Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156496 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tamara Tango
"ALDH1A1 merupakan penanda sel induk kanker yang memiliki peran pada diferensiasi dan metastasis dari sel glioma manusia. Riset ini bertujuan untuk menganalisis ekspresi relatif dari ALDH1A1 di sel glioma manusia dengan derajat keganasan yang berbeda. Sampel diperoleh dari 32 pasien di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang terdiri dari 19 jaringan glioma derajat rendah, 11 jaringan glioma derajat tinggi, dan 2 jaringan otak normal. Isolasi RNA pada glioma dengan derajat keganasan yang berbeda dilakukan sebelum mengukur kuantifikasi relatif ALDH1A1 menggunakan Real-Time Quantitative Reverse Transcription PCR (qRT-PCR). Riset ini menunjukkan terdapat kecenderungan ekspresi berlebih yang lebih tinggi dari ALDH1A1 pada glioma derajat tinggi dibandingkan dengan glioma derajat rendah. Namun hasil ini tidak signifikan secara statistic. Ekspresi ALDH1A1 bervariasi pada glioma dengan derajat keganasan yang berbeda, tetapi
cenderung lebih tinggi pada glioma derajat tinggi. Oleh karena itu, ALDH1A1 berpotensi untuk menjadi penanda klasifikasi malignansi pada glioma. Akan tetapi, riset selanjutnya diperlukan untuk mendukung bukti ini.

ALDH1A1 is a cancer stem cell marker which plays role in differentiation and metastasis of human glioma cells. This research aims to analyze the relative expression of ALDH1A1 in different grades of malignancy of human glioma cells. Initially, the samples were collected from 32 patients in Cipto Mangunkusumo hospital which consisted of 19 low grade glioma tissues, 11 high grade glioma
tissues, and 2 normal brain tissues. Isolation of RNA was performed prior to measurement of relative quantification of ALDH1A1 by using Real-Time Quantitative Reverse Transcription PCR (qRT-PCR) in different malignancies of glioma. The research revealed a tendency of higher overexpression of ALDH1A1 in high grade human glioma compared to those in low grade. However, this result was statistically insignificant. Expression of ALDH1A1 varied in different malignancies of glioma, but tend to be higher in high grade glioma. Therefore,
ALDH1A1 may become potential marker for malignancy classification. However, further research should be conducted to support this evidence.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidinny Izzaturrahmi Hamid
"Glioma is one of the most common central nervous system tumors that show variant responses towards radiotherapies. Most of the cases especially the high grade Glioblastoma Multiforme have very poor prognosis. Pluripotency of cMyc genes might be another factor for the high glial cell differentiation in glioma thus it may become an alternative therapeutic target. mRNA obtained from 20 glioma samples with different degree of malignancy are converted to cDNA and then amplified. Relative quantification of cMyc mRNA expression is measured by calculating the cycle threshold values of Real Time RT PCR and normalized towards 18s rRNA to predict the relationship between the expression of cMyc and the degree of malignancy. The cMyc expression is increased in accordance with the tumor grade. The cMyc expressions in high grade glioma are 17424.23 folds higher when calibrated to the normal cell, whereas the genes in lower grade tumors are expressed with the rate of 6167.35. Despite the statistically insignificant values the genes express, this research has strengthened molecular diagnosis, specifically pluripotency, to be the factor that gives a greater prognostic relevance than the histopathologic diagnosis. As a conclusion, there is a clinical tendency where the c Myc expression is higher than in high degree glioma compared to low degree malignancy, however it is not statistically significant.

Glioma adalah salah satu tumor sistem saraf pusat yang sering terjadi dan memiliki respon yang variatif terhadap radioterapi. Glioblastoma Multiforme cenderung memiliki prognosis buruk terhadap pengobatan. Pluripotensi mRNA cMyc dapat menjadi salah satu faktor tingginya diferensiasi sel glial pada gliom sehingga dapat menjadi target terapi alternatif. mRNA yang diperoleh dari 20 sampel glioma dengan derajat keganasan berbeda ditransformasi menjadi cDNA dan diamplifikasi menggunakan Accupower Two-Step RT-PCR with SYBR Green. Kuantifikasi relatif mRNA cMyc ditentukan dengan menghitung nilai cycle threshold pada RT PCR ang dinormalisasi dengan rRNA 18S untuk melihat hubungan antara ekspresi cMyc dan derajat keganasan glioma. Ekspresi cMyc ternyata lebih tinggi seiring dengan meningkatnya tingkat keganasan. Ekspresi cMyc pada glioma klasifikasi WHO derajat tinggi senilai 17424.23 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ekspresi pada sel otak normal, sedangkan glioma derajat rendah menurut klasifikasi WHO mengalami ekspresi gen cMyc senilai 6167.35. Meskipun nilai yang diperoleh tidak signifikan secara statistik, penelitian ini telah menunjukkan bahwa diagnosis molekuler, terutama pluripotensi, dapat menjadi faktor penentu prognosis glioma selain ditentukan dengan derajat keganasan melalui pemeriksaan histopatologis. Terdapat kecenderungan secara klinis dimana ekspresi relatif mRNA cMyc lebih tinggi pada glioma derajat tinggi dibandingkan dengan glioma derajat rendah, namun nilainya tidak signifikan secara statistik."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fergie Marie Joe Grizella Runtu
"Gen NANOG berperan dalam pembentukan faktor transkripsi yang memiliki DNA binding domain. Protein yang dibentuk oleh gen ini memiliki kemampuan untuk menimbulkan dan mempertahankan sifat pluripotent dari sebuah sel. Dikarenakan sifat sel tumor yang pluripotent, banyak studi telah dilakukan untuk menilai peran NANOG dalam keganansan tumor. Namun, data mengenai peran NANOG pada keganansan gliom belum cukup untuk mengklarifikasi efek NANOG pada perkembangan glioma. Glioma merupakan tumor otak yang paling dijumpai dalam praktik klinis. Tantangan dalam penanganan glioma terletak pada lokasi tumor yang susah dan beresiko untuk dijangkau. Penanganan glioma, beresiko tinggi untuk mengakibatkan kerusakan pada jaringan otak yang dapat berakibat pada kehilangan fungsi tubuh dan bahkan berakibat pada kematian. Dalam kesempatan ini, studi ini dilakukan untuk meninjau peran NANOG dalam keganasan glioma untuk menunjang penanganan dini dan mengurangi mortalitas dan morbiditas penderita. Studi dilaksanankan melalui kuantifikasi gen dengan metode real-time RT-PCR atas specimen glioma yang diperoleh melalui operasi pengangkatan tumor di Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM. Hasil yang diperoleh menunjukan adanya kecenderungan ekspresi NANOG untuk lebih tinggi di glioma tingkat tinggi dibandingkan glioma tingkat rendah walau tidak signifikan menurut statisitik. Diperlukan studi yang lebih besar untuk menunjang peran NANOG sebagain penanda keganasan pada kasus glioma.
NANOG gene codes for a transcription factor with a DNA binding domain that has been found to contribute in maintenance and induction of cell pluripotency. Due to this characteristic, extensive studies have been done to evaluate its function as biomarker of tumor malignancy. However, the role of NANOG in glioma malignancy is not yet elucidated. Glioma, a leading tumor of the brain remains a challenging medical condition due to the location of the tumor. Treatment is complicated due to the high chance of compromising the brain structure which could lead to detrimental effects in body functions. The study conducted is to determine the role of NANOG in glioma malignancy by performing NANOG gene quantification using real-time RT-PCR in low-grade and high-grade glioma samples that was obtained from resection surgery in the Neurosurgery Department of FKUI-RSCM. Statistical analysis, showed that there was not significant difference in NANOG expression between the low-grade and high-grade glioma. Despite the absence of significance, there is a trend for higher expression of NANOG in high-grade glioma compared to low-grade glioma. The result, supports the proposition of NANOG as glioma malignancy biomarker. Further studies need to be conducted with greater sample to bolster the NANOG role in glioma malignancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harrison Handoko
"

Glioma adalah tumor yang bermula dari tulang belakang atau otak yang berasal dari sel glial, dan merupakan salah satu keganasan yang sering ditemukan di Indonesia. TGF-I²1 mempunyai peran yang penting dalam mengontrol homeostasis jaringan dan peranjakan keganasan kanker, oleh sebab itu TGF-I²1 mempunyai potensi untuk menjadi biomarker untuk membedakan antar glioma keganasan tinggi dan rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ekspresi relatif TGF-I²1 glioma tingkat tinggi dan rendah, untuk melihat potensi menjadi biomarker. Dalam eksperimen terdapat 28 sampel yang digunakan dalam studi ini,16 jaringan dengan keganasan rendah, 10 dengan keganasan tinggi dan 2 jaringan otak normal yang didapat dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Indonesia. Jaringan telah digolongkan berdasarkan klasifikasi yang diberikan oleh World Health Organization, derajat 1 dan 2 sebagai keganasan rendah dan derajat 3 dan 4 sebagai derajat tinggi. Ekspresi relatif dari TGF-I²1 dianalisa menggunakan Real-Time RT PCR dengan 18sRNA sebagai houskeeping gene. Dari hasil terlihat bahwa adanya penurunan ekspresi relatif TGF-I²1 di glioma keganasan tinggi saat dibandingkan dengan ekspresi di glioma keganasan rendah. Tetapi setelah dianalisis secara statistik, hasil penemuan ini tidak signifikan. Kegunaan dari TGF-I²1 sebagai biomarker belum terbukti, maka dari itu studi lebih lanjut harus dilakukan untuk menjelaskan fungsi dari TGF-I²1 sebagai biomarker untuk glioma.



Glioma is a term used to describe tumors which originate from the spinal cord or brain, specifically the glial cells. This type of tumor is one of the most commonly found brain malignancies in Indonesia. TGFI²1 has a key role in the maintenance of tissue homeostasis and progression of cancer, due to this fact TGF-I²1 has the potential as a tissue biomarker to differentiate low grade and high grade gliomas. The goal of this study is to analyze the relative expression of TGF-²1 in both high grade and low grade glioma to explore its potential as a biomarker. In the experiment there was a total of 28 samples, 16 low grade glioma, 10 high grade glioma and 2 normal brain tissue obtained from Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia. The sample was categorized to low grade and high grade glioma based on the guideline given by the World Health Organization. Grades 1 and 2 are considered to be low grade gliomas and grades 3 and 4 are considered to be high grade gliomas. The relative expression of TGF-I²1was measured through Real-Time RT-PCR with 18sRNA as a housekeeping gene. It was seen that there was a decrease in the expression of TGF-I²1 in high grade glioma as to low grade glioma. However, when the result was analyzed it is proven to be statistically insignificant.The role of TGF-I²1 as a definitive biomarker for glioma grading is yet to be proven, therefore further research must be conducted to elaborate the role of the gene as a glioma biomarker.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrial Hikmah
"[ABSTRAK
Glioma adalah tumor otak primer yang sampai saat ini sering timbul resistensi
terapi. Sel punca glioma diduga berperan penting dalam resistensi dan rekurensi
sel tumor. Sel punca glioma memiliki penanda permukaan CD133 dan mampu
berpluripotensi dengan mengekspresikan Oct4. Kondisi hipoksia tumor juga
berperan dalam self renewal sel punca glioma. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan keberadaan sel punca glioma dengan keganasan,
pluripotensi dan kondisi hipoksia. Cross sectional digunakan sebagai desain
penelitian dengan jumlah sampel sebanyak 35 jaringan, terdiri atas 15 glioma
derajat keganasan tinggi dan 20 glioma derajat keganasan rendah. Pengukuran
ekspresi relatif mRNA CD133, Oct4 dan HIF-1α menggunakan metode qRTPCR.
Protein HIF-1α dilihat ekspresinya melalui teknik imunohistokimia.
Ekspresi relatif mRNA CD133 dan Oct4 lebih tinggi bermakna (p < 0.05, Mann-
Whitney) pada glioma derajat keganasan tinggi dibanding glioma derajat
keganasan rendah. Protein HIF-1α lebih tinggi bermakna (p < 0,01, Mann-
Whitney) pada glioma derajat keganasan tinggi dibanding glioma derajat
keganasan rendah. Terdapat hubungan ekspresi sel punca glioma CD133 dengan
pluripotensi serta kondisi hipoksia (r = 0,518, r = 0,339; Spearman?s rho) serta
pluripotensi dengan kondisi hipoksia pada derajat keganasan tinggi (r = 0,749;
Spearman?s rho). Ekspresi relatif mRNA CD133, Oct4 dan HIF-1α meningkat
seiring dengan peningkatan derajat keganasan. Terdapat hubungan yang bermakna
antara keberadaan penanda sel punca glioma CD133 dengan pluripotensi dan
kondisi hipoksia pada glioma derajat keganasan tinggi.

ABSTRACT
Glioma is primary brain tumor with frequent therapeutic resistance. Glioma
cancer stem cells were considered to play a role in resistance and recurrence of
tumor cells. Glioma cancer stem cells expressed CD133 on their surface and
capable of pluripotency as expressed by Oct4 positive. Tumor hypoxic condition
also play a role in glioma cancer stem cells self renewal. Aim of this study is to
investigate correlation between glioma cancer stem cells, degree of malignancy,
pluripotency and hypoxia. Design of this study is cross sectional with 35 glioma
samples comprises of 20 low grade malignant glioma and 15 high grade malignant
glioma. Expression of mRNA CD133, Oct4 and HIF-1α were measured using
qRT-PCR. HIF-1α protein expression was detected by immunohistochemistry
from glioma sample. mRNA CD133 and Oct4 expression significantly higher (p <
0.05, Mann-Whitney) in high grade malignant glioma compared to low grade
malignant glioma. HIF-1α tissue expression significantly higher (p < 0,01, Mann-
Whitney) in high grade malignant glioma compared to low grade malignant
glioma. There was correlation between expression of CD133 glioma cancer stem
cells marker with pluripotency and hypoxia (r = 0,518, r = 0,543; Spearman?s rho)
and pluripotency with hypoxia in high grade malignant glioma (r = 0,749;
Spearman?s rho). mRNA CD133, Oct4 and HIF-1α expression increased with
high grade malignant glioma. There was significant correlation between CD133
glioma cancer stem cell marker with pluripotency and hypoxia in high grade
malignant glioma, Glioma is primary brain tumor with frequent therapeutic resistance. Glioma
cancer stem cells were considered to play a role in resistance and recurrence of
tumor cells. Glioma cancer stem cells expressed CD133 on their surface and
capable of pluripotency as expressed by Oct4 positive. Tumor hypoxic condition
also play a role in glioma cancer stem cells self renewal. Aim of this study is to
investigate correlation between glioma cancer stem cells, degree of malignancy,
pluripotency and hypoxia. Design of this study is cross sectional with 35 glioma
samples comprises of 20 low grade malignant glioma and 15 high grade malignant
glioma. Expression of mRNA CD133, Oct4 and HIF-1α were measured using
qRT-PCR. HIF-1α protein expression was detected by immunohistochemistry
from glioma sample. mRNA CD133 and Oct4 expression significantly higher (p <
0.05, Mann-Whitney) in high grade malignant glioma compared to low grade
malignant glioma. HIF-1α tissue expression significantly higher (p < 0,01, Mann-
Whitney) in high grade malignant glioma compared to low grade malignant
glioma. There was correlation between expression of CD133 glioma cancer stem
cells marker with pluripotency and hypoxia (r = 0,518, r = 0,543; Spearman’s rho)
and pluripotency with hypoxia in high grade malignant glioma (r = 0,749;
Spearman’s rho). mRNA CD133, Oct4 and HIF-1α expression increased with
high grade malignant glioma. There was significant correlation between CD133
glioma cancer stem cell marker with pluripotency and hypoxia in high grade
malignant glioma]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh Nailul Fahmi
"Latar belakang: Aldehyde dehydrogenase 1 (ALDH1) merupakan marker sel punca kanker serviks yang menunjukkan karakteristik radioresisten. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ALDH1 terhadap respon radiasi karsinoma sel skuamosa serviks stadium IIIB.
Metode: Sebanyak 58 sampel dari 360 pasien yang didiagnosis karsinoma sel skuamosa serviks stadium IIIB yang mendapat radiasi lengkap periode 2016 – 2021 di RSCM memenuhi kriteria eligibilitas subjek penelitian ini. Pemeriksaan MRI pra-radiasi dan pasca radiasi serta ekspresi ALDH dengan imunohistokimiawi (Santa Cruz®) dilakukan pada 58 sampel blok paraffin. Respon terapi dinilai pada 3 bulan setelah radiasi. Kami membandingkan respon terapi komplet yang dihasilkan pada ekspresi ALDH rendah dan ekspresi ALDH tinggi. Analisis dilakukan dengan software SPSS.
Hasil: Nilai titik potong optimal skor ALDH terhadap respon radiasi adalah 166,05 pg/mL yang diperoleh dari analisis kurva ROC. Nilai AUC menunjukkan hasil 0.682 dengan sensitivitas 63,6% dan spesifisitas 64,0%. Skor ALDH ≥166,05 meningkatkan risiko hingga 3,1 kali untuk tidak tercapainya respon komplet (adj OR 3,127, IK 95% 1,034 – 9,456, p = 0,043). Ukuran tumor pre-radiasi (p = 0,593), derajat diferensiasi (p = 0,161), kelainan ginjal pre-radiasi (0,114), dan keratinisasi (p = 0,477) tidak berhubungan dengan respon radiasi.
Kesimpulan: Ekspresi ALDH yang tinggi berhubungan dengan respon radiasi tidak komplet pada karsinoma sel skuamosa serviks stadium IIIB. Pasien dengan skor ALDH ≥ 166,05 meningkatkan risiko tidak tercapainya respon komplet hingga 3,1 kali lebih tinggi dibandingkan dengan subjek dengan skor ALDH < 166,05.

Background: ALDH is cancer stem cell marker that has radioresistance characteristic. This study aims to determine the association between ALDH1 and the radiation response of stage IIIB cervical squamous cell carcinoma.
Methods: A total 58 of 360 patients diagnosed with stage IIIB cervical squamous cell carcinoma who received complete radiation during 2016-2021 at the RSCM met the eligibility criteria for this study. Pre- and post-irradiation MRI examinations and ALDH expression with immunohistochemistry (Santa Cruz®) were performed on 58 paraffin block samples. Therapy response was assessed at 3 months after radiation. We compared the complete response resulting in low and high ALDH expression. The analysis was carried out with SPSS software.
Results: The optimal ALDH score cut-off point on the radiation response was 166.05 pg/mL which was obtained from the analysis of the ROC curve. The AUC value was 0.682 with sensitivity and specificity, 63,6% and 64%, respectively. ALDH score ≥166.05 increased the risk by 2.7 times for not achieving the complete response (OR = 2,656, IK 95% 0,844 – 8,356, p = 0,095). Pre-radiation tumor size (p = 0.593), degree of differentiation (p = 0.161), renal abnormalities (p = 0.114), and keratinization (p = 0.477) were not associated with radiation response.
Conclusions: High ALDH expression was associated with incomplete radiation response in squamous cell carcinoma of cervix stage IIIB
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Tujuan Menganalisis ekspresi MnSOD pada sel glioma manusia yang dibandingkan dengan sel lekosit sebagai kontrol sel normal, sehingga dapat mengetahui peran MnSOD sebagai antioksidan endogen yang diduga sebagai supresor tumor. Metode Ekspresi MnSOD dianalisis dengan mengukur mRNA MnSOD secara kuantitatif dan aktivitas spesifik enzim MnSOD. Ekspresi MnSOD dideteksi pada 20 pasien glioma dengan menggunakan Real Time RT-PCR untuk mRNA MnSOD dan pemeriksaan biokimia untuk mengukur aktivitas spesifik enzim MnSOD (kit RanSOD). MnSOD pada lekosit digunakan sebagai kontrol. Analisis statistik yang digunakan yaitu uji Kruskal Wallis. Hasil Kadar relatif mRNA MnSOD sel glioma 0,015?0,627 kali lebih rendah dibandingkan dengan sel lekosit sebagai kontrol pada 70 % distribusi sampel, 10 % distribusi sampel menunjukkan nilai 1,002?1,059 serta 20 % distribusi sampel menunjukkan kadar relatif mRNA MnSOD 1,409?6,915 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Begitu pula dengan kadar relatif aktivitas spesifik enzim MnSOD pada sel glioma 0,064?0,506 kali lebih rendah dibandingkan kontrol pada 80 % distribusi sampel serta 20 % distribusi sampel menunjukkan nilai 1,249?2,718 kali lebih tinggi. Kesimpulan Ekspresi gen MnSOD baik mRNA maupun aktivitas spesifik enzim MnSOD pada sebagian besar sampel sel glioma manusia lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan sel lekosit.

Abstract
Aim This study analyze the MnSOD gene expression as endogenous antioxidant in human glioma cells compared with leucocyte cells as control. Methods MnSOD gene expression of 20 glioma patients was analyzed by measuring the relative expression of mRNA and enzyme activity of MnSOD in brain and leucocyte cells. The relative expression of mRNA MnSOD was determined by using quantitative Real Time RT-PCR and the enzyme activity of MnSOD using biochemical kit assay (xantine oxidase inhibition). Statistic analysis for mRNA and enzyme activity of MnSOD was performed using Kruskal Wallis test. Results mRNA of MnSOD in glioma cells of 70 % sample was 0.015?0.627 lower, 10 % was 1.002-1.059 and 20 % was 1.409-6.915 higher than in leucocyte cells. Also the specific activity of MnSOD enzyme in glioma cells of 80 % sample showed 0,064-0,506 lower and 20 % sample was 1.249-2.718 higher than in leucocyte cells. Conclusion MnSOD gene expression in human glioma cells are significantly lower than its expression in leucocytes cells."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyunia Likhayati Septiana
"ABSTRAK
Penggunaan sel punca sebagai anti fibrosis hati cukup menjanjikan. Sel punca CD34 asal darah tali pusat sudah banyak digunakan dalam studi anti fibrosis hati. Penelitian ini menjelaskan efek ko-kultur antara sel stelata hepatik HSC LX-2 dan sel punca CD34 asal darah tali pusat dalam morfologi sel dan ekspresi TGF-?, tenascin-C dan kolagen tipe 1A1. Metode : Sel CD34 diisolasi dari sel darah tali pusat manusia yang dikriopreservasi menggunakan separasi magnet. Sel HSC LX-2 dikultur sebagai kontrol monokultur. Sebagian dipanen dan dihitung untuk dilakukan ko-kultur dengan sel CD34 dalam rasio 1:1. Ko-kultur CD34 dan LX-2 dilakukan dengan metode kultur konvensional 2D dan 3D hanging drop. Hasil monokultur dan ko-kultur dipanen pada hari ke1, 2 dan 3 dan dilakukan pewarnaan imunositokimia tenascin-C ekstraksi RNA untuk analisis kuantitatif dengan real time PCR ekspresi TGF-? dan kolagen tipe 1A1.Hasil : Hasil menunjukkan perbedaan morfologi ko-kultur 2D dan 3D hanging drop dibandingkan kontrol monokultur. Pada ko-kultur 2D terdapat mikromassa, sedangkan pada monokultur 2D tidak ada mikromassa yang terbentuk. Pada ko-kultur 3D hanging drop, terdapat spheroid yang lebih kecil hambatan pembentukan spheroid dibandingkan monokultur 3D hanging drop. Sel CD34 memiliki efek direk terhadap aktivitas sinyal sel stelata hepatik dengan adanya kecenderungan penurunan ekspresi TGF-?. Analisis imunositokimia tenascin-C dalam mikromassa dan spheroid masih perlu dioptimasi. Ko-kultur 2D dan 3D hanging drop method sel punca CD34 asal darah tali pusat dan sel stelata hepatik memiliki efek terhadap penurunan ekspresi kolagen tipe 1A1.Kesimpulan : Sel punca CD34 asal darah tali pusat memiliki efek direk terhadap morfologi sel, inhibisi aktivitas sel stelata hepatik LX-2 yang ditandai dengan penurunan ekspresi TGF-beta dan inhibisi deposisi matriks ekstrasel yang ditandai penurunan ekspresi kolagen tipe 1A1.Kata kunci: sel punca asal darah tali pusat CD34 , sel stelata hepatik, liver fibrosis, TGF-beta, tenascin-C, kolagen 1A1.

ABSTRACT
Background The development of stem cell therapy antifibrotik placing as one of the promising therapy. Umbilical cord blood CD34 stem cells has been widely used in the study antifibrosis. This study describes the effect of co culture between hepatic stellate cells HSC LX 2 and umbilical cord blood CD34 stem cells on cell morphology and expression of TGF , tenascin C and collagen type 1A1.Method CD34 cells were isolated from thawed cryopreserved human umbilical cord blood cells using magnetic separation. LX 2 cells culture were harvested and counted. CD34 and LX 2 cells were mixed in suspension with 1 1 ratio v v . Cell suspension divided into 2 sets 2D co culture plated in standard well plate and 3D co culture as hanging drops. LX 2 monoculture, CD34 dan LX 2 coculture were harvested on day 1, 2 and 3 as sample for further analysis. Tenascin C expression was analysed by imunocytochemistry techniques. TGF Beta and collagen type 1A1 expression was analysed by qPCR.Result The result showed different morphology between co culture and monoculture on 2D and 3D hanging drop. The 2D co culture showed micromass formation, instead of no micromass formation on monoculture. The 3D hanging drop showed smaller spheroid formation spheroid formation inhibition compared with monoculture. CD34 cells showed direct effect on hepatic stellate cell signalling activity represented by the decrease in TGF beta expression, inhibition of extracellular matrix deposition represented by a decrease in Collagen type 1A1 expression.Conclusion UCB CD34 cells showed direct effect on cell morphology, inhibition of hepatic stellate cell LX 2 activity represented by a decrease in TGF beta expression, inhibition of extracellular matrix deposition represented by a decrease in collagen type 1A1 expression. "
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Ramasha Amangku
"HIF-2α adalah mediator yang penting dalam reaksi hipoksia di situasi keganasan dan tingginya tingkat ekspresi HIF-2α berkorelasi dengan konsep metastasis, resistensi terapi dan penurunan kualitas prognosis dalam berbagai bentuk pertumbuhan kanker. Karena kemampuan sel glioma otak yang sangat infiltratif, glioma tidak dapat sepenuhnya dihilangkan dengan pembedahan dimana tingkat kekambuhan juga tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi ekspresi relatif dari gen HIF-2α dihubungkan dengan keganasan glioma. Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 22 sampel yang diperoleh dari Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Ekspresi relatif HIF-2α dianalisis dengan menggunakan quantitative RT-PCR. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan ekspresi relatif HIF-2α pada glioma derajat tinggi dibandingkan dengan glioma derajat rendah, namun tidak bermakna secara statistik. Dengan demikian kemungkinan HIF-2α dapat digunakan sebagai penanda prognostik untuk pasien yang didiagnosis glioma, meskipun eksperimen tambahan perlu dilakukan untuk memperkuat fakta ini.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>