Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163204 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Margaretha L. T
"Pada awalnya imunologi dianggap tidak memiliki peran dalam penyakit kanker, namun
berbagai penelitian saat ini telah membuktikan bahwa sel imun tubuh dapat menghambat
perkembangan sel kanker. Sel imun yang diketahui berperan dalam mematikan sel tumor
adalah sel limfosit T sitotoksik CD4+ dan CD8+.
Reseptor PD-1 atau programmed death 1 ligand (CD279) sebagai molekul yang bersifat
mensupresi proses imunologi dihasilkan pada membran plasma sel T dan jika berikatan
dengan PD-L1 akan menekan respon imun, ekspresi berlebihan dari PD-L1 akan
menekan respons dari sel imun terutama sel limfosit T.
Saat ini rasio neutrofil-limfosit (NLR) darah dikenal sebagai salah satu petanda untuk
prognosis maupun prediktor dalam terapi kanker. Peningkatan jumlah neutrofil di darah
perifer merupakan petanda dari inflamasi kronik yang menunjukkan gangguan dari
imunitas seluler, sedangkan jumlah limfosit darah menunjukkan respons dari sel T
sitotoksik yang baik.
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara NLR pra radiasi
dengan PD-L1 ELISA pasca radiasi (p=0.010) sehingga NLR pra radiasi dapat digunakan
sebagai prediktor untuk PD-L1 ELISA pasca radiasi. Tidak ditemukan hubungan
signifikan antara PD-L1 intratumoral ELISA dengan sebukan limfosit stromal tumor,
namun terdapat kecenderungan hubungan negatif antara PD-L1 intratumoral ELISA
dengan sebukan limfosit stromal tumor pasca radiasi.

Decades ago immunology was not considered to have role in cancer, but various studies
have now proven that immune cells can inhibit the development of cancer cells. Immune
cells that are known to play a role in killing tumor cells are CD4 + and CD8 + cytotoxic
T cells.
PD-1 receptor or programmed death 1 ligand (CD279) as a molecule that suppresses the
immunological process produced on the T cell plasma membrane and it binds to PD-L1
will suppress the immune response, thus excessive expression of PD-L1 will suppress
the response of immune cells especially T cell lymphocytes
Recently the neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) is known as one of the markers for the
prognosis and predictor of cancer therapy. An increase in the number of neutrophils in
peripheral blood is a sign of chronic inflammation which shows a disruption of cellular
immunity, whereas the number of blood lymphocytes shows a response from normal
cytotoxic T cells.
This study showed that there was a significant correlation between pre-EBRT NLR and
post EBRT PD-L1 ELISA (p = 0.010) so that pre-EBRT NLR could be used as a predictor
for post EBRT PD-L1 ELISA. No significant relationship was found between
intratumoral PD-L1 ELISA with a tumor stromal lymphocyte, but there was a trend of
negative relationship between intratumoral PD-L1 ELISA with a post-radiation tumor
stromal lymphocyte"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kharisma Prasetya Adhyatma
"Studi-studi sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara rasio neutrofil-limfosit
(neutrophil-to-lymphocyte ratio, NLR) dan rasio platelet-limfosit (platelet-to-lymphocyte
ratio, PLR) sebagai penanda respons inflamasi sistemik dalam mendiagnosis kanker
prostat. Tujuan studi ini adalah menilai NLR dan PLR prebiopsi prostat untuk
menentukan efektivitasnya dalam memprediksi kanker prostat. Studi ini menggunakan
desain retrospektif. Penelitian ini mengikutsertakan seluruh pasien hiperplasia prostat
benigna (benign prostatic hyperplasia, BPH) dan kanker prostat yang menjalani biopsi di
Rumah Sakit Adam Malik antara bulan Agustus 2011 sampai Agustus 2015. Batas PSA
yang digunakan adalah 5 ng/dL sebagai kandidat biopsi. Hubungan antara variabel
prebiopsi yang mempengaruhi persentase prostat dievaluasi termasuk usia, kadar
prostate-specific antigen (PSA), dan estimasi volume prostat (estimated prostate volume,
EPV). Nilai PLR dan NLR dihitung dari rasio hitung platelet dengan neutrofil absolut
terhadap hitung limfosit absolut. Nilainya kemudian dianalisis dan dilihat apakah terdapat
hubungan dengan diagnosis BPH dan kanker prostat. Dari 298 pasien yang diikutsertakan
dalam studi ini, penelitian ini membagi dua grup menjadi 126 (42,3%) pasien BPH dan
172 (57,7%) pasien kanker prostat. Terdapat perbedaan yang signifikan pada PSA
(19.28±27.11 ng/dL vs 40.19±49.39 ng/dL), EPV (49.39±23.51 cc vs 58.10±30.54 cc),
PLR (160.27±98.96 vs 169.55±78.07), dan NLR (3.57±3.23 vs 4.22 ± 2.59) pada kedua
grup (p<0,05). Analisis Receiver Operating Characteristics (ROC) dilakukan untuk PLR
dan NLR dalam menganalisis nilainya dalam memprediksi kanker prostat. Area Under
Curve (AUC) PLR adalah 57,9% dengan sensitivitas 56,4% dan spesifisitas 55,6% pada
batas cut-off 143 (p=0,02). Cut-off NLR 3,08 memberikan AUC 62,8% dengan
sensitivitas 64,5% dan spesifisitas 63,5%. AUC ini komparabel bila dibandingkan dengan
AUC PSA sendiri (68,5%). Penelitian ini lalu menjalani regresi logistik antara PSA, PLR,
dan NLR dengan hasil eksklusi PLR bila dihitung seara konjungtif. DEngan demikian,
NLR memiliki performa menjanjikan dalam memprediksi kanker prostat pada pasien
dengan PSA di atas 4 ng/dL (RO=3,2; 95% CI: 1,96-5,11). Kami menemukan bahwa
sebanyak 80 (63,5%) pasien dengan biopsi jinak memiliki nilai NLR negatif dalam studi
ini. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa NLR memiliki potensi menjanjikan dalam
memprediksi kanker prostat. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memvalidasinya
sebagai alat diagnostik.

Previous studies demonstrated promising value of platelet-to-lymphocyte (PLR) and
neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) as systemic inflammatory response in prostate
cancer. This study was conducted to evaluate their pre-biopsy values in predicting
prostate cancer. This is a diagnostic study with retrospective design. We included all
benign prostatic hyperplasia (BPH) and prostate cancer (PCa) patients who underwent
prostate biopsy in Adam Malik Hospital between August 2011 and August 2015. We used
PSA value above 4 ng/dL as the threshold for the biopsy candidates. The relationship
between pre-biopsy variables affecting the percentage of prostate cancer risk were
evaluated, including: age, prostate specific antigen (PSA) level, and estimated prostate
volume (EPV). The PLR and NLR was calculated from the ratio of related platelets or
absolute neutrophil counts with their absolute lymphocyte counts. The values then
analyzed to evaluate their associations with the diagnosis of BPH and PCa. Out of 298
patients included in this study, we defined two groups consist of 126 (42.3%) BPH and
172 PCa (57.7%) patients. Mean age for both groups are 66.36±7.53 and 67.99±7.48 years
old (p=0.64), respectively. There are statistically significant differences noted from PSA
(19.28±27.11 ng/dL vs 40.19±49.39 ng/dL), EPV (49.39±23.51 cc vs 58.10±30.54 cc),
PLR (160.27±98.96 vs 169.55±78.07), and NLR (3.57±3.23 vs 4.22 ± 2.59) features of
both groups (p<0.05). A Receiver Operating Characteristics (ROC) analysis was
performed for PLR and NLR in analyzing their value in predicting prostate cancer. The
Area Under Curve (AUC) of PLR is 57.9% with sensitivity of 56.4% and specificity of
55.6% in the cut-off point of 143 (p=0.02). The NLR cut-off point of 3.08 gives 62.8%
AUC with 64.5% sensitivity and 63.5% specificity. These AUCs were comparable with
the AUC of PSA alone (68.5%). We performed logistic regression between PSA, PLR,
and NLR with result in the exclusion of PLR if calculated conjunctively. Therefore, NLR
has a promising performance in predicting PCa in patients with PSA above 4 ng/dL
(OR=3.2; 95% CI: 1.96-5.11). We found as many as 80 (63.5%) patients with benign
biopsy results with negative NLR value in this study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nicholas Kristanta Sandjaja
"Latar Belakang. Pneumonia komunitas merupakan masalah kesehatan global dan memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Rasio neutrofil-limfosit merupakan petanda inflamasi yang sederhana, cepat dan murah serta dapat dilakukan di fasilitas terbatas. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa RNL saat awal perawatan dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas, lama rawat inap dan kemungkinan kejadian sepsis, tetapi belum ada studi yang meneliti perannya dalam memprediksi kesembuhan dalam 7 hari pada pasien dengan pneumonia komunitas.
Tujuan. Mengetahui peran rasio neutrofil-limfosit dalam memprediksi kesembuhan dalam 7 hari pada pasien dengan pneumonia komunitas.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif terhadap pasien pneumonia komunitas yang dirawat di RSCM dari periode 1 November 2017-31 Desember 2018. Data neutrofil, limfosit dan leukosit serta RNL pada awal perawatan diambil dari rekam medis. Kriteria kesembuhan dalam 7 hari berupa perbaikan keluhan, pemeriksaan fisik, tanda vital yang stabil sesuai panduan IDSA/ATS dan atau perbaikan rontgent toraks. Nilai rasio neutrofil-limfosit yang optimal didapatkan menggunakan kurva ROC. Analisis variabel perancu dilakukan dengan regresi logistik.
Hasil. Terdapat 195 subjek penelitian yang dianalisis. Median usia sampel 65 tahun (21-90), dengan penyakit komorbid terbanyak adalah diabetes melitus (49,7%), terdapat 1 pasien yang mendapatkan antibiotik sebelum perawatan, dan 72,1% pasien dengan skor CURB-65 ≥ 2. Dari kurva ROC didapatkan nilai AUC 0,554 (IK95%: 0,473-0,635) dengan p>0,05. Analisa regresi logistik dan analisis subgrup menunjukkan CURB-65 skor 2 merupakan effect modifier.
Kesimpulan. Rasio neutrofil-limfosit pada awal perawatan tidak dapat digunakan sebagai prediktor untuk memprediksi kesembuhan dalam 7 hari pada pasien dewasa pneumonia komunitas yang dirawat

Background. Community acquired pneumonia is a global health problem and has a high morbidity and mortality. The neutrophil to lymphocyte ratio is a simple, rapid, inexpensive marker of systemic inflammation and can be done in a limited facility. Other studies had shown that neutrophil to lymphocyte ratio can be used to predict mortality, length of stay and sepsis, but there are no studies that investigate its role in predicting cure within 7 days in patients with community acquired pneumonia.
Aim. To investigate neutrophil to lumphocyte ratio as a predictor of cure within 7 days in patients with community acquired pneumonia.
Method. A retrospective cohort study was conducted using medical records in Cipto Mangunkusumo Hospital for community acquired pneumonia patients who were admitted from the period 1st November 2017-31st December 2018. Neutrophil, lymphocytes and neutrophil to lymphocyte ratio was obtained upon admittance. Criteria for cure within 7 days include improvement of clinical symptoms, physical examination, stable vital signs according to IDSA / ATS guidelines and or improvement of chest X-ray. Neutrophil to lymphocyte cut off was determined using the ROC curve. Confounding factors was analysed using logistic regression.
Results. There were 195 subjects. Median age was 65 years (21-90). Diabetes mellitus (49.7%) was the most frequent comorbid. There were one patients treated with antibiotics prior to admission and 72.1 % of patients with a CURB-65 score ≥ 2. ROC curve showed that AUC 0.554 (95%CI: 0.473-0.635 ) with p>0.05. Logistic regression analysis and subgroup analysis showed that CURB-65 2 was an effect modifier.
Conclusion. Neutrophil to lymphocyte ratio upon admittance cannot be used as a predictor of cure within 7 days in adult patients with community acquired pneumonia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrani Imanina Putri Nurtyas
"Pasien sindrom koroner akut (SKA) dengan penyakit ginjal kronik (PGK) diketahui memiliki risiko mortalitas lebih tinggi dibandingkan dengan pasien SKA tanpa disertai PGK. Setiap tahunnya, dilaporkan 9% kematian akibat penyakit jantung koroner (PJK) yang disertai PGK, yaitu hampir 10 – 20 kali lebih tinggi dibanding populasi umum. Pada pasien SKA dengan PGK terjadi proses inflamasi kronik yang memainkan peranan penting dalam perubahan morfologi dan fungsional sel endotel yang mengakibatkan akselerasi proses aterosklerosis yang berkaitan dengan keparahan koroner pasien SKA dan berujung meningkatkan kejadian major adverse cardiac event (MACE). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran rasio neutrofil limfosit (RNL) sebagai prediktor MACE dan korelasinya dengan derajat keparahan koroner pada pasien SKA dengan PGK. Digunakan 2 desain pada penelitian ini, yaitu studi nested case control dengan 31 subjek yang mengalami MACE sebagai kelompok kasus dan 28 subjek yang tidak mengalami MACE sebagai kelompok kontrol dari total 59 pasien SKA dengan PGK, serta studi korelatif dengan pendekatan potong lintang. Pada penelitian ini didapatkan area under curve (AUC) sebesar 60,8% dengan nilai titik potong RNL terhadap kejadian MACE adalah 3,62 dengan sensitivitas 74,2% dan spesifisitas 42,9%. Tidak terdapat perbedaan dan hubungan yang bermakna antara nilai RNL dengan kejadian MACE (p>0,05; OR=2,16 [95%CI=0,63 – 7,51]) dan tidak terdapat korelasi antara nilai RNL dengan derajat keparahan koroner yang dinilai menggunakan skor Gensini (r=0,10; p=0,474).

Acute coronary syndrome (ACS) patients with chronic kidney disease (CKD) are known to have a higher risk of mortality compared to ACS patients without CKD. Every year, 9% of deaths due to coronary heart disease (CHD) accompanied by CKD reported, which is almost 10 – 20 times higher than the general population. In ACS patients with CKD, chronic inflammation play an important role in morphological and functional changes in endothelial cells that resulted in atherosclerosis acceleration associated with coronary severity in SKA patients, thus lead the increase in major adverse cardiac events (MACE). This study aims to determine the role of neutrophil lymphocyte ratio (NLR) as a predictor of MACE and its correlation with the degree of coronary severity in ACS patients with CKD. Two designs were used in this study, first using nested case control study with 31 subjects who experienced MACE as a case group and 28 subjects who did not experience MACE as a control group of a total of 59 ACS patients with CKD. Second using correlative study with a cross-sectional approach. Area under curve (AUC) of 60.8% was obtained with an NLR cutoff value for MACE is 3.62 with 74.2% sensitivity and 42.9% specificity. There is no significant difference and relationship between NLR and MACE (p>0.05; OR= 2.16 [95%CI=0.63 – 7.51]), also no correlation between NLR and coronary severity degree assessed using Gensini score (r = 0.10; p = 0.474)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuki Andrianto
"Tujuan: PD-L1 merupakan protein yang berperan dalam pengaturan respon imun terhadap tumor. Peningkatan ekspresi PD-L1 mengakibatkan antigen atau sel kanker dapat terhindar dari sistem imun. Hubungan ekspresi PD-L1 dengan penggunaan imunoterapi dan radioterapi secara bersamaan telah banyak dilakukan. Akan tetapi, saat ini masih belum diketahui hubungan antara ekspresi tersebut dengan toksisitas akut radiasi. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara ekspresi PD-L1 dengan toksisitas akut selama radiasi dan 2 bulan paska radiasi. Metoda: 30 pasien kanker serviks lanjut local yang mendapatkan terapi radiasi di Departemen radioterapi RSCM. Pasien dilakukan biopsy 2 kali yaitu pra radiasi eksterna dan paska radiasi eksterna untuk dilakukan pemeriksaan ELISA & IHK PD-L1. Selama menjalani radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi, pasien dievaluasi toksisitas akut dengan kirteria CTCAE versi 5. Hasil: Ekspresi PD-L1 pada kanker serviks lanjut lokal yang mendapatkan radiasi tidak memengaruhi pada toksisitas akut selama radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi (p>0,05). Akan tetapi, IHK PD-L1 dengan intesitas ≥ 2 dan ELISA PD-L1 yang mengalami penurunan dari pra radiasi ke paska radiasi, menunjukkan ada kecenderungan memiliki toksisitas yang lebih rendah yaitu ≤ Grade 1. Kesimpulan: Ekspresi PD-L1 tidak menurunkan toksisitas akut radiasi selama radiasi dan 2 bulan paska terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut lokal. Akan tetapi, pada toksisitas akut 2 bulan paska terapi menunjukkan kecenderungan mendapatkan toksisitas radiasi yang lebih rendah pada pasien yang memiliki ekspresi PD-L1.

Objectives: PD-L1 is a protein that controls the immune response to tumors. Increased PD-L1 expression results in immune system not detecting cancer cells. There was a correlation between the expression of PD-L1 and the combined use of immunotherapy and radiotherapy. At this time, however, there is no established association between these expression and radiation acute toxicity.
Methods: Totally 30 locally advanced cervical cancer patients receiving radiation therapy in the Department of Radiotherapy of RSCM. Biopsy was performed twice, pre-external radiation and post-external radiation for PD-L1 ELISA & IHC tests. The patient was evaluated for radiation of acute toxicity with CTCAE version 5 during external radiation and 2 months post-radiation.
Results: The expression of PD-L1 in local advanced cervical cancer which received radiation did not affect acute toxicity during external radiation and 2 months post radiation (p > 0.05). However, PD-L1 CPI with intensity ≥ 2 and PD-L1 ELISA which decreased from pre-radiation to post-radiation, showed a tendency to have lower toxicity, namely ≤ Grade 1. Conclusion: PD-L1 expression in local advanced cervical cancer patients did not reduce the acute toxicity of radiation during external radiation and 2 months post-treatment. Nonetheless, 2 months post-therapy, acute toxicity showed a propensity to lower toxicity in patients with expression of PD-L1.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuki Andrianto
"Tujuan: PD-L1 merupakan protein yang berperan dalam pengaturan respon imun terhadap tumor. Peningkatan ekspresi PD-L1 mengakibatkan antigen atau sel kanker dapat terhindar dari sistem imun. Hubungan ekspresi PD-L1 dengan penggunaan imunoterapi dan radioterapi secara bersamaan telah banyak dilakukan. Akan tetapi, saat ini masih belum diketahui hubungan antara ekspresi tersebut dengan toksisitas akut radiasi. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara ekspresi PD-L1 dengan toksisitas akut selama radiasi dan 2 bulan paska radiasi. Metoda: 30 pasien kanker serviks lanjut local yang mendapatkan terapi radiasi di Departemen radioterapi RSCM. Pasien dilakukan biopsy 2 kali yaitu pra radiasi eksterna dan paska radiasi eksterna untuk dilakukan pemeriksaan ELISA & IHK PD-L1. Selama menjalani radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi, pasien dievaluasi toksisitas akut dengan kirteria CTCAE versi 5. Hasil: Ekspresi PD-L1 pada kanker serviks lanjut lokal yang mendapatkan radiasi tidak memengaruhi pada toksisitas akut selama radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi (p>0,05). Akan tetapi, IHK PD-L1 dengan intesitas ≥ 2 dan ELISA PD-L1 yang mengalami penurunan dari pra radiasi ke paska radiasi, menunjukkan ada kecenderungan memiliki toksisitas yang lebih rendah yaitu ≤ Grade 1. Kesimpulan: Ekspresi PD-L1 tidak menurunkan toksisitas akut radiasi selama radiasi dan 2 bulan paska terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut lokal. Akan tetapi, pada toksisitas akut 2 bulan paska terapi menunjukkan kecenderungan mendapatkan toksisitas radiasi yang lebih rendah pada pasien yang memiliki ekspresi PD-L1.

Objectives: PD-L1 is a protein that controls the immune response to tumors. Increased PD-L1 expression results in immune system not detecting cancer cells. There was a correlation between the expression of PD-L1 and the combined use of immunotherapy and radiotherapy. At this time, however, there is no established association between these expression and radiation acute toxicity. Methods: Totally 30 locally advanced cervical cancer patients receiving radiation therapy in the Department of Radiotherapy of RSCM. Biopsy was performed twice, pre-external radiation and post-external radiation for PD-L1 ELISA & IHC tests. The patient was evaluated for radiation of acute toxicity with CTCAE version 5 during external radiation and 2 months post-radiation. Results: The expression of PD-L1 in local advanced cervical cancer which received radiation did not affect acute toxicity during external radiation and 2 months post radiation (p > 0.05). However, PD-L1 CPI with intensity ≥ 2 and PD-L1 ELISA which decreased from pre-radiation to post-radiation, showed a tendency to have lower toxicity, namely ≤ Grade 1. Conclusion: PD-L1 expression in local advanced cervical cancer patients did not reduce the acute toxicity of radiation during external radiation and 2 months post-treatment. Nonetheless, 2 months post-therapy, acute toxicity showed a propensity to lower toxicity in patients with expression of PD-L1."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Taufika Yuhedi
"Latar Belakang : Kanker serviks stadium awal dapat ditatalaksana dengan baik, namun pada stadium lanjut lokal memiliki prognosis yang buruk. Terapi standar yang tersedia masih kurang optimal dan memiliki efek samping yang mengganggu. Pada keadaan tertentu tumor dapat mengalami metastases atau progresif, salah satunya karena adanya ikatan PD-L1 dengan sel limfosit T sehingga kanker serviks terhindar dari respon imun. Pemberian anti PD-L1 menjadi bagian yang penting dalam pengobatan imunoterapi kanker. Di Indonesia belum tersedia data empirik profil karakteristik yang berkaitan dengan ekspresi PD-L1 serta respon tumor terhadap radiasi pada kanker serviks. Metode: Penelitian ini memeriksa ekspresi PD-L1 intratumoral pada jaringan biopsi karsinoma sel skuamosa serviks pre dan paska radiasi eksterna dengan menggunakan metode ELISA dan IHK, pemeriksaan IHK menggunakan antibodi clone 28-8 dari Abcam. Pemeriksaan CT scan evaluasi sebelum radiasi dan 2 bulan setelah radiasi dipakai sebagai alat untuk menilai respon terapi radiasi. Hasil : Dari 31 pasien yang ikut serta, terdapat 29 pasien yang telah dilakukan pemeriksaan ekspresi PD-L1 sebelum dan sesudah radiasi, selanjutnya hanya 22 pasien yang telah menjalani CT scan evaluasi. Ekspresi PD-L1 ELISA paska radiasi eksterna berbeda bermakna pada tumor berukuran ≥5cm (p=0,015) dan ekspresi PD-L1 IHK berbeda bermakna pada sel tumor berkeratin (p=0,023), pada pasien dengan grade IHK yang difus (+3) resiko relatif untuk respon komplit 0,5 kali dibandingkan dengan grade IHK yang  tidak difus. Uji korelasi perbedaan selisih ekspresi (delta) dan rasio PD-L1 ELISA menunjukkan tidak ada korelasi (R2= 0,217) dan (R2= 0,194) terhadap respons, begitu juga hasil pada hasil pemeriksaan ekspresi PD-L1 IHK tidak ada perbedaan bermakna pada kategori kenaikan, tetap dan penurunan, tetapi ketika kategori dirubah menjadi penurunan dan tidak ada penurunan didapatkan nilai p yang lebih baik (p=0,161 vs p=.0,613).
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan bermakna antara ekspresi PD-L1 pre dan paska radiasi terhadap respon, akan tetapi terdapat tren penurunan kadar PD-L1 IHK berkaitan dengan respon terapi.

Correlation of Intratumoral PD-L1 Expression Before and After External Radiation to The Radiation Response in Locally Advanced Cervical Cancer.
Background: Early-stage cervical cancer can be managed properly, but at a locally advanced stage it has a poor prognosis. The standard therapy available is still suboptimal and has disturbing side effects. In certain circumstances, tumors can undergo metastases or progressives, one of which is due to the binding of PD-L1 with T lymphocyte cells so that cervical cancer is protected from the immune response. In Indonesia, there is no available empirical data on the characteristic profiles related to PD-L1 expression and tumor response to radiation in cervical cancer.
Method: This study examined intratumoral PD-L1 expression in biopsy tissue of squamous cell carcinoma of cervical cells pre and post external radiation using ELISA and IHC methods, IHC examination using antibody clone 28-8 from Abcam. CT scan evaluation before radiation and 2 months after radiation are used as a tool to assess the response of radiation therapy.
Results: Of the 31 patients who participated, there were 29 patients who had examined the expression of PD-L1 before and after radiation, then only 22 patients who had undergone a CT scan evaluation. Expression of PD-L1 ELISA after external radiation was significantly different in tumors of ≥5cm (p=0.015) and expression of PD-L1 IHC was significantly different in keratinous tumor cells (p = 0.023), in patients with diffuse IHC grade (+3) relative risk to complete response of 0.5 times compared to the grade of IHC which is not diffuse. Correlation test difference in expression difference (delta) and PD-L1 ELISA ratio showed no correlation (R2=0.217) and (R2=0,194) to the response, as well as results on the examination results of PD-L1 IHC expression there was no significant difference in the increased category, constant and decrease, but when the category is changed to decrease and there is no decrease, a better p-value is obtained (p=0.161 vs p=0.613).
Conclusion: There was no significant difference between the expression of PD-L1 pre and post-radiation to the response, but there was a trend of decreasing PD-L1 IHC levels concerning therapeutic response.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Taufika Yuhedi
"Latar Belakang: Kanker serviks stadium awal dapat ditatalaksana dengan baik, namun pada stadium lanjut lokal memiliki prognosis yang buruk. Terapi standar yang tersedia masih kurang optimal dan memiliki efek samping yang mengganggu. Pada keadaan tertentu tumor dapat mengalami metastases atau progresif, salah satunya karena adanya ikatan PD-L1 dengan sel limfosit T sehingga kanker serviks terhindar dari respon imun. Pemberian anti PD-L1 menjadi bagian yang penting dalam pengobatan imunoterapi kanker. Di Indonesia belum tersedia data empirik profil karakteristik yang berkaitan dengan ekspresi PD-L1 serta respon tumor terhadap radiasi pada kanker serviks.
Metode: Penelitian ini memeriksa ekspresi PD-L1 intratumoral pada jaringan biopsi karsinoma sel skuamosa serviks pre dan paska radiasi eksterna dengan menggunakan metode ELISA dan IHK, pemeriksaan IHK menggunakan antibodi clone 28-8 dari Abcam. Pemeriksaan CT scan evaluasi sebelum radiasi dan 2 bulan setelah radiasi dipakai sebagai alat untuk menilai respon terapi radiasi.
Hasil: Dari 31 pasien yang ikut serta, terdapat 29 pasien yang telah dilakukan pemeriksaan ekspresi PD-L1 sebelum dan sesudah radiasi, selanjutnya hanya 22 pasien yang telah menjalani CT scan evaluasi. Ekspresi PD-L1 ELISA paska radiasi eksterna berbeda bermakna pada tumor berukuran ≥5cm (p=0,015) dan ekspresi PD-L1 IHK berbeda bermakna pada sel tumor berkeratin (p=0,023), pada pasien dengan grade IHK yang difus (+3) resiko relatif untuk respon komplit 0,5 kali dibandingkan dengan grade IHK yang  tidak difus.Uji korelasi perbedaan selisih ekspresi (delta) dan rasio PD-L1 ELISA menunjukkan tidak ada korelasi (R2 = 0,217) dan (R2 = 0,194) terhadap respons, begitu juga hasil pada hasil pemeriksaan ekspresi PD-L1 IHK tidak ada perbedaan bermakna pada kategori kenaikan, tetap dan penurunan, tetapi ketika kategori dirubah menjadi penurunan dan tidak ada penurunan didapatkan nilai p yang lebih baik (p=0,161 vs p=.0,613)
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara ekspresi PD-L1 pre dan paska radiasi terhadap respon, akan tetapi terdapat tren penurunan kadar PD-L1 IHK berkaitan dengan respon terapi.

Background: Early-stage cervical cancer can be managed properly, but at a locally advanced stage it has a poor prognosis. The standard therapy available is still suboptimal and has disturbing side effects. In certain circumstances, tumors can undergo metastases or progressives, one of which is due to the binding of PD-L1 with T lymphocyte cells so that cervical cancer is protected from the immune response. In Indonesia, there is no available empirical data on the characteristic profiles related to PD-L1 expression and tumor response to radiation in cervical cancer.
Method: This study examined intratumoral PD-L1 expression in biopsy tissue of squamous cell carcinoma of cervical cells pre and post external radiation using ELISA and IHC methods, IHC examination using antibody clone 28-8 from Abcam. CT scan evaluation before radiation and 2 months after radiation are used as a tool to assess the response of radiation therapy.
Results: Of the 31 patients who participated, there were 29 patients who had examined the expression of PD-L1 before and after radiation, then only 22 patients who had undergone a CT scan evaluation. Expression of PD-L1 ELISA after external radiation was significantly different in tumors of ≥5cm (p=0.015) and expression of PD-L1 IHC was significantly different in keratinous tumor cells (p = 0.023), in patients with diffuse IHC grade (+3) relative risk to complete response of 0.5 times compared to the grade of IHC which is not diffuse. Correlation test difference in expression difference (delta) and PD-L1 ELISA ratio showed no correlation (R2 =0.217) and (R2=0,194) to the response, as well as results on the examination results of PD-L1 IHC expression there was no significant difference in the increased category, constant and decrease, but when the category is changed to decrease and there is no decrease, a better p-value is obtained (p=0.161 vs p=0.613)
Conclusion: There was no significant difference between the expression of PD-L1 pre and post-radiation to the response, but there was a trend of decreasing PD-L1 IHC levels concerning therapeutic response.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jackson Kamaruddin
"Latar belakang. Kanker kolorektal merupakan penyebab kematian terbesar kedua di dunia dengan tingkat kematian yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti nilai prediktif dari rasio neutrofil-limfosit (NLR) dan antigen carcinoembryonic (CEA) dalam memprediksi tingkat kelangsungan hidup pasien kanker kolorektal di Indonesia.
Metode. Ini adalah penelitian kohort retrospektif. Populasi penelitian terdiri dari pasien dengan kanker kolorektal tahap I-IV yang diobati di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo. Variabel independen adalah NLR dan CEA, sedangkan variabel dependen adalah kelangsungan hidup lima tahun pasien kanker kolorektal. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 20.
Hasil. Penelitian ini melibatkan 96 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis menunjukkan bahwa 6,25% subjek memiliki NLR tinggi dan 66,6% memiliki kadar CEA tinggi. Tingkat kelangsungan hidup lima tahun secara keseluruhan untuk semua subjek adalah 35,4%. Meskipun tidak signifikan secara statistik, proporsi subjek dengan NLR normal memiliki tingkat kelangsungan hidup lima tahun yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki NLR tinggi, dan pola yang sama juga teramati pada kadar CEA. Analisis subkelompok berdasarkan stadium kanker menunjukkan hubungan yang signifikan antara NLR tinggi dan peningkatan risiko kematian pada tahap TNM I-II, namun tidak terdapat perbedaan signifikan dalam kelangsungan hidup berdasarkan NLR pada tahap III-IV.
Kesimpulan. Rasio NLR praoperasi dan CEA praoperasi tidak menunjukkan peran prediktif dalam kelangsungan hidup kanker kolorektal. Namun, ketika dibagi berdasarkan stadium kanker, terdapat perbedaan signifikan dalam kadar NLR praoperasi antara kelompok yang meninggal dan tidak meninggal pada pasien dengan kanker kolorektal stadium I-II.

Background. Colorectal cancer is the second leading cause of death worldwide, with a high mortality rate. This study aims to investigate the predictive value of the neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) and carcinoembryonic antigen (CEA) in predicting the survival rates of colorectal cancer patients in Indonesia.
Method. This is a retrospective cohort study. The study population consisted of patients with colorectal cancer stage I-IV treated at Cipto Mangunkusumo General Hospital. The independent variables are NLR and CEA, while the dependent variable is the five-year survival of colorectal cancer. Data processing and analysis are conducted using SPSS version 20.
Results. This study included 96 subjects who met the inclusion and exclusion criteria. Analysis revealed that 6.25% of the subjects had high NLR and 66.6% had high CEA levels. The overall five-year survival rate for all subjects was 35.4%. Although not statistically significant, the proportion of subjects with normal NLR had a higher five-year survival rate compared to those with high NLR, and the same pattern was observed for CEA levels. Subgroup analysis based on cancer stage showed a significant association between high NLR and increased risk of mortality in TNM stages I-II, but no significant difference in survival based on NLR was observed in stages III-IV.
Conclusion. The preoperative NLR ratio and preoperative CEA did not show a predictive role in colorectal cancer survival. However, when stratifying by cancer stage, there was a significant difference in preoperative NLR levels between the deceased and non-deceased groups in patients with stage I-II colorectal cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Audria Graciela
"Latar Belakang: Tumor sistem saraf pusat (SSP) merupakan salah satu penyebab utama morbiditas di seluruh dunia yang menyebabkan disabilitas dan penurunan kualitas hidup. Tumor SSP menyebabkan defisit neurologis dan berisiko terjadinya kaheksia. Kaheksia dihubungkan dengan penurunan respons pengobatan dan penurunan kesintasan. Peradangan sistemik merupakan ciri khas kaheksia. Rasio neutrofil limfosit (RNL) merupakan penanda inflamasi sistemik yang mudah dan rutin diperiksa dengan harga yang tidak mahal. Belum diketahui hubungan antara RNL dengan kejadian kaheksia pada tumor SSP.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada subjek berusia 18–65 tahun di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, yang dirawat dengan diagnosis tumor SSP pada bulan November hingga Desember 2023. Nilai RNL diambil dari pemeriksaan darah perifer lengkap dan dilakukan penegakan diagnosis kaheksia berdasarkan kriteria Evans. Dilakukan analisis hubungan RNL dengan kejadian kaheksia.
Hasil: Terdapat 50 subjek dengan diagnosis tumor SSP. Median RNL adalah 4,13 (1,26; 23,22). Nilai RNL secara signifikan lebih tinggi pada kelompok subjek yang mengalami kaheksia (median RNL 7,19 (1,26; 23,22)) dibandingkan tanpa kaheksia (median RNL 3,10 (1,40; 8,48)) (p<0,001).
Simpulan: RNL berhubungan dengan kejadian kaheksia pada tumor SSP. Subjek yang mengalami kaheksia memiliki RNL yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak kaheksia.

Background: Central nervous system (CNS) tumors are one of the leading causes of morbidity worldwide, causing disability and decreased quality of life. Central nervous system tumors cause neurological deficits and are at risk of developing cachexia. Cachexia is associated with decreased treatment response and reduced survival. Systemic inflammation is the hallmark of cachexia. Neutrophil lymphocyte ratio (NLR) is a systemic inflammation that included in routine laboratory examination and inexpensive. The association between NLR and the incidence of cachexia in CNS tumors remain unknown.
Methods: This cross-sectional study was conducted on subjects aged 18–65 years old at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, who were admitted with CNS tumor diagnosis from November to December 2023. The NLR value was taken from the complete peripheral blood examination and the diagnosis of cachexia was based on Evans criteria. The relationship between NLR and the incidence of cachexia was analyzed.
Results: There were 50 subjects with CNS tumor diagnosis. The median NLR was 4,13 (1,26; 23,22). The mean NLR was significantly higher in the group of subjects with cachexia (median NLR 7,19 (1,26; 23,22)) than without cachexia (median NLR 3,10 (1,40; 8,48)) (p<0,001).
Conclusion: NLR is associated with the incidence of cachexia in CNS tumors. Subjects with cachexia had higher NLR compared to those withoit cachexia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>