran akibat menghabiskan anggaran terhadap lembaga yang sebenarnya fungsinya telah dijalankan oleh lembaga lain. Oleh karena itu, Skripsi ini membahas mengenai kedudukan dan kewenangan Kantor Staf Presiden.: Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Penelitian ini memberikan jawaban terkait kedudukan dan kewenangan Kantor Staf Presiden dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Kemudian, potensi tumpang tindih akibat dibentuknya Kantor Staf Presiden dengan Lembaga pemerintah yang lainnya terkait tugas dan fungsi yang melekat pada lembaga-lembaga tersebut
The Reformation era was marked by the amendments of UUD 1945 which had impacts on the rapid development of forming of new institutions, especially state auxiliary bodies. These institutions are formed with regulations ranging from the constitution to presidential regulations. This is done in order to organize government more effectively and efficiently, especially coupled with the complexity of a nation's problems that are increasingly complex and this function can no longer be carried out by existing institutions so that new institutions are needed to fill the gap. One of the new institutions is Presidential Staff Office (Kantor Staf Presiden) which is an institution that tasked to support the administration of government by the President and Vice President. Although, the formation of the Presidential Staff Office raises the pros and cons of various groups ranging from indications of overlapping to wasteful budgets. This overlapping indication is based on the number of presidential "advisory" institutions that have been formed beforehand so that there is potential for a waste of budget due to spending the budget on an institution whose function has been carried out by other institutions. Therefore, this thesis discusses the position and authority of the Presidential Staff Office. This research use normative legal research method. This research provides answers related to the position and authority of the Presidential Staff Office in the constitutional law system in Indonesia. Then, the potential for overlapping as a result of the existence of the Presidential Staff Office with other government institutions related to the tasks and functions attached to these institutions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewo Baskoro
"ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang rawan akan keadaan bahaya. Untuk itu, perangkat hukum yang ada haruslah memadai agar dapat mengatasi keadaan bahaya tersebut. Namun, kewenangan yang diberikan kepada Pemegang Kekuasaan Eksekutif pada saat negara berada di dalam keadaan bahaya seringkali diiringi dengan kesewenang-wenangan. Skripsi ini akan menjabarkan dan meninjau kembali kewenangan-kewenangan yang diberikan kepada Pemegang Kekuasaan Eksekutif dalam rangka mengatasi keadaan bahaya dari masa ke masa dan mengklasifikasi teori keadaan bahaya yang dianut dari masing-masing masa pengaturan tersebut. Penelitian ini juga akan membandingkan pengaturan konstitusi di Indonesia terkait Keadaan Bahaya dengan konstitusi di negara-negara lainnya. Akhirnya, skripsi ini menemukan bahwa Kewenangan Pemegang Kekuasaan Eksekutif terkait Keadaan Bahaya Indonesia dewasa ini mencakup bidang-bidang terkait orang, tempat, barang, kebebasan berekspresi, komunikasi, transportasi, dan perundang-undangan. Skripsi ini menyimpulkan bahwa Pengaturan Kewenangan Pemegang Kekuasaan Eksekutif di Indonesia saat ini condong kepada teori keadaan bahaya Carl Schmitt, dan pengaturan konstitusi di Indonesia sama sekali tidak mengikuti tren pengaturan negara-negara lain

ABSTRACT
Indonesia is full of state of emergency hazards. Therefore, it rsquo s law needs to be able to overcome those threats. But the given authority of the Executive in times of emergency could become a tool of abuse. This Thesis will describe and review those power in times of emergency from time to time and determine which theory of exception that it imply. This research will also compare constitutional statutes pertaining state of emergency in Indonesia with other countries. By the end of this thesis, we will be able to know the authority of the Executive of Indonesia in times of emergency which include the matter of individual freedom, places, the use and claiming of material things, freedom of expression, communication, transportation, and in regards of rules. We shall be able to conclude that the authority that are given to the Executive of Indonesia regarding state of emergency are more of a Carl Schmitt rsquo s state of exception view than the Hans Kelsen rsquo s one. This research will also show that the rule in the constitution of Indonesia pertaining state of emergency doesn rsquo t follow the current trend of rulling in many countries."
2017
S69431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dora Nina Lumban Gaol
"

Perkembangan lembaga negara mengalami dinamika sesuai dengan kebutuhan dalam menjalankan kekuasaan negara. Salah satu kebutuhan yang diangap penting oleh pengambil keputusan adalah pentingnya pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh penyelenggara negara yang berujung pembentukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Lahirnya lembaga ini menjadi perdebatan mulai dari hal yang paling mendasar: ada tidaknya urgensi pembinaan ideologi di Indonesia. Pro kontra juga lahir terkait kedudukan, tugas, dan fungsinya yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Perbedaan pandangan mengenai hubungannya dengan lembaga negara lain pun menjadi perbincangan hangat dalam kajian Hukum Tata Negara. Dengan penelitian yuridis normatif, penelitian ini bertujuan menjelaskan kedudukan dan kewenangan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia. Penulis juga mengkaji potensi tumpang tindih dengan lembaga negara lain berkaitan tugas dan fungsinya. Sebagai pengayaan penulis membawa contoh pandangan konstitusi beberapa negara terkait ideologi.


The development of state institutions experiences dynamics in accordance with the need to exercise state power. One of the needs that is considered important by decision makers is the importance of fostering the ideology of Pancasila to all state administrators which ended in the creation of new state institutions called Pancasila Ideology Guidance Agency (BPIP). The existence of this institution became something debatable s from the most basic: the urgency of fostering ideology in Indonesia. Pros and cons were also born related to the position, duties, and functions as written in Presidential Regulation Number 7 Year 2018 about the Pancasila Ideology Guidance Agency. Differences views regarding its relationship with other state institutions also became an issue in the study of Constitutional Law. With normative juridical research, this study aims to explain the position and authority of the Pancasila Ideology Guidance Agency in the constitutional system in Indonesia. The author also examines the potential for overlapping with other state institutions regarding their duties and functions. As an enrichment the author brings an example of the views of the constitutions of several countries related to ideology.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Suny
Jakarta: Aksara Baru, 1983
342.06 ISM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Yogyakarta: UII, 2005
328.014 JIM f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Patrialis Akbar
Jakarta: Total Media, 2013
320.404 PAT h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wicitra Wening Palupi
"Salah satu fenomena yang sangat penting pasca perubahan Undang-Undang Dasar 1945 adalah berkembang pesatnya lembaga-lembaga negara mandiri (state auxiliary agencies) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut dibentuk dengan dasar hukum yang berbeda-beda, baik dengan konstitusi, undangundang, bahkan ada yang dibentuk dengan keputusan presiden saja. Lembagalembaga ini seringkali disebut dengan Lembaga Non Struktural. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana perkembangan Lembaga Non Struktral di Indonesia pasca era reformasi yang lebih spesifik menganalisa tentang kedudukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan sebagai Lembaga Non Struktural.
Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dengan metode kualitatif. Lembaga Non Struktural di Indonesia berkembang sangat pesat setelah adanya perubahan UUD 1945 pada tahun 2002 lalu. Oleh karena itu, perlu dilakukannya pembahasan mendalam mengenai Lembaga Non Struktural yang ada di Indonesia agar lembaga lembaga baru yang bersifat independen ini tidak semakin menjamur, salah satunya dengan dibuat peraturan yang jelas menerangkan bagaimana ciri, syarat, dan urgensi untuk membentuk Lembaga Non Struktural. Dalam menganalisa, Komnas Perempuan dapat dikatakan sebagai LNS yang memiliki fungsi sebagai National Human Right Institution yang berfungsi mengawasi pelaksanaan dari hak-hak perempuan agar tidak terjadi pengabaian, pelanggaran HAM warga negara, serta melakukan upaya-upaya perlindungan dan pemajuan HAM.

A phenomenon that is very important after the amendment of the Constitution of 1945 is the rapid growth of independent state institutions (state auxiliary agencies) in the state system of Indonesia. These institutions formed by different legal basis, it can be formed with the constitutional mandate, acts, and some have formed by presidential decree only. These institutions are often called as non-structural institutions. This thesis will discuss about the development of Non Structural Agencies after reformation in Indonesia, specifically analyzing in the position of National Commission Anti Violence Against Women as an Non Structural Agencies.
This research is using normative juridical method, with qualitative data analysis. Non Structural institutions in Indonesia is rapidly growing after the amandement of 1945 constitution in 2002. Therefore, further research about Non Structural Agencies in Indonesia is necessary to be done. In order to reduce excessive independent agencies, which have been established earlier, we need to make an explicit regulation that explains characteristic features, and also the requisite urgencies in creating a new Non-Structural Agencies. In analyzing, Komnas Perempuan can be regarded as LNS that has a function as a National Human Rights Institution that watch the implementation of women's rights in order to avoid negligence, violation of human rights of citizens, and the efforts to protect and promote of human rights as well."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64923
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Muthiara Wasti
"ABSTRAK
Indonesia mengakui eksistensi masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya di dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945. Salah satunya adalah lembaga perwakilan masyarakat adat yang
memperlihatkan nilai-nilai tradisional yang masih hidup hingga sekarang.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa belum sepenuhnya
mengakomodir nilai-nilai adat di setiap daerah terutama perwakilan adat di Nagari
Minangkabau. Oleh sebab itu, terdapat dua pokok permasalahan: Pertama,
kedudukan dan kewenangan lembaga perwakilan adat dalam struktur
pemerintahan nagari di Minangkabau dan Undang-Undang tentang Desa dan
Kedua, konsep ideal mengenai lembaga perwakilan adat di Indonesia. Analisis
dilakukan dengan menggunakan teori hukum tata negara adat karena memiliki
kaitan erat dengan nilai-nilai ketatanegaraan Indonesia yang diikuti dengan
penerimaan terhadap keberadaan adat yang lahir dari sebuah persekutuan hukum
dan memiliki ciri khas tersendiri. Selain itu, dilakukan perbandingan pengaturan
masyarakat adat di Amerika Serikat, Australia, Kamerun dan China. Kesimpulan
adalah lembaga perwakilan adat nagari belum sepenuhnya terakomodir dalam
Undang-Undang tentang Desa sehingga dibutuhkan sebuah pengaturan ideal
untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat adat nagari di Minangkabau terutama
dalam unsur keanggotaan, metode pemilihan dan kedudukan dan kewenangan dari
lembaga perwakilan adat tersebut. Untuk itu, diperlukan perubahan terhadap
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam hal pengaturan
mengenai desa adat yang dapat dibandingkan dengan negara lain yang lebih
mempunyai pengaturan dan perlakuan terhadap desa adat di negarannya seperti di
AS, Kamerun, RRC dan Australia.

ABSTRACT
Indonesia acknowledges the existence of indigenous law communities
along with their traditional rights in Article 18 of the Indonesian 1945
Constitution. One of these institution is the traditional people representatives that
embrace traditional values that lives up to the present. Law Number 6 of 2014 on
Villages have not fully accommodated tradition values that exists in the respective
regions, particularly the traditional representation in Nagar Minangkabau. As
such, there are two issues: the position and authority of traditional representative
institutions within the governance structure of nagari in Minangkabau and the
Village Law; and, secondly, the ideal regulation on traditional representative
institutions in Indonesia. The analysis is conducted using the theory of traditional
constitutional law as it bears close relation to Indonesia?s state constitutional
values followed by acceptance of the diversity of customs that arise from an
amalgamation of laws that have their own characteristics. Additionally, a
comparison is carried out as regards regulations that govern indigenous
communities in the United State, Australia, Cameroon, and China. The conclusion
is that the nagari indigenous representative institution is not fully accommodated
in the Village Law and thus an ideal regulatory instrument to accommodate the
need of the nagari indigenous community in Minangkabau, among others
membership, method of election and the position and authority of the indigenous
representative institution."
2016
T46631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Milton, Geroge Fort
Boston: Little, Brown and Company, 1944
353 MIL u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>