Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131391 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sarah Ayu Setiawan
" Kultur in vitro merupakan salah satu cara untuk memperbanyak eksplan gametofit lumut hati Cheilolejeunea sp. Namun demikian, kultur in vitro dari gametofit lumut hati masih menemui berbagai kendala terkait teknik serta bahan kimia yang sesuai untuk proses sterilisasi eksplan. Hal tersebut disebabkan oleh struktur gametofit lumut hati berdaun yang kecil (1—50 mm) sehingga banyak kontaminan yang masih menempel pada eksplan serta rentan terhadap bahan sterilan. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui metode sterilisasi serta medium yang optimal bagi Cheilolejeunea sp. Penelitian menggunakan dua variasi sterilisasi fisik, yaitu vortex dan sonikasi yang ditumbuhkan pada 2 jenis medium berupa medium padat dan medium cair. Selain itu, penelitian juga menggunakan bahan kimia sebagai bahan sterilan yaitu NaOCl 1% (60”), dithane 1% (120”), dan tetrasiklin 5% (120”). Setelah dilakukan penelitian, didapatkan hasil bahwa sterilisasi lumut secara fisik menggunakan sonikasi yang ditumbuhkan pada medium cair lebih baik dalam menghambat munculnya kontaminasi dibandingkan sterilisasi fisik vortex yang ditanam pada medium padat. Hasil yang diperoleh juga menunjukkan penggunaan medium cair ternyata tidak dapat mempertahankan viabilitas eksplan
In vitro culture is one way to multiply gametophyte explants of liverworts Cheilolejeunea sp. However, in vitro culture of liverworts gametophyte still requires various techniques and chemicals suitable for explant sterilization. This is caused by the gametophyte structure of small leafy liverworts (1-50 mm) so that many contaminants are still attached to the explant and are susceptible to sterilization agents. Research carried out to study the sterilization method as well as the optimal medium for Cheilolejeunea sp. The study used two variations of physical sterilization, namely vortex and sonication grown on 2 types of medium containing solid and liquid medium. In addition, the study also used chemicals as sterile agents, namely NaOCl 1% (60 "), Dithane 1% (120"), and tetracycline 5% (120 "). After the research, physical sterilization was obtained using sonication grown on liquid medium is better in comparison to contamination than physical sterilization of vortex that is planted on solid medium. The results obtained also indicate the use of liquid media does not seem to be able to maintain explant viability."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Widyastuti
"ABSTRACT
Kultur in vitro gametofit lumut berdaun masih menghadapi hambatan dalam sterilisasi eksplan sampai sekarang. Kendala ini terkait dengan struktur sederhana lumut hati yang mudah rusak setelah terpapar desinfektan dan tingkat kontaminasi kultur yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode sterilisasi yang mampu menekan kontaminasi dengan viabilitas eksplan yang tinggi dalam kultur gametofit lumut hati Lopholejeunea sp. Penelitian ini menggunakan dua metode sterilisasi yang berbeda. Metode sterilisasi I terdiri dari kontrol dan 6 kombinasi pengobatan dengan konsentrasi Bayclin (0,5%, 0,75% dan 1%) dengan waktu pemaparan (60 detik dan 90 detik) disertai dengan penambahan 2,5 mg / ml tetrasiklin. Metode sterilisasi II terdiri dari kontrol dan 2 kombinasi perlakuan konsentrasi Bayclin sebesar 0,75% dengan waktu pemaparan (60 detik dan 90 detik) disertai dengan penambahan 35% alkohol, Dithane 1%, dan tetrasiklin 2,5 mg / ml. Setiap metode sterilisasi terdiri dari 10 sampel. Parameter kualitatif yang diamati, yaitu lokasi kontaminasi, jenis kontaminan, warna dari eksplan setelah sterilisasi dan hari terakhir pengamatan, juga pengamatan pertumbuhan eksplan secara makroskopis dan mikroskopis pada hari ke-30. Parameter kuantitatif adalah persentase kontaminasi, persentase jenis dan lokasi kontaminasi, dan kuantifikasi pertumbuhan eksplan berdasarkan persentase pertumbuhan dan jumlah cabang. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa metode sterilisasi I adalah metode yang lebih baik karena walaupun kontaminasi serendah 80%, tetapi eksplan masih dapat tumbuh pada hari ke-14 setelah tanam. Jenis kontaminasi yang paling umum ditemukan dalam kedua metode sterilisasi adalah bakteri dan jamur yang muncul dari internal. Eksplan gametofit dari Lopholejeunea sp. juga menunjukkan pertumbuhan bahkan dalam kondisi yang terkontaminasi, kecuali kontaminasi jamur tosca.

ABSTRACT
In vitro culture of leafy moss gametophyte still faces obstacles in explant sterilization until now. This constraint is related to the simple structure of liverworts that can be easily damaged after exposure to disinfectants and high levels of culture contamination. This study aims to determine the sterilization method that is able to reduce contamination with high explant viability in the gamutophyte culture of liverworm Lopholejeunea sp. This study uses two different sterilization methods. The sterilization method I consisted of control and 6 treatment combinations with Bayclin concentration (0.5%, 0.75% and 1%) with exposure time (60 seconds and 90 seconds) accompanied by the addition of 2.5 mg / ml tetracycline. The sterilization method II consisted of control and 2 treatment combinations of Bayclin concentration of 0.75% with exposure time (60 seconds and 90 seconds) accompanied by the addition of 35% alcohol, 1% Dithane, and tetracycline 2.5 mg / ml. Each sterilization method consists of 10 samples. Qualitative parameters were observed, namely the location of contamination, type of contaminant, the color of explants after sterilization and the last day of observation, also observations of explant growth macroscopically and microscopically on the 30th day. Quantitative parameters are the percentage of contamination, the percentage of species and locations of contamination, and the quantification of explant growth based on growth percentage and number of branches. The results obtained in this study are that the sterilization method I is a better method because even though contamination is as low as 80%, explants can still grow on the 14th day after planting. The most common types of contamination found in the two methods of sterilization are bacteria and fungi that arise from the internal. Gametophyte explants from Lopholejeunea sp. also shows growth even under contaminated conditions, except tosca mushroom contamination."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mouleidi Dwi Putri
"Kultur in vitro dapat menjadi solusi alternatif untuk memperbanyak Acrolejeunea fertilis. Studi kultur in vitro gametofit lumut daun sering mengalami kendala dalam proses sterilisasi. Hal ini disebabkan tingginya kontaminasi dan struktur gametofit lumut yang mudah rusak setelah terpapar disinfektan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan metode sterilisasi mana yang lebih baik dalam menekan kontaminasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode sterilisasi. Metode sterilisasi 1 terdiri dari kontrol dan 6 kombinasi perlakuan, yaitu konsentrasi Bayclin (1,00%, 1,25%, dan 1,50%) dan waktu pemaparan (60 detik dan 120 detik), disertai dengan penambahan Tetrasiklin 2,5 mg / 2,5 mg. ml. Metode sterilisasi 2 terdiri dari kontrol dan 2 perlakuan yaitu waktu pemaparan Bayclin sebesar 1,25% (60 detik dan 120 detik), disertai dengan penambahan alkohol 35%, Dithane 1%, dan Tetrasiklin 2,5 mg / ml. Setiap kelompok pada kedua metode sterilisasi terdiri dari 10 botol sampel yang masing-masing berisi 3 eksplan. Parameter kualitatif yang diamati adalah lokasi dan jenis kontaminasi, warna, dan pertumbuhan eksplan. Parameter kuantitatif meliputi persentase pencemaran, persentase jenis dan lokasi pencemaran, serta jumlah cabang yang tumbuh pada eksplan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sterilisasi metode 1 memiliki tingkat pencemaran yang lebih tinggi dibandingkan sterilisasi metode 2 pada hari ke-7 setelah tanam (H7). Jenis pencemaran internal yang paling banyak ditemukan pada metode sterilisasi 1 adalah jamur, sedangkan metode sterilisasi 2 adalah bakteri. Penggunaan Bayclin dengan kisaran konsentrasi 1,00% - 1,50% pada metode sterilisasi 1 menyebabkan eksplan cenderung menguning. Warna eksplan cenderung coklat dengan penambahan alkohol 35% dengan waktu pajanan 30 detik pada metode sterilisasi 2. Pertumbuhan cabang pada beberapa eksplan pada kelompok perlakuan metode sterilisasi 1 sudah terjadi sejak H7, meskipun terjadi terkontaminasi dan mengalami pencoklatan. Sedangkan metode sterilisasi 2 belum menunjukkan adanya pertumbuhan cabang hingga H7 sehingga viabilitas eksplan diragukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode sterilisasi 2 lebih baik dalam menekan kontaminasi dibandingkan dengan metode sterilisasi 1. Namun demikian, viabilitas eksplan masih diragukan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

In vitro culture can be an alternative solution to multiply Acrolejeunea fertilis. In vitro culture studies of moss gametophyte often experience problems in the sterilization process. This is due to the high contamination and the structure of the moss gametophyte which is easily damaged after being exposed to disinfectants. The aim of this study was to determine which sterilization method is better at suppressing contamination. This research was conducted using two sterilization methods. Sterilization method 1 consists of control and 6 treatment combinations, namely Bayclin concentration (1.00%, 1.25%, and 1.50%) and exposure time (60 seconds and 120 seconds), accompanied by the addition of 2.5 mg Tetracycline / 2.5 mg. ml. Sterilization method 2 consisted of control and 2 treatments, namely the exposure time of 1.25% Bayclin (60 seconds and 120 seconds), accompanied by the addition of 35% alcohol, 1% Dithane, and 2.5 mg / ml of Tetracycline. Each group in both sterilization methods consisted of 10 sample bottles containing 3 explants each. The qualitative parameters observed were the location and type of contamination, color, and growth of the explants. The quantitative parameters include the percentage of pollution, the percentage of the type and location of pollution, and the number of branches that grow on the explants. The results showed that sterilization method 1 had a higher contamination level than sterilization method 2 on the 7th day after planting (H7). The type of internal contamination that was mostly found in sterilization method 1 was fungi, while sterilization method 2 was bacteria. The use of Bayclin with a concentration range of 1.00% - 1.50% in sterilization method 1 causes the explants to tend to turn yellow. The color of the explants tended to be brown with the addition of 35% alcohol with an exposure time of 30 seconds in the sterilization method 2. Branch growth on several explants in the sterilization method 1 treatment group had occurred since H7, although it was contaminated and experienced browning. Meanwhile, sterilization method 2 has not shown any branch growth up to H7 so that the viability of the explants is doubtful. So it can be concluded that sterilization method 2 is better at suppressing contamination than sterilization method 1. However, the viability of the explants is still in doubt so that further research is needed."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Alya Putri
"Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang bersifat anaerob fakultatif, membentuk pigmen kuning, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok. Bakteri ini seringkali ditemukan pada saluran pernapasan atas dan kulit. Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya seperti bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. S. aureus merupakan salah satu bakteri Gram positif yang banyak ditemukan di lingkungan medis yang berpotensi menimbulkan infeksi tak berbahaya maupun gejala lebih serius terhadap pasien rawat inap di rumah sakit. Sebagai upaya pencegahan terjadinya infeksi ringan maupun serius akibat bakteri S. aureus, maka dilakukan metode sterilisasi bakteri. Dalam studi kali ini dilakukan perbandingan efikasi menggunakan metode sterilisasi UV-C dan ozon terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro. Bakteri dipaparkan ozon dan sinar UV-C dengan durasi 15, 30 dan 45 menit. Dilakukan pula uji lanjutan sterilisasi stetoskop. Selanjutnya dilakukan analisa Total Plate Count (TPC) untuk mengetahui tingkat kematian bakteri dan dilakukan uji statistik berupa ANOVA, Mann-Whitney, dan Kruskal-Wallis sehingga dapat ditentukan metode sterilisasi yang paling efektif terhadap S. aureus. Penelitian menunjukkan bahwa sterilisasi menggunakan sinar UV-C dan ozon paling efektif pada durasi paparan 30 menit.

Staphylococcus aureus is a facultatively anaerobic bacteria, producing yellow pigments, generally grown in pairs or groups. These bacteria are often found in the upper respiratory tract and skin. S. aureus infection is associated with several pathological conditions, including ulcers, acne, pneumonia, meningitis, and arthritis. S. aureus is one of the Gram-positive bacteria found in many medical environments that have the potential to cause harmless infections or more serious symptoms to hospitalization patients. As an effort to prevent the occurrence of mild and serious infections due to S. aureus bacteria, the method of sterilization of bacteria is carried out. In this study, efficacy comparisons were conducted using UV-C and ozone sterilization methods against Staphylococcus aureus bacteria. Bacteria are exposed to ozone and UV-C light with durations of 15, 30 and 45 minutes. Further tests of stethoscope sterilization are also carried out. Furthermore, Total Plate Count (TPC) analysis is performed to determine bacterial mortality rates and statistical tests in the form of ANOVA, Mann-Whitney, and Kruskal-Wallis can be determined so that the most effective sterilization methods against S. aureus can be determined. Research shows that sterilization using UV-C light and ozone is most effective at an exposure duration of 30 minutes."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulya Viani Andarini
"Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu jenis bakteri Gram negatif yang sering ditemukan pada peralatan medis yang terkontaminasi. P. aeruginosa menjadi penyebab beberapa infeksi nosokomial seperti penyakit otitis eksterna, dermatitis, folikulitis, selain itu dapat menyebabkan infeksi pada mata, luka bakar, saluran napas bagian bawah, saluran kemih, dan organ lainnya.  Pencegahan terhadap penyebaran P.  aeruginosa di lingkungan fasilitas kesehatan sangat dibutuhkan, salah satunya dengan memanfaatkan paparan ozon dan radiasi UV-C untuk mensterilkan alat kesehatan untuk mencegah penyebaran bakteri P. aeruginosa. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk melihat efektivitas paparan ozon dan radiasi UV-C dengan variasi waktu 0, 15, 30, dan 45 menit terhadap bakteri P. aeruginosa. Penelitian lanjutan diberikan perlakuan terhadap alat medis yaitu thermo-gun dengan variasi waktu 0, 10, 15, dan 30 menit untuk melihat efektivitas dari metode sterilisasi yang digunakan. Selanjutnya dilakukan persentase pengurangan jumlah koloni dan uji statistik menggunakan ANOVA, Mann-Whitney, dan Kruskall-Wallis. Hasil penelitian menunjukan persentase pengurang koloni bakteri 100% setelah diberikan paparan UV-C dengan durasi 15 menit pada media padat. 96% koloni bakteri berkurang setelah diberikan paparan ozon dengan kapasitas 2000 mg/h selama 45 menit. Sedangkan pada uji lanjutan didapatkan pengurangan bakteri sebanyak 75% dan 74% pada paparan UV-C dan Ozon oleh karena itu kedua perlakuan tidak menunjukan perbedaan signifikan untuk mensterilisasi thermo-gun

Pseudomonas aeruginosa is a type of Gram-negative bacteria that is often found in contaminated medical equipment and is not cleaned properly. P. aeruginosa is the cause of several infections such as externa otitis disease, dermatitis, folliculitis, in addition it can cause infections of the eyes, burns, urinary tract, and other organs. Prevention against the spread of P. aeruginosa in the hospital environment is needed, the study using plasma and radiated UV to sterilize medical devices is considered to prevent the spread of P. aeruginosa bacteria. The purpose of this study was to determine the effectiveness of exposure to ozone and UV-C radiation with time variations of 0, 15, 30, and 45 minutes against P. aeruginosa bacteria. Further research was given treatment of medical devices, namely thermo-guns with time variations of 0, 10, 15, and 30 minutes to see the effectiveness of the sterilization method used. Furthermore, the percentage reduction in the number of colonies and statistical tests using ANOVA, Mann-Whitney, and Kruskall-Wallis were carried out. The results showed that the percentage of bacterial colony reduction was 100% after being exposed to UV-C with a duration of 15 minutes on solid media. 96% of bacterial colonies were reduced after being exposed to ozone with a capacity of 2000 mg/h for 45 minutes. Meanwhile, in the follow-up test, it was found that there was a 75% and 74% reduction in bacteria on exposure to UV-C and Ozone. Therefore, the two treatments did not show a significant difference to sterilize the thermo-gun."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In vitro shoot explants of white ginger and red ginger are irradiated by two different techniques....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Meidyawati E.H.
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mencari cara sterilisasi guta-perca yang efektif dan efisien sebelum digunakan untuk mengisi saluran akar. Guta-perca yang dicemari Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis direndam dalam natrium hipoklorit dengan konsentrasi 5,25 % ; 2,65 7. ; 1,31 7 dan ke dalam povidon yodium dengan konsentrasi 10 % ; I. % ; 0,5 'I. selama 0,5 ; 1 ; 3 ; 6 menit. Kemudian dibilas dengan merendam dalam larutan fisiologis NaCl steril, lalu dibiak dalam perbenihan thioglikolat, dan dieramkan pada suhu 370C selama 72 jam, untuk dilihat apakah perbenihan tetap jernih, atau menjadi keruh. Ternyata efek kedua desinfektans ini tidak berbeda bermakna. Dapat disimpulkan bahwa kedua bahan ini bisa digunakan untuk sterilisasi guta-perca sebelum pengisian saluran akar. Pada konsentrasi yang kecil dan dalam waktu yang singkat kedua desinfektans ini sudah cukup efektif mematikan kuman Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Hendroyono
"ABSTRAK
Dalam rangka meningkatkan daya saing rumah sakit di-era pasar global, perlu dilakukan reformasi manajemen perumahsakitan yang diharapkan dapat menyelesaikan berbagai masalah manajemen dalam efficiency, productivity, quality and patient responsiveness. Pengendalian infeksi nosokomial sangat bergantung pada kinerja sterilisasi rumah sakit, khususnya pada penatalaksanaan pembedahan dan kegiatan pelayanan medik lain yang menggunakan alat-alat steril.
Pelayanan sterilisasi Instalasi Bedah Sentral merupakan pusat pelayanan sterilisasi RSUD Kota Bekasi. Instalasi ini menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan, menyimpan, mendistribusikan instrumen operasi ke kamar bedah dan alat medik ke ruangan-ruangan yang membutuhkan produk steril.
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi dengan kapasitas 261 tempat tidur, BOR 67,1 - LOS 3,7 - TOI 1,83 - BTO 65,54 - jumlah operasi 350 pasien per bulan (OK IGD: 100, OK IBS: 250); mempunyai pelayanan sterilisasi yang masih bergabung dengan OK IBS dengan berbagai masalah dan mendapat banyak keluhan dari pengguna jasa pelayanannya terutama para ahli bedah dan petugas kamar bedah yang lainnya.
Banyaknya komplain dan masalah tersebut membuat OK IBS ingin memperbaiki diri, karena OK IBS merupakan bagian dari Rumah Sakit, dan merupakan penggalan jalur panjang dari "moment of truth" mulai dari pasien masuk ke halaman parkir hingga pasien pulang yang harus selalu diperbaiki dan disempumakan demi kepuasan dan keselamatan berobat pasien. Untuk mendapatkan gambaran pelayanan sterilisasi OK IBS menurut kacamata penyedia pelayanan (provider), perlu dilakukan suatu penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving Approach) dengan tujuan menyusun plan of action perbaikan kualitas layanan sterilisasi dari OK IBS RSUD Kota Bekasi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara FGD (Focus Group Discussion), wawancara mendalam (indepth interview), expert panel dan observasi langsung, serta telaah data sekunder.
Penelitian ini menghasilkan suatu prioritas masalah dan prioritas penyelesaian masalah. Tiga masalah utama pada sterilisasi OK IBS adalah mesin sterilisator yang kurang dalam kualitas dan kuantitas, luas tempat bekerja yang terbatas dan kemampuan SDM sterilisasi di OK IBS yang masih belum cukup memadai.
Kurangnya kualitas mesin sterilisator bermula dari tidak adanya monitoring dan pengawasan berkala pada mesin sterilisator yang ada dan karena tuntutan volume pekerjaan yang meningkat dari tahun ketahun, sehingga petugas terbiasa bekerja dengan mesin sterilisator uap berkapasitas 500 liter pengadaan tahun 1980 yang dalam keadaan rusak; dengan produk linen operasi yang selalu basah dan rusaknya instrumen operasi serta linen operasi oleh sterilisator panas-kering yang merupakan andalan OK IBS selama ini. Masalah mesin sterilisator ini dapat dipecahkan dengan menetapkan bahwa mesin steam sterilisator yang lama sebagai mesin tidak layak pakai dan menggantikannya dengan mesin baru untuk sementara atau pembentukan instalasi CSSD dengan kelengkapan sarana dan prasarananya.
Perkembangan OK IBS yang terwujud dari beberapa kali renovasi tidak disertai dengan perkembangan dan renovasi atau perbaikan kinerja seksi sterilisasi; sehingga luas ruang bekerja dan sarana sterilisasi yang ada sejak tahun 1980 dengan 2 kamar operasi tidak disiapkan untuk keadaan sekarang dengan 5 kamar operasi dan frekuensi operasi 250 pasien per bulan. Masalah ruang kerja sterilisasi ini dapat dipecahkan dengan pembangunan gedung CSSD baru sebagai instalasi yang mandiri di-area belakang RSUD sebelah Unit Laundry.
Paradigma pembelajaran (learning paradigm) perlu dibangun di kalangan petugas OK IBS, khususnya petugas sterilisasi; kurangnya kualitas dan kuantitas SDM sterilisasi OK IBS dapat disebabkan oleh terbiasanya bekerja tanpa SOP, tanpa pengawasan, dan tanpa koreksi dimana keterbatasan pengetahuan tentang sterilisasi dari pimpinan dan pelaksana OK IBS dalam beaurocratic paradigm akan menjadi hambatan dari suatu usaha perbaikan dan pergembangan kinerja organisasi sterilisasi. Masalah kualitas dan kuantitas SDM ini dapat dipecahkan dengan menambah SDM baru yang siap untuk ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan berkala dan berlanjut bagi staf CSSD yang dilaksanakan oleh RS.Sardjito di Yogyakarta.
Kualitas pelayanan sterilisasi di OK IBS dipengaruhi juga oleh kinerja unit-unit lain di RSUD Kota Bekasi dan dipengaruhi oleh kebijakan manajemen, sehingga masalah-masalah yang muncul merupakan masalah yang terjadi juga di seluruh rumah sakit. Pemecahan masalah di OK IBS tidak dapat dilaksanakan hanya oleh OK IBS sendiri tetapi harus ada intervensi Manajemen Rumah Sakit.
Perlunya melakukan advokasi kepada DPR-D Kota Bekasi, agar masalah sterilisasi yang pada akhirnya menentukan kualitas pelayanan RSUD kota Bekasi dapat dimaklumi juga menjadi tanggung jawab pemerintah kota Bekasi sebagai stake-holder rumah sakit.

ABSTRAK
Reformation of the hospital management is necessary to improve the competitiveness of hospitals in global market era so that managerial problems in efficiency, productivity, quality and patient responsiveness could be solved. Control of nosocomial infection depends heavily on the performance of the sterilization unit in the hospital, especially in surgical treatment and other medical services which utilize sterile instruments.
Sterilization service of IBS Operating Theatre (OT) is the center for sterilization services at RSUD kota Bekasi which receives, processes, produces, sterilizes, stores and distributes surgical instruments to the operating theatre and medical instruments to units which needed them.
Bekasi City Regional Hospital (RSUD kota Bekasi) with the capacity of 261 beds, BOR 67,1 - LOS 3,7 - TOl 1,83 - BTO 65,54 - 350 monthly surgical procedure (Emergency OT: 100, Central OT: 250); has sterilization service combined within IBS OT with various problems and getting complaints from service users, especially the surgeons. Due to the high complaint rate, IBS OT strives to improve its service since it is an integral part of the hospital and part of the "moment of truth" for patient?s wellness and satisfaction. This study is conducted to obtain a picture of IBS OT's sterilization service from the provider's perspective.
This is a qualitative study with problem solving approach which aims to draft a plan of action to improve the quality of sterilization service at IBS OT RSUD kota Bekasi. Data collection was conducted through FGD (Focus Group Discussion), in-depth interview and direct observation and secondary data analysis.
This study results in problem and problem-solving priorities. The three main problems during IBS OT sterilization are: poor quality and quantity of sterilizatormachines, limited working area and human resources capability in IBS OT that not yet sufficient.
The poor quality of sterilizator machine started with the absence of regular monitoring and maintenance, and also due to the increasingly workload. The operator became used to work with the damaged 500-litre steam sterilization machine from 1980; with wet surgical lines and the damaged surgical instruments and linens by the hot-dry sterilizator which is the mainstay of IBS OT. The problem of sterilizator could be solved by discharging the damaged steam sterilizator and replacing it with a new machine; or the formation of CSSD unit complete with the necessary equipment.
The development of IBS OT from several renovations is not accompanied by the development and renovation or improvement of the sterilization unit; therefore the available working area and sterilization unit since 1980 with 2 operating theatres is not ready for the current condition with 5 operating theatre and 250 surgical procedures per month. This problem could be solved with the development of a new, contained CSSD building in the area at the back of RSUD, next to the Laundry Unit.
Learning paradigm needs to be socialized amongst IBS OT personnel, especially those handling the sterilization; the poor quantity and quality of sterilization personnel at IBS OT could be caused by the comfort of working without SOP, control and correction due to the limited knowledge about sterilization of the management of IBS OT. All of these and the bureaucratic paradigm will hinder the effort of performance improvement of the sterilization organization. The problem of human resources quantity and quality could be solved with the addition of new personnel who is ready to be developed through periodic continuing education for CSSD staff at Sardjito Hospital in Yogyakarta.
Sterilization service quality at IBS OT is also influenced by the performance of other units at RSUD kota Bekasi and management's decision, therefore the arising problems are also common problems at the hospital. Problem solving at IBS OT could not be conducted solely by IBS OT but need intervention from hospital management.
It is also important to approach Bekasi City Parliament (DPRD) to ensure that sterilization problem, which will ultimately determine the service quality of Bekasi City Regional Hospital, also falls under responsibility of Bekasi City government as one of the hospital's stake-holders.
"
2007
T19096
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiah Nurul Mukhlisah
"Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue (DENV). DBD masih menjadi masalah kesehatan utama di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, belum ditemukan antivirus yang spesifik terhadap DENV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak etanol fraksi etil asetat daun Moringa oleifera sebagai antivirus DENV in vitro. Moringa oleifera, biasa dikenal dengan tanaman kelor, mengandung berbagai senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas biologis yang bermanfaat bagi kesehatan, salah satunya sebagai antivirus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah focus assay untuk mengetahui aktivitas inhibisi ekstrak daun M. oleifera (nilai IC50) dan MTT assay untuk mengetahui toksisitas ekstrak daun M. oleifera terhadap sel vero (nilai CC50). Selanjutnya, ditentukan nilai SI dengan membagi nilai CC50 terhadap IC50. Melalui analisis statistik uji one-way anova, didapatkan adanya perbedaan yang signifikan antara setiap kelompok perlakuan pada metode focus assay (p = 0,000) maupun MTT assay (p = 0,002). Pada uji post-hoc Tukey, didatapatkan bahwa pemberian ekstrak daun M. oleifera pada konsentrasi 80 μg/ml (p = 0,001) dan 40 μg/ml (p = 0,004) memberikan perbedaan persentase infektivitas yang bermakna dibanding DMSO. Pada uji post-hoc Tukey, didatapatkan bahwa pemberian ekstrak daun M. oleifera pada konsentrasi 320 μg/ml (p = 0,002), 160 μg/ml (p = 0,006), 80 μg/ml (p = 0,010), 40 μg/ml (p = 0,006), 20 μg/ml (p = 0,005), dan 10 μg/ml (p = 0,021) memberikan perbedaan persentase viabilitas yang bermakna dibanding DMSO. Hasil penelitian menunjukkan nilai IC50, CC50, dan SI berturut-turut adalah 31.51 μg/ml, >320 μg/ml, dan >10,2. Nilai SI yang didapatkan menunjukkan bahwa fraksi etil asetat M. oleifera memiliki aktivitas in vitro yang selektif terhadap DENV tanpa bersifat toksik bagi sel.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by dengue virus (DENV). It is still a major health problem in many countries, including Indonesia. However, there is no DENV-specific antivirus has been found. This study aims to determine the potential of the ethyl acetate fraction of Moringa oleifera leaves extract as an in vitro DENV antiviral. Moringa oleifera, commonly known as the Moringa plant, contains various bioactive compounds. These compounds have biological activities beneficial to health, one of which is antiviral. The focus assay method was used in this study to determine the inhibitory activity of M. oleifera leaves extract (IC50 value). The MTT assay method was used to determine the toxicity of M. oleifera leaves extract to vero cells (CC50 value). Next, the selectivity index (SI) value is determined by dividing the CC50 value against IC50. The statistical analysis of one-way ANOVA test. found that there were significant differences between treatment groups in the focus assay (p = 0.000) and the MTT assay (p = 0.002). Tukey post-hoc test found that the administration of M. oleifera leaf extract at a concentration of 80 μg / ml (p = 0.001) and 40 μg / ml (p = 0.004) gave significant differences in the percentage of infectivity compared to DMSO. Tukey post-hoc test found that the administration of M. oleifera leaf extract at a concentration of 320 μg / ml (p = 0.002), 160 μg / ml (p = 0.006), 80 μg / ml (p = 0.010), 40 μg / ml (p = 0.006), 20 μg / ml (p = 0.005), and 10 μg / ml (p = 0.021) gave significant differences in the percentage of viability compared to DMSO. The results showed that the IC50, CC50, and SI values were 31.51 μg/ml, >320 μg/ml, and >10.2, respectively. This SI value indicate that the ethyl acetate fraction of M. oleifera has selective in vitro activity against DENV without being toxic to cells."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Putu Setiawati
"ABSTRAK
Agrobacterium sp.merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang mampu menghasilkan polisakarida 13-glu~an yang sangat berguna bagi kebutuhan hidup manusia. 13-glukan dapat bermanfat sebagai anti diabetes, anti kanker, anti inflamasi dan juga daging buatan. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi 13-glukan melalui peningkatan galur Agrobacterium sp. dengan mutagenesis secara biologis yaitu menggunakan elemen loncat atau transposon EZ::Tn5 . Transposon EZ::Tn5 adalah suatu segmen DNA yang mempunyai dua Insertion Sequences yang membawa sifat resisten terhadap antimetabolit trimethoprim. Metode pertumbuhan bakteri Agrobacterium sp. dengan media agar pepton yeast, dilanjutkan dengan media selektif untuk produksi 13-glukan. Dilakukan uji nilai ambang letal dalam media yang mengandung trimethoprim, sebelum dilakukan proses elektroporasi Sel bakteri yang akan ditransformasikan sebelumnya dibuat sebagai sel elektrokompeten. Elektroporasi dilakukan menggunakan arus listrik 1200 volt (yang menghasilkan 13 mutan) dan 2400 volt (yang menghasilkan 50 mutan). Hasil penelitian menunjukkan mutagenesis menghasilkan mutan positif dan mutan negatif. Bobot 13-glukan tertinggi diperoleh dari isolat 250.2.16 (voltase 1200 volt) yang dapat ' meningkatkan produksi 13-glukan sebesar 1,16 x lebih besar dibandingkan galur liarnya. lsolat 50.2.A (2400 volt) mampu meningkatkan produksi 13- glukan sampai 654% dibandingkan galur liamya. Semetara mutan negative dihasilkan dari isolat 50.2.4.1 (1200 volt) yang menurunkan produksi 13- glukan: 42,85% dibandingkan liarnya. Dari kondisi elektroporasi 2400 volt dihasilkan mutan negatif isolat 50.2.2 dengan penurunan 88,09% dibandingkan produksi 13-glukan galur liarnya. Uji analisis kimia dilakukan untuk mengetahui kadar glukosa dan protein dalam 13-glukan. Kadar glukosa dan protein tertinggi diperoleh dari isolat 500.2.2.1 hasil elektroporasi 2400 volt yaitu sebesar 5, 798% dengan kadar protein sebesar 50,35%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>